Share

Bab 5. Dilema Mendalam

Anisa meletakkan ponselnya dengan tangan gemetar. Siapa yang menelepon tadi? Mengapa Pak Suryo tidak bisa bicara sendiri? Berbagai pertanyaan berputar di pikirannya. Dia merasa bingung dan cemas. Dia harus mengetahui lebih lanjut tentang apa yang sedang terjadi.

Keesokan paginya, Anisa bangun lebih awal. Dia merasa resah dan tidak bisa tidur nyenyak semalam. Adit masih tidur lelap di kamarnya, jadi Anisa memutuskan untuk keluar rumah dan mencari udara segar. Dia berjalan ke taman kecil di dekat rumahnya, mencoba menenangkan pikirannya yang berkecamuk.

Saat duduk di bangku taman, Anisa memikirkan kembali semua yang telah terjadi dalam beberapa hari terakhir. Informasi tentang warisan keluarganya, pertemuan dengan Lina, dan telepon misterius tadi malam semuanya membuat Anisa merasa seakan-akan hidupnya berada di ambang perubahan besar. Namun, dia tidak tahu harus bagaimana menghadapi semua ini. 

Haruskah dia mempercayai Lina? Bagaimana dengan Pak Suryo? Dan siapa sebenarnya yang menelepon tadi malam?

Pikirannya melayang kembali ke percakapan dengan Lina. Dia tahu bahwa Arif bukan suami yang setia, tapi mendengar bahwa dia terlibat dalam bisnis yang tidak jujur dan memiliki hubungan dengan kelompok berkuasa di kota ini adalah sesuatu yang baru. Anisa harus memastikan keamanan dirinya dan Adit.

Namun, sebelum dia bisa mengambil keputusan, dia perlu lebih banyak informasi. Anisa memutuskan untuk kembali menghubungi Pak Suryo dan memastikan semua yang terjadi adalah benar.

Setelah kembali ke rumah, Anisa mengambil ponselnya dan menelepon kantor Pak Suryo. "Halo, saya Anisa. Bisakah saya berbicara dengan Pak Suryo?"

"Maaf, Pak Suryo sedang tidak di kantor. Apakah ada pesan yang ingin Anda sampaikan?" jawab resepsionis dengan sopan.

Anisa merasa semakin cemas. "Bisakah Anda memberitahu kapan beliau akan kembali? Ini sangat penting."

"Beliau sedang berada di luar kota untuk urusan bisnis dan akan kembali dalam dua hari," jawab resepsionis.

"Baiklah, terima kasih," kata Anisa sebelum menutup telepon.

Anisa merasa buntu. Dia harus menunggu dua hari untuk bertemu Pak Suryo, tapi rasa cemasnya semakin besar. Dia memutuskan untuk menemui Lina lagi dan mencari tahu lebih banyak informasi dari wanita itu.

Anisa menghubungi Lina dan mengatur pertemuan di kafe yang sama. Ketika mereka bertemu, Anisa langsung menanyakan hal-hal yang mengganggu pikirannya.

"Lina, aku butuh tahu lebih banyak tentang Arif dan keluarganya. Apa sebenarnya yang mereka rencanakan? Mengapa kamu tiba-tiba muncul dan memberitahuku semua ini?" tanya Anisa dengan tegas.

Lina menghela napas panjang sebelum menjawab. "Anisa, aku tahu ini sulit untukmu. Tapi aku merasa kamu berhak mengetahui kebenarannya. Arif dan keluarganya bukan hanya terlibat dalam bisnis yang tidak jujur, mereka juga memiliki rencana besar yang melibatkan perusahaanmu. Mereka ingin menguasai perusahaan keluargamu dan menggunakan kekayaanmu untuk kepentingan mereka sendiri."

Anisa terkejut mendengar hal ini. "Bagaimana mungkin? Apa bukti yang kamu punya?"

Lina mengeluarkan beberapa dokumen dari tasnya dan menyerahkannya kepada Anisa. "Ini adalah bukti-bukti yang aku kumpulkan selama ini. Aku tahu ini banyak untuk diterima sekaligus, tapi kamu harus berhati-hati."

Anisa membuka dokumen-dokumen itu dan mulai membaca. Bukti-bukti itu menunjukkan bahwa Arif dan keluarganya memang memiliki niat jahat terhadap perusahaan keluarganya. Mereka telah merencanakan untuk mengambil alih kepemilikan perusahaan dengan cara yang licik.

"Terima kasih, Lina. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Ini semua sangat mengejutkan," kata Anisa dengan suara bergetar.

"Aku hanya ingin kamu tahu, Anisa. Kamu harus melindungi dirimu sendiri dan Adit. Jangan biarkan mereka mengambil keuntungan dari kamu," kata Lina dengan serius.

Anisa mengangguk, mencoba mencerna semua informasi yang baru saja diterimanya. Dia merasa bingung dan cemas, tapi juga marah. Bagaimana Arif bisa begitu kejam? Bagaimana dia bisa merencanakan semua ini tanpa sepengetahuannya?

Setelah pertemuan itu, Anisa kembali ke rumah dengan hati yang penuh dilema. Dia tahu bahwa dia harus bertindak, tapi dia tidak tahu harus bagaimana. Dia tidak bisa menghubungi Pak Suryo, dan dia juga tidak tahu siapa yang bisa dipercayai.

Malam itu, Anisa tidak bisa tidur. Pikirannya terus berputar, mencoba mencari cara untuk melindungi dirinya dan Adit. Dia tahu bahwa dia harus mengambil tindakan cepat, tapi dia tidak tahu harus mulai dari mana.

Saat subuh tiba, Anisa membuat keputusan. Dia akan menemui seseorang yang mungkin bisa membantunya. Seseorang yang dia kenal dari masa lalunya, yang bisa memberinya nasihat dan dukungan.

Pagi harinya, Anisa menghubungi Sari dan memberitahunya bahwa dia harus pergi sebentar untuk urusan penting. Sari mengerti dan setuju untuk menjaga Adit sementara Anisa pergi.

Anisa menuju ke sebuah alamat yang dia simpan dalam benaknya sejak lama. Alamat itu adalah milik teman lama keluarganya, Pak Herman. Pak Herman adalah seorang pengacara berpengalaman yang dulu sering membantu keluarganya dalam berbagai urusan hukum.

Saat tiba di rumah Pak Herman, Anisa merasa sedikit lega. Dia berharap Pak Herman bisa memberinya petunjuk tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Pak Herman menyambut Anisa dengan hangat dan mengundangnya masuk. Setelah berbasa-basi sejenak, Anisa mulai menceritakan semua yang terjadi. Dari warisan keluarganya hingga rencana jahat Arif dan keluarganya.

Pak Herman mendengarkan dengan seksama dan sesekali mengangguk. Setelah Anisa selesai bercerita, Pak Herman menghela napas panjang.

"Anisa, kamu melakukan hal yang benar dengan datang ke sini. Kita perlu mengambil tindakan cepat untuk melindungi aset-aset keluargamu dan memastikan bahwa mereka tidak bisa mengambil alih perusahaanmu," kata Pak Herman dengan tegas.

Anisa merasa sedikit lega mendengar kata-kata Pak Herman. "Apa yang harus kita lakukan, Pak?"

"Kita harus mengamankan kepemilikan perusahaanmu terlebih dahulu. Aku akan membantu mengurus semua dokumen yang diperlukan. Selain itu, kita juga perlu menyelidiki lebih lanjut tentang aktivitas Arif dan keluarganya," jelas Pak Herman.

Anisa mengangguk, merasa bahwa dia akhirnya memiliki arah yang jelas. "Terima kasih, Pak Herman. Saya sangat menghargai bantuan Anda."

Pak Herman tersenyum. "Keluarga kita sudah saling mengenal sejak lama, Anisa. Aku akan melakukan yang terbaik untuk membantumu."

Setelah pertemuan itu, Anisa merasa lebih kuat dan siap menghadapi tantangan yang ada di depannya. Dia tahu bahwa ini bukanlah akhir dari perjuangannya, tetapi setidaknya dia memiliki sekutu yang bisa diandalkan.

Namun, saat Anisa kembali ke rumah, dia menemukan sesuatu yang mengejutkan. Di depan pintu rumahnya, ada sebuah paket besar yang tidak ada nama pengirimnya. Anisa merasa curiga dan hati-hati saat membuka paket itu.

Di dalamnya, dia menemukan dokumen-dokumen yang lebih mengejutkan. Dokumen-dokumen itu berisi rincian lebih lanjut tentang rencana jahat Arif dan keluarganya, termasuk nama-nama orang yang terlibat dan bukti transaksi keuangan yang mencurigakan.

Anisa tidak tahu siapa yang mengirimkan paket ini, tetapi satu hal yang pasti: dia harus bertindak cepat.

Setelah membuka paket itu dengan cepat, Anisa menemukan sebuah catatan kecil yang hanya berisi satu kalimat: 

"Ini hanya permulaan. Waspadalah, mereka sedang mengawasimu." 

Anisa merasa jantungnya berdegup kencang. Siapa yang mengirimkan paket ini? Dan seberapa dalam keterlibatan Arif dan keluarganya? Anisa tahu bahwa waktu semakin mendesak, dan dia harus bergerak cepat sebelum semuanya terlambat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status