Angga sudah menemukan April yang sedang meminum susu stroberi di pinggir jalan. Senyum Angga terangkat naik begitu melihat gadis yang kabur di malam pesta penyambutannya. Tentu saja, Angga pikir bahwa dia harus memberikan hukuman kecil. “Hah, kau akhirnya datang juga rupanya,” kata April lalu naik ke dalam mobil itu. April menatap setiap kursi, takut jika ada Mawar yang berada disana. Namun, semuanya aman.“Kamu mencari apa, sih? Pria tampan yang mencintaimu disini, lho. Duduk dan berpegangan dengan benar, ya. Karena aku akan membawamu dengan kecepatan diatas rata-rata,” ungkapnya. Angga menancap gas kendaraan roda empat itu dengan keras, dan jantung April pun rasanya seperti terbang hampir meninggalkan tubuhnya. Gila! Angga benar-benar kurang ajar, pikir April. “Aish! Aku mau rasanya mau muntah. Kenapa kamu melaju mobil secepat ini? Terlebih kamu baru pulih dari sa-sakitmu. Aku yakin jika ka-kamu itu Monster!” teriak April. Gadis yang tengah mendapatkan hukuman kecil dari Angga i
“Ibu, berhenti bersikap kekanak-kanakan. Apa Ibu ingin membuat April tidak nyaman?” tegas Angga. Angga bahkan menyudahi suapannya itu karena langsung tidak enak jika ada kejadian yang mengganggu seperti ini. Dia bahkan meletakan sendok dan garpunya dengan kasar. Semua mata menatap ke arah mata yang sedang marah itu. “Angga, setelah aku membesarkanmu, apakah sikapmu akan seperti ini padaku?” tegas Haira kepadanya. “Sudahlah, Bu. Angga baru saja keluar dari Rumah Sakit, bukankah ini yang kamu mau? Makan bersama berempat? Keluarga yang harmonis?” ujar Janu. “Angga, lanjutkan makanmu. Jangan membuat keributan di meja makan. Kita harus bersyukur dengan apa kenikmatan makan ini,” sambungnya. April tetap makan dengan pelan. Berusaha mendengarkan pertengkaran karenanya ini yang datang dari telinga kanan, keluar dari telinga kiri. Tapi sangat sulit baginya, untuk tidak merasa tidak nyaman dan sakit hati. “April, bagaimana pekerjaanmu menjadi Sekretaris kemarin? Apa ada kendala?” tanya Hai
“Apakah kamu mencintai anak saya?” tanya Haira. Bengisnya kata, yang membuat hati April terluka. Beberapa kali, gadis yatim piatu itu hanya bisa menghela nafas dengan sabar. Menahan amarahnya agar tidak meledak di tempat yang salah. Tapi rasa sakit hati, sudah jelas terukir di hatinya. “Apakah sulit bagimu untuk menjawabnya ketika saya bertanya langsung seperti ini? Saya ingin sekali mendengar jawaban Anda dengan lantang seperti tadi,” ungkap Haira. Hati ini rasanya seperti tercabik dan hampir meledak karena sakit tak tertahan. Keringat dingin tiba-tiba bercucuran tanpa diundang. Ya, benar kata Haira. April kesulit a untuk menjawabnya ketika ditanya langsung seperti ini. Karena hatinya berlawanan dengan ucapan tadi. “Tidak. Saya tidak mencintainya, sedikitpun.” Pada akhirnya, April menjawab dengan pernyataan yang sama. Walau dua kali, dia sudah berbohong pada mereka, termasuk Angga. “Apa? April, haruskah kamu mengatakannya dengan terang-terangan seperti ini? Aku tahu jika kamu t
Bunga yang layu, kini mekar kembali. Sayap yang patah, kini lebih baik dan dapat mengepakan sayapnya lagi. Lalu keraguan Ratu, kini mulai sedikit menunduk seperti padi. Semua pertanyaan dan keraguan Angga beserta keluarganya hilang terhadap April. Cekcok seperti ini sebenarnya sering terjadi, pada anak yatim yang tidak tahu asalnya bagaimana dan dimana. Namun akhirnya mereka dapat mengerti April, walau tak sedalam sampai mengetahui luka-lukanya. Sudah lebih dari satu bulan keluarga Angga mengenal April. April juga sedikit terbuka tentang masa kecilnya bersama sang orang. Lalu hubungan April dan Angga, mulai membaik, akibat kejujuran perasaan April padanya. “Sayang, apakah kamu sudah siap? Kita akan bertemu disana, ya. Tunggu kami.” Sebuah pesan hangat dari sang kekasih. April tersenyum saat membalasnya. Dia masih tidak menyangka, jika keluarga paling sukses di Negara ini, dapat menerima orang biasa sepertinya. Walaupun belum menjadi bagian keluarganya secara sah, tapi jika April
Selang beberapa minggu, Haira dan Janu mengundang keluarga Mawar ke rumahnya untuk makan malam. “Bu, keluarga Nona Mawar sudah tiba di depan rumah,” kata seorang ART di rumahnya. “Apakah hidangan favorit mereka sudah siap?” tanya Haira. “Sudah, Bu. Semuanya masih panas dan ada di meja makan.” “Baiklah, biarkan mereka masuk, Bi,” perintahnya. Mereka segera masuk pada kediaman Endaru yang mewah. Seperti biasa, penampilan Teni selalu mewah dan bersinar dengan warna yang tidak pernah elegan melekat di tubuhnya. Riasan yang tebal dan buruk, tidak pernah padam. Kemudian Johan—Ayah Mawar, yang selalu datang tanpa basa basi membahas bisnis, dan memamerkan pencapaiannya berkat keluarga Endaru. Tapi dia tidak pernah menyadarinya, dan malah berbangga diri. Terakhir, Mawar—Tunangan Angga. Dia selalu datang dengan pakaian yang menunjukkan belah dadanya. Pakaiannya memang tidak seheboh Ibunya, tapi tetap saja. Mawar selalu berpenampilan seksi demi menggoda Angga yang tidak pernah tergoda den
“Ah, begitu, ya. Mawar, saya mengerti dengan perasaanmu kepada anak saya. Tapi cinta sepihak malah kana menimbulkan keamanan atau bahkan pertengkaran kedepannya,” ungkap Haira. Mawar mengerti dengan yang dikatakan oleh Haira. Perkara Angga yang tidak pernah mencintai Mawar sejak dulu. Tapi tak pernah Mawar sangka, jika Haira tahu tentang hal ini. Namun Mawar akan berpura-pura tidak mengerti. “Ah, Tante. Maksudnya apa, ya?” katanya sambill menyelipkan rambut ke belakang telinga. “Ada apa Haira? Kami tidak mengerti dengan apa yang Anda katakan,” seru Teni. Ya, Teni tidak tahu apa-apa. Jadi dia benar-benar bingung dengan yang dikatakan Haira. Siapa yang bertepuk sebelah tangan? Anaknya atau anak Haira. Teni selalu mengetahui dari Mawar, bahwa hubungan anaknya itu berjalan baik. “Perjodohan enam tahun yang lalu, terjadi karena Anda,” katanya sambill menunjuk Johan. “Menginginkan bantuan dari kami, agar usahamu tidak bangkrut. Walaupun beberapa kali kami menolaknya, Anda tetap berpega
Ada hitungan waktu yang ditunggu dapat dihitung dengan jari. Salah satu keinginan April yang terpendam di hatinya sendiri adalah, bisa diterima baik oleh keluarga. Ya, setidaknya, dia tidak perlu khawatir tentang satu hal ini. Setidaknya, dia memiliki orang dewasa yang menariknya dalam kesedihan yang akan datang. Seperti mendiang orang tuanya. Tapi, detik ini, April dikejutkan dengan sesuatu. Sebuah pengkhianatan di kehidupan keduanya. Di kehidupan setelah keinginan untuk mati, pengkhianat itu masih ada, ternyata. April memegang layar ponselnya tanpa bergeming. Lututnya lemas, tangannya juga tak sengaja menjatuhkan layar ponsel itu. Bagaimana tidak, jika April yang senang dengan kewarasannya sedikit kembali, kini harus benar-benar gila karena kepercayaannya direnggut kembali. “Padahal hanya mereka satu-satunya harapanku. Ah, seharusnya aku tidak senang dulu saat mereka menerimaku dengan mudah. Aku ini, kan, hanya sebatas anak yatim piatu yang tidak bisa dibanggakan. Mereka adalah p
Berita tersebut tersebar lebih cepat, bagaikan api yang tak sengaja melahap sebuah pegunungan. Ketika waktu istirahat tiba, semua pandangan orang-orang tertunduk takut. Walaupun begitu, mereka saling berbisik. “Ada apa dengan pandangan mereka akhir-akhir ini? Apakah aku terlihat menakutkan? Padahal aku sudah bersikap sedikit lebih lembut,” kata CEO itu kepada Sekretaris Zayn. Zayn langsung meminta Angga untuk mengikutinya ke kantor pusat. Dan disanalah, Zayn menunjukan sebuah berita yang tersebar dalam hitungan menit. Angga yang yang terkejut itu langsung berlari tanpa memberitahu Zayn kemana dia akan pergi. Tapi tentu saja, pikiran Angga sekarang adalah wanita yang tengah terluka, dan sedang mengasingkan diri dari dirinya. “April, jangan-jangan dia sudah tahu tentang ini?” batinnya. Angga berdiri dengan nafas terengah-engah di tengah karyawan kantor yang tengah menyantap makan siangnya dengan rasa yang hambar. Semua orang diam, padahal tadi sedang banyak bicara terkait gosip ini