Marni lari dari dalam rumahnya ketika mendengar suara mobil memasuki pekarangannya. Tak lama kemudian, Ayana keluar dari mobil diikuti David dan Riko.
"David!" panggil Marni berlari ke arah anak itu."Bu," kata David sambil memeluk Marni.Marni memeluk anak itu erat-erat. Marni menangis, dia sangat merindukan David. Padahal David bukan anak kandungnya."Dari mana saja kamu, Nak? Tiap kali Riko pulang dan mama nanyain kamu.. Riko selalu bilang kamu numpang di rumah teman karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan," kata Marni menirukan apa yang Riko ceritakan padanya."Iya bu, apa yang dikatakan Riko memang benar," jawab David membuka pelukannya.“Tapi lama-lama, sampai – sampai ibu kangen banget sama saya,” kata Marni sambil mengelus pipi David."David juga merindukan ibu," jawab David sambil tersenyum pada sang ibu.Saat Marni mengalihkan pandangannya ke Riko. Tatapan Marni tertuju pada Ayna yang berdiri di samping Riko dan tersenyum padanya."Siapa dia, Nak?" tanya Marni kepada David."Dia Ayna, dia teman David, Bu," jawab David sambil membalikkan tubuhnya menghadap Ayna."Ayna, Bu, aku teman David juga Riko," kata Ayna memperkenalkan diri. Ayna meraih tangan Marni dan menciumnya dengan hormat."Kamu sangat cantik, Nak, juga begitu sopan!" puji Marni.Ayna menunduk dan tersenyum malu mendengar pujian Marni."Benar, Ayna begitu cantik dan baik hati. Namun, tidak ada cara lain untuk memasuki kehidupan mereka selain melalui Ayna," kata David dalam hati.“Masuklah nak, maaf kalau rumah ibu kurang nyaman,” kata Marni menggandeng tangan Ayna dan menuntunnya masuk ke dalam rumahnya."Tidak bu, Ayna merasa nyaman di rumah," jawab Ayna jujur.Rumah Marni sederhana. Namun, terlihat sangat rapi. Bagian depan rumah juga sangat sejuk dengan pohon rambutan, lengkeng, jeruk dan manggaDi dekat teras juga terdapat buah anggur Brazil dan juga berbagai macam bunga yang cantik. Salah satu bunga yang menarik perhatian Ayna adalah bunga wijaya kusuma yang masih kuncup.“Silakan duduk, Nak,” kata Marni mempersilakan Ayna duduk di sofa sederhana di ruang tamu.“Terima kasih, Ma,” kata Ayna merasa nyaman dengan perhatian yang diberikan Marni padanya."Baiklah nak, tunggu sebentar ... ibu, biarkan aku membuatkanmu minum dulu."Marni beranjak dari tempatnya meninggalkan kamar menuju dapur. David yang baru masuk ke dalam rumah duduk di sofa tepat di depan Ayna. Sementara Riko membawa ransel David ke kamar."Terkejut, mengapa rumah ibu begitu kecil?" tanya David saat melihat Ayna yang sedang melihat ke setiap sudut ruangan."Sederhana, tapi aku suka, rumah ini sangat nyaman," jawab Ayna jujur. Ayna tersenyum menatap David.“Syukurlah, kalau nanti orang tuamu tidak menerimaku, kamu akan nyaman tinggal di rumah ini bersama ibuku,” kata David."Tentu saja, ibumu baik, aku menyukainya, aku sangat nyaman dengannya," jawab Ayna menatap David sambil tersenyum.Tak lama kemudian, Marni kembali ke kamar dengan nampan berisi 4 cangkir teh hangat.“Silahkan diminum, maaf ini hanya teh hangat” kata Marni sambil meletakkan cangkir di atas meja di depan Ayna.“Terimakasih bu, ini saja sudah lebih dari cukup” jawab Ayna dengan senyum sopan.“Kamu baik sekali Ay, sama sekali berbeda dengan ibumu,” kata David bermonolog dalam hati.David menatap gadis di depannya. Ada rasa bersalah jika memanfaatkan Ayna untuk membalas perbuatan Dara. Namun, David tidak punya pilihan lain.“Vid,” panggil Marni untuk membangunkan sang anak."Iya ma'am," jawab David sambil mengangkat wajahnya untuk melihat ibunya."Apa yang kamu lakukan, Nak? Sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Marni dengan tatapan bertanya."Ada yang mengganggu pikiran David, Ma," jawab David sambil melirik Ayna.“Kalau tidak keberatan, ibu siap menjadi pendengar,” kata Marni serius."Terima kasih, Bu," kata David sambil tersenyum pada ibunya."Sama nak," jawab Marni sambil mengelus kepala David."Bu, ke dapur dulu, ibu belum masak untuk makan siang," Marni berpamitan dan David mengangguk."Bisakah Ay membantu ibu?" tanya Ayna menatap Marni penuh harap.“Jangan khawatir nak, ibu tidak mau menyusahkanmu,” jawab Marni."Tidak Bu, sama sekali tidak!" jawab Ayna mencoba membujuk Marni.Ayna tidak suka Marni jika membiarkan Marni memasak sendiri. Sementara dia malah bersantai di kamar. Meskipun dia memang tamu."Ya, jika kamu memaksanya, ibu tidak bisa menolak!" kata Marni tegas."Terima kasih bu," kata Ayna dengan senyum manisnya. Marni hanya mengangguk dan tersenyum menanggapi perkataan Ayna.Ayna mengikuti langkah kaki Marni menuju dapur. Sedangkan David menatap kepergian dan ibunya hingga tak terlihat lagi.David terdiam dengan tatapan kosong. David teringat pertama kali gundik ayahnya datang ke rumah dan membuat ibunya menangis histeris.Kala itu, empat belas tahun yang lalu.Masih tersimpan kuat dalam benak David, semua peristiwa yang terjadi dua puluh tahun yang lalu. Waktu itu, David masih berusia 7 tahun. Saat itu menyaksikan ibu dan ayahnya bertengkar. Anak itu bisa melihat betapa teganya sang ayah menyakiti ibunya hanya demi wanita pezinanya."Kamu...kamu perempuan tidak punya harga diri," kata sang ibu penuh emosi. Matanya menatap tajam pada wanita selingkuhan ayahnya. Namun, wanita itu justru tersenyum merendahkan pada ibunya."Kamu seharusnya tidak pernah mengatakan bahwa Dara tidak memiliki harga diri!" Ayah David membentak ibunya.Hanum menyipitkan mata ke arah suaminya. Hatinya begitu hancur, dadanya berdenyut sakit ketika suaminya membela perselingkuhannya lebih dari dirinya yang merupakan istri sahnya.Dara semakin merasa di atas langit saat Adijaya membelanya. Dara melangkah ke depan Hanum dan tersenyum penuh kemenangan."Kamu harusnya tahu kenapa Mas Adi selingkuh?!" Kata Dara mengangkat salah satu bibirnya."Apa maksudmu?" tanya Hanum lagi pada Dara."Karena kamu tidak tahu! Baiklah, aku akan memberitahumu!" kata Dara dengan angkuh."Kamu harus sadar diri. Kamu selalu mengabaikan Mas Adi dan lebih peduli pada anakmu!" kata Dara menatap Hanum yang terdiam mencerna perkataannya."Kamu jangan bohong! Meskipun aku mengutamakan anakku, aku tidak pernah mengabaikan Mas Adi! Dengar! jangan menutupi kebusukanmu dengan alasan lain seperti kamu tidak bersalah!" Hanum tidak terima."Siapa yang punya alasan? Itu yang Mas Adi bilang ke saya!" kata Dara, "sebagai sekretarisnya dan selalu mendengarkan semua keluh kesahnya... Tentu saya selalu menghibur Mas Adi sampai Mas Adi merasa nyaman dengan saya," lanjut Dara tak mau disalahkan.Hanum menggeleng tak percaya saat mendengar apa yang dikatakan Dara padanya."Benarkah yang dikatakannya, Mas?" tanya Hanum menatap Adijaya yang terdiam."Aku mengatakan semua itu pada Dara karena aku tidak mencintaimu lagi! Aku mencintai Dara! Dan hati ini sepenuhnya untuknya! Bukan kamu lagi! Bahkan anak kita pun tidak!" jawab Adijaya.Hanum terisak mendengar jawaban suaminya. Tubuh Hanum merosot ke lantai dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir di wajah cantiknya."Vid!" panggil Ayna saat melihat David terdiam menatap kosong. Entah apa yang ada dalam pikiran David saat ini, Ayna pun tidak tahu.Beberapa kali Ayna memanggil David. Namun, David sama sekali tidak merespon panggilannya. "Hallo, Vid!" panggilnya lagi dengan menjentikan jari tangannya di depan wajah David."I ... iya, Ay," jawab David tersadar dari lamunannya.Ayna tersenyum menatap wajah tampan yang terlihat salah tingkah saat Ayna memperhatikannya. David mengangkat wajahnya menatap Ayna. David semakin salah tingkah saat tatapan mereka bertemu untuk beberapa saat.Senyum manis yang terbit dengan sempurna dibibir indah Ayna. Membuat jantung David berdetak tidak menentu. Ada desiran aneh yang menjalar keseluruh tubuhnya, yang David sendiri tidak mengerti rasa apa itu."Kamu dipanggil ibu dari tadi, Vid," kata Ayna dengan lembut."O iya?" tanya David karena dari tadi dia tidak mendengar suara seseorang memanggilnya. "Iya, ibu memanggil kamu dari tadi untuk makan siang," jawab Ayna."M
"Dari mana kamu?" tanya Dara saat melihat putri semata wayangnya masuk ke rumah.Ayna membuang nafas berat sebelum menjawab pertanyaan sang mama. "Bukan urusan mama," jawab Ayna menoleh ke arah sang mama.Wajah Dara semakin memerah penuh amarah saat mendengar jawaban sang anak yang semakin berani melawannya. "Maksud kamu apa? Hah!" tanya Dara dengan nada meninggi."Apa ada gang salah dengan perkataan Ay? bukankah selama ini mama tidak pernah peduli dengan Ayna! Lalu mengapa sekarang mama tiba - tiba perhatian?'' tanya Ayna tanpa rasa takut.Dara terdiam, jujur apa yangAyna katakan memang benar adanya. Meskipun Dara tahu jika dia memang salah. Namun, Dara tidak suka Agna melawannya."Mulai berani kamu sama mama, ya! Ini pasti karena pria miskin itu!" kata Dara tidak terima hingga menyalahkan David."Ma, ini semua tidak ada hububgannya sama David. Ayna seperti jni karena Ay capek! Ay capek karena mama selalu mengengkang Ay," balas Ayna."Itu semua mama lakukan demi kebaikan kamu, Ay!" be
Di sisi lain, Ayna masih betah berada di dalam kamarnya. Ayna sama sekali tidak ingin keluar. Ayna malas bertemu dengan sang mama untuk menghilangkan penat, Ayna membaca novel disebuah aplikasi baca online. Jari lentik Ayna begitu lincah mencari novel kesayangannya. Ayna tersenyum saat menemukan novel yang dia suka. ' *Selir kesayangan suamiku karya Secilia Abigail Hariono'* ada juga *'Dewa Dewi Kerajaan Sanggabumi karya Afifah maulida'* tak lupa *'Kamila Cinta yang Hilang karya Nasreen Lim'* Tiga novel itu selalu menemani hari - hari Ayna.Saat Ayna sedang asyik membaca novel, Dara memanggilnya dari balik pintu. Ayna berdecak kesal saat mendengar suara mamanya. Dengan malas Ayna berjalan menuju pintu dan membukanya. "Kamu ngapain saja? Dari tadi mama panggil Kamu kenapa gak jawab? Apa kamu suka kalau mama marah - marah terus sama kamu?" tanya Dara merasa kesal pada sang anak.Ayna hanya diam saat mendengar mamanya memgomel. Ayna tidak peduli, toh sudah setiap hari dia selalu menden
"Kamu, ngapain kamu kesini?" tanya Dara saat melihat David berdiri di depan pintu. Dara menatap tidak suka pada David.David terdiam sejenak sebelum dia menjawab pertanyaan Dara. David menatap penuh kebencian pada wanita yang sudah menghancurkan keluarga kecilnya.Rasa benci membuncah dihati David. Namun, David berusaha bersikap sewajarnya. David tidak ingin Dara semakin membencinya dan menjauhkannya dari Ayna. "Maaf, tan, apa Ayna ada?" tanya David dengan begitu sopan."Ayna tidak ada di rumah. Ayna pergi dengan pacarnya," jawab Dara berbohong."Ooo, terima kasih, Tan, kalau gitu ... saya pulang," pamit David ingin mencium tangan Dara sebelum dia meninggalkan rumah itu. Namun, Dara segera menepis tangan David, hingga membuat David mengurungkqn niatnya. David tersenyum saat Dara melipat tangannya di depan dada. Dara menatap tidak suka saat David tersenyum menatapnya. David membalikan tubuhnya melangkah meninggalkan rumah itu. Namun, saat David akan naik keatas motornya. Ayna berter
Tubuh Ayna membeku, hingga tidak sanggup berkata - kata. Ayna tidak percaya jika seseorang yang sudah begitu lama meninggalkannya kini kembali lagi di hadapannya. "Iya Nak, kamu masih ingat ayah, bukan?" tanya pria yang menyebut dirinya ayah Ayna.Ayna menggeleng, Ayna tidak percaya jika dirinya akan kembali bertemu dengan sang ayah setelah puluhan tahun sang ayah meninggalkannya. "Aku tidak punya ayah!" ucap Ayna dengan lantang."Nak," ucap ayah Ayna berusaha membujuk sang anak."Apa? kamu? kamu bukan ayahku! kalau kamu ayahku ... kamu tidak akan pernah meningalkan aku!" kata Ayna dengan tubuh bergetar."Ayah bisa jelaskan padamu alasan ayah meninggalkan kamu, Nak!" balas ayah Ayna. "Jika kamu ada waktu, ayah ingin kita bicara dari hati ke hati. Jika kamu sudah siap, kamu bisa tentukan tempatnya, ayah akan menemui kamu," kata ayah Ayna tersenyum penuh kasih pada sang anak."Ayah pamit, ini nomor ponsel ayah, hubungi ayah jika kamu sudah siap bertemu dengan pria tua ini," ucap ayah A
"Bagaimana apa Ayna mau membujuk ibu?" tanya Riko yang sudah tidak sabar mendengar cerita David, padahal David baru saja masuk ke rumah.David diam melihat setiap sudut rumah kemudian menatap Riko. "Ibu dimana?" tanya David masih mencemaskan sang ibu."Ibu ada di kamar," jawab Riko meski dia merasa kesal karena David justru balik bertanya padanya."Apa ibu masih sangat marah?" tanya David lagi. Perasaannya masih belum bisa tenang saat sang ibu belum mengucapkan kata memaafkan padanya."Masih!" jawab Riko dengan tidak bersemangat.David membuang nafas berat saat mendengar jawaban Riko. "Lalu? bagaimana dengan, Ay?" tanya Riko kembali bertanya tentang Ayna."Ay setuju," jawab David membuat Riko tersenyum lega. Meski Riko tidak tahu Ayna akan berhasil meluluhkan hati ibunya atau tidak! Tapi yang Riko tahu sang ibu sangat menyayangi Ayna."Syukurlah, aku berharap Ayna bisa membujuk ibu untuk memaafkan kita," ucap Riko penuh harap.
Pagi telah tiba, langit yang tadinya gelap kini berangsur-angsur mulai terlihat cerah. Matahari mulai merangkak naik menerangi alam semesta. Cahayanya menghangatkan setiap orang yang memulai aktivitas paginya.Pagi ini, meski Mirna kecewa dengan kedua anaknya. Mirna tak mengabaikan tugasnya sebagai seorang ibu. Pagi, setelah salat subuh, Mirna membuatkan sarapan untuk putranya.Selesai membuat sarapan. Mirna pergi ke halaman belakang, menyiram dan membersihkan rumput liar ya
"Takut apa?" tanya Ayna menatap tidak mengerti.David tersenyum, dia merasa gemas pada sang gadis yang tidak juga mengerti apa yang dia katakan."Hais, kamu kok jadi nyebelin sih! Aku serius nanya!" kata Ayna mencebik kesal."Kalau aku tergoda, terus berbuat macam-macan sama kamu, gimana?" tanya David menekan ucapnya.Ayna mengangkat sebelah alisnya sebelum menjawab pertanyaan David. "Nikahi aku!" jawab Ayna dengan entengnya."Kamu yakin?" tanya David lagi."Sangat!" jawab Ayna tanpa ada rasa ragu sedikitpun.David tersenyum sambil menggeleng tidak percaya saat mendengar apa yang Ayna katakan padanya. David tidak menyangka jika Ayna begitu mudah jatuh dalam pelukannya."Kalau yang tergoda Riko?" tanya David sengaja mengerjai Ayna."Hais, apaan sih? kalau Riko aku gak mau lah! Aku sukanya sama kamu!" jawab Ayna mengerucutkan bibirnya. David menahan tawa saat melihat wajah menggemaskan Ayna yang semakin kesal padanya. "Ay.""Hem?" panggil Ayna tanpa menatap David. David memegang dagu
"Sayang, Aa pulang dulu ya, Riko udah balik," pamit David menghampiri Ayna."Iya, A," balas Ayna. David mengusap lembut kepala sang istri dan mencium puncak kepala Ayna dengan penuh cinta sebelum meninggalkan istrinya. "Nis, aku titip Ayna ya," kata David."Iya," balas Nisa. "Kmau gak balik?" tanya Nisa saat David akan melangkah pergi."Balik kok, aku akan tidur di sini," jawab David. Nisa mengangguk mendengar ucapan David.Setelah David pergi, Nisa masuk ke kamar menemani Ayna. "Ay, apa David sudah tahu kalau kamu mengandung anaknya?" tanya Nisa."Sudah," jawab Ayna. "Memangnya kenapa, Nis?" tanya Ayna."Gak apa, semoga kalian selalu bahagia, jangan kabur - kabur lagi, kasihan David," kata Nisa menasehati sahabatnya."Iya," balas Ayna.***"Kamu darimana saja, Nak?" tanya Marni saat melihat kedua anaknya baru pulang."Dari rumah Nisa, Bu," jawab Riko."Siapa Nisa?" tanya Marni."Temen Ayna, Bu," jawab David."Ngapain kamu ke rumah temen Ayna?" tanya Marni."Ayna ada di sana," jawab
"Apaan sih?" tanya Nisa merasa kesal pada sahabatnya. "Emangnya ada apa? aku salah ya ngomongnya?" tanya Adel."Iya," jawab Nisa."Kamu aja yang terlalu sensitif, Nis, siapa tahu beneran Rayhan menemukan cinta sejati, meski bukan kamu kan bisa saja, Lisa mungkin," kata Adel menoleh pada Lisa. Nisa pun terdiam, dia membuang nafas panjang."Kenapaaku selalu pengen marah - marah setiap bertemu dengan Rayhan," kata Nisa memijat pelipisnya. "Kamu terlalu menanggapi Rayhan, karena itu kamu merasa tertekan dan membuat kamu emosi setiap kali bertemu dengannya," kata David."Mungkin, entahlah, aku sendiri tidak faham," balas Nisa."Silahkan," ucap Rayhan meletakkan pesanan mereka di atas meja."Terima kasih," ucap David."Sama - sama," balas Rayhan."Ray, Abang tunggu kamu di ruangan Abang," kata Azlan membuat semua yang berada di meja itu menoleh ke arah pria tampan idaman setiap wanita itu."Tampan sekali, pantas saja Nisa jatuh cinta pada pandangan pertama," ucap Riko tanpa sadar membuat
Tak berselang lama, David dan Ayna keluar dari kamar menghampiri mereka. "Kalian kenapa?" tanya Ayna dengan polosnya."Haish! Kami nungguin kamu sampai lemes, Ay," jawab Adel."Maaf, ibu hamil lagi sensitif banget," kata David."Kok bisa?" tanya Nisa karena selama tinggal dengan dia Ayna tidak pernah aneh - aneh."Gak tahu, istriku takut jika ada wanita yang deketin aku, dia bilang katanya dia tidak menarik lagi, padahal menurut aku, dia lebih memesona saat berbadan dua seperti ini," kata David."Iya sih, kamu lebih cantik sekarang lho, Ay," kata Nisa setuju dengan apa yang David katakan."Kamu jangan bohong deh, Ay," kata Ayna."Gak kok, serius, kamu cantik!" balas Nisa, "dan kamu David, sepertinya kamu jangan deket - deket sama wanita manapun kecuali kita, karena Ayna bisa cemburu kalau kamu deket sama yang lain, meski yang lain tidak cantik tetap saja itu sakit," kata Nisa."Iya, Kalian memang selalu kompak," balas David membuang nafas kasar."Berangkat yuk, sudah laper banget ini,
"Laper," kata Ayna."Tu Nisa suruh beli makanan di cafe Bang Azlan, biar ketemu abang ganteng lagi," kata Adel."Kamu jangan ngomporin deh, Del, kasihan Nisa tahu, dia tu sudah dikejar - kejar sama adiknya dah gitu kamu suruh sama abangnya," sahut Lisa.'Habisnya gimana ya, aku juga lebih setuju kalau Nisa sama abangnya," balas Adel."Tapi bagaimana dengan Rayhan?" tanya Ayna."Maksud kamu apa, Sayang?" tanya David." Maksud Ay, bagaimana kalau Rayhan tudak terima Nisa sama Bang Azlan, pasti urusannya akan semakin rumit, A," jawab Ayna."Biarkan saja, lagipula dia pria yang menyebalkan," sahut Nisa tidak peduli."Kamu tenang saja, Ay, nanti aku akan berusaha menjadi obat buat Rayhan," sahut Lisa."Ah, serius kamu, kamu mau sama Rayhan?" tanya Ayna."Memangnya kenapa? Apa salah jika aku suka sama dia?" tanya Lisa menatap semua orang."Jadi kamu punya rasa gitu sama dia?" tanya Adel tidak percaya. "Entahlah, meski menyebalkan aku sedikit tertarik sama dia, lagian kalian semua sudah pu
Ayna mengerjabkan mata begitu juga dengan David saat mereka mendengar suara dari luar kamar."Sepertinya Nisa, Adel dan Lisa sudah pulang, A," kata Ayna."Sepertinya iya, kayaknya Riko juga ikut ke sini," balas David beranjak dari tempatnya. David dan Ayna keluar dari kamar menuju ke ruangan tempat Nisa dan yang lainnya berada."Yang dijagain sama suami, pules banget tidurnya," kata Adel menggoda Ayna."Apaan sih, Del?" tanya Ayna pura - pura tidak mengerti. "Del, kek nya kamu juga sudah gak sabar ingin nikah, ya?" tanya Lisa."Eh, apaan sih, gak kok!" jawab Adel mengelak."Siapa sih yang mau sama dia?" tanya Nisa, "cewek setengah cowok," lanjut Nisa. "Aku mau kalau Adel juga mau sama aku," sahut Riko. "Ha, apa? aku gak dengar!" tanya David."Aku serius, Vid, jika Adel mau aku gak bakal nolak walau dia minta aku untuk ke rumah orang tuanya sekarang juga," kata Riko tanpa pikir panjang."Kamu serius?" tanya David. "Iya," jawab Riko."Eh, wajah kamu kenapa, Del, kepanasan ya?" tanya
"Ay," gumam David berjalan mendekati sang istri yang masih terlelap. David mengusap puncak kepala Ayna hingga membuat Ayna terganggu dan mengerjabkan mata."Apa sih, Nis?" tanya Ayna belum sadar jika itu adalah sang suami."Apa kamu sedang sakit, Sayang?" tanya David membuat Ayna membuka mata lebar - lebar."Aa, darimana Aa tahu aku tinggal di sini?" tanya Ayna."Nisa yang membawaku ke sini," jawab David jujur."Kamu kenapa pergi dari rumah, Sayang? Kamu tahu tidak Aa sangat mengkhawatirkan kamu!" kata David duduk di samping sang istri."Maaf, Mas, Ay-""Lupakan masa lalu, Ay, kita harus membuka lembaran baru," kata David memotong ucapan Ayna. Ayna terdiam mendengar ucapan sang suami. Dasa bersalah masih memenuhi hatinya. Namun, dia tidak bisa memungkiri dirinya jika ia juga ingin selalu berada di samping suaminya. "Ay, apa kamu tidak rindu sama aku?" tanya David menatap sang istri dengan penuh rindu. "Tentu saja aku sangat merindukan kamu, A," jawab Ayna menatap dalam wajah tampan
"Kamu kenapa, Ray? Sepertinya bahagia sekali?" tanya Azlan saat melihat sang adik senyum - senyum sendiri."Sangat, Bang!" kata Rayhan tersipu saat Azlan menegurnya."Apa yang membuat kamu sebahagia saat ini?" tanya Azlan menatap sang adik. "Macam habis jadian saja!" kata Azlan meledek sang adik."Belum sih, Bang, doain saja semoga cepat jadian," balas Rayhan."Belum jadian, tapi bahagia banget!" kata Azlan."Iya, karena Nisa mau aku panggil, Sayang, jelas aku sangat bahagia," balas Rayhan."Uhuk!" Azlan tersedak salivanya sendiri saat mendengar apa yang Rayhan katakan."Wah, yang sudah mendapat lampu hijau! Semoga saja kalian berjodoh!" kata Raya mendoakan sang anak."Amin, jika memang itu doa mama, insyaallah akan dikabulkan," kata Rayhan menghampiri sang mama dan memeluknya.Azlan hanya diam menanggapi ucapan mamanya. Jujur dia juga mengagumi Nisa meskipun baru pertama kali mereka bertemu."Kok diam saja, abang gak suka ya kalau Rayhan berjodoh sama Nisa?" tanya Rayhan."Gak gitu R
"A, aku rindu," ucap Ayna menatap langit sore dari balkon kamar. Kerinduan yang begitu dalam membuat dada Ayna terasa sesak hingga tanpa ia sadari air mata jatuh membasahi wajah cantiknya."Ay," panggil Nisa mengusap punggung Ayna."Aku rindu, Aa, Nis," kata Ayna menoleh ke arah Nisa."Apa kamu masih mau bertahan atau pulang?" tanya Nisa."Aku masih ingin tinggal di sini," jawab Nisa."Apa aku bilang sama David, dan aku memintanya untuk datang ke sini?" tanya Nisa tidak tega melihat Ayna."Aku malu, Nis," jawab Ayna."Kenapa harus malu? Ay, aku yakin David juga sangat merindukan kamu, karena Adel dan Lisa bilang David selalu mencari kamu usai kuliah," kata Nisa memberitahu Ayna."Turunkan egomu, hilangkan rasa bersalah kamu karena kamu tidak salah! Kamu tidak tahu apa - apa tentang apa yang mama kamu lakukan," kata Nisa mencoba membuat Ayna mengerti dimana posisinya."Jadi aku harus menemui Aa?" tanya Ayna."Tidak! Aku akan minta David untuk datang ke sini," jawab Nisa dengan pasti."
"Kenapa itu kuka kasut sekali? Kayak baju lupa disetrika saja?" kata Adel meledek Nisa."Bukan urusan kamu!" balas Nisa sebenarnya, karena dia sudah kesal dengan Rayhan kali ini dia dibuat kesal lagi oleh Adel yang terus saja menggodanya."Kamu kenapa sih, Nis? Gak ada angin gak ada hujan pengennya marah mulu!" tanya Adel merasa heran pada sahabatnya yang sekarang lebih sensitif. Maaf, aku hanyalagi kesal sama Rayhan, eh kamu malah nambahin," jawab Nisa."Kesel kenapa?" tanya Adel penasaran."Masak iya dia panggil aku, Sayang," jawab Nisa membuat ketiga sahabatnya tertawa."Wih, ada yang bucin ini," kata Adel melirik ke arah Nisa."Tahu! Aneh dan gak jelas! Aku tu mikirnya gimana kalau dia panggil aku Sayang di depan banyak orang?" tanya Nisa, "pasti mereka bakalan ngira kalau aku pacaran sama tu anak," kata Nisa lagi."Buwahahaha, pasti seisi kampus bakalan gempar, banyak yang suka sama kamu, tapi kamu tolak, nah ini baru ketemu sudah pacaran, mereka pasti kecewa," kata Adel menebak