Nama Keynan membuat Aldo sangat penasaran bahkan sampai tidak bisa tidur semalaman. Dia terus duduk dan bermain ponsel sampai pagi tiba. Terasa pegal, Aldo berdiri dari tempatnya kemudian menuju ke toilet untuk mencuci muka.Lima menit kemudian, Vanesa bangun dari tidurnya. Pelan-pelan dia mengerjapkan matanya melihat sekeliling ruangan. Lalu, muncullah Aldo dari toilet dengan menyapanya."Kamu sudah sadar, aku sangat khawatir sekali,"ucap Aldo, dia berjalan menghampiri Vanesa.Vanesa memalingkan wajahnya yang terlihat cemberut. Aldo tersenyum gemas. Dia mendekat dan mencium dahi Vanesa. "Beginikah caramu berterima kasih padaku? Hem?""Nggak ada cium-ciuman! Kamu sangat menyebalkan!" seru Vanesa dengan mendorong pelan wajah Aldo.Sikap itu membuat Aldo semakin gemas."Maaf, handphoneku mati karena kehabisan baterai. Kamu ada masalah apa, tumben banget minum alkohol? Nggak ingat dengan asam lambung," ucapnya penuh perhatian."Biarin, aku hanya sedang suntuk dan bosan saja kok!""Bosan?
Aldo jatuh tersungkur, hal itu membuat Vanesa panik. Dia reflek turun dari ranjang tanpa memperhatikan infus yang tertanam di tangan. "Keynan, stop hentikan! Jangan kamu pukul, Aldo," teriaknya keras. Darah segar mengalir dari pergelangan tangannya.Vanesa panik dengan mendorong mundur Keynan. "Apa kamu sudah gila sehingga membuat keributan di sini?""Jadi kamu lebih membelanya daripada aku?" sahut Keynan keras.Vanesa membantu Aldo berdiri. "Bukankah sudah terlihat sangat jelas. Kalau aku nggak membelanya, maka harus membela siapa lagi? Apakah aku harus membelamu? Setelah hal buruk yang kamu lakukan padaku. Kamu harus ingat kesalahanmu, Keynan. Karena, sampai kapanpun aku nggak akan pernah lupa.""Tapi aku masih sayang padamu, Vanesa. Aku ingin kita kembali, aku ingin minta maaf dan menebus semua kesalahanku. Aku mohon, Nes. Maafkan aku!" ucap Keynan terus memohon.Aldo merasa muak dengan semua ucapan Keynan. Emosinya semakin terpancing."Apakah telingamu tuli sehingga nggak mendengar
Selang sehari, Vanesa sudah ke luar dari rumah sakit. Dia sudah beraktivitas kembali seperti biasanya. Semua pelanggan yang menginginkan jasanya harus diseleksi ketat oleh Aldo.Dalam sebuah kamar, Vanesa sedang memijat seorang lelaki. Dia mengurut tangan dan juga kaki orang tersebut. Sentuhan lembut Vanesa mampu menaikkan hasrat lelaki itu. "Jaga tangan nakalmu baik-baik, Tuan!" seru Vanesa saat tangan lelaki itu ingin menyentuh dadanya."Kenapa cantik? Aku menyukaimu, temanilah aku malam ini maka bayaranmu akan kuberi 3x lipat," sahut lelaki tersebut.Vanesa menatap mata lelaki yang ada di depannya itu. "Kamu termasuk pelanggan lamaku, pasti kamu tahu peraturan yang kubuat."Tatapan mata Vanesa membuat orang itu semakin berani. Dia menarik kedua tangan Vanesa lalu membalikkan posisinya. "Persetan dengan peraturan, aku hanya menginginkan dirimu, Vanesa! Ayo, jadilah kekasihku! Maka hidupmu akan bergelimang harta," ucap orang itu penuh gairah."Maaf, tapi aku nggak bisa! Lepaskan, ta
Mata Keynan melotot mendengar seruan Vanesa. Dia langsung mendorong tubuh Vanesa sambil menutup mulutnya dengan tangan. Dalam suara telepon istri Keynan bertanya pada suara tersebut. [Sayang, suara siapa itu tadi? Kamu ada di mana? Naik, siapa yang naik?]Vanesa menahan tawanya, dia merasa puas bisa membuat Keynan ketakutan. Di dalam telepon, istri Keynan terus bertanya hingga membuat lelaki itu kebingungan."Sayang, kamu salah dengar. Sekarang aku berada di rumah. Ini aku masih lembur karena besok ada meeting dengan klien,"ucap Keynan berbohong pada istrinya.Vanesa semakin berani mengerjai mantan kekasihnya. Dia terus menggoda pertahanan Keynan dengan menggerayangi pelan punggungnya. "Vanesa, aku mohon jangan lakukan itu," bisik Keynan pelan. "Kenapa? bukankah ini yang kamu inginkan?" balas Vanesa, dia menatap Keynan dengan berapi-api. Lalu dengan satu tarikan Vanesa merebut handphone Keynan. "Maaf, tapi Keynan sedang sibuk. Jadi jangan ganggu waktu kami ya," ucap Vanesa pada ist
Biarkan aku menghajar bajingan ini, Nes!" seru Aldo penuh emosi."Sikap kalian sangat memalukan, apa yang kalian perebutkan, ha?" Vanesa meneriaki Aldo dan juga Keynan.Keynan menjawab ucapan Vanesa, "Dia yang memulainya, Nes. Aku hanya berdiri di sini menunggumu. Tapi, dengan sengaja dia datang untuk menghajarku.""Diam kamu, brengsek! Beraninya menjelekkanku di depan Vanesa," sahut ALdo tak kalah sengit.Vanesa merasa frustasi dengan sikap Aldo dan juga Keynan. "Ahhh ... terserah pada kalian saja. Kepalaku sangat pusing mendengar ocehan kalian berdua.""Vanesa berhenti! Kamu mau pergi ke mana?" teriak Aldo, dia panik melihat wajah kesal Vanesa.Sepanjang jalan Vanesa menggerutu sendiri. "Apa-apaan mereka berdua? Berkelahi seperti anak kecil. Kenapa kedatangan Keynan justru membuat masalah untukku?""Vanesa tunggu! Kamu mau ke mana?" teriak Aldo mengejar Vanesa. "behenti kataku!""Apa lagi? Kepalaku sangat pusing melihat amarahmu akhir-akhir ini, Aldo. Biarkan aku sendiri dulu, ok,"
"Keynan, apa yang ingin kamu lakukan?" desah Vanesa dalam pelukan Keynan. Keynan terus menautkan bibirnya dan tak memberi ruang bernapas untuk Vanesa. Dia membuka pintu kamar kemudian masuk ke dalam. Keynan menuju ranjang untuk merebahkan tubuh Vanesa. "Jadi kamu membawaku ke sini hanya untuk melakukan ini, "ucap Vanesa pada Keynan.Keynan menghentikan ciumannya. Deru napas yang menggebu terdengar sangat jelas dalam ruangan itu. "Aku menginginkan, Vanesa. Izinkan aku untuk ...."Vanesa tersenyum. "Apa kamu juga sama seperti lelaki lain yang hanya terobsesi pada tubuhku? Apa aku sebegitu rendahnya bagimu, Key?"Keynan tersadar mendengar ucapan Vanesa. "Maafkan aku, Nesa. Aku khilaf, Maafkan aku!""Syukurlah kalau kamu bisa sadar, hentikanlah sebelum aku benar-benar marah. Mending kamu rebahan di sampingku. Aku akan menemanimu tidur siang, aku yakin kalau kamu jarang bersantai," ujar Vanesa dengan penuh perhatian. "Bolehkah aku tidur dengan memelukmu?"Vanesa tersenyum manis, dia men
Braakkk!Sopir truk itu membanting stir ke arah kanan. Tubuh Dinda terpelanting jauh hingga menghantam trotoar kemudian pingsan.Tak lama kemudian, banyak orang berkerumun untuk menyelamatkan nyawa Dinda yang sudah terancam.Di Tempat Lain.Keynan sedang mengobati luka di pipi dan juga di tangan Vanesa. "Apakah sakit? Mungkin ini akan membekas untuk beberapa hari ke depan," ucap Keynan sambil membersihkan luka Vanesa."Ck, aku nggak menyangka kalau istrimu akan segila itu. Menakutkan sekali, "sahutnya Vanesa dengan percaya diri. Dia bersikap manja di hadapan Keynan."Sudah nggak usah bahas dia, yang ada nanti kamu akan kesal," balas Keynan mengalihkan pembicaraan.Vanesa memeluk Keynan dengan penuh kasih sayang. "Makasih ya, Keynan. Kamu sudah membelaku, aku sempat berpikir kalau kamu nggak akan berada di pihakku," kata Vanesa melas.Keynan mencium dahi Vanesa. "Aku akan selalu berada di pihakmu. Aku nggak akan biarkan orang lain untuk menyakitimu," ujar Keynan.Tiba-tiba saja handpho
Vanesa memegangi pipinya yang ditampar keras oleh seseorang. Dia segera menoleh ke arah orang tersebut."Apa kabar, Tante. Lama sekali nggak pernah ketemu," sapa Vanesa pada orang itu yang tak lain adalah ibunya Keynan."Dasar wanita nggak tahu diri. Hanya bisa menggoda dan merusak rumah tangga orang! Pergi kamu dari sini! Jauhi Keynan!" hardik mama Leni. Dia terlihat sangat emosi.Vanesa tertawa keras. "Apa Tante bilang, pergi? Seharusnya yang pergi itu Tante, bukan aku. Pemilik rumah ini adalah aku. Jadi, Tante nggak bisa seenaknya ngomong pergi.""Mana Keynan! Suruh dia ke luar, istrinya sedang sekarat malah enak-enakan bersama pelacur sepertimu," teriak mama Leni dengan sangat keras."Tante nggak salah mencari Keynan di sini?"Mama Leni semakin naik darah. Dia terus mengumpat kasar Vanesa. "Apa maksudmu? Aku yakin Keynan pasti ada di sini. Kalau kamu nggak mau memanggilnya, biarkan aku ke dalam untuk mencarinya. Minggir wanita rendahan!"Vanesa memicingkan mata, dia mencegah ibunya
Di dalam mobil Virga terus bertanya tentang Ibunya. Aldo pun bingung harus menjawab apa. Akhirnya dia menelepon Mama Ratih agar secepatnya pulang ke rumah. "Ma, cepat pulang ya. Aku bingung harus menjelaskan apa?"Aldo mematikan panggilan itu setelah meminta ibunya untuk pulang ke rumah. Beberapa menit kemudian, mereka sampai juga. Aldo ke luar dan membuka pintu untuk Virga."Hei, kok sedih gitu. Jangan sedih dong nanti pulang dari kantor Om bawakan mainan untukmu. Bagaimana?"Virga mengusap hidungnya yang berair. Dia sedang menahan air matanya. Aldo pun menggandeng tangan keponakannya itu untuk masuk ke dalam rumah. Sesampainya di dalam, Virga disambut oleh bibi."Den Virga sudah pulang. Sini sama Bibi saja, kita ganti baju setelah itu makan siang ya. Bibi sudah masak makanan kesukaan, Den Virga," ucap Bibi sedikit merayu.Aldo semakin pusing saat melihat Virga sedih. Dia tidak bisa berkutik sedikitpun. Tak lama kemudian, datang lah Mama Ratih yang juga terlihat sangat buru-buru."Ma
Vanesa terus merengek pada Keynan yang sudah terpancing emosi. Mereka terus berjalan menuruni eskalator. Keynan ingin membawa Vanesa ke suatu tempat. Sesampainya di luar, Keynan meminta Vanesa untukasuk ke dalam mobil."Cepat masuk!""Nggak. Aku nggak akan masuk!"Keynan semakin hilang kesabaran. "Cepat masuk, atau aku bersikap kasar. Aku bisa berbuat nekat padamu!""Lepaskan tanganku, aku ingin pergi dari sini. Tolong ... tolong ....""Diam ...!" seru Keynan sambil membekap mulut Vanesa. Setelah itu dia mendorongnya hingga masuk ke dalam mobil.Keynan segera menutup pintu mobil dan dia ikut masuk ke dalam. Vanesa terus berteriak sambil menggedor kaca. Keynan tak menghiraukan hal itu dan tetap menjalankan mobilnya.Vanesa dilanda ketakutan, dia panik sekali. Tiba-tiba handphonenya berdering. Vanesa langsung mengangkat panggilan itu dengan cepat. "Mama, tolong. Ma ....""Matikan handphonemu!" Keynan menghentikan mobil, dia mengambil handphone Vanesa dan membuangnya ke luar jendela."Ke
"Saat aku mengajak Virga ke toko mainan, orang itu tiba-tiba muncul. Dia mengatakan kalau ingin memiliki Virga. Orang itu berkata kalau dia berhak atas Virga. Ingin sekali merobek mulutnya," jelas Aldo pada sang Kakak.Farhan terdiam mendengar cerita Aldo. Dia sangat penasaran dengan Keynan. "Melihat reaksi Vanesa yang sangat ketakutan membuat hatiku sakit. Memang apa saja yang dilakukan oleh orang itu? Apa kamu mau menceritakan semuanya padaku?""Ceritanya sangat panjang, Kak. Maaf, aku tidak bisa menceritakannya karena ada kisahku dalam cerita itu. Aku nggak ingin hubungan kita menjadi renggang hanya karena cerita masa lalu. Lebih baik sekarang kakak menjaganya dari orang brengsek itu," jawab Aldo pada kakaknya.Farhan menghela napas dalam. Hatinya begitu sesak menerima kenyataan yang ada. "Andai saja aku bisa lebih awal bertemu dengan Vanesa. Pasti dia nggak akan mengalami hal ini," gumamnya dalam hati."Sudah malam sebaiknya kita tidur, Kak. Aku masuk ke dalam dulu," kata Aldo, di
Keynan terus memanggil Aldo yang pergi dari tempat tersebut. Bahkan Aldo tidak mempedulikannya sedikit pun."Sayang, apa kamu tahu rumahnya di mana? Kita harus menemuinya, kamu harus mendapatkan Virga," seru Dinda, dia ikut cemas setelah melihat Virga."Ayo kita ikuti mereka!" Keynan berlari bersama istrinya untuk mengejar Aldo yang membawa Virga.Sesampainya di depan, mereka sudah kehilangan jejak Aldo. Keynan bingung harus ke mana lagi. "Sial, kenapa perginya sangat cepat sekali?""Ayo kita keluar, aku yakin. Mereka tidak jauh dari sini," sahut Dinda yakin.Keynan setuju dengan ucapan istrinya. Akhirnya kedua orang itu pergi dari toko tersebut untuk mencari keberadaan Aldo. Dari kejauhan, Aldo melihat mereka sudah pergi. Ternyata dia hanya sembunyi di balik tembok."Aku nggak akan biarkan kalian menyakitinya lagi. Kali ini aku harus waspada," gumam Aldo dalam hati.Virga terheran-heran karena dia tidak mengerti apa pun. "Om, apa kita bisa pulang sekarang? Sudah cukup mainannya," uca
Makan siang selesai, Vanesa kembali ke kamarnya bersama Farhan. Virga mengajak Aldo untuk bermain di taman. Saat berada dalam kamar, Vanesa membuka cadarnya. Dia duduk di pinggiran ranjang sambil memijit pundaknya yang terasa pegal.Farhan langsung mendekati istrinya, dia membantu Vanesa memijit pundaknya. "Sini biar, Mas bantu pijit!""Apa kamu merasa tidak nyaman dengan sikap, Aldo?" tanya Farhan pada istrinya."Aku biasa saja, Mas. Aku sudah tahu watak Aldo, jadi tidak ada masalah.""Kalau bukan karena Mama, mungkin aku akan mengajakmu pindah dari sini! Aku cemburu melihat tatapan Aldo padamu."Farhan mengungkapkan kegelisahannya.Vanesa melihat suaminya. "Mas, Aldo memang begitu. Dia nggak akan melewati batas kok, aku yakin itu. Jadi kamu nggak usah khawatir berlebihan. Aku takut kalau kamu berselisih dengannya."Farhan memegang dan mencium tangan istrinya. "Baiklah, aku menuruti apa yang kamu katakan. Besok kita daftarkan Virga ke sekolah ya. Aku ingin dia beradaptasi lebih cepat
Vanesa melakukan bersih-bersih di kamar mandi. Sedangkan, Farhan masih merenung memikirkan bagaimana sikap Aldo jika bertemu dengan istrinya. "Apa yang harus aku lakukan? Apakah nanti Aldo bisa mengendalikan diri? Sulit baginya untuk menerima kenyataan ini."Setelah itu Farhan keluar untuk menemui Ibunya. Dia ingin membahas persoalan yang sedang membuatnya bingung. Sesampainya di bawah Farhan langsung menghampiri mama Ratih."Ma, ada yang ingin aku bicarakan. Ini sangat penting sekali," ucap Farhan terlihat sangat khawatir."Ada apa Farhan? Mana istrimu, kok belum turun? Sebentar lagi Aldo akan pulang, dia tadi menelepon Mama menanyakan kedatangan kalian," kata Mama Ratih, membuat Farhan semakin bimbang.Mama Ratih duduk di meja makan. Dia duduk di samping Farhan yang sedang serius. "Ada apa? Panik sekali!""Gini, Ma. Aku hanya ingin solusi dari Mama. Soal Aldo dengan Vanesa. Aku tahu hubungan mereka sangat dekat sekali. Sekarang mereka berada dalam satu rumah. Pada kenyataannya, Aldo
"Nggak ada apa-apa, Mas! Hanya kaget saja!""Bunda, itu seperti mobil Om baik sama Tante baik. Apa mereka mau lihat aku lagi ya, Bunda? Soalnya mereka pernah bilang mau datang lagi,"seru Virga pada Vanesa."Mungkin kamu salah lihat, Sayang. Mobil seperti itu 'kan banyak," jawab Vanesa.Farhan semakin tidak mengerti dengan kekhawatiran Vanesa. Dia tidak mau memaksa istrinya untuk berbicara. "Ya sudah kalau kamu nggak mau bicara. Tapi, kamu harus ingat kalau ada masalah kamu harus cerita sama aku. Jangan menyimpannya sendiri ya.""Iya Mas, kamu nggak usah khawatir aku tahu kok." Setelah itu Farhan memfokuskan pandangannya ke depan. Dia harus cepat sampai karena biasanya jalanan sangat macet.Di Tempat Lain.Mobil yang bersimpangan dengan mobil Farhan tadi berhenti di panti asuhan. Mereka adalah Keynan dan istrinya, maksud kedatangannya adalah untuk menyelidiki siapa Virga sebenarnya.Keynan dan Dinda keluar dari mobilnya, kemudian mereka masuk ke dalam hati."Assalamualaikum, permisi!"
Farhan telah terkulai lemas di samping istrinya. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Vanesa. Saat berhubungan badan tadi, Vanesa sempat takut bahkan terlihat sangat pucat sekali."Sayang kamu nggak apa-apa 'kan? Maaf, jika aku menyakitimu!" kata Farhan sambil memeluk istrinya dari belakang.Tubuh Vanesa masih gemetar, dia belum bisa melupakan pelecehan yang terjadi beberapa tahun yang lalu. Bahkan, air matanya masih mengalir."Nesa, jawab aku! Kamu nggak apa-apa 'kan?"Vanesa menggeleng, dia tidak ingin membuat Farhan kecewa. "Maaf, Mas. Aku nggak apa-apa. Hanya saja, sedikit mengingat masa lalu!""Mulai saat ini, aku harap kamu selalu terbuka apa pun yang terjadi. Kamu harus bercerita padaku. Terima kasih sudah memberikan malam indah untukku, Nesa. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu!"Vanesa memeluk tangan Farhan yang melingkar di pinggangnya. Dia mencium tangan tersebut sebagai balasan atas ungkapan rasa Farhan."Sekarang tidurlah, besok pagi kita langsung ke sekolah Virga. La
Mata Vanesa membulat mendengar ucapan Farhan. Dia langsung menunduk lagi karena malu. Hal itu membuat Farhan semakin gemas. "Aku bercanda, aku akan menunggu sampai kamu siap. Ayo kita cari Virga sekarang! Jangan sampai dia berpikir kalau Bundanya mulai mengabaikan," ucap Farhan membuat Vanesa tersenyum."Kalau begitu ayo kita mencarinya," balas Vanesa pada suaminya. Vanesa memakai kembali cadarnya. Setelah itu keluar bersama Farhan untuk menemui Virga.Di Tempat Lain.Aldo menyetir mobil dengan sangat fokus sekali. Dari panti hingga masuk ke kota, sekalipun dia tidak berbicara. Mama Ratih hanya bisa menghela napas panjang melihat nasib putra bungsunya itu."Aldo, kamu baik-baik saja 'kan, Nak?""Aku baik-baik saja, Ma. Mama nggak usah khawatir, aku baik-baik saja," jawab Aldo datar dan tanpa ekspresi."Mama selalu khawatir padamu. Sikapmu yang seperti ini membuat Mama takut."Aldo tersenyum tipis. "Ma, aku sudah terbiasa dalam hal ini. Aku sudah menjalaninya selama lima tahun. Jadi,