Mobil Elang tengah dalam perjalanan menuju lokasi transaksi, tentu saja asistennya Ervin menemaninya dengan setia. Bukan hal besar apa yang dia lakukan saat ini, mengagalkan transaksi serta merebut barang dari musuhnya apalagi jika menyangkut klien yang memiliki pamosok lain, hal itu akan membuatnya ingin mengacaukan transaksi.
Lengannya tengah berada di sandaran tangan, pikiran masih terfokus pada Anna dan dress yang dikenakan oleh wanita itu. Potret wajah begitu jelas dalam memorinya.
“Tuan, kita dapat masalah,” seru Ervin membuyarkan lamunan tuannya.
“Katakan, ada apa?”
“Mata-mata kita ketahuan, saat ini mayatnya berada di markas. Kepala terpotong, sebelumnya dia telah mengirimkan pesan, beberapa hal yang dia ketahui setelah itu, aku kehilangan kontak denganya,”
Dia semakin penasaran bagaimana bisa begitu cepat mata-mata mereka ketahuan. Perasaannya saat ini begitu begitu kesal mendengar hal itu. Anak buah yang dikirimkan bukan anggota baru tetapi anggota yang telah telah terlatih bertahun-tahun, tetapi masih saja ketahuan.
“Berapa orang yang telah kita kirim?”
“Sepuluh orang, tujuh orang yang telah tewas,”
“Kita kehilangan anggota terhebat kita. Apa pesan terakhir yang dikirimnya?”
“Tidak ada, sebelum dia mengatakannya seseorang membunuhnya,”
Elang menatap dingin ke arah depan. Apa dia telah kalah dengan organisasi yang baru dibentuk, bahkan untuk menembus organisasi itu begitu susah, dan berakhir dengan kematian anggotanya. Dia semakin penasaran dengan pemimpin organisasi itu.
“Apa ada informasi tentang pemimpin Re’Donna?”
“Belum pernah ada yang bertemu dengan pemimpin Re’Donna, selain pria bernama Denn Kavin, pria itu selalu mewakili pemimpin Re’Donna,”
Satu dalam pikiran Elang saat itu, ia teringat dengan EL Group, perusahaan itu pun tidak pernah ada yang mengetahui tentang siapa pemiliknya, semuanya hanya mengunakan perwakilan, tetapi dia membuang jauh pikiran itu.
“Dapatkan informasi tentang pria itu,”
“I-itu, sulit. Sistem pertahanan Re’Donna sangat sulit di tembus,”
“Tidak becus. Apa tidak ada yang bisa membobolnya? Aku merekrut peretas terhebat bukan untuk bersenang-senang dengan semua yang kuberikan pada mereka,”
Ervin melihat tuannya yang tengah emosi, membuatnya sedikit merinding.
“Aku akan mengusahakannya,”
“Aku benci gagal, Er,”
Di lain tempat Denn tengah menghubungi Anna—boss tetapi tidak tidak terhubung. Sangat aneh, bosnya tidak dapat dihubungi, biasa wanita itu akan sampai tepat waktu, tapi lima belas menit telah berlangsung belum juga ada kabar kedatangannya.
“Apa dia bersamamu?” tanya Denn ketika panggilannya terhubung. “Tidak ya, baiklah terima kasih,” ucapnya lagi kemudian mematikan telpon secara sepihak.
Sebenarnya Anna biasa pergi seperti ini, tetapi akan memberi kabar. Telah beberapa hari tidak ada kunjungan ke markas hal itu membuatnya sedikit merasa aneh.
“Boss, apa yang akan kita lakukan? Klien telah menunggu sejak tadi,”
“Kalian pergi lebih dulu, setelah itu, amankan area yang akan dilakukan transaksi. Persiapkan diri kalian, jika sesuatu hal mungkin terjadi, bisa saja musuh mengetahui aktivitas kita,”
“Baik, kami akan berangkat sekarang. Bagaimana dengan anda?”
“Kalian pergi tanpaku, aku akan menunggu Nona,”
Tidak ada sangahan yang terjadi, hanya ada tindakan. Mereka tahu apa tugasnya. Beberapa orang masuk ke dalam truk dan beberapa mobil lain mengawal. Bukan sedikit harganya yang mereka bawa, dengan beberapa raturan senjata serta puluhan kilogram narkoba berharga fantastis.
“Kau yakin, truk ini?” tanya Elang yang sejak tadi memperhatikan rekaman CCtv.
“Ya tuan, aku sangat yakin. Aku telah mengeceknya dan akupun mendengar jika Bos mereka akan hadir dalam transaksi ini,”
Mendengar jika bos Re’Donna ikut dalam transaksi membuat Elang semakin bersemangat, dia ingin mengetahui bagaimana rupa dari bos mereka itu. Hal itu akan membuat jackpot untuknya.
“Bagus, aku suka itu. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Amankan keadaan sekitar, agar tidak mengundang polisi setempat,”
“Sudah dalam kendali, tinggal menunggu perintah, Tuan,”
“Lakukan seperti rencana, aku ingin pemimpin Re’Donna hidup-hidup,”
Suara tembakan terdengar, diikuti oleh suara tembakan secara beruntun dari dua kubu yang tengah saling menembak. Satu ingin mengambil senjata dan narkoba dalam truk, dan satunya lagi mengamankan truk itu.
Pria itu tengah duduk sambil menikmati bir di dalam mobil, dia menunggu anak buahnya mengantarkan apa yang dia inginkan, telah lima belas menit berlangsung. Membuatnya mengambil senjata miliknya, dan keluar dari sana.
Dor … dor …
Elang yang baru saja datang menembak beberapa orang secara acak. Ervin yang melihat hal itu, segera memerintahkan beberapa anggota untuk melindungi Elang, sedangkan dirinya memastikan jika mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Sebuah peluru berhasil menembus lengan Elang membuat pria itu meringis kesakitan.
“Tuan …” pekik Ervin yang melihat tuannya tertembak.
Pria itu begitu terkejut ketika Elang mendapatkan satu tembakan, membuatnya menembak beberapa musuh di hadapannya hal itu membuat tim lawan kehilangan beberapa onggotanya.
“Lindungi tuan, biar aku yang bereskan kekacauan di sini,” seru Ervin sambil melihat keadaan Elang.
“Aku baik-baik saja, tidak perlu khawatir,
“Sebaiknya anda kembali, biar aku yang mengurus di sini,”
Asistennya menatapnya penuh harap, ia tidak ingin Elang terus berada di tengah kekacauan.
“Baiklah, aku akan kembali,”
Beberapa orang mengawal Elang kembali ke mobil kemudian berlalu dari sana ke landasan helicopter sedangkan sisanya masih tetap berada di sana berusaha merebut truk bermuatan senjata dan narkoba.
Anna masih memikirkan perkataan Elang sata makan malam, hal itu membuatnya tidak bisa tidur apalagi dua orang pria berada di depan pintu akan selalu mengikuti ke manapun dia pergi. Dan hal itu sangat menyebalkan.
Tiga jam kepergian Elang, membuatnya terus mondar mandir mengamati keadaan sekitar, mencari cara agar kabur dari tempat itu, tapi penjagaan sangat ketat untuk wanita yang ingin kabur tanpa ketahuan identitasnya.
Jika dia ingin kabur, bisa saja dia lakukan secara terang-terangan. Tapi, hidupnya akan berubah jika dia melakukan hal itu.
Suara helicopter terdengar semakin lama semakin besar, anginpun berhembus begitu kuat membuat Anna melihat ke arah jendela melihat Elang yang baru saja kembali membuatnya keluar dari dalam kamar.
Di lantai bawah wanita itu berpapasan dengan Elang yang baru saja pulang dari misinya. Wajah dingin, kesal, nampak di wajah pria itu. Anna yang melihat darah yang menetes di lantai membuatnya menghampiri pria itu.
“D-darah,” ucap Anna membuat Elang melihat ke arah lengannya yang tadi tertembak.
“Sebaiknya kau kembali ke kamarmu,” titah Elang, wajahnya terlihat dingin tidak bersahabat. Namun, bukan Anna jika mengikuti perkataan pria itu.
Walaupun dia tidak tahu apa yang terjadi, dan raut wajah Elang terlihat dingin Anna tidak peduli. “Kau terluka, dan harus segera diobati,” seru Anna menarik tangan Elang membuat pria itu meringis kesakitan.
“M-maaf, aku tidak sengaja,”
Anehnya Elang pun mengikuti perintah Anna ketika wanita itu menyuruh dia untuk duduk. Terlihat Anna tengah kebingungan mencari sesuatu yang tidak dia temukan sejak tadi.
“Apa kau tidak punya kotak obat?” tanya Anna.
“Pojok kanan, bawah. Laci kedua,” jawab Elang menunjuk ke arah lemari.
Anna bergegas mencari kotak obat yang dikatakan Elang, sesuai dengan arah pria itu tadi. “Ketemu,” seru Anna. “Hei. Lepaskan kemejamu,”
“Tidak perlu, kau pergi tidur saja. Biarkan mere—“
Belum selesai Elang berkata, Anna lebih dulu melepas paksa kemejanya membuat kancing-kancing baju itu rusak. Elang hanya bisa memasang wajah tidak percaya, ia merasa tengah ditelanjangi oleh wanita dihadapannya. Beberapa maid yang melihat itu, mengutuk Anna terus menerus tentang perlakuan wanita itu pada tuan mereka.
Tidak segan-segan Anna melakukannya, membuat seorang pria tidak memakai kemeja. “Kau bisa membeli kemeja baru, kan?” tanya Anna menarik lengan pria itu dan melihat lebih dulu luka yang didapati oleh Elang.
Melihat luka itu, Anna sedikit terkejut. Luka yang dia lihat bukan luka biasa, tetapi luka tembakan sejenak ia melirik ke arah Elang kemudian Anna kembali focus pada luka itu.
“I-ini,”
Elang melihat ekspresi wanita di depannya hanya bisa mamasang wajah santai. Namun, tidak dengan Anna yang penasaran dengan apa yang dilakukan oleh Elang sampai mendapatkan luka tembak.
“Kau tertembak,” ucap Anna sambil menatap netra Elang yang sejak tadi memperhatikannya.
“Ya,” begitu santai pria itu menjawab seakan luka itu bukan apa-apa baginya.
“Dilihat dari lukanya, ini peluru caliber 9.5,” batin Anna yang mengamati luka Elang dengan teliti.
Bukan seorang pemula dia melihat hal seperti ini, selama tiga tahun terakhir senjata, peluru dan luka adalah teman sehari-harinya. Melihat luka itu, tidak membuatnya takut ataupun merasa canggung untuk mengeluarkan peluru yang tengah bersarang dilengan Elang.
“Kenapa dia tidak takut melihat luka tembakan, seakan dia sering melihat luka seperti ini,” batin Elang sambil menatap wanita di depannya.
Tatapannya begitu sendu hingga terbit sebuah senyum hangat membuat beberapa maid di sana tidak percaya dengan apa dilihat oleh mereka, tuan mereka tersenyum. Tangannya meraih rambut Anna, kemudian menyelipkan di belakang telinga membuat sang wanita melihat ke arahnya.
“Kenapa situasi ini tampak canggung,” batin Anna sambil meraih sebuah pinset yang telah disetrilkannya.
“Ini akan sakit,” seru Anna sambil memasukan pinset itu ke dalam luka Elang.
Pria itu mencengkram erat sofa, ketika Anna meraih dan menjepit peluru yang tengah bersarang di lengannya. Ervin yang baru saja masuk, melihat hal itu menghentikan langkah kakinya. Dia tidak pernah melihat tuannya, menyuruh orang lain untuk merawatnya.
“Urgh …” ringis Elang, suaranya tertahan dia tidak ingin terlihat lemah di depan wanita karena itu dia menahan rasa sakit dari peluru yang dipaksa keluar dari lengannya.
Semenit kemudian, peluru tersebut telah berhasil dikeluarkan oleh Anna. Wanita itu mulai menjahit luka tembakan tanpa memberikan obat penahan rasa sakit, membuat pria itu beberapa kali meringis menahan jarum yang keluar masuk tengah menjahit kulitnya.
“Siapa yang menembakmu?”
Bersambung …
“Siapa yang menembakmu?” tanya Anna disela dia menjahit luka kemudian membalutnya dengan perban.Ia cekatakan membersihkan dan merapikan peralatan P3k yang dipakai olehnya. Hal itu menghadirkan pertanyaan dikepala Elang tentang tindakan yang Anna lakukan barusan, seakan wanita itu sering melakukannya.“Apa yang kau lakukan hingga terluka seperti ini? Kau harusnya pergi ke rumah sakit, dan melapor ke polisi,”Pria mata hazel itu tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Anna padanya, dirinya hanya sibuk memperhatikan wanita yang baru saja mengeluarkan peluru.“Kenapa kau tidak takut dengan luka tembakan?”Anna melirik Elang, sorot hazel mata milik pria itu berartikan sebuah kebingungan tentang dirinya. Tentu saja dia kebingungan, seorang wanita yang baru dia temui mengobati luka tembakan.“Aku pernah tertembak di kaki dan aku mengobatinya sendiri,” seru Anna. “Mau lihat?” tanya
Tidak ada sahutan dari dalam, membuat wanita itu segera membuka pintu kamar. Namun, pintunya tidak terbuka, ia bisa merasakan sendiri ada sesuatu dari dalam kamar yang mengganjal pintu. Sejenak ia celigak-celiguk mencari pengawal yang berjaga tetapi tidak ada satupun yang dilihatnya.Tidak ingin mengambil resiko, ia memilih untuk mendobrak sendiri pintu itu, cukup lama hingga akhirnya pintu terbuka membuat matanya membulat ketika mendapati ketidakberadaan Anna di dalam ruangan itu.“Oh tidak, tuan Elang bisa marah,” gumamnya sambil memegang kepalanya. “A-aku harus menghubungi tuan memberitahukan hal ini padanya,” kata wanita itu sambil melangkah keluar, namun matanya tertuju pada secarik kertas di atas meja membuatnya penasaran.“Astaga, gadis ini sungguh gila. Bisa-bisanya dia meninggalkan pesan seperti ini untuk Tuan,”Bagi Anna menumbangkan beberapa pengawal tidak sulit untuknya apalagi untuk dirinya seorang bos mafi
Anna menyerahkan beberapa lembar uang pada sopir taksi kemudian turun. Sebelum masuk ia memilih untuk memijat lehernya karena terasa tegang. Baru saja masuk ke dalam rumah seketika ia mengambil senjata merasa sesuatu yang aneh di dalam rumah. Langkahnya terlihat pelan sambil menarik pelatuk tanpa membuat suara, seseorang terlihat tengah memegang gelas berisi wine.“Kau baru saja pulang dan ingin membunuhku?” tanya seseorang membuatnya menghela nafas dan menurunkan senjata tidak lupa menekan saklar lampu.“Febia. Hampir saja aku membunuhmu,”Seorang wanita tengah duduk menatap tajam ke arahnya ketika lampu dihidupkan. Pakaiannya begitu rapi, serta rambut dikuncir. Anna mengosongkan peluru senjata miliknya.“Nona, ke mana saja beberapa hari ini? Aku tidak bisa menghubungimu, apa terjadi sesuatu?”Anna baru saja sampai seketika dicecar oleh pertanyaan beruntun oleh Febia.“Bisakah pertanyaannya nanti sa
Udara begitu dingin, sedingin raut wajah Anna tengah menyimpan kesal mengetahui transaksi berjumlah besar gagal membuatnya mengalami kerugian tidak sedikit jumlahnya.“Siapa yang melakukannya?” tanya Anna dingin.“It-itu … Ve-velenosa,” ucap Denn terbata-bata.“Mereka lagi?” tanya Anna mengerutkan kening mendengar nama itu, ia mencoba menenangkan diri menyilangkan tangannnya di dada, tapi tidak membuat gelas yang tengah berada ditangannya berhenti digoyangkan.Ia memang sedikit geram tetapi mencoba bersikap biasa saja. Apalagi transaksi mereka cukup banyak, membuat kerugian hal itu membuatnya emosi. Hampir segala aktifitas yang dilakukan oleh mereka, selalu diganggu oleh Velenosa, hal itu membuatnya tidak senang.Dari sekian banyak musuh Re’donna, hanya Velenosa-lah yang tidak bisa dijangkau olehnya.“Aku penasaran, siapa ketua Velenosa. Apa mata-mata kita tidak mengetahui siapa ya
Raut wajah Elang terlihat lelah menghadapi begitu banyak dokumen yang harus ia periksa. Sebenarnya, pria itu bisa memberikan pada Robin pekerjaan itu. Namun, ia memilih mengerjakannya sendiri dan itu membuatnya sedikit menyesal.“Kenapa dokumennya belum juga selesai,” keluhnya membanting salah satu dokumen membuat Robin tersenyum kecil. “Menyebalkan sekali,” gerutu Elang menyandarkan tubuhnya di kursi.“Ingin kubuatkan kopi?” tawar Robin.Elang yang tengah memijat kepalanya mengangguk. Mungkin secangkir kopi bisa menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ia merasa butuh sesuatu untuk menyegarkan kembali pikirannya.“Ervin, apa saja jadwalku hari ini?” tanyanya sambil mengecek jam tangan.Pria itu segera mengecek iPad milinya, dan melihat jadwal Elang.“Hari ini ada meeting …”“Batalkan saja semua meeting,” titah Elang.“Apa hanya itu s
“Syaratnya hanya satu. Menikah denganku,” ucap Elang tersenyum.“Menikah… menikah … menikah, kenapa hanya menikah yang ada di kepalamu?” tanya Anna frustasi.Melihat Anna yang tengah frustasi membuat Elang semakin menyunggingkan senyum evil miliknya. Wajah Anna seperti itu disukai olehnya sangat jelas terlihat di sorot wanita di hadapannya saat ini.“Ingin ikut denganku atau perlu ku gendong?” tanya Elang kembali tersenyum.Ervin melihat raut wajah Elang yang terlihat menyukai menggoda wanita yang tengah berada di hadapannya saat ini. Sebelumnya, tidak pernah ia menemukan sikap Elang yang tengah dilihatnya saat ini. Dingin, arrogant, serta pemilih. Itulah pengambaran sosok Elang sebenarnya. Dan kini, pria itu tersenyum. Senyum? Ya, senyum. Tidak pernah terlihat dari sebelumnya. Hal itu membuat Ervin merasa jika Anna berbeda dari wanita-wanita lain.“Persimpangan jalan,” uca
Ruangan dengan pencahayaan redup, memperlihatkan sebuah meja memiliki 8 kursi yang tengah mengelilingi meja tersebut. Anna tengah duduk dengan menyilangkan kaki, segelas wine dipegang olehnya. Dari arah pintu terlihat satu persatu orang berdatangan, memberi hormat padanya. Di samping Anna terlihat Febia dengan sebuah kotak yang tengah dipegang olehnya. Setiap mereka yang masuk, memberikan seluruh aksesoris yang mereka pakai di dalam kotak, termasuk ponsel. Ruang yang mereka datangi adalah ruang rahasia, di mana tidak boleh ada apapun yang bisa membuat mereka merekam, itu adalah peraturan. Bahkan, mereka diberikan pakaian oleh Febia dan harus dipakai mencegah jika mereka memiliki sesuatu untuk melawan organisasi. Semua orang di sana mengambil tempat, di mana mereka berdiri dengan wajah menunduk tidak ada yang berani duduk sebelum Anna menyuruh mereka duduk, mereka tunduk pada wanita yang berada di dalam ruangan itu. Denn yang berada di sana melakukan h
“Selidiki juga pria yang baru saja datang,” ucap Anna membuat dua orang yang bersamanya melihat ke arahnya. “Aku tidak tahu apa ini perasaanku saja, semoga saja itu hanya perasanku saja,” kata Anna melepaskan topeng yang ia kenakan.Denn yang melihat raut wajah Anna yang begitu khawatir memutuskan untuk menelpon orang kepercayaannya. Mereka tidak ingin terjadi sesuatu yang bisa membuat masalah baru.“Aku ingin kau pergi sendiri ke Indonesia untuk mencari tahu apa yang terjadi di sana,” kata Anna melihat ke arah Denn.Denn menganggukan kepala.Beberapa saat kemudian beberapa orang berlari membuat Anna dan Febia segera memakai kembali mask mereka, untuk saja beberapa pria yang baru saja masuk tidak melihat wajah keduanya.“Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak lihat jika ada ketua di sini?” tanya Denn emosi.“M-maaf ketua,” ucap beberapa orang itu menundukan kepala memberikan hormat p