“Apa kau mulai mengkhianatiku, Ervin?” Introgasi Elang.Pria itu menatap sang asisten yang tengah berdiri tidak jauh darinya. Hati Elang merasa dikhianati karena Ervin mengatakan hal yang tidak ingin diketahui oleh sang Ibu. Sangat jelas dari raut wajah yang ia tunjukan pada sang asisten.“Aku tidak mengkhianatimu. Aku hanya mengatakan kebenaran, itu saja.”Elang berkacak pinggang, napas yang ia hembuskan terasa berat mengartikan ia tengah kesal.“Huh! Kau … sekarang aku harus bagaimana?”“Ya, cari wanita dan kenalkan pada Nyonya.”“Huh! Sepertinya kau benar-benar ingin mati, ya?”Ervin mengatupkan mulutnya hingga membuat suara kretekan. “Sepertinya Uganda lebih baik daripada kau mengirimku ke neraka.”Elang mengerutkan keningnya sesaat kemudian dia tertawa diikuti oleh senyum Ervin. “Aku cukup mengenalkannya saja, bukan? Bukan berarti aku harus menikahinya. Hm, kau harus mencari seorang wanita yang bisa kuajak bertemu Mama. Dan ingat, bukan wanita penggila uang. Pastikan itu.”Ervin
Suara bel pintu berbunyi beberapa kali, tapi dari dalam tidak ada yang membuka pintu membuat pria yang sejak tadi menekan bell berinisiatif masuk menggunakan sandi yang ia ketahui.Ia cukup terburu-buru, ditambah dengan raut wajahnya cukup gelisah seperti terjadi sesuatu yang tidak baik untuk dikabari.“Oh, shit! Dia masih tidur.” Ervin mengumpat sambil bergegas membuka tirai jendela membuat sinar matahari masuk ke dalam kamar.“Av, bangun!” seru Ervin sambil menarik selimut yang digunakan Elang agar pria itu segera bangun, tetapi nyatanya apa yang dilakukan oleh Ervin tidak membuat Elang bergerak sama sekali.Raut wajah Ervin terlihat cukup kesal. “Kau harus melihat sesuatu, ini penting!” seru Ervin kembali menarik selimut dengan paksa.“Aku masih mengantuk. Apa yang kau lakukan?” Suara Elang terdengar parau, ia bahkan menarik selimut yang ditangan Ervin dan kembali membungkus kepalanya, agar sinar matahari tidak membuatnya silau.Ervin yang kesal kembali menarik selimut yang dipakai
Anna yang saat ini tengah membaca berita, tersenyum tipis.“Seharusnya dia tidak terlalu semena-mena membatalkan seperti itu,” ucap Anna dengan sedikit kesal. “Apa perusahaannya tidak pernah seperti ini sebelumnya?” tanya Anna mengambil gelas jus miliknya.Denn yang duduk mengitari meja makan, melihat ke arah Anna. Dia, pria yang dipercayai oleh wanita di hadapannya untuk mengurusi perusahaan cabang di Indonesia, ia pun mata untuk Anna untuk mengamati keadaan musuh bubuyatannya.“Tidak. Sebelumnya, hanya turun sebanyak 2,5%,” jawab Denn membuat Anna menganggukan kepala. “Apa yang nona akan lakukan selanjutnya, selama ada di Indonesia? Banyak para pemilik perusahaan yang ingin membuat janji temu bersama anda,” tambah Denn.“Aku tidak ingin banyak yang bertemu denganku. Aku takut jika Elang terus mencari tahu mengenai diriku, apalagi jika dia tahu aku tidak berada di Korea.”Denn terdiam sesaat, dia melihat ke arah Anna yang tengah berada di hadapannya.“Sebenarnya, dia sudah tahu jika
Mata Anna menatap pria yang berada di hadapannya penuh dengan kebencian. Tidak akan pernah berkurang, melainkan bertambah setiap detiknya. Tangannya dikepal begitu erat, agar meredam emosi yang saat ini dirasakan saat melihat pria di hadapannya itu.Anna segera berlalu tetapi pergelangan tangannya ditahan oleh Deff. Ia ingin segera pergi dari sana.“Lepaskan—““Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau menjelaskan alasan kenapa kau melakukannya.”Deff menatap tajam ke arah Anna, ia menuntut jawaban dari wanita di hadapannya. Setelah 5 tahun, akhirnya mereka bertemu dan keadaan terasa begitu canggung.“Lepaskan!” tegas Anna sambil menghempaskan tangannya, agar terlepas dari cengkereman tangan Deff. “Tidak ada yang perlu dijelaskan,” seru Anna dengan nada tegas.Anna bergegas beranjak pergi dari sana, meninggalkan Deff lagi-lagi dia dicegat oleh pria itu.“Apa maumu? Apa yang kau inginkan?” tanya Anna. “Kau ingin aku menjelaskan apa yang terjadi? Aku sudah mengatakannya padamu, tap
“Katakan pada mereka jika kita akan datang,” ucap Denn sambil beranjak dari tempat duduk. Denn mengambil jas yang berbeda, dan melepaskan jas yang saat ini dipakai olehnya. Merapikan pakaian yang dipakai olehnya. “Kau akan meninggalkanku di sini?” tanya Naura. “Ya. Kau tahu jalan pulang ‘kan? Aku tidak akan mengantarkanmu,” seru Denn sambil melangkah keluar. Naura mengumpat habis-habisan pria itu, karena tidak mengajaknya. Di dalam mobil, Denn menghubungi Anna tetapi telpon wanita yang dihubunginya tidak aktif membuatnya mengerutkan kening. “Elang Aderra mengundangku untuk makan malam,” ucap Denn meninggalkan pesan suara untuk Anna. Tidak ada pembicaraan yang terjadi di dalam mobil saat Denn menuju ke lokasi yang telah diberikan oleh asisten Elang-Ervin. Beberapa kali, ia hanya melakukan slide di iPad miliknya memeriksa data perusahaan. Di depan, sang asisten terus menerus melihat dari kaca spion. “Kau bingung dengan nama yang disinggung wanita itu?” tanya Denn dijawab angguk
Anna tengah dalam perjalanan kembali, tetapi pikirannya masih teringat pertemuan bersama dengan Hans membuat wanita itu kini berada di salah satu parkiran Jenju Diskotik. Entah apa yang dipikirkan olehnya, sampai ia berada di tempat parkir. Helaan napas terdengar gusar saat ia membuka pintu mobil lamborghini miliknya. Seorang pria mendekat, tetapi ditolak olehnya. Gemerlap malam, terlihat sangat jelas saat ia masuk ke dalam. Musik yang terlihat di sana, begitu memekak telinga tetapi tidak mengurungkan niat Anna untuk pergi, ia malah masuk lebih dalam menuju meja bartender. Anna duduk sambil memesan bir, bartender yang berada di sana melirik ke arahnya saat melihat wanita yang telah duduk di hadapannya saat ini. Raut wajah yang begitu sulit dijelaskan membuat pria itu menebak jika Anna baru saja putus cinta. “Jangan terlalu dipikirkan pria yang telah mencampakkanmu,” ucap lirih bartender saat memberikan minuman membuat Anna mengerutkan kening dan menatap ke arah pria itu. “Aku suda
“Sepertinya dia hanya sendiri,” seru seorang pria kepada kedua temannya, sambil menunjuk ke arah Anna yang tengah duduk sendiri. Mereka saling berpandangan satu sama lain, isi pikiran mereka sama! Ingin membuat sesuatu yang tidak baik pada Anna. Salah satu dari mereka mendekat ke arah Anna tanpa wanita itu sadari jika dia tengah dalam bahaya, untung saja Elang yang tengah berada di lantai atas melihat apa yang dilakukan oleh pria itu, membuatnya bergegas turun untuk mencegah Anna untuk tidak meminum bir di gelasnya. Namun, ia terlambat karena Anna segera menegak bir itu sampai habis. “Mike … berikan aku lagi,” seru Anna sambil menyodorkan gelasnya. “Kau terlalu banyak minum,” ucap Mike menolak untuk memberikan minuman lebih untuk Anna. Tidak menunggu waktu lama, obat yang diberikan oleh pria misterius itu mulai bekerja membuat kepala Anna terasa pusing, ia mencoba menggelengkan kepala untuk menghilangkan rasa pusing. Namun, rasa pusing itu bukan hilang melainkan semakin bertambah
“Emm …” Anna bergumam pelan, membuat Elang mencoba untuk menahan napas sejenak. Wanita itu benar-benar mampu membuatnya tidak karuan. Elang merasa gerah pada saat itu AC mobil tengah dihidupkan, ia melepaskan dasinya dan melemparkannya sembarangan. “Sial. Apa dia tidak bisa diam?” umpat Elang, ia berusaha untuk mengontrol dirinya sendiri, karena Anna terus saja menggeliat seperti ulat bulu, membuatnya ikut-ikutan terbawa suasana. Beberapa saat kemudian, Ervin memarkirkan mobil, membuat Elang segera membopong Anna yang berada dalam pengaruh obat perangsang itu masuk. Selama dalam perjalanan, obat perangsang yang diminum Anna mulai bereaksi hebat. Elang mencoba menahan godaan yang Anna timbulkan, tubuhnya yang terasa panas harus mendapatkan penangkalnya untuk mengurangi penderitaan Anna. Ervin mengikuti dari belakang Elang. “Apa yang harus ku lakukan?” tanya Elang yang diam-diam melirik ke arah Anna yang tengah berada di dalam gendongannya. Saat sampai ke lantai penthouse-nya, El
“Kenapa dengan wajahmu?” tanya Elang Aderra, bukan jawaban yang diberikan oleh Febia membuat Elang Aderra segera bergegas masuk ke dalam mobil. “Hai …” Sebuah senyuman terbit disertai sapaan pada Elang Aderra. Pria itu perlahan-lahan keluar dari membuat Sharon mengerutkan keningnya. “Kenapa kau seperti melihat hantu? Kau tidak akn masuk?” tanya Sharon membuat Elang Aderra perlahan-lahan memundurkan tubuhnya dan mengunci pintu mobil. “Sejak kapan, wanita itu—“ Perkataan Elang Aderra mengantung. “Saat Anna masuk ke dalam mobil,” ucap Febia seakan tahu kalimat terakhir yang ingin ditanyakan oleh Elang Aderra padanya. Ervin yang sejak tadi sudah di dalam mobil, mengerutkan keningnya melihat Elang Aderra yang belum masuk ke dalam mobil, ia pun ke luar. “Ada apa? Apa terjadi masalah?” tanya Ervin. Sreett! Kaca mobil terlihat terbuka, memperlihatkan seorang wanita yang saat ini tengah duduk. “Apa yang kalian lakukan di sana? Febia, apa kita tidak akan pulang?” tanya Sharon membuat Erv
“Oh. Aku tahu, apa dia salah satu pria yang tidur denganmu?” tanya Deff dengan suara lantang. Plak! Satu tamparan mengenai wajah Deff, Anna menatap pria itu penuh emosi. Bisa-bisanya pria itu melontarkan kalimat yang membuatnya sakit hati. Deff hanya bisa menyeka ujung bibirnya menggunakan lidah karena rasa sakit. “Jangan bicaramu. Kau tidak berhak mengatakan seperti itu padaku,” ucap Anna dengan tatapan penuh emosi. Bahkan, terlihat air mata tertahan di pelupuk matanya. Rasa sakit yang berasal dari dalam hati kini menjalar disekujur tubuhnya. Entah kenapa, rasa sakit itu, begitu tidak bisa membuatnya menahan diri. Anna mengepal tangannya dengan sangat erat. Ia tidak habis pikir, bisa-bisanya pria itu mengatakan hal menyakitkan padanya. “Terus bagaimana kau menjelaskan padaku tentang hubunganmu dengan Elang Aderra? Bukankah kau menggodanya?” “Aku tidak pernah melakukan hal yang seperti kau tuduhkan padaku, tapi percuma juga aku menjelaskan padamu, pria yang hatinya sudah dinodai
Pamer Kemesraan 2 Ma-maaf, tuan Elang Aderra. Apa yang sedang—“ “Aku hanya tidak ingin kekasihku capek karena berdiri. Jadi, aku memberinya tempatku.” Mata Clara begitu membulat sempurna mendengar pernyataan yang baru saja dikatakan oleh Elang Aderra. Kekasih? Reuel Anna kekasihnya? Tidak hanya Clara, bahkan Anna sendiri bahkan begitu terkejut. Bisa-bisanya, pria itu mengatakan jika dia adalah kekasihnya, bahkan dengan santainya mengusap rambutnya. Anna terdiam sejenak. "Sharon. Aku harap kau bisa membantu, keluar dan pukul wajah pria ini," ucap Anna membatin. "Kenapa aku harus melakukannya? Bukankah kau sangat tidak ingin jika aku mengantikan posisimu? Kau bahkan membuatku tidur." Sharon menjawab dengan begitu menusuk membuat Anna menyesal meminta bantuan pada kepribadiannya itu. "Sebaiknya kau selesaikan masalahmu saja sendiri." Anna menghela napas kasar, saat mendengar perkataan Sharon. "Aku tidak bisa melakukannya." "Kenapa? Karena saat ini kau berpura-pura menjadi seo
Elang Aderra melangkah turun dari mobil bertepatan dengan mobil milik Anna yang tiba di perusahaan milik Deff. Keduanya saling bertatapan satu sama lain, sampai akhirnya Febia memilih masuk lebih dulu, dan Anna mengikutinya dari belakang. Pria itu terkejut melihat Anna yang berada di sana, lebih anehnya lagi bukan dia yang diikuti tetapi mengikuti. “Apa aku tidak salah lihat. Ervin?” tanya Elang Aderra melepas kacamatanya, dia pikir mungkin karena dia memakai kacamata dia jadi salah lihat.Dia masih menatap ke arah wanita yang baru saja masuk itu. Tatapannya dipenuhi rasa ingin tahu, dengan apa yang dilihatnya. “Tidak. Kau tidak salah lihat. Dia mengawal Febia,” ucap Ervin menatap dua wanita yang baru saja masuk ke perusahaan itu. “Apa kau bisa jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Elang Aderra membuat Ervin menggelengkan kepalanya. Bagaimana dia tahu apa yang terjadi, sedangkan dia baru saja melihat hal itu. Keduanya terdiam, membuat beberapa orang yang melihat El
Biar kami menyelesaikan masalah kami “Wanita bodoh ini. Bisa-bisanya dia memberontak,” umpat Sharon. “Hai … kita bertemu lagi, sepertinya kalian kau bercerita banyak hal dengan Anna.” Elang Aderra yang berada di samping menatapnya dengan raut wajah berubah. Apalagi saat tahu jika Anna tidak sadarkan diri, maka Sharon yang akan mengambil alih tubuh wanita itu. “Kenapa dengan wajahmu? Apa kau tidak suka melihatku?” tanya Sharon yang melihat wajah Elang Aderra yang tertekan saat melihatnya. “Ya.” Sharon melirik ke arah Elang Aderra, kemudian memutar bola matanya karena tidak menyukai jawaban Elang Aderra. “Sial. Sepertinya tidak ada yang menyukai kehadiranku,” keluh Sharon sambil menyandarkan tubuhnya. Wanita itu malas untuk membuka suara. Bahkan sampai rumah, ia langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan kesal. Febia yang melihat Sharon, hanya bisa menghela napasnya. Ia sangat tahu jika wanita itu tengah marah. “Apa kau bisa jelaskan apa yang sedang terjadi?” tanya E
“Tidak. Aku tidak akan membiarkan kau berbicara dengannya,” tegas Sharon kemudian melangkah pergi dari sana. Sharon tidak akan membiarkan Anna berbicara dengan pria itu, itu menandakan dia benar-benar gagal membuat Elang Aderra menjauh dari Anna. Beberapa saat kemudian, langkah terhenti dan wanita itu pingsan tepat di depan pintu. “Anna …” Elang Aderra segera beranjak dari tempat duduknya saat melihat wanita itu pingsan. “A-Sharon.” Elang Aderra bingung harus memanggil wanita itu dengan panggilan apa, apakah Anna atau Sharon. Elang Aderra segera mengendongnya dan membaringnya di sofa, ia pun meminta agar Ervin mengambil air untuk diminum. “Kau tidak apa-apa?” Elang Aderra bertanya, ia tidak tahu harus memanggilnya dengan sebutan apa. Saat membuka mata, hal yang pertama kali dilihatnya adalah Elang Aderra dan Ervin. “Kenapa aku ada di sini?” tanya wanita itu dengan kebingungan. Elang Aderra yang melihat raut wajah kebingungan itu, membuatnya mengerutkan kening. “K-kau siapa?
“Apa maksudmu dengan wanita bodoh?” tanya Seon terbata-bata, agak ragu karena ia melihat jika wanita di hadapannya jauh berbeda dari yang dikenalnya. “Iya. Wanita bodoh ini. Reuel Anna. Siapa lagi, dia sangat bodoh,” tegas Sharon sambil menunjuk ke diri sendiri. “Tapi itu ‘kan, kau—“ “No. I’am Not Reuel Anna. I’am Sharon, S-H-A-R-O-N,” ucap Sharon mengeja namanya. Elang Aderra masih belum menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Jelas-jelas di hadapannya saat ini adalah Reuel Anna, tetapi kenapa wanita itu mengatakan jika dia bukan Anna tetapi Sharon. “Sharon? T-tapi—wajahmu—“ Perkataan Elang Aderra terhenti. Melihat wajah Elang Aderra yang masih belum paham, Sharon mematikan telepon. “Aku bukan Reuel Anna, aku Sharon.” Sharon kembali menegaskan. Ia tidak ingin disamakan oleh Reuel Anna. “Kau melihatku seperti dia, karena kami berada pada satu tubuh,” tegas Sharon mencoba menjelaskan. Namun, apa yang dikatakannya percuma saja karena dua orang pria yang tengah bersamanya sama se
"Baiklah. Mari kita lihat, apa kau akan menyukainya lagi saat tahu jika dia memiliki kepribadian ganda?" tanya Sharon kemudian melangkah memarkirkan mobilnya. Bibirnya terus saja menerbitkan senyum, ia benar-benar penasaran apa yang akan terjadi jika Elang Aderra mengetahui fakta yang akan diungkapkannya. Apakah pria itu akan tetap mendekati Reuel Anna atau meninggalkannya. Seberapa terkejutnya pria itu mengetahui fakta yang sangat besar. Kaki Sharon begitu cepat masuk ke dalam perusahaan. Dress selutut, serta menggunakan mantel tidak lupa kacamata hitam, riasan tipis, lipstik tipis dipakai membuatnya terlihat anggun. Orang-orang tidak akan meremehkan dirinya yang seperti itu, berbeda dengan pakaian yang dipakai oleh Anna. Ia berhenti dan melihat sekitar kemudian menuju resepsionis tetapi tempat itu kosong. "Ke mana mereka? Apa tidak kerja? Bukankah seseorang harus menjaga di sini?” tanyanya sambil mengedarkan pandangan. “Apa pergi ke toilet?” tanyanya. Seorang Security datang m
Tring! Ponsel milik Ambar berbunyi. Ia segera membuka pesan yang dikirimkan padanya. Mataya membulat sempurna saat melihat foto yang dikirimkan padanya. “Anna Keola?” Ambar mengepal tangannya dengan erat saat melihat foto yang baru saja dikirim oleh wanita di seberang telepon. Wajahnya berubah, kemarin dia baru bertemu dengan Anna dan wanita itu tidak menunjukan jika dia kaya, tetapi wanita di foto itu berbelanja begitu banyak barang brended membuat Ambar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu juga. “TIdak mungkin dia. Aku bertemu dengan Anna kemarin, ia menjadi asisten dari orang yang menjadi investor di perusahaanku. Asisten wanita misterius itu, mungkin dia hanya diminta untuk berbelanja oleh wanita itu,” sanggah Ambar. Telepon terputus saat itu juga. Ambar membanting ponsel membuat ponsel itu retak. Ia melihat sekilas ponslenya kemudian merebahkan tubuhnya di sofa. Ia cukup lelah dengan apa yang tengah terjadi padanya. Hal yang membuatnya begitu frustrasi karena