Ada hitungan waktu yang ditunggu dapat dihitung dengan jari. Salah satu keinginan April yang terpendam di hatinya sendiri adalah, bisa diterima baik oleh keluarga. Ya, setidaknya, dia tidak perlu khawatir tentang satu hal ini. Setidaknya, dia memiliki orang dewasa yang menariknya dalam kesedihan yang akan datang. Seperti mendiang orang tuanya. Tapi, detik ini, April dikejutkan dengan sesuatu. Sebuah pengkhianatan di kehidupan keduanya. Di kehidupan setelah keinginan untuk mati, pengkhianat itu masih ada, ternyata. April memegang layar ponselnya tanpa bergeming. Lututnya lemas, tangannya juga tak sengaja menjatuhkan layar ponsel itu. Bagaimana tidak, jika April yang senang dengan kewarasannya sedikit kembali, kini harus benar-benar gila karena kepercayaannya direnggut kembali. “Padahal hanya mereka satu-satunya harapanku. Ah, seharusnya aku tidak senang dulu saat mereka menerimaku dengan mudah. Aku ini, kan, hanya sebatas anak yatim piatu yang tidak bisa dibanggakan. Mereka adalah p
Berita tersebut tersebar lebih cepat, bagaikan api yang tak sengaja melahap sebuah pegunungan. Ketika waktu istirahat tiba, semua pandangan orang-orang tertunduk takut. Walaupun begitu, mereka saling berbisik. “Ada apa dengan pandangan mereka akhir-akhir ini? Apakah aku terlihat menakutkan? Padahal aku sudah bersikap sedikit lebih lembut,” kata CEO itu kepada Sekretaris Zayn. Zayn langsung meminta Angga untuk mengikutinya ke kantor pusat. Dan disanalah, Zayn menunjukan sebuah berita yang tersebar dalam hitungan menit. Angga yang yang terkejut itu langsung berlari tanpa memberitahu Zayn kemana dia akan pergi. Tapi tentu saja, pikiran Angga sekarang adalah wanita yang tengah terluka, dan sedang mengasingkan diri dari dirinya. “April, jangan-jangan dia sudah tahu tentang ini?” batinnya. Angga berdiri dengan nafas terengah-engah di tengah karyawan kantor yang tengah menyantap makan siangnya dengan rasa yang hambar. Semua orang diam, padahal tadi sedang banyak bicara terkait gosip ini
“Kau tahu dengan yang kau lakukan padaku, kan, Angga?” kata gadis yang memilukan itu. Angga memahami perasaan April sekarang. Kecewa, terluka bahkan bisa saja April enggan memaafkannya. Namun entah kenapa, Angga sulit mengatakan yang sebenarnya. Karena dia juga tidak bisa mencerna baik-baik kasus ini. “Sudah kuduga, dia tidak akan menjawabnya. Aku … Aku seharusnya tidak berharap lebih pada pria yang telah mengkhianatiku seperti ini. Aku muak! Muak sekali dengan orang yang berusaha mendekatiku dan malah berperilaku seenaknya seperti ini!” batin April. April berlari lebih jauh. Punggungnya bahkan mengecil dan hampir hilang, tapi pria sejati itu tidak berusaha mengejarnya. Angga merasa tidak pantas untuknya, seketika. Sedangkan April terus berlari ditengah malam yang hujan nan dingin. Suara hujan bahkan tidak mampu menyamarkan suara Angga. Namun karena Angga tidak berteriak atau bahkan mengejarnya, April sudah bulat, dengan perasaan akhirnya. Gadis yang kelelahan itu melepas sepatu
Seketika April terdiam karena mulai mengerti situasi ini. Meskipun perasaannya ingin menolak bahwa ini tidak seperti yang dia pikirkan, tapi perasaan seolah-olah sulit untuk bekerja sama. “Maafkan Ibu, Nak. Kami yang melakukan itu semua. Rumormu dengan teman kecilmu itu kamilah yang melakukannya,” ungkapnya. Siapa yang tidak hancur, ketika keluarga laki-laki yang telah melakukan kejahatan ini. Seberapa besar, seberapa luas, April harus bersabar. Seberapa banyak pertanyaannya harus melayang di udara, tentang kenapa sesulit ini mendapat cinta yang damai? April memilikinya sejak dulu. “Apa?! Bu, kenapa Anda tega melakukan ini kepadaku?! Apa Ibu sadar bukan hanya aku yang merasa kecewa padamu?!” teriaknya. Urat nadi yang timbul itu tampak menakutkan. Seperti ada yang akan keluar dari leher dan pelipisnya. Haira menghampiri sang putra, berusaha meraih tangan anaknya. Namun Angga langsung menepisnya dengan kasar. “Kau salah, Bu! Aku bukanlah anak-anak yang akan mengangguk terus menerus
Tadinya, April harus menginap di rumah orang tua Angga. Tapi untuk melihat mereka dari dekat dengan sikap seperti itu, membuat April sedikit muak. Rasanya, permainan yang merugikan April ini tidak pernah berakhir. April pun memilih pulang ke rumahnya, bersama Angga. Menyembunyikan rasa sakit hatinya, dengan memikirkan perbuatan Tomi yang membuatnya geram. “April, aku ingin ke rumahmu dulu,” pinta Angga. April tersenyum sebagai balasannya. Tak ada lagi tenaga untuk melarang pria ini. April mempersilakan Angga masuk sesuka hati untuk hari ini. “Kenapa keberadaan manusia selalu membuatku lelah?” kata April di dalam hatinya. Begitu April tiba di rumahnya, dia langsung pergi ke ruang bawah tanah. Semua ide gilanya sudah hampir meledak, dan keinginan April untuk merealisasikan semuanya sangat besar. April berpikir dua kali, untuk tidak marah atau kecewa pada kejadian kecil ini. Walaupun tadi, April terbawa suasana. “Apakah ada yang perlu aku bantu?” kata Angga. April tidak menjawabn
Angga yang merupakan racun bagi April. Begitupun April yang menganggap Angga racun. Cinta itu bodoh. Jika itu racun, orang yang sedang jatuh cinta akan meneguk beberapa kali. Mereka adalah pasangan yang serasi jika dilihat dari segi penampilan dan pengetahuan. Tapi terlalu banyak yang bertolak belakang untuk menjadi alasan hubungan ini dipertahankan. Apalagi April, sudah menyadari dari awal bahwa hubungan mereka tidak akan baik. Namun Angga adalah orang yang keukeuh. Dia tidak akan menyerah walaupun racun sang gadis akan membunuhnya beberapa kali. “Begitulah. Aku sudah menjelaskan panjang lebar. Kamu juga sudah menandatanganinya walaupun dengan tatapan seperti itu. Kamu pasti sudah menganggap aku gila, tapi aku adalah pria yang akan melakukan banyak cara untuk membuatmu tidak jauh dariku.”Angga sedang membicarakan posisi April yang akan menjadi Sekretarisnya mulai besok. Smeentara Zayn, dipindahkan ke posisi yang tak kalah eontig lainnya. April duduk dengan kasar. Matanya sudah te
Sesuatu yang harus terjadi tetap terjadi. Tapi hal yang membahagiakan untuk Angga adalah ketika para wartawan dipaksa pulang oleh bodyguardnya yang sangat seram. Mereka, kini bisa tenang untuk meeting bersama klia dari luar negeri. Angga presentasi dengan baik, dan suara tepuk tangan dari berbagai penjuru juga memeriahkan ruangan ini. Setelah semuanya selesai, April berada pada tahap pekerjaan yang selanjutnya. Yaitu, memilih tempat makan siang bersama Angga dan klien dari luar negeri itu. “Pak, saya sudah membooking tempatnya. Kita bisa langsung berangkat saja,” kata April kepada Angga. Angga mengangguk sambil tersenyum yang penuh arti. April tahu dengan senyum seperti itu. Tangan April mengerat di samping sakunya, menahan untuk tidak menampar pria yang membuatnya kesal dengan senyuman itu. Pertemuan mereka diakhiri dengan makan siang itu. Semuanya berjalan lancar. Ada ras abangga dari pria itu kepada April. “Terima kasih, ya. Kamu sudah bekerja keras. Aku sudah menilai bahwa ka
Sungguh tak terduga. Angga memeluk tubuh April di tempat yang sedang sepi itu. Mereka saling menyautkan rasa cintanya. Walaupun hanya April yang bingung dengan situasi seperti ini. Tapi Aperil tak bisa menolaknya karena hal ini juga bagian dari yang dirindukan. Sementara Angga cukup kesal dengan interaksi April Leo. Hal ini menjadi pelampiasan untuk Angga, selebihnya. April mendorong tubuh Angga. “ Cukup, cukup! Ada apa denganmu hari ini? Kau terlihat kasar sekali padaku.” Deru nafas terdengar menggema dan merdu. Menghiasi tempat yang hanya terdapat mereka berdua. Rasanya, lebih megah dna romantis karena Angga tidak memikirkan resikonya. “Tidak ada,’ jawabnya. Menggelengkan kepalanya. “Eh? Be-begitu, ya. Kalau begitu, ayo! Kita masih ada banyak pekerjaan,” ajaknya. ***Disamping itu, Victoria Mahisa—Artis papan atas. Yang sejak berumur tujuh tahun sudah berkarir di dunia entertainment. Kini, sedang mendapat banyak pertanyaan dari Manajer bahkan asisten make up nya. “Ria, kamu b