Karena Angga habis jatuh sakit dari penyakit yang mengerikannya, maka mau tidak mau Haira menuruti semua keinginan anaknya hari ini. Keinginan Angga adalah setelah dari rumah sakit, dia ingin pergi menemui April. Sedangkan Haira dari tadi tidak bicara dengan Angga atau siapapun bukan karena marah. Melainkan dia berpikir bahwa dirinya sangatlah bodoh sampai tidak menyadari bahwa Angga menyukai April, dan perasaan April juga terlihat sama. “Hah, semuanya jadi rumit. Bagaimana aku menjelaskan pada tunangannya?” batin Haira. Dagunya terus dia topang, w;aaupun sebenarnya yang berat adalh kepala. Haira melihat anaknya yang tengah menatap jendela pesawat. Dapat dipastikan tatapan mata itu adalah tatapan rindu. Senyumnya, Haira baru kali ini dapat melihat anaknya tersenyum seperti itu. “Saat Angga masih kecil, senyum itu menandakan bahwa dia sedang menanti hal bahagia. Ternyata seperti itu perasaanmu, Nak,” batinnya lagi. Lalu Haira menatap kepada pria berjanggut di sebelahnya. Dia juga
Akhirnya, kabar baik yang ditunggu datang juga. Perasaan putus asa April yang berpikir bahwa Angga akan meninggalkannya itu telah sirna. Tidak ada yang mati, mereka berkumpul kembali. Walaupun masa sulit masih harus dihadapi setelah ini. “Rumah ini terlihat nyaman, ya. Sayang sekali jika ditinggali oleh Angga sendirian. Semoga suatu saat ada wanita yang mau menemaninya, bersama anak-anak yang tumbuh di rumah megah ini,” celetuk Haira sambil menatap dan mengetuk-ngetuk interior di dalamnya. April memandangnya dengan pilu. Dia tahu kemana arah Haira mengatakannya. Tapi April sudah berjanji, bahwa dia tidak akan serakah. “Ibu—”“April, maukah kamu memasak denganku? Karena Angga ingin makan sesuatu masakan Ibunya tadi. Alangkah baiknya jika kamu emnemani Ibu untuk memasaknya,” pinta Haira. Haira bahkan memotong pembicaraan Angga, sebelum Angga berkata lebih jauh lagi mengenai hal ini. “Dasar, kenapa dia tega sekali?” batin Janu. Sejak Angga masih kecil, janu adalah orang tua yang ti
“Sekretaris, eh maaf! CEO—”“Panggil saja aku seperti biasa. Aku ini hanya sementara duduk disini,” kata Zayn kepada rekan kerja, divisi finance. “Baiklah, Sekretaris Zayn. Benarkah Pak Angga sudah sembuh? Haruskah kami divisi Finance membesuknya?” “Sekretaris Zayn, Divisi IT bilang mereka ingin menjenguk Pak Angga. Apakah Anda bisa mengatur jadwalnya?” “Sekretaris Zayn—”“Apa?! Mau membesuk Pak Angga? Sekretaris sementara adalah April sekarang. Laporan seperti itu harusnya tanyakan saja pada April. April, bagaimana? Sepertinya ada divisi lain lagi yang akan bertanya.”KRIEET! Semua orang yang ada di dalam ruangan CEO itu memutar kepalanya bersamaan, melihat ke arah pria berkacamata kotak dan culun itu.“Eh? Kenapa tiba-tiba aku merasakan energi negatif yang mengintimidasi disini?” batinnya sambil menelan ludahnya sendiri dengan kasar. “Pak Budi ada apa?” tanya Angga dengan tatapan yang hangat. Ya, setidaknya April lebih positif dari semua orang. “I-ini Sekretaris April, saya
Perayaan kedatangan Angga pun dimula! Ini sudah malam, jadi lampu yang menyorot tampak lebih indah untuk dilihat. Selain itu, Orang yang menjadi bintang utama sudah ada disini. Angga datang dengan wajah yang fresh dan setelan pakaian formalnya. Meskipun begitu, Angga memperingati semua karyawannya agar tidak kaku, karena ini tidak sedang bekerja. "Selamat datang kembali, Pak. Mari, masuk ke dalam," tutur Zayn. Angga mengikuti arahan Zayn sambil membenarkan kancing jas hitamnya. Semua wanita dan pria melihat ke pusat bintang tersebut. Angga seperti Manusia manekin yang berjalan. Tampan sekali. Semua orang menyambutnya. Salam demi salam Angga jawab tanpa terlewatkan. Melelahkan, tapi tidak ada yang tidak terkejut melihat perubahan CEO satu ini. Karena dulu, dia adalah CEO yang sedikit angkuh. Mereka pikir, penyakit kanker mengubah kepribadiannya sedikit demi sedikit. Angga naik ke podium yang telah disiapkan. "Semuanya, terima kasih karena telah menunggu saya. Seperti biasa bahwa
Sementara April, di tengah-tengah acara pesta penyambutan Angga, April memilih untuk pulang lebih awal bersama Leo. Karena Camilla yang sedang kritis dinyatakan sudah sembuh dan boleh pulang hari ini. Ya, sejak Camilla sakit, April baru menjenguknya satu kali. Jadi setidaknya dia harus menemuinya satu kali atau lebih, bukan? sebelum rencananya berlanjut. Tapi salahnya April, dia hanya meminta izin kepada Zayn saja. Tanpa memperhitungkan resikonya dari pria tersebut. “Kalau begitu, ayo masuk mobilku,” kata Leo sambil mempersilahkan wanita cantik ini masuk. Namun jahatnya seorang Leo, dia malah memanfaatkan momen ini untuk lebih dekat dengan April. Tidak sepenuhnya untuk menemui istrinya itu. Tapi kali ini, April cukup serius untuk menemui Camilla. Dia menginginkan rencana ini berlanjut. Tiba mereka di Rumah Sakit tempat Camilla dirawat. Mirisnya, belum ada siapa-siapa disana. Wanita dengan rambut lepek itu hanya bisa menatap kosong jendela yang memamerkan keindahan kota. Tatapan pe
Angga sudah menemukan April yang sedang meminum susu stroberi di pinggir jalan. Senyum Angga terangkat naik begitu melihat gadis yang kabur di malam pesta penyambutannya. Tentu saja, Angga pikir bahwa dia harus memberikan hukuman kecil. “Hah, kau akhirnya datang juga rupanya,” kata April lalu naik ke dalam mobil itu. April menatap setiap kursi, takut jika ada Mawar yang berada disana. Namun, semuanya aman.“Kamu mencari apa, sih? Pria tampan yang mencintaimu disini, lho. Duduk dan berpegangan dengan benar, ya. Karena aku akan membawamu dengan kecepatan diatas rata-rata,” ungkapnya. Angga menancap gas kendaraan roda empat itu dengan keras, dan jantung April pun rasanya seperti terbang hampir meninggalkan tubuhnya. Gila! Angga benar-benar kurang ajar, pikir April. “Aish! Aku mau rasanya mau muntah. Kenapa kamu melaju mobil secepat ini? Terlebih kamu baru pulih dari sa-sakitmu. Aku yakin jika ka-kamu itu Monster!” teriak April. Gadis yang tengah mendapatkan hukuman kecil dari Angga i
“Ibu, berhenti bersikap kekanak-kanakan. Apa Ibu ingin membuat April tidak nyaman?” tegas Angga. Angga bahkan menyudahi suapannya itu karena langsung tidak enak jika ada kejadian yang mengganggu seperti ini. Dia bahkan meletakan sendok dan garpunya dengan kasar. Semua mata menatap ke arah mata yang sedang marah itu. “Angga, setelah aku membesarkanmu, apakah sikapmu akan seperti ini padaku?” tegas Haira kepadanya. “Sudahlah, Bu. Angga baru saja keluar dari Rumah Sakit, bukankah ini yang kamu mau? Makan bersama berempat? Keluarga yang harmonis?” ujar Janu. “Angga, lanjutkan makanmu. Jangan membuat keributan di meja makan. Kita harus bersyukur dengan apa kenikmatan makan ini,” sambungnya. April tetap makan dengan pelan. Berusaha mendengarkan pertengkaran karenanya ini yang datang dari telinga kanan, keluar dari telinga kiri. Tapi sangat sulit baginya, untuk tidak merasa tidak nyaman dan sakit hati. “April, bagaimana pekerjaanmu menjadi Sekretaris kemarin? Apa ada kendala?” tanya Hai
“Apakah kamu mencintai anak saya?” tanya Haira. Bengisnya kata, yang membuat hati April terluka. Beberapa kali, gadis yatim piatu itu hanya bisa menghela nafas dengan sabar. Menahan amarahnya agar tidak meledak di tempat yang salah. Tapi rasa sakit hati, sudah jelas terukir di hatinya. “Apakah sulit bagimu untuk menjawabnya ketika saya bertanya langsung seperti ini? Saya ingin sekali mendengar jawaban Anda dengan lantang seperti tadi,” ungkap Haira. Hati ini rasanya seperti tercabik dan hampir meledak karena sakit tak tertahan. Keringat dingin tiba-tiba bercucuran tanpa diundang. Ya, benar kata Haira. April kesulit a untuk menjawabnya ketika ditanya langsung seperti ini. Karena hatinya berlawanan dengan ucapan tadi. “Tidak. Saya tidak mencintainya, sedikitpun.” Pada akhirnya, April menjawab dengan pernyataan yang sama. Walau dua kali, dia sudah berbohong pada mereka, termasuk Angga. “Apa? April, haruskah kamu mengatakannya dengan terang-terangan seperti ini? Aku tahu jika kamu t