Dor …
Suara tembakan terdengar, membuat tubuh Anna bergetar, sebelum dia tidak sadarkan diri. Elang berada di hadapannya saat itu yang menembaknya dengan senjata listrik.
Elang terlalu kejam, bahkan seorang wanita di tembak mengunakan senjata listrik. Apa yang dilakukan oleh pria itu membuat para maid shock, tetapi tidak bisa menegur.
“Itu hadiah untuk gadis pembangkang, masih baik aku tidak membunuhmy” ucap Elang sambil menyerahkan senjata itu pada anak buahnya.
Ia telah memprediksikan Anna akan keluar ketika pintu terbuka, karena itu dia mengambil keputusan untuk menembak Anna.
Wajah Anna terlihat cantik saat tidak sadarkan diri, ketika para pengawal akan mengangkat tubuh Anna, ia mencengah dan melakukukannya sendiri.
Anna direbahkan di atas ranjang membuat rambut wanita itu berserakah menutupi wajahnya, dengan pelan Elang menyibak rambut itu dan menepikan. Dia bahkan tidak mengerti mengapa dia melakukannya.
“Saat dia sadar, sebaiknya kalian membersihkannya. Aku tidak ingin melihat pakaian murahnya masih melekat ditubuhnya dan persiapkan semuanya dengan benar,”
Pria itu menatap beberapa pelayan yang tengah berada di dalam ruangan itu, kemudian melangkah keluar.
Matanya menatap pengawal yang tengah berjaga di kedua sisi.
“Jangan membuat kesalahan, atau kalian akan tahu akibatnya,” perintah Elang kemudian melangkah pergi dari sana.
Asistennya mengikuti dari belakang, beberapa pelayan yang ada di sana hanya bisaa menelan salivanya, kemudian melihat ke arah Anna yang tidak sadarkan diri.
“Aku ingin kau menyelidiki lebih lanjut tentang presdir perusahaan EL Group, aku ingin mendapatkan informasi siapa presdirnya, gunakan cara apapun untuk mendapatkan, jika perlu siapkan mata-mata di perusahaan, aku ingin alasan presdir perusahaan itu tidak pernah terlihat di publik,”
“Baik, apa ada lagi?” tanya Ervin.
“Pesankan dress keluaran terbaru,”
“Baik, aku akan memesankannya untukmu,”
Pria itu hanya membutuhkan satu panggilan untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Tentunya dengan ketelitian serta cara kerja Ervin yang sangat bagus membuat pria itu berada di sisi Elang.s
“Kau ingin menikahinya?” tanya Ervin.
Pertanyaan yang sulit untuk dia tanyakan mengingat, tidak biasanya Elang menawarkan perjanjian pernikahan untuk seorang wanita. Biasa dia hanya mengurung para wanita itu di apartement tanpa mengikat perjanjian, dan menikmati setiap tubuh itu. Namun, tidak kali ini, tuannya membawa seorang wanita ke dalam mansion, itu cukup mengejutkan untuk mereka semua.
Elang menatap ke arah Ervin. “Ya, aku akan menikahinya,”
“Kenapa tidak membunuhnya saja, kita bisa melakukannya seperti biasa,”
Elang tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Apa yang dikatakan Ervin padanya, memang benar dia bisa saja membunuh Anna dan menghilangkan jejak wanita itu, tetapi tidak terbesit sama sekali di dalam hatinya untuk melakukan hal keji itu.
“Aku tidak terpikirkan membunuhnya,” ucap Elang pelan.
“Kenapa tidak? Kita bisa menjebaknya, seperti gadis-gadis sebelumnya. Aku yakin, dia akan menjadi ancaman bagi kita,”
Bukan menjawab pertanyaan Ervin, pria itu malah mengoyangkan gelas pendek berisi bir miliknya, matanya menatap ke layar televisi.
“Aku akan ikuti permainannya,”
Ervin mengerutkan keningnya. “Oh iya, malam ini, mantan klien kita melakukan transaksi dalam skala besar dengan Re’Donna,”
“Benarkah?”
Mendengar Re’Donna disebut membuat Elang begitu antusias.
“Jika seperti itu, bagaimana jika kita merebutnya? aku ingin memberinya pelajaran, agar tidak bermain-main dengan Velenosa,” Sudut bibir Elang terangkat, dia sangat tidak sabar menjalankan aksinya malam ini.
“Persiapkan semuanya, Ervin,”
Pria itu menganggukan kepalanya. “Ah, aku lupa. Panggilkan Tirtan,”
Ervin melihat ke arah Elang yang tengah duduk sambil bersandar. “Baik akan kupanggilkan,”
Pria bermata cokelat itu merasa heran di saat seperti ini, tidak biasanya Elang memanggil Tirtan. Sudah lama sekali, atasannya tidak memanggil pria itu membuatnya menghadirkan kecurigaan.
Suara pintu yang tertutup menandakan jika Ervin telah menghilang dibalik pintu. Tengkuk lehernya dipijat, terasa tegang ia mencoba untuk merilekskan dirinya hingga suara ketukan membuatnya membuka mata.
“Masuk,”
Seorang pria kemeja hitam, tidak lupa dengan jas lab miliknya. Sebuah nama tertulis di sana. Tirtan Bumantara—Psikiater dengan gelar Profesor di usia mudanya.
Setelah berbincang-bincang Tirtan memilih pergi dari sana. Baru saja dia turun dari dikejutkan oleh seorang wanita berlari ke arahnya. Wanita itu adalah Anna yang berusaha kabur.
Pakaian Anna tampak kacau, karena baru saja membereskan dua orang pria yang menjaga pintu kamarnya.
“T-tolong aku, aku diculik olehnya, bisakah kau membantuku?” pinta Anna membuat Tirtan menatap ke arah Elang yang baru saja turun dari lantai atas.
Anna kesal karena tidak ada respon dari pria yang dimintai bantuan membuat kesal. “Apa kau tidak dengar? Aku diculik olehnya, tolong telpon polisi untukku,” ucap Anna dengan tegas.
Namun pria itu hanya menatapnya, dengan kebingungan.
“Mainan baru?” tanya Tirtan melihat ke arah Elang berada di belakang Anna.
Pertanyaan itu membuat Anna geram dan memberikan satu pukulan tepat di wajah Tirtan karena mengatakan dia adalah mainan baru.
“Aw … kenapa kau memukulku?” tanya Tirtan.
Sayangnya, bukan jawaban yang diberikan oleh Anna tetapi sebuah pukulan tepat di ulu hati Tirtan membuat pria itu menjerit kesakitan dengan darah terlihat disudut bibirnya. Elang tertawa melihat apa yang baru saja terjadi, dia tidak menyangka jika Anna bisa melakukannya.
“Sialan kau. Memanggilku dengan sebutan mainan baru,” kesal Anna bersiap untuk memukul kembali wajah Tirtan.
Pria itu tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Anna padanya, meminta bantuan Elang karena tubuhnya terlentang di lantai dengan leher yang tengah di kunci, serta kepalan tangan yang siap menghantam wajahnya.
“Hei, apa kau akan membiarkanku mati?” tanya Tirtan yang tengah meringis membuat Elang mengangkat bahunya, dia tidak ingin ikut campur.
“Sialan,” umpat Anna sambil beranjak seakan kata ‘sialan’ adalah kata favorit miliknya.
Anna melihat wajah Elang yang tengah tersenyum membuatnya ingin menghajar wajah itu tetapi pergelangan tangannya lebih dulu ditangkap oleh Elang.
Pria itu hanya tersenyum, membuat Anna ingin sekali menghajar wajah pria di depannya. “Kau hanya perlu patuh, setelah mengetahui sesuatu yang harusnya tidak kau ketahui,”
Anna menghela nafasnya dengan kasar, emosinya memuncak dia benar-benar ingin menghajar wajah pria di depannya.
“Aku sudah berkali-kali mengatakannya, aku tidak tahu apa yang kau katakan, aku tidak tahu tentang rahasia apa yang kau—“ perkataan Anna terhenti ketika dia merasakan rasa sakit yang sangat di kepalanya.
Aarrhh … Anna memekik kemudian berjongkok memegang kepalanya yang terus menerus sakit. Rasa sakit itu membuatnya emosi, dan mendorong Tirtan hingga membentur dinding saat pria itu berusaha untuk menenangkannya.
“Kau tidak mengatakan jika dia ahli memukul orang, El,”
Bruk!
Anna ambruk seketika, membuat Elang panik melihat apa yang baru saja terjadi. Membuatnya segera mengendong Anna masuk ke dalam kamar dan membaringkan gadis itu.
“Apa yang jadi padanya? Tadi, dia baik-baik saja,”
“Aku tidak tahu. Aku melihat dia seperti kehilangan kesadaran sesaat, tapi aku harus mengeceknya lebih lanjut,”
“Kehilangan kesadaran? Maksudmu, dia memiliki kepribadian ganda, Tir?”
Bersambung …
“Maksudmu, dia memiliki kepribadian ganda, Tir?” tanya Elang penasaran.Pria yang tengah mondar mandir tidak jelas itu melihat ke arah Elang yang tengah memberikan spekulasi tentang apa yang dia pikirkan.“Tidak … tidak … ini bukan seperti itu, dia bukan kehilangan kesadaran karena memiliki Kepribadian ganda,”“Jika bukan seperti itu, seperti apa?”“Ini semacam kehilangan ingatan jangka pendek, lebih tepatnya dia menghapus ingatan yang dianggapnya sebagai bahaya untuknya,”Elang tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Tirtan.“Jadi otak merespon tiap hal yang terjadi sekitar kita, jika dia menganggap tubuh kita dalam bahaya dia akan menghapus ingatan itu, tapi tidak semua orang memilikinya,”“Termasuk dia tidak ingat apa yang didengar olehnya tentang—“Tirtan menganggukan kepalanya membenarkan apa yang ada di dalam pikiran Elang. &
Mobil Elang tengah dalam perjalanan menuju lokasi transaksi, tentu saja asistennya Ervin menemaninya dengan setia. Bukan hal besar apa yang dia lakukan saat ini, mengagalkan transaksi serta merebut barang dari musuhnya apalagi jika menyangkut klien yang memiliki pamosok lain, hal itu akan membuatnya ingin mengacaukan transaksi.Lengannya tengah berada di sandaran tangan, pikiran masih terfokus pada Anna dan dress yang dikenakan oleh wanita itu. Potret wajah begitu jelas dalam memorinya.“Tuan, kita dapat masalah,” seru Ervin membuyarkan lamunan tuannya.“Katakan, ada apa?”“Mata-mata kita ketahuan, saat ini mayatnya berada di markas. Kepala terpotong, sebelumnya dia telah mengirimkan pesan, beberapa hal yang dia ketahui setelah itu, aku kehilangan kontak denganya,”Dia semakin penasaran bagaimana bisa begitu cepat mata-mata mereka ketahuan. Perasaannya saat ini begitu begitu kesal mendengar hal itu. Anak buah yan
“Siapa yang menembakmu?” tanya Anna disela dia menjahit luka kemudian membalutnya dengan perban.Ia cekatakan membersihkan dan merapikan peralatan P3k yang dipakai olehnya. Hal itu menghadirkan pertanyaan dikepala Elang tentang tindakan yang Anna lakukan barusan, seakan wanita itu sering melakukannya.“Apa yang kau lakukan hingga terluka seperti ini? Kau harusnya pergi ke rumah sakit, dan melapor ke polisi,”Pria mata hazel itu tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Anna padanya, dirinya hanya sibuk memperhatikan wanita yang baru saja mengeluarkan peluru.“Kenapa kau tidak takut dengan luka tembakan?”Anna melirik Elang, sorot hazel mata milik pria itu berartikan sebuah kebingungan tentang dirinya. Tentu saja dia kebingungan, seorang wanita yang baru dia temui mengobati luka tembakan.“Aku pernah tertembak di kaki dan aku mengobatinya sendiri,” seru Anna. “Mau lihat?” tanya
Tidak ada sahutan dari dalam, membuat wanita itu segera membuka pintu kamar. Namun, pintunya tidak terbuka, ia bisa merasakan sendiri ada sesuatu dari dalam kamar yang mengganjal pintu. Sejenak ia celigak-celiguk mencari pengawal yang berjaga tetapi tidak ada satupun yang dilihatnya.Tidak ingin mengambil resiko, ia memilih untuk mendobrak sendiri pintu itu, cukup lama hingga akhirnya pintu terbuka membuat matanya membulat ketika mendapati ketidakberadaan Anna di dalam ruangan itu.“Oh tidak, tuan Elang bisa marah,” gumamnya sambil memegang kepalanya. “A-aku harus menghubungi tuan memberitahukan hal ini padanya,” kata wanita itu sambil melangkah keluar, namun matanya tertuju pada secarik kertas di atas meja membuatnya penasaran.“Astaga, gadis ini sungguh gila. Bisa-bisanya dia meninggalkan pesan seperti ini untuk Tuan,”Bagi Anna menumbangkan beberapa pengawal tidak sulit untuknya apalagi untuk dirinya seorang bos mafi
Anna menyerahkan beberapa lembar uang pada sopir taksi kemudian turun. Sebelum masuk ia memilih untuk memijat lehernya karena terasa tegang. Baru saja masuk ke dalam rumah seketika ia mengambil senjata merasa sesuatu yang aneh di dalam rumah. Langkahnya terlihat pelan sambil menarik pelatuk tanpa membuat suara, seseorang terlihat tengah memegang gelas berisi wine.“Kau baru saja pulang dan ingin membunuhku?” tanya seseorang membuatnya menghela nafas dan menurunkan senjata tidak lupa menekan saklar lampu.“Febia. Hampir saja aku membunuhmu,”Seorang wanita tengah duduk menatap tajam ke arahnya ketika lampu dihidupkan. Pakaiannya begitu rapi, serta rambut dikuncir. Anna mengosongkan peluru senjata miliknya.“Nona, ke mana saja beberapa hari ini? Aku tidak bisa menghubungimu, apa terjadi sesuatu?”Anna baru saja sampai seketika dicecar oleh pertanyaan beruntun oleh Febia.“Bisakah pertanyaannya nanti sa
Udara begitu dingin, sedingin raut wajah Anna tengah menyimpan kesal mengetahui transaksi berjumlah besar gagal membuatnya mengalami kerugian tidak sedikit jumlahnya.“Siapa yang melakukannya?” tanya Anna dingin.“It-itu … Ve-velenosa,” ucap Denn terbata-bata.“Mereka lagi?” tanya Anna mengerutkan kening mendengar nama itu, ia mencoba menenangkan diri menyilangkan tangannnya di dada, tapi tidak membuat gelas yang tengah berada ditangannya berhenti digoyangkan.Ia memang sedikit geram tetapi mencoba bersikap biasa saja. Apalagi transaksi mereka cukup banyak, membuat kerugian hal itu membuatnya emosi. Hampir segala aktifitas yang dilakukan oleh mereka, selalu diganggu oleh Velenosa, hal itu membuatnya tidak senang.Dari sekian banyak musuh Re’donna, hanya Velenosa-lah yang tidak bisa dijangkau olehnya.“Aku penasaran, siapa ketua Velenosa. Apa mata-mata kita tidak mengetahui siapa ya
Raut wajah Elang terlihat lelah menghadapi begitu banyak dokumen yang harus ia periksa. Sebenarnya, pria itu bisa memberikan pada Robin pekerjaan itu. Namun, ia memilih mengerjakannya sendiri dan itu membuatnya sedikit menyesal.“Kenapa dokumennya belum juga selesai,” keluhnya membanting salah satu dokumen membuat Robin tersenyum kecil. “Menyebalkan sekali,” gerutu Elang menyandarkan tubuhnya di kursi.“Ingin kubuatkan kopi?” tawar Robin.Elang yang tengah memijat kepalanya mengangguk. Mungkin secangkir kopi bisa menghilangkan rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ia merasa butuh sesuatu untuk menyegarkan kembali pikirannya.“Ervin, apa saja jadwalku hari ini?” tanyanya sambil mengecek jam tangan.Pria itu segera mengecek iPad milinya, dan melihat jadwal Elang.“Hari ini ada meeting …”“Batalkan saja semua meeting,” titah Elang.“Apa hanya itu s
“Syaratnya hanya satu. Menikah denganku,” ucap Elang tersenyum.“Menikah… menikah … menikah, kenapa hanya menikah yang ada di kepalamu?” tanya Anna frustasi.Melihat Anna yang tengah frustasi membuat Elang semakin menyunggingkan senyum evil miliknya. Wajah Anna seperti itu disukai olehnya sangat jelas terlihat di sorot wanita di hadapannya saat ini.“Ingin ikut denganku atau perlu ku gendong?” tanya Elang kembali tersenyum.Ervin melihat raut wajah Elang yang terlihat menyukai menggoda wanita yang tengah berada di hadapannya saat ini. Sebelumnya, tidak pernah ia menemukan sikap Elang yang tengah dilihatnya saat ini. Dingin, arrogant, serta pemilih. Itulah pengambaran sosok Elang sebenarnya. Dan kini, pria itu tersenyum. Senyum? Ya, senyum. Tidak pernah terlihat dari sebelumnya. Hal itu membuat Ervin merasa jika Anna berbeda dari wanita-wanita lain.“Persimpangan jalan,” uca