“Siapa yang menembakmu?” tanya Anna disela dia menjahit luka kemudian membalutnya dengan perban.
Ia cekatakan membersihkan dan merapikan peralatan P3k yang dipakai olehnya. Hal itu menghadirkan pertanyaan dikepala Elang tentang tindakan yang Anna lakukan barusan, seakan wanita itu sering melakukannya.
“Apa yang kau lakukan hingga terluka seperti ini? Kau harusnya pergi ke rumah sakit, dan melapor ke polisi,”
Pria mata hazel itu tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Anna padanya, dirinya hanya sibuk memperhatikan wanita yang baru saja mengeluarkan peluru.
“Kenapa kau tidak takut dengan luka tembakan?”
Anna melirik Elang, sorot hazel mata milik pria itu berartikan sebuah kebingungan tentang dirinya. Tentu saja dia kebingungan, seorang wanita yang baru dia temui mengobati luka tembakan.
“Aku pernah tertembak di kaki dan aku mengobatinya sendiri,” seru Anna. “Mau lihat?” tanya Anna menatap ke arah Elang.
“Tidak, terima kasih,” ucap Elang sambil beranjak dari tempat duduk tetapi tubuhnya merasa sakit membuatnya tanpa sengaja memeluk Anna membuat wanita itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh di atas Elang.
Ervin memalingkan wajahnya, dia tidak bisa menyaksikan moment pertama yang terjadi pada tuannya. Untuk keli pertama hal seperti ini terjadi.
Sejenak kedua mata mereka saling bertemu, menatap ke dalam sepasang mata yang tengah berada di depan mereka. Tubuh Anna merasa risih karena berada di atas, tetapi tangan Elang menarik pinggang rampingnya agar lebih dekat.
Elang mencoba untuk memanfaatkan kesempatan yang tengah ada, di hadapannya ada bibir yang menggoda sejak kedatangan wanita itu ke mansion miliknya. Ia ingin mencecap jengkal-jengkal bibir itu, dan membuat wanita dihadapannya menjadi miliknya.
Anna berusaha untuk memberontak, tetapi pelukan Elang begitu sulit. Hingga deringan ponsel milik Elang berbunyi membuat keinginannya tidak terpenuhi. Anna memanfaatkan hal itu dan kabur dari cengkeraman Elang, ia bergegas masuk ke dalam kamar.
Elang hanya bisa menatap pasrah ketika lenggang tubuh Anna menjauh darinya, kehilangan kesempatan untuk mencicipi bibir yang selalu membuatnya tergoda.
“Ervin, apa kau telah mendapatkan informasi tentangnya?” tanya Elang yang telah menyadari kedatangan Ervin.
“Belum. Mereka masih mencarinya,”
“Kenapa begitu lama? Bukankah kalian bisa menemukannya lebih cepat?”
Asistennya itu kebingungan menjelaskan. “Tidak ditemukan apapun tentangnya selain informasi yang telah kuberikan, dia tidak memakai sosmed atau memiliki teman dan keluarga. Kehidupannya di negara ini sangat sederhana,”
“Itu mustahil, dia tidak takut melihat luka tembakan, dan juga pandai menjahit luka,”
“Mungkin karena dia pernah menjadi relawan di Palestina karena itu tidak terkejut,”
Elang menghela nafasnya dengan kasar. “Relawan ya, itu masuk akal melihat tindakan yang dia lakukan,”
Langkah kaki Elang menaiki anak tangga, ia memilih merebahkan tubuhnya di atas sofo tanpa baju dan hanya memakai celana panjang. Tindakan yang dilakukan oleh Anna masih terekam di otaknya, apalagi ketika Anna membuka kemejanya tanpa segan. Tubuhnya terasa panas ketika mengingatnya.
“Em. Tuan,” panggil Ervin lirih. “I-itu, kita berhasil merebut truk itu tetapi di sana tidak ada pemimpinnya. Semua yang mengawal hanya anak buahnya, bahkan Benn Kavin tidak ada di sana,”
“Sangat bodoh, hanya menyuruh anak buah yang mengawal,”
“Aku membawa pria yang telah mengkhianti kita,”
“Bagus, itu sudah cukup. Aku ingin istirahat,”
Telah seminggu, wanita itu berada dikediaman Elang. Tidak banyak yang dilakukan olehnya, selain dikawal oleh dua orang pria bertubuh besar, menghabiskan waktu di belakang rumah, atau membaca buku. Anna hanya bisa mengamati keadaan sekitarnya, begitu banyak penjaga, dan juga CCtv.
“Aku harus menemukan cara agar keluar rumah ini, segera. Denn pasti mencariku,”
Elang tidak memberinya ponsel atau mengizinkannya menelfon, membuatnya merasa seperti burung dalam sangkar.
“Biarkan aku pergi dari sini,” seru Anna saat sarapan pagi.
Beberapa pelayan di sana menatapnya dengan ketidaksukaan, karena ia keras kepala dan susah di atur, tapi wanita itu bermasa bodoh dengan apa yang dipikirkan oleh lain tentangnya.
“Tidak, sebelum kau menandatanganinya,” ucap Elang sambil menikmati sarapannya.
Anna mengebrak meja membuat para pelayan melihat ke arahnya. Beberapa orang berbisik jika Anna tidak tahu diri.
“Aku tidak akan menandatanganinya. Tidak ada yang berhak mengatur hidupku,”
“Jika seperti itu, kau tidak boleh pergi dari sini,”
“Arrgghh … sialan, brengsek,” umpat Anna kemudian pergi meninggalkan Elang yang tengah tersenyum melihat raut wajahnya yang frustasi.
Meminta pada pria itu secara baik-baik sepertinya tidak bisa. Bagi Elang entah apa yang membuatnya tidak ingin melepaskan Anna. Anna membuatnya tertarik, tidak seperti wanita yang dia temui melemparkan tubuh mereka tetapi Anna sama sekali tidak menunjukan ketertarikan hal itu membuatnya tertantang.
“Ervin, wanita itu. Bagaimana penilaianmu?” tanya Elang yang tengah menatap himpitan gedung-gedung perusahaan dari lantai atas kantornya.
“Em. Beberapa hari ini, aku melihatnya dia tidak seperti wanita-wanita lain,”
“Kau berpikir seperti itu juga ya,”
“Ya, semua pakaian yang kau berikan padanya, tidak pernah tersentuh sama sekali. Tapi, dia meminjam baju,”
Elang menatapnya dengan tatapan tidak suka.
“I-itu, hari pertama dia di mansion. Dia tidak ingin memakai pakaian yang anda beli, jadi dia meminjam pakaianku. Tapi, aku telah membelikannya pakaian baru agar dia tidak meminjam pakaianku,”
Elang terdiam. Di ruangan itu terlihat begitu banyak barang yang dibeli olehnya, dipindahkan dari kamar Anna ke kantornya. Semua barang-barang itu tidak terpakai sama sekali.
“Semua barang-barang ini tidak disentuh olehnya sama sekali,” kata Ervin sambil memeriksa barang tersebut.
“Aku tidak mengerti jalan pikiran wanita itu. Wanita-wanita lain begitu menyukai semua barang-barang ini, kenapa dia tidak?”
Ervin yang mendengar hal itupun tidak bisa memberikan komentar, wanita yang tengah bersama dengan mereka sangat berbeda.
“Banyak wanita yang ingin menikah denganku, kenapa dia tidak ingin menikah denganku,”
Sejenak Elang memejamkan matanya, memperlihatkan pahatan wajah yang begitu sempurna tanpa sebuah kecacatan.
Ketika Elang masih dalam pikirannya, Anna tengah mondar-mandir di kamar.
“Tidak, aku tidak boleh seperti ini. Mereka pasti mencariku, aku yakin mereka tengah mencariku, aku harus keluar dari tempat ini, bagaimanapun caranya,” gumamnya.
Dia mencari barangnya, seketika dia ingat jika dia tidak membawa barang apapun, kecuali kartu identitas dan dompetnya ketika dia pergi ke markas rahasia dan itu adalah hal yang sering dia lakukan untuk menyamarkan identitas sebagai seorang mahasiswa.
Ia kembali memakai pakaian yang digunakannya saat datang. Pintu kamar dikunci oleh dari dalam, ditambah nakas digunakannya untuk menahan pintu itu.
Clek!
“Nona, aku ingin mengambil piring makannya,”
Tidak ada sahutan dari dalam, membuat wanita itu segera membuka pintu kamar. Namun, pintunya tidak terbuka, ia bisa merasakan sendiri ada sesuatu dari dalam kamar yang mengganjal pintu.
“Oh tidak, tuan Elang bisa marah,”
Bersambung …
Tidak ada sahutan dari dalam, membuat wanita itu segera membuka pintu kamar. Namun, pintunya tidak terbuka, ia bisa merasakan sendiri ada sesuatu dari dalam kamar yang mengganjal pintu. Sejenak ia celigak-celiguk mencari pengawal yang berjaga tetapi tidak ada satupun yang dilihatnya.Tidak ingin mengambil resiko, ia memilih untuk mendobrak sendiri pintu itu, cukup lama hingga akhirnya pintu terbuka membuat matanya membulat ketika mendapati ketidakberadaan Anna di dalam ruangan itu.“Oh tidak, tuan Elang bisa marah,” gumamnya sambil memegang kepalanya. “A-aku harus menghubungi tuan memberitahukan hal ini padanya,” kata wanita itu sambil melangkah keluar, namun matanya tertuju pada secarik kertas di atas meja membuatnya penasaran.“Astaga, gadis ini sungguh gila. Bisa-bisanya dia meninggalkan pesan seperti ini untuk Tuan,”Bagi Anna menumbangkan beberapa pengawal tidak sulit untuknya apalagi untuk dirinya seorang bos mafi
Anna menyerahkan beberapa lembar uang pada sopir taksi kemudian turun. Sebelum masuk ia memilih untuk memijat lehernya karena terasa tegang. Baru saja masuk ke dalam rumah seketika ia mengambil senjata merasa sesuatu yang aneh di dalam rumah. Langkahnya terlihat pelan sambil menarik pelatuk tanpa membuat suara, seseorang terlihat tengah memegang gelas berisi wine.“Kau baru saja pulang dan ingin membunuhku?” tanya seseorang membuatnya menghela nafas dan menurunkan senjata tidak lupa menekan saklar lampu.“Febia. Hampir saja aku membunuhmu,”Seorang wanita tengah duduk menatap tajam ke arahnya ketika lampu dihidupkan. Pakaiannya begitu rapi, serta rambut dikuncir. Anna mengosongkan peluru senjata miliknya.“Nona, ke mana saja beberapa hari ini? Aku tidak bisa menghubungimu, apa terjadi sesuatu?”Anna baru saja sampai seketika dicecar oleh pertanyaan beruntun oleh Febia.“Bisakah pertanyaannya nanti sa
Udara begitu dingin, sedingin raut wajah Anna tengah menyimpan kesal mengetahui transaksi berjumlah besar gagal membuatnya mengalami kerugian tidak sedikit jumlahnya.“Siapa yang melakukannya?” tanya Anna dingin.“It-itu … Ve-velenosa,” ucap Denn terbata-bata.“Mereka lagi?” tanya Anna mengerutkan kening mendengar nama itu, ia mencoba menenangkan diri menyilangkan tangannnya di dada, tapi tidak membuat gelas yang tengah berada ditangannya berhenti digoyangkan.Ia memang sedikit geram tetapi mencoba bersikap biasa saja. Apalagi transaksi mereka cukup banyak, membuat kerugian hal itu membuatnya emosi. Hampir segala aktifitas yang dilakukan oleh mereka, selalu diganggu oleh Velenosa, hal itu membuatnya tidak senang.Dari sekian banyak musuh Re’donna, hanya Velenosa-lah yang tidak bisa dijangkau olehnya.“Aku penasaran, siapa ketua Velenosa. Apa mata-mata kita tidak mengetahui siapa ya
Raut wajah Elang terlihat lelah menghadapi begitu banyak dokumen yang harus ia periksa. Sebenarnya, pria itu bisa memberikan pada Robin pekerjaan itu. Namun, ia memilih mengerjakannya sendiri dan itu membuatnya sedikit menyesal.“Kenapa dokumennya belum juga selesai,” keluhnya membanting salah satu dokumen membuat Robin tersenyum kecil. “Menyebalkan sekali,” gerutu Elang menyandarkan tubuhnya di kursi.“Ingin kubuatkan kopi?” tawar Robin.Elang yang tengah memijat kepalanya mengangguk. Mungkin secangkir kopi bisa menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ia merasa butuh sesuatu untuk menyegarkan kembali pikirannya.“Ervin, apa saja jadwalku hari ini?” tanyanya sambil mengecek jam tangan.Pria itu segera mengecek iPad milinya, dan melihat jadwal Elang.“Hari ini ada meeting …”“Batalkan saja semua meeting,” titah Elang.“Apa hanya itu s
“Syaratnya hanya satu. Menikah denganku,” ucap Elang tersenyum.“Menikah… menikah … menikah, kenapa hanya menikah yang ada di kepalamu?” tanya Anna frustasi.Melihat Anna yang tengah frustasi membuat Elang semakin menyunggingkan senyum evil miliknya. Wajah Anna seperti itu disukai olehnya sangat jelas terlihat di sorot wanita di hadapannya saat ini.“Ingin ikut denganku atau perlu ku gendong?” tanya Elang kembali tersenyum.Ervin melihat raut wajah Elang yang terlihat menyukai menggoda wanita yang tengah berada di hadapannya saat ini. Sebelumnya, tidak pernah ia menemukan sikap Elang yang tengah dilihatnya saat ini. Dingin, arrogant, serta pemilih. Itulah pengambaran sosok Elang sebenarnya. Dan kini, pria itu tersenyum. Senyum? Ya, senyum. Tidak pernah terlihat dari sebelumnya. Hal itu membuat Ervin merasa jika Anna berbeda dari wanita-wanita lain.“Persimpangan jalan,” uca
Ruangan dengan pencahayaan redup, memperlihatkan sebuah meja memiliki 8 kursi yang tengah mengelilingi meja tersebut. Anna tengah duduk dengan menyilangkan kaki, segelas wine dipegang olehnya. Dari arah pintu terlihat satu persatu orang berdatangan, memberi hormat padanya. Di samping Anna terlihat Febia dengan sebuah kotak yang tengah dipegang olehnya. Setiap mereka yang masuk, memberikan seluruh aksesoris yang mereka pakai di dalam kotak, termasuk ponsel. Ruang yang mereka datangi adalah ruang rahasia, di mana tidak boleh ada apapun yang bisa membuat mereka merekam, itu adalah peraturan. Bahkan, mereka diberikan pakaian oleh Febia dan harus dipakai mencegah jika mereka memiliki sesuatu untuk melawan organisasi. Semua orang di sana mengambil tempat, di mana mereka berdiri dengan wajah menunduk tidak ada yang berani duduk sebelum Anna menyuruh mereka duduk, mereka tunduk pada wanita yang berada di dalam ruangan itu. Denn yang berada di sana melakukan h
“Selidiki juga pria yang baru saja datang,” ucap Anna membuat dua orang yang bersamanya melihat ke arahnya. “Aku tidak tahu apa ini perasaanku saja, semoga saja itu hanya perasanku saja,” kata Anna melepaskan topeng yang ia kenakan.Denn yang melihat raut wajah Anna yang begitu khawatir memutuskan untuk menelpon orang kepercayaannya. Mereka tidak ingin terjadi sesuatu yang bisa membuat masalah baru.“Aku ingin kau pergi sendiri ke Indonesia untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana,” kata Anna melihat ke arah Denn.Denn menganggukan kepala.Beberapa saat kemudian beberapa orang berlari membuat Anna dan Febia segera memakai kembali mask mereka, untuk saja beberapa pria yang baru saja masuk tidak melihat wajah keduanya.“Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak lihat jika ada ketua di sini?” tanya Denn emosi.“M-maaf ketua,” ucap beberapa orang itu menundukan kepala memberikan hormat p
“Kau sudah menyiapkan semuanya?” tanya Anna pada seorang wanita yang tengah duduk di sampingnya.Beberapa lembar dokumen yang saat ini tengah dipelajari membuat Anna sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.“Ya, aku sudah mempersiapkan semuanya,” jawab wanita di sampingnya. “Apa anda yakin inginmelakukannya? Sebelumnya—“Tidak ada jawaban dari Anna hanya ada kertas yang diletakan membuat sang asisten tidakmelanjutkan perkataannya. Naura-nama asistennya, wanita yang diselamatkan olehnya beberapa tahun yang lalu.“A-aku hanya—“Helaan napas pelan terdengar, Anna melipat rambutnya kemudian melirik ke arah wanita di sampingnya.“Huh, sudah lama aku tidak mengunjungi tempat itu. Menurutmu, apa aku perlu mengunjungi mereka?” tanya Anna melirik ke arah asistennya.“Aku rasa, Nona tidak perlu melakukannya. Mengingat penghinaan yang telah mereka lakukan pada Nona,” saran Nuara.Anna mengangguk pelan, ia berpikir apa yang dikatakan oleh Naura ada benarnya. Namun, ia penasaran dengan keluar