Anna menyerahkan beberapa lembar uang pada sopir taksi kemudian turun. Sebelum masuk ia memilih untuk memijat lehernya karena terasa tegang. Baru saja masuk ke dalam rumah seketika ia mengambil senjata merasa sesuatu yang aneh di dalam rumah. Langkahnya terlihat pelan sambil menarik pelatuk tanpa membuat suara, seseorang terlihat tengah memegang gelas berisi wine.
“Kau baru saja pulang dan ingin membunuhku?” tanya seseorang membuatnya menghela nafas dan menurunkan senjata tidak lupa menekan saklar lampu.
“Febia. Hampir saja aku membunuhmu,”
Seorang wanita tengah duduk menatap tajam ke arahnya ketika lampu dihidupkan. Pakaiannya begitu rapi, serta rambut dikuncir. Anna mengosongkan peluru senjata miliknya.
“Nona, ke mana saja beberapa hari ini? Aku tidak bisa menghubungimu, apa terjadi sesuatu?”
Anna baru saja sampai seketika dicecar oleh pertanyaan beruntun oleh Febia.
“Bisakah pertanyaannya nanti saja kujawab?” tanya Anna sambil merebahkan tubuhnya di atas sofa. “Bisa kau membuatku sesuatu? Aku sangat lelah,”
Badannya kelelahan setelah menumbangkan sekitar 15 orang pengawal di mansion Elang dan dia kembali dengan beberapa luka lecet di lengan serta memar di bahunya.
“Aku siapkan air hangat untukmu, setelah itu aku akan menyiapkan makan malam,”
“Kau yang terbaik, Bia,”
Febia telah lama berada di samping Anna, menyediakan seluruh keperluan wanita itu dengan teratur, menjadi seorang asisten yang baik. Dia melakukan semuanya secara sukarela atas jasa Anna yang telah menolongnya tiga tahun lalu.
Anna melepaskan pakaian miliknya, dan masuk ke dalam bathtub yang telah disiapkan oleh Febia untuknya. Air hangat yang menyentuh kulitnya, seakan merilekskan tubuh berdarah asia itu.
“Jadi ceritakan padaku, apa yang terjadi?” tanya Febia sambil membawa minuman untuk Anna dan juga beberapa makanan.
“Ini gila. Pria itu menculik dan mengurungku di mansion miliknya, Bia,”
“Pria gila?”
“Ya, pria yang ingin aku melepaskan jabatanku sebagai Presiden di Perusahaan,”
“Wait … wait … aku tidak paham apa yang kau bicarakan,”
“Arrggh!” Anna mengacak rambutnya, karena gadis yang bersamanya itu tidak paham dengan apa yang tengah dia bicarakan itu. “Si benda luar angkasa itu,”
Febia mengerutkan keningnya, dia tidak tahu apa yang dikatakan oleh Anna, apalagi ketika dia mengatakan kalimat terakhirnya.
“Oh Tuhan, Bia, kau tidak paham dengan apa yang aku katakan. Sungguh, ke mana Febia yang kukenal pintar itu,”
Gadis itu di depannya hanya bisa mematung, tidak menjawab.
“Siapa lagi, kalau bukan si Asteroid Elang Aderra, pria brengsek itu, Febia,” kata Anna penuh dengan penekanan di kalimat terakhirnya. “Dia menculikku,”
“Kau? Di culik, oleh pria itu?”
Anna menganggukan kepalanya.
“Ahahahah … Seorang mafia sepertimu diculik? Aku tidak percaya ini terjadi,”
Jelas Febia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Anna, jika dirinya diculik oleh Elang mengingat dirinya adalah seorang bos mafia sangat mustahil untuk diculik. Febia terus menerus tertawa sampai menangis.
“Bia, aku sedang tidak bercanda, ya,” ucap Anna datar membuat Febia menghentikan tawanya. Aku tidak bercanda, Bia. Aku benar-benar di Mansion miliknya, dan aku tidur di sana selama seminggu, dia memaksaku untuk menikah dengannya karena dia menganggap jika diriku tahu rahasianya, aku bahkan tidak tahu apa rahasiannya,”
“Kenapa kau tidak mencobanya?”
“Mencoba apa?”
“Mencoba menikah dengan pria itu,”
“Heuh? Kau gila? Itu tidak mungkin—“
“Kenapa tidak mungkin, bukankah baik jika kau menikah dengannya, kau bisa mencari tahu kenapa kau tidak bisa mengunakan kemampuanmu padanya dan juga kau bisa mencari tahu rahasianya, untuk dijadikan sebagai sesuatu menyerangnya nanti,”
Anna terdiam sejenak.
“Tidak, aku tidak akan melakukannya, kau tahu segala tentang masa laluku, tidak ada yang bisa menerima masa laluku,”
Gadis bermata hazel itu terdiam, dia tahu bagaimana masa lalu Anna. Tragis, penuh dengan penderitaan. Itulah alasan kenapa dia menjadi bos mafia, namun alasan sebenarnya adalah dendam.
Anna mencoba untuk manyandarkan tubuhnya, sambil memejamkan mata. Dia bahkan tidak menyadari jika dirinya tertidur, hingga Febia membangunkannya.
“Berapa lama aku tertidur?”
“Sejam,”
“Kupikir kau telah kembali,”
“Biarkan aku menginap dan tidur denganmu,”
“Terserah kamu,” kata Anna sambil berdiri, mengambil shower dan menyiram tubuhnya.
Febia memberikan pakaian untuk Anna kemudian mengikuti langkah kakinya.
“Kau sudah lama bersamaku, bukan?” tanya Anna sambil menengok gadis yang berada di belakangnya.
Tidak ada jawaban yang dia dapatkan, hanya anggukan pelan.
“Kau tidak perlu terus menerus mengurusiku, segala keperluanku di sini. Kau pergilah berkencan, ke bar, dan traveling, aku akan memberikanmu cuti,”
“Tidak, aku tidak bisa melakukannya,”
Febia tengah mengeringkan rambut milik Anna, walaupun telah di larang agar tidak melakukannya, namun tetap saja gadis itu melakukannya.
“Kenapa tidak mengungkapkan identitasmu saja? Kau bisa membuat mereka tidak lagi meremahkanmu lagi,”
“Tidak, aku tidak bisa, Bia. Perbuatan mereka sangat padaku begitu banyak aku tidak bisa membiarkan mereka hidup dengan tenang, mengandalkan perusahaan saat ini, masih belum cukup untuk membuat mereka memohon padaku,”
“Maaf, aku tidak bisa menemukan tentang siapa pria itu, belum menemukan tentangnya,”
“Tidak perlu mencari sesuatu yang tidak diperlukan lagi. Akupun lagi, aku bisa menemukannya,”
“Jadi apa langkah selanjutnya?”
“Aku ingin kau mencari tahu tentang Elang dan juga hal apa busuk apa yang ada di belakangnya,”
“Baik, aku akan menelfon tim kita untuk mencari informasi tentangnya,”
Anna merebahkan tubuhnya di ranjang memejamkan matanya, dia sangat lelah tapi tidak bisa memejamkan matanya, sesuatu menganggu pikirannya. Gadis yang di sampingnya telah terlelap sedangkan dirinya tidak bisa memejamkan matanya.
Gadis berkulit asia itu beranjak dari tempat tidurnya dengan pelan-pelan, kemudian mengambil sebotol bir di dalam rak, dan mengisi gelasnya.
Kakinya melangkah ke arah balkon, gelas bir ditangannya tengah digoyangkannya secara perlahan, matanya terpejam, dia tengah merasakan angin yang tengah menyapanya, sampai seorang pria naik ke atas balkon menemuinya.
“Nona …”
“Tidak biasa kau datang ke sini malam-malam,” ucap Anna sambil memperhatikan asistennya di organisasi.
“Apa yang terjadi padamu, aku tidak bisa menghubungimu dan—“
“Di culik,”
“Heuh? Di culik? Oleh siapa? Apa anda tahu siapa yang menculik, Nona? Berani sekali dia menculik anda,” Anna seketika di cecar oleh begitu banyak pertanyaan, membuatnya tertawa kecil.
Pria itu terdiam sesaat kemudian menatap Anna yang tengah tertawa itu.
“Senang bisa melihat anda tertawa, sangat jarang aku melihat Nona tertawa seperti ini,”
Anna kembali mengubah mimic wajahnya.
“T-tapi, bagaimana anda bisa—“
“Kabur, dengan melawan sekitar lima belas pengawal tanpa harus membunuh dan diketahui oleh mereka, menghindari CCtv di tempat itu,”
“Aku tidak percaya, anda bisa melakukan hal seperti ini lagi,”
“Apa Nona tahu siapa yang menculik—“
“Ya, aku tahu. Dia menculikku siang hari di jalanan, dan itu gila. Mengikat tangannya, dan juga menutup mulutku dengan lakban, huh!”
Anna mencoba untuk menceritakan apa yang tengah terjadi pada bawahannya itu.
“Maaf, aku tidak bisa menemukan nona lebih dulu,”
“Tidak masalah, jika kau mencariku mungkin lebih rumit masalahnya,”
“Kenapa dia menculik, nona?”
Anna mengangkat bahunya, dia tidak ingin memberitahu pada pria yang tengah bersamanya itu.
“Oh iya, bagaimana dengan pengantaran barang yang kita lakukan?” tanya Anna mencoba mengalihkan topik pembicaraan.
“Semua barang tersebut di rampok oleh sekelompok orang. Harusnya aku berada di sana, tapi tidak kulakukan, karena aku menunggu nona untuk datang,” jelas Denn. “Klien kita pun menghilang, di culik oleh mereka,”
Anna melihat raut wajah pria itu dari cahaya yang remang-remang bisa tahu jika pria itu menyesal tidak melakukan tugasnya dengan benar.
“Maaf nona, aku tidak melakukan tugasku dengan benar,”
“Tidak apa-apa, bukan kau yang salah,” ucap Anna.
“Terima kasih atas kebaikan hati, nona,”
“Siapa yang melakukannya?”
“It-itu … Ve-velenosa,” ucap Denn terbata-bata.
Bersambung …
Udara begitu dingin, sedingin raut wajah Anna tengah menyimpan kesal mengetahui transaksi berjumlah besar gagal membuatnya mengalami kerugian tidak sedikit jumlahnya.“Siapa yang melakukannya?” tanya Anna dingin.“It-itu … Ve-velenosa,” ucap Denn terbata-bata.“Mereka lagi?” tanya Anna mengerutkan kening mendengar nama itu, ia mencoba menenangkan diri menyilangkan tangannnya di dada, tapi tidak membuat gelas yang tengah berada ditangannya berhenti digoyangkan.Ia memang sedikit geram tetapi mencoba bersikap biasa saja. Apalagi transaksi mereka cukup banyak, membuat kerugian hal itu membuatnya emosi. Hampir segala aktifitas yang dilakukan oleh mereka, selalu diganggu oleh Velenosa, hal itu membuatnya tidak senang.Dari sekian banyak musuh Re’donna, hanya Velenosa-lah yang tidak bisa dijangkau olehnya.“Aku penasaran, siapa ketua Velenosa. Apa mata-mata kita tidak mengetahui siapa ya
Raut wajah Elang terlihat lelah menghadapi begitu banyak dokumen yang harus ia periksa. Sebenarnya, pria itu bisa memberikan pada Robin pekerjaan itu. Namun, ia memilih mengerjakannya sendiri dan itu membuatnya sedikit menyesal.“Kenapa dokumennya belum juga selesai,” keluhnya membanting salah satu dokumen membuat Robin tersenyum kecil. “Menyebalkan sekali,” gerutu Elang menyandarkan tubuhnya di kursi.“Ingin kubuatkan kopi?” tawar Robin.Elang yang tengah memijat kepalanya mengangguk. Mungkin secangkir kopi bisa menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ia merasa butuh sesuatu untuk menyegarkan kembali pikirannya.“Ervin, apa saja jadwalku hari ini?” tanyanya sambil mengecek jam tangan.Pria itu segera mengecek iPad milinya, dan melihat jadwal Elang.“Hari ini ada meeting …”“Batalkan saja semua meeting,” titah Elang.“Apa hanya itu s
“Syaratnya hanya satu. Menikah denganku,” ucap Elang tersenyum.“Menikah… menikah … menikah, kenapa hanya menikah yang ada di kepalamu?” tanya Anna frustasi.Melihat Anna yang tengah frustasi membuat Elang semakin menyunggingkan senyum evil miliknya. Wajah Anna seperti itu disukai olehnya sangat jelas terlihat di sorot wanita di hadapannya saat ini.“Ingin ikut denganku atau perlu ku gendong?” tanya Elang kembali tersenyum.Ervin melihat raut wajah Elang yang terlihat menyukai menggoda wanita yang tengah berada di hadapannya saat ini. Sebelumnya, tidak pernah ia menemukan sikap Elang yang tengah dilihatnya saat ini. Dingin, arrogant, serta pemilih. Itulah pengambaran sosok Elang sebenarnya. Dan kini, pria itu tersenyum. Senyum? Ya, senyum. Tidak pernah terlihat dari sebelumnya. Hal itu membuat Ervin merasa jika Anna berbeda dari wanita-wanita lain.“Persimpangan jalan,” uca
Ruangan dengan pencahayaan redup, memperlihatkan sebuah meja memiliki 8 kursi yang tengah mengelilingi meja tersebut. Anna tengah duduk dengan menyilangkan kaki, segelas wine dipegang olehnya. Dari arah pintu terlihat satu persatu orang berdatangan, memberi hormat padanya. Di samping Anna terlihat Febia dengan sebuah kotak yang tengah dipegang olehnya. Setiap mereka yang masuk, memberikan seluruh aksesoris yang mereka pakai di dalam kotak, termasuk ponsel. Ruang yang mereka datangi adalah ruang rahasia, di mana tidak boleh ada apapun yang bisa membuat mereka merekam, itu adalah peraturan. Bahkan, mereka diberikan pakaian oleh Febia dan harus dipakai mencegah jika mereka memiliki sesuatu untuk melawan organisasi. Semua orang di sana mengambil tempat, di mana mereka berdiri dengan wajah menunduk tidak ada yang berani duduk sebelum Anna menyuruh mereka duduk, mereka tunduk pada wanita yang berada di dalam ruangan itu. Denn yang berada di sana melakukan h
“Selidiki juga pria yang baru saja datang,” ucap Anna membuat dua orang yang bersamanya melihat ke arahnya. “Aku tidak tahu apa ini perasaanku saja, semoga saja itu hanya perasanku saja,” kata Anna melepaskan topeng yang ia kenakan.Denn yang melihat raut wajah Anna yang begitu khawatir memutuskan untuk menelpon orang kepercayaannya. Mereka tidak ingin terjadi sesuatu yang bisa membuat masalah baru.“Aku ingin kau pergi sendiri ke Indonesia untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana,” kata Anna melihat ke arah Denn.Denn menganggukan kepala.Beberapa saat kemudian beberapa orang berlari membuat Anna dan Febia segera memakai kembali mask mereka, untuk saja beberapa pria yang baru saja masuk tidak melihat wajah keduanya.“Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak lihat jika ada ketua di sini?” tanya Denn emosi.“M-maaf ketua,” ucap beberapa orang itu menundukan kepala memberikan hormat p
“Kau sudah menyiapkan semuanya?” tanya Anna pada seorang wanita yang tengah duduk di sampingnya.Beberapa lembar dokumen yang saat ini tengah dipelajari membuat Anna sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.“Ya, aku sudah mempersiapkan semuanya,” jawab wanita di sampingnya. “Apa anda yakin inginmelakukannya? Sebelumnya—“Tidak ada jawaban dari Anna hanya ada kertas yang diletakan membuat sang asisten tidakmelanjutkan perkataannya. Naura-nama asistennya, wanita yang diselamatkan olehnya beberapa tahun yang lalu.“A-aku hanya—“Helaan napas pelan terdengar, Anna melipat rambutnya kemudian melirik ke arah wanita di sampingnya.“Huh, sudah lama aku tidak mengunjungi tempat itu. Menurutmu, apa aku perlu mengunjungi mereka?” tanya Anna melirik ke arah asistennya.“Aku rasa, Nona tidak perlu melakukannya. Mengingat penghinaan yang telah mereka lakukan pada Nona,” saran Nuara.Anna mengangguk pelan, ia berpikir apa yang dikatakan oleh Naura ada benarnya. Namun, ia penasaran dengan keluar
Ada sesuatu yang membuatnya penasaran, ia bahkan tak tahu mengapa sesuatu tengah menggelitik di hati saat melihat sosok wanita yang baru saja masuk. “Deff …” panggil seorang wanita sambil berbisik membuat pria itu mengalihkan pandangannya. “Apa yang kau lakukan?” Deff terbangun dari lamunan saat sang istri memanggilnya. “Ah, tidak kenapa-kenapa,” kata Deff sambil memperbaiki duduknya. “Kenapa aku seperti mengenalnya,” batin Deff. Anna tahu jika saat ini, dirinya ditatap oleh pria dari masa lalunya itu tapi ia mencoba senatural mungkin. “Berapa banyak saham yang kita miliki di perusahaan keluarga Arsando?” tanya Anna berbisik pada Febia wanita di samping kirinya. Begitu singap Febia mengecek tab miliknya. “Sekitar 10% saham yang kita miliki,” jawab Febia. Ada kerutan di dahi Anna, ia merasa kurang puas dengan jawaban Febia. Sejenak Anna berpikir. “Apa 10% saham cukup besar?” tanya Anna. “Saat ini, Nona adalah pemilik ketiga saham terbesar di perusahaannya.” “Ketiga?” tanya Anna
Anna memotong perkataan Febia. “D-dia? Wanita itu?” tanya Febia dengan terbata-bata. Anna lagi-lagi menghela napasnya. Sehari ini ia telah menghela napas begitu banyak. Rasanya masih terasa sesak, ia harusnya telah mengikhlaskan apa yang telah terjadi, tapi nyatanya rasa sakit itu tidak bisa tertahankan. “Apa kau tidak paham tentang semua yang aku jelaskan sejak tadi, Feb?” Febia menggelengkan kepala membuat Anna menepuk jidatnya. “Astaga, Febia. Bagaimana bisa kau—hm, sudahlah tidak perlu dibahas lagi. jangan membalas pesan apapun, biarkan saja,” titah Anna kembali memejamkan matanya. Sedangkan wanita bersamanya tengah menggaruk kepala yang tidak gatal, ia bingung dengan apa yang dikatakan oleh Anna, ia sama sekali belum paham. “J-jadi, kita tidak perlu membalas—“ “Ya, Febia. Tidak perlu membalas pesannya,” tegas Anna membuat Febia menganggukan kepalanya. Karena tidak berani lagi bertanya, ia memutuskan meninggalkan Anna di dalam kamar mandi. Langkahnya terhenti saat melihat