"Kamu sudah siap untuk balas dendam?" Suara seorang laki-laki menyapa indera pendengaran Althea Agung Permana, perempuan yang tengah menatap pantulan diri di cermin itu pun seketika menoleh diiringi anggukan kecilnya.
"Sangat siap, Jo. Aku sudah mempersiapkannya dengan sangat matang dan inilah saatnya. Aku tidak bisa menunda lagi," pungkas Althea kepada laki-laki yang bernama lengkap Joan Alexander, laki-laki semampai keturunan Indonesia-Rusia."Aku akan mendukungmu, Arum Kenanga. Lakukan dengan hati-hati! Dan katakan kepadaku jika terjadi sesuatu."Althea menarik sudut bibirnya miris. "Arum Kenanga? Jangan panggil aku seperti itu, Jo! Dia sudah mati dan sekarang yang ada di hadapanmu adalah Althea Agung Permana bukan Arum Kenanga lagi," ujar Althea dengan penuh penekanan.Joan terkekeh kecil sebelum menimpali. Laki-laki itu menepuk pundak Althea Agung Permana untuk sekejap. "Kamu benar. Arum Kenanga sudah mati di dasar jurang dan sekarang yang ada di hadapanku adalah Alteha Agung Permana, perempuan tegar yang siap balas dendam." Joan menguarkan tawanya sejenak."Sekarang pergilah! Tuntaskan misimu! Aku akan melindungimu dari belakang.""Thanks, Jo!""No Problem, My Queen."Althea Agung Permana lantas melenggang dari kamarnya usai bercakap sejenak dengan Joan Alexander, CEO sekaligus pemilik salah satu perusahaan terbesar di Indonesia. Tetapi, di mata Althea alias Arum Kenanga, Joan lebih daripada seorang CEO dan pemilik perusahaan. Joan adalah seorang pahlawan yang menyelamatkannya dari peliknya air laut, bahkan hampir menyebabkannya tenggelam.Sekitar dua tahun lalu, nama Althea belum tercetuskan dan yang ada hanyalah Arum Kenanga. Arum Kenanga, seorang perempuan lugu dengan wajah yang dikata orang-orang tidak cantik sama sekali. Arum Kenanga tidak memiliki kesempurnaan hidup, orang tuanya telah tiada jauh sebelum ia beranjak remaja, kebakaran di tempat tinggalnya pun menyebabkan wajah Arum Kenanga menjadi rusak. Saat itulah hidup Arum Kenanga benar-benar rubuh.Sudah kehilangan orang tuanya dan ditambah wajahnya yang terluka akibat kebakaran. Tak pernah terbayangkan semua hal pelik itu terjadi kepada Arum Kenanga. Dan tak pernah ia duga pula jika Yang Maha Kuasa mengirimkannya laki-laki tampan nan baik hati kepadanya, laki-laki yang menerimanya penuh kasih dan penuh cinta. Laki-laki itu bernama Agung Permana, kakak kelasnya ketika SMA.Betapa bahagianya Arum Kenanga saat itu apalagi ketika dipersunting oleh Agung Permana, laki-laki yang menjadi incaran banyak perempuan.Sayangnya, segala bahagia yang dirasa Arum Kenanga lenyap begitu saja setelah perempuan itu mendapatkan penolakan mentah-mentah dari Ayu Yustina, ibu dari Agung Permana."Ibu tidak akan merestui kamu dengan perempuan buruk rupa seperti dia, Agung!" begitulah perkataan tegas Ayu Yustina, calon mertuanya."Dia juga tidak setara dengan keluarga kita, Agung!"Setiap kata dua tahun lalu masih jelas di benak Arum Kenanga, begitu menyakitkan hatinya menyebabkan segala harapan indahnya bersama Agung Permana hancur begitu saja. Hingga akhirnya, Arum Kenanga memilih untuk menolak lamaran dari Agung karena penolakan calon mertuanya. Tetapi siapa sangka Agung Permana masih bertekad kuat untuk mempersuntingnya, hingga pernikahan pun digelar dan Ayu Yustina, ibu Agung Permana terpaksa menyetujui keinginan putra semata wayangnya.Bahagia, tentu Arum Kenanga rasakan apalagi ia berhasil menikah dengan Agung Permana, laki-laki yang mencintainya sekaligus menerimanya dengan apa adanya. Meskipun tak bisa Arum Kenanga pungkiri jika perasaannya masih begitu risau dengan rasa kesal dari mertuanya yang belum menerima kedatangannya.Sialnya, mahligai indah yang dibayangkan Arum Kenanga sirna usai pernikahan. Tepat beberapa jam usai pernikahan, Agung Permana harus melakukan pelayaran ke luar negeri dan dengan terpaksa meninggalkan Arum Kenanga yang belum disentuh sedikit pun.Kesedihan merenda perasaan Arum Kenanga, ditinggal suaminya tepat usai pernikahan berlangsung. Tetapi apa boleh buat? Ia merelakan sang suami demi tugasnya."Maafkan Mas ya, Sayang. Perkerjaan Mas rupanya tidak bisa ditinggal," celetuk Agung Permana dua tahun lalu yang masih jelas di benak Arum Kenanga."Jaga dirimu baik-baik ya, setelah Mas melakukan pelayaran yang terakhir, Mas akan segera kembali dan tidak akan berlayar lagi," imbuh laki-laki yang berprofesi sebagai nahkoda itu.Arum Kenanga hanya manggut-manggut kala itu, mengiyakan kepergian sang suami. "Aku akan baik-baik saja, Mas. Ada ibu juga yang menemaniku di rumah. Mas hati-hati ya," begitu impal Arum Kenanga dua tahun silam.Ada ibu yang menemaninya, Arum Kenanga anggap keberadaan Ibunya akan menjadi sosok yang menemaninya. Tetapi segalanya salah.Pagi harinya disaat hanya tersisa Arum Kenanga seorang, saat itulah segalanya hancur. Arum Kenanga diajak pergi dengan embel-embel berlibur oleh mertuanya dan sahabat karibnya Vera Indilia. Tetapi siapa sangka jika hal buruk rupanya terjadi kepada Arum Kenanga, perempuan itu didorong hingga terjatuh ke jurang saat tengah melihat pemandangan yang di area puncak.Arum Kenanga shock hebat saat itu, ia bahkan berpikir akan mati saat terjatuh di jurang. Arum Kenanga masih ingat betul bagaimana tubuhnya terguling-guling hingga ke dasar, rasa sakit bahkan menrayapi seluruh tubuhnya dengan beraham luka.Tetapi siapa sangka dewi fortuna berpihak kepadanya, ada seorang laki-laki baik bernama Joan Alexander yang tengah berada di dasar jurang, melakukan penelitian bersama teman-temannya. Saat itulah Arum Kenanga yang mengira dirinya akan mati, ternyata diselamatkan, bahkan dengan baiknya Joan Alexander membantunya melakukan operasi pada wajahnya yang terluka akibat kebakaran beberapa tahun silam.Ingatan Arum Kenanga yang masih segar dengan kekejian yang dilakukan oleh mertua sekaligus sahabatnya sendiri berniat melakukan pembalasan. Apalagi dengan hal menyakitkan yang Arum Kenanga ketahui, bahwa suaminya, Agung Permana yang mengira dirinya telah tiada memutuskan menikah bersama Vera Indilia setahun lalu.Arum Kenanga tahu niat busuk sahabatnya itu setelah mengetahui bahwa Vera Indilia rupanya menikah bersama Agung Permana. Dan sekarang, Althea Agung Permana alias Arum Kenanga telah mengukuhkan niatnya untuk merebut laki-laki yang dianggapnya sebagai suami dan membuka semua kedok yang ditutupi oleh mertua serta sahabatnya.Mobil yang ditumpangi Althea Agung permana akhirnya tiba di salah satu perusahaan baru di Ibukota. Perempuan itu melenggangkan kakinya dari mobil, pakaian putih-hitam serta tas pun telah ia bawa menuju ke dalam kantor WH Corporation, sebuah perusahaan properti yang dikelola oleh suaminya setelah pulang dari pelayarannya."Mbak Althea ya? Sekretaris baru Pak Agung?" Suara resepsionist seketika masuk ke indera pendengaran Althea usai tiba di dalam gedung tersebut."Iya, Mbak. Betul sekali, saya Althea.""Mbak Althea sudah ditunggu Pak Agung di ruangannya.""Baik, Mbak. Terima kasih.""Sama-sama. Oh ya, nanti jangan lupa untuk mendampingi Pak Agung untuk ke gudang properti ya, Mbak.""Iya, Mbak. Saya akan dampingi Pak Agung."Althea lantas melenggang dari area resepsionist tersebut dan melenggang menuju ke ruangan Agung Permana, laki-laki yang masih dianggapnya sebagai seorang suami.Pintu ruangan Agung Permana diketuk perlahan oleh Althea dan setelah mendengar titah "masuk" barulah perempuan itu berani melenggang ke dalam ruangan bergaya modern tersebut.Manik Althea seketika dimanjakan oleh keberadaan Agung Permana yang duduk di kursi kebesarannya. Agung Permana, laki-laki yang masih dianggapnya sebagai suami, laki-laki yang menerimanya apa adanya dua tahun silam.Agung Permana masih seperti dulu, wajahnya yang rupawan, tatapan tajamnya, iris coklatnya yang terang, kulitnya yang sedikit sawo matang dan tubuhnya yang kekar.'Apa kabar kamu, Mas? Sepertinya kamu baik-baik saja ya? Apakah kamu tidak berniat mencariku? Apakah kamu tidak merindukan istrimu ini? Istrimu masih hidup, Mas. Aku di sini, di hadapanmu,' batin Althea alias Arum Kenanga itu."Althea? Benar?"Suara Agung Permana menyapa indera pendengaran Althea, seketika menyebabkan perempuan itu tersentak dari lamunan panjangnya'Ingat Arum, kamu datang bukan sebagai Arum Kenanga tetapi Althea,' batinnya, kemudian mengangguk kecil sembari melenggang menemui Agung Permana yang tengah duduk di kursi kebesarannya."Benar, Pak. Saya Althea Agung Permana, sekretaris baru Bapak," pungkas Althea mengenalkan diri.Agung Permana sejenak terdiam, laki-laki itu tercekat ketika mendengar namanya yang sama dengan sekretaris barunya. "Althea Agung Permana?" ulang Agung."Benar, Pak.""Na-Nama tengah dan akhirmu sama dengan namaku. Ini sesuatu yang baru pertama kali aku alami." Agung Permana terkekeh sejenak sembari melihat nama Althea yang tercantum di layar laptopnya."Di sini, di lamaranmu hanya tertera nama Althera Agung P. Sa-Saya tidak menduga jika P di sini adalah Permana," imbuh Agung Permana terkekeh kecil.Althea seketika turut terkekeh mendengar pimpinan perusahaan itu terkekeh kecil. "Saya juga terkejut ketika mendengar nama Pak Agung sama dengan nama tengah dan nama belakang saya, mungkin orang tua kita memiliki pemikiran yang sama saat memberikan nama."Tawa renyah Agung menguar begitu saja usai mendengar penuturan Althea. "Kamu benar, mungkin saja begitu.""Kalau begitu, sekarang kembalilah di ruanganmu! Aku sudah mengirimkan file di komputer di mejamu dan ada beberapa jadwal yang harus aku hadiri hari ini.""Baik, Pak." Althea lantas melenggang berniat keluar dari ruangan Agung dan menuju ke ruangannya yang terletak tepat di tepi kanan ruangan Agung Permana. Menjadi suatu keberuntungan bagi Althea bisa menjadi sekretaris pribadi Agung Permana, bahkan memiliki ruangan yang dekat dengan Agung Permana."Althea?" Suara Agung seketika menghentikan langkah Althea, menyebabkan kakinya yang akan beranjak ke ambang pintu itu terhenti."Ya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Althea sembari menoleh menatap Agung."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"Bagai disambar petir pagi hari, Althea tercekat usai mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Agung Permana itu. Benak Althea seketika berkecamuk dan dirundung tanya, apakah dirinya ketahuan? Apakah Agung Permana mengenalinya meski wajahnya telah berubah bahkan suaranya sedikit berubah? Apakah semudah itu Agung Permana mengenalinya?"Kenapa Pak Agung berpikir seperti itu?" Althea akhirnya menimpali dengan mempertanyakan ulang atas rasa penasarannya itu."Ti-Tidak, hanya saja seperti tidak asing melihatmu.""Oh? Saya tidak pernah bertemu dengan Pak Agung sebelumnya, mungkin wajah saya terlalu pasaran, Pak." Althea seketika menguarkan tawa kecilnya hingga maniknya menyipit.Agung Permana seketika menggeleng diiringi kekehan kecilnya. "Tidak-tidak. Tidak seperti itu, hanya terlintas sedikit di benak saya mengenai seseorang," pungkas Agung, seketika menyebabkan Althea mengerutkan keningnya keheranan."Lupakan saja pertanyaanku, Althea! Segeralah ke ruanganmu dan kita akan mengecek ke gudang properti setelah ini.""Baik, Pak." Althea lantas melenggang dari ruangan Agung Permana, senyum kecilnya sedikit terlukis di bibirnya.'Apakah dia mengingatku?' batin Althea berkali-kali bertanya dengan harapan baiknya. 'Aku akan menunjukan siapa diriku sebenarnya setelah semuanya beres, Mas. Aku akan rebut kamu karena aku, istrimu masih hidup,' batin Althea penuh tekad."Sesuai dengan jadwal Pak Agung hari ini, Bapak ke gudang properti setelah itu kembali ke kantor untuk bertemu dengan klien," celetuk Althea sembari melenggang beriringan bersama dengan Agung Permana."Baiklah, kira-kira jam berapa klienku akan datang nanti, Althea? Aku dengar klienku sudah membuat jadwal ke sini bukan?""Sekitar pukul 14.00 siang, Pak.""Baguslah, masih ada waktu untukku istirahat setelah dari gudang."Althea manggut-manggut mengiyakan, perempuan yang bernama asli Arum Kenanga itu lantas mempercepat langkahnya mengiringi Agung Permana menuju ke mobil silver yang telah terparkir di parkiran mobilnya.Mobil silver itu pun melaju ke gudang properti yang berjarak beberapa km dari perusahaan yang dipegang Agung Permana itu.Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari keduanya. Agung Permana sibuk dengan ponselnya sedangkan Alteha sibuk dengan ipadnya. Padahal ingin sekali Althea mengajak Agung Permana bercengkerama tetapi segalanya pupus, karena Alteha harus menahan segal
Agung Permana berkutat lagi di depan laptopnya, usai kepulangan Vera Indilia yang hanya menghampirinya sesaat. Laki-laki itu menyiapkan beberapa berkas untuk menemui kliennya.Tok..Tok...Pintu ruangan Agung Permana seketika diketuk, menyebabkan laki-laki itu mengalihkan fokusnya sejenak."Masuk!"Rupanya Althea yang mengetuk pintu, perempuan itu datang dengan secangkir kopi yang sudah ia buat untuk Agung Permana."Ini kopinya, Pak!" Althea meletakan kopi buatannya di meja Agung Permana."Maaf lama ya, Pak. Di dapur cukup antre," pungkas Althea."Tidak apa-apa, Althea. Aku tidak terburu-buru untuk segera minum kopi," ujar Agung Permana."Omong-omong, duduklah dulu! Aku ingin memberikanmu berkas yang disiapkan untuk menemani klienku," lanjut Agung, kemudian menjeda sejenak pekerjaannya di laptop berwarna silver itu.Althea mengangguk patuh kemudian barulah ia duduk di depan Agung. Sedangkan Agung, dengan segera menyambar kopi buatan Althea."Aku akan meminumnya ya, mataku sudah tidak b
Althea berulang kali membaca berkas yang diberikan oleh Agung Permana untuk memastikan nama Joan Alexander adalah laki-laki yang ia kenal dan sialnya, segalanya benar. Joan Alexander, klien Agung Permana itu adalah seorang CEO yang sudah menolongnya setahun silam."Arum Kenanga?"Tubuh Althea seketika menegang hebat usai mendengar namanya dipanggil, maniknya melebar sempurna dan pandangannya seketika mengarah pada sosok si pemanggil.Althea seketika bangkit dari duduknya dan mendapati Joan Alexander di hadapannya. "Joan? A-Apaan-apaan kamu?" Althea seketika menarik Joan untuk ke ruangannya dan menutup pintu ruangannya dengan cekatan usai memastikn tidak ada seorang pun yang melihatnya."Surprise!!" ujar Joan dengan senyum sumringahnya, pandangannya pun penuh binar menatap perempuan yang sudah memiliki identitas baru juga wajah baru itu."Surprise apa-apaan ini, Jo? Kenapa kamu tiba-tiba menjadi klien dari Mas Agung? Kenapa kamu tidak mengatakannya kepadaku? Hum?" cecar Althea panjang
Althea telah membulatkan tekadnya untuk membalaskan semua dendamnya, setelah ia dipertemukan kembali dengan mertuanya dulu dan juga sahabat baiknya yang sudah menusuknya dari belakang. Kini Althea melenggang menuju ruangan Agung Permana, di tangannya membawa beberapa berkas yang mesti ditandatangani. Althea perlahan mengetuk pintu coklat tua yang merupakan ruangan Agung Permana. "Masuk!" Althea mendengar suara Agung memintanya masuk dan segeralah ia melenggang ke dalam ruangan Agung tersebut. "Selamat siang, Pak!" "Siang, Althea. Ada apa?" "Ada beberapa berkas yang harus Pak Agung tandatangani," pungkas Althea sembari menyerahkan beberapa berkas yang ada di tangannya itu. "Baiklah." Laki-laki bernama lengkap Agung permana itu pun segera membubuhkan tandatangannya di lembar demi lembar yang Althea serahkan. "Apakah ada lagi, Althea?" tanya laki-laki itu. "Tidak ada, Pak." "Baguslah."Althea manggut-manggut. "Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." "Tunggu, Althea!" Agung deng
"Apakah kamu memang sengaja menumpahkan kopi di bajuku?" Suara Vera Indilia yang tanpa permisi seketika menyapa indera pendengaran Althea, menyebabkan perempuan yang tengah berkutat di depan laptop itu tersentak. "Bu Vera?" Althea seketika beranjak dari duduknya dan menghampiri perempuan yang masuk tanpa permisi itu. "Ada perlu apa Bu Vera sampai ke sini?" tanya Althea sopan tetapi malah mendapatkan sambutan yang kurang sedap dari Vera. Perempuan itu malah mendengus tak suka. "Sudah! Tidak perlu basa-basi! Jawab saja pertanyaanku tadi!" titah Vera Indilia dengan ketus. "Kamu sengaja kan menumpahkan kopi di bajuku?" imbuh Vera lagi. Althea seketika menggeleng. "Tidak, Bu. Saya sama sekali tidak sengaja melakukannya," pungkas Althea masih tetap sopan. Halah! Mengaku saja kalau kamu memang sengaja menumpahkan kopi di bajuku agar aku mendapatkan omelan dari suamiku. Benar kan?" lanjut Vera Indilia kembali berujar dengan nada yang sengit. Althea menghela napasnya panjang, ia memutar
Agung Permana mengetuk pelan pintu sekretarisnya, Althea Agung Permana. Ia sebetulnya cukup gelisah untuk bertemu dengan Althea apalagi setelah kejadian memalukan sebelumnya. Sungguhlah, ia sebagai suami dari Vera Indilia merasa prihatin dengan apa yang terjadi kepada Althea. "Pa-Pak Agung? Pak Agung ada apa repot-repot datang ke ruangan saya? Apakah Bapak butuh bantuan? Biasanya Pak Agung menelepon," pungkas Althea yang kebingungan dengan keberadaan Agung yang tiba-tiba di depan ruangannya itu. Memanglah Agung tak pernah menginjakan kakinya ke ruangan sekretaris dan itulah untuk kali pertamanya ia menginjakan kakinya ke ruangan tersebut. "Boleh saya masuk dulu, saya ingin berbicara denganmu," pungkas Agung. Althea seketika terdiam sepersekian detik sebelum ia menimpali apa yang Agung utarakan. Perempuan itu lantas manggut-manggut mengiyakan usai mencerna apa yang Agung utarakan, "Bo-boleh, Pak." Althea lantas mempersilakan Agung ke dalam ruangan sekretaris miliknya. Perempuan i
"Ini rumah kamu?" Agung Permana berceletuk sembari menoleh ke arah kediaman megah nan luas, bahkan lebih megah dari kediamannya dan sang istri, Vera Indilia. "Em... bisa dibilang begitu, Pak," timpal Althea kemudian mengembangkan senyum tipisnya. Sesaat lalu, Althea hendak beranjak ke kediamannya itu, tetapi perempuan itu tak sengaja berpapasan dengan Agung Permana dan berakhirlah Althea diantar oleh laki-laki itu. Agung Permana pun bersikukuh untuk mengantarkan Althea, untuk menghalau rasa bersalahnya atas apa yang sudah dilakukan istrinya sesaat lalu, mempermalukan Althea di depan umum. Althea sudah menolak permintaan Agung Permana itu, tetapi apa daya? Agung Permana tetap memaksanya dan berakhirlah laki-laki itu mengantarnya pulang. "Pak Agung ingin mampir dulu?" imbuh Althea sembari melepaskan sabuk pengamannya. "Ti-tidak. Lain kali saja, kebetulan ini sudah sore, anak dan istriku pasti merisaukanku karena belum pulang, Al," ujar Agung. "Ah... Pak Agung benar. Kalau begitu t
"Datang juga kamu?" Vera Indilia tersenyum sinis, ketika mendapati kedatangan Althea. Althea memutar bola matanya malas, perempuan itu cukup terkejut ketika melihat Vera Indilia di depan kantor. Althea sama sekali tidak menduga jika ia harus berhadapan dengan Vera Indilia lagi, padahal baru saja sebelumnya Vera Indilia membuat perasaannya runyam. "Aku sudah menunggumu sejak tadi," lanjut Vera Indilia setelah Althea tiba di hadapannya. Althea mengerutkan keningnya keheranan. "Pasti ada suatu hal yang penting sampai seorang istri CEO perusahaan ini di sini pagi-pagi demi bertemu dengan sekretaris rendahan seperti saya," pungkas Althea dengan berani. Mendengar apa yang dituturkan Alteha, Vera Indilia menarik sudut bibirnya, perempuan itu pun mengeluarkan decihannya kesal. "To the point saja..." Vera Indilia menjeda ucapannya barang sejenak, tatapannya kian tajam pada Althea. "Mundur dari pekerjaan ini," imbuh Vera yang seketika menyebabkan Althea membulatkan manik legamnya. "Janga
Agung memijit pelipisnya gusar. Pria itu duduk di kursi kebesarannya, bersandar dan menatap plafon ruangan dengan warna pastel tersebut. Benaknya begitu riuh, memikirkan soal ibunya yang sudah mendekam di penjara dan istrinya yang masih dalam keadaan kritis. Agung benar-benar bingung ingin melakukan apa setelah ini, hidupnya pora-poranda. Suara ketukan pintu ruangannya, membuat lamunan pria itu buyar. "Masuk!" titah Agung setelah memposisikan dirinya dengan baik, tak bersandar dan menatap pada plafon putih ruangannya itu. Pandangan pertama yang Agung lihat yakni Althea. Perempuan itu datang ke ruangan Agung dengan pakaian rapi seperti biasanya. Beberapa berkas juga ada di tangannya. "Selamat pagi, Pak! Saya tidak mengganggu bukan?" Suara Althea menyapa indera pendengaran Agung, begitu teduh dan sopan. Agung menggelengkan kepalanya lirih. Senyum di bibirnya pun terkembang tulus. Setidaknya, Agung masih bisa tersenyum di depan Althea meski benaknya sedang tak karuan. "Ada apa, Alth
"Apa benar ini kediaman Bu Ayu?" Suara dua pria berseragam seketika menyentak Agung Permana dan sang Ibu yang baru saja melenggang ke kediamannya, baru saja keduanya tiba di rumah setelah kembali dari rumah sakit untuk mengunjungi Vera Indilia yang tengah koma. "Be-Benar, ini kediaman Bu Ayu, Pak. Bu Ayu adalah Ibu saya," timpal Agung Permana sedikit terbata setelah beberapa saat terdiam, pasalnya pria itu cukup tersentak dengan keberadaan dua polisi yang ada di kediaman sang ibu dan dirinya. "Kami membawa surat penangkapan untuk Bu Ayu atas laporan pembunuhan kepada mendiang Arum Kenanga," ujar salah satu polisi tersebut sembari menyerahkan surat penangkapan kepada Agung Permana. Agung Permana melebarkan maniknya, pria itu terkejut bukan main dengan apa yang didengarnya. Bukan hanya Agung Permana, tetapi ibunya pun sama. "Apa-Apaan ini, Pak? I-Itu fitnah! Saya yakin sekali itu adalah fitnah. Saya tidak pernah melakukan pembunuhan kepada mendiang menantu saya," ujar perempuan
"Maaf, Pak! Sepertinya istri Bapak mengalami koma," ujar Dokter usai melakukan pemeriksaan terhadap Vera Indilia. Bagai tamparan keras bagi Agung Permana. Pria itu bergitu tersentak hebat, pasalnya tak menduga jika istrinya akan mengalami koma. Sesaat lalu, Agung Permana berniat untuk menceraikan istrinya karena ulah Vera Indilia yang sudah menyebabkan Arum Kenanga tiada. Tetapi segalanya berubah setelah mendengar kabar mengenai Vera Indilia yang mengalami koma. Agung Permana terisak di depan IGD, pria itu benar-benar terpukul dengan apa yang terjadi. "Kenapa semua ini terjadi kepadamu, Vera? Kenapa?" gumam Agung sendu. Agung Permana terisak beberapa saat di depan IGD dan ia membiarkan siapa pun yang berlalu lalang melihatnya dengan penuh iba. Lantas setelah sesaat pria itu tenang, Agung Permana bangkit dari duduknya. Pria itu merogok saku celananya dan segeralah ia ambil ponselnya."Hallo, Andre! Tarik semua berkas perceraianku kepada Vera Indilia. Aku belum bisa menceraikannya,
Berhari-hari setelah Agung Permana mendapatkan berkas dari orang yang tak diketahui itu, ia sudah berusaha menghubungi Vera, istrinya. Tetapi perempuan itu sama sekali tidak membalas dan mengangkat panggilan suaranya. Agung benar-benar kesal dengan hal itu, apalagi setelah ia mngetahui bahwa istrinya menyebabkan kematian Arum Kenanga, istrinya dulu. Agung bahkan meminta asistennya untuk menyelidiki keberadaan Vera Indilia tetapi tak ada satupun yang bisa mengetahui keberadaan istrinya itu. Vera Indilia memang mengatakan bila akan pergi ke Bogor, tetapi tidak ada yang ditemukan di sana. Tok...Tok.... Pintu ruangan Agung Permana diketuk seketika menyebabkan lamunan pria itu. "Masuk!" titah Agung. "Pak," Suara Andre, asisten Agung, seketika menyebabkan lamunan Agung Permana buyar. "Oh, Ndre! Ada apa? Duduklah!" titah Agung. "Apakah ada kabar?" tanya Agung tanpa basa-basi, menanyakan keberadaan sang istri, Vera Indilia. Andre menyerahkan beberapa lembar foto kepada Agung Permana.
Althea mengembangkan senyum tipisnya, perempuan itu begitu bahagia karena berhasil membuat Vera Indilia dilanda cemburu dan hal tersebut merupakan suatu kemajuan baginya. Kini Althea kembali melenggang menuju ke ruangan Agung Permana sembari membawa dua berkas miliknya. Althea mengetuk pintu ruang kerja Agung itu dengan perlahan hingga akhirnya ia dengar suara Agung yang memintanya masuk. "Althea?" Agung bergumam lirih, pria itu menatap Althea begitu lekat apalagi setelah kejadian yang tak pernah diduga sebelumnya, yakni ketika Agung mencium Althea seperti mencium istrinya dulu, Arum Kenanga. Agung Permana lantas menepiskan semua hal yang terbesit di benaknya itu jauh-jauh, apalagi tentang ciumannya kepada Althea. "A-Ada apa, Althea?" tanya Agung Permana usai berdehem berusaha menetralkan perasaannya meski suaranya sedikit terbata. "Ada kiriman berkas untuk Pak Agung," ujar Althea sembari menyerahkan dua berkas yang ada di tangannya. "Oh? Dari siapa, Althea? A-Aku tidak mendapat
Agung Permana dengan cekatan melepas pagutannya, laki-laki itu cukup tersentak usai mendengar pintu ruangannya diketuk begitu cepat dan saat itulah kewarasannya kembali seperti sedia kala. Ia benar-benar dirundung rasa sesal sekaligus malu setelah melumat bibir Althea, sekretarisnya. "Pa-Pak ta-tadi?" Athea berujar begitu terbata, perempuan itu masih terkejut dengan apa yang Agung Permana lakukan meski debarnya begitu hebat dilanda bahagia. "A-Althea..." Agung gagu ingin berujar apa, laki-laki itu benar-benar canggung bahkan tak berani menatap manik Althea. "Ma-Maafkan aku, Althea. A-Aku benar-benar kehilangan kewarasanku selama beberapa saat. Ka-Kamu mengingatkanku pa-pada Aru..." Tok...Tok...Tok...Suara ketukan pintu kembali menyentak Agung dan Althea, keduanya bahkan menoleh ke arah pintu. "A-Aku akan mengatakannya nanti, Althea. Se-Sekali lagi maafkan aku," pungkas Agung sembari membantu Althea beranjak dari duduknya. "Masuklah!" titah Agung lagi tanpa pikir panjang lagi pa
Agung mengecek ponselnya, ia sudah meminta asisten pribadinya untuk menyelidiki kasus kematian Arum Kenanga beberapa tahun silam. Setelah berbicara dengan Althea waktu itu, Agung tak bisa tenang. Ia memikirkan terus-menerus mengenai kecelakaan yang dialami mendiang istrinya, bahkan kala itu Agung tak melihat jasad sang istri karena telah dimakamkan lebih dahulu sesuai permintaan sang ibu. Saat itu Agung tak ambil pusing, ia tak memikirkan lebih banyak perihal mengapa pemakaman jasad sang istri tidak menunggunya terlebih dahulu. Tetapi, sekarang tiba-tiba Agung memikirkannya apalagi sang ibu yang tidak suka dengan Arum Kenanga, istrinya. "Jika memang benar kematian istriku ini disebabkan oleh Ibuku, apa bisa aku memaafkannya?" gumam Agung kemudian ia mendecih perlahan. Agung lantas ambil foto mendiang Arum Kenanga yang ia sematkan di dalam lacinya. Laki-laki itu mengembangkan senyum tipisnya. "Kalau kamu masih hidup, beri aku petunjuk, Sayang! Beri aku petunjuk di mana kamu sekaran
"Ma-Maksud kamu?" Agung seketika melontarkan pertanyaan atas apa yang ditanyakan Althea kepadanya, laki-laki itu tersentak. "Ya, bisa saja bukan jika istri Pak Agung masih hidup? Saya pernah melihat di film-film banyak orang yang kecelakaannya dipalsukan karena ketidaksukaan kepada menantunya. Ja-Jadi..." "Itu artinya kamu menuduh ibu saya tidak suka kepada Arum Kenanga?" sela Agung seketika menyentak Althea, pandangan Althea pun terkunci pada laki-laki itu. Agung terlihat begitu terpantik amarahnya. Althea tak menimpali barang sejenak dan lebih menajamkan pandangannya. 'Bukankah memang ibu Mas tidak suka denganku?' batin Althea. "Tidak ada yang tahu isi hati seseorang, Pak. Lebih baik Pak Agung pikir-pikir lagi apa yang sebelumnya terjadi sebelum kepergian mendiang istri Bapak," putus Althea. "Saya mengatakan seperti ini karena saya pernah ada di posisi seperti itu dan sangat menyakitkan melihat suami saya sendiri menikah dengan sahabat saya," lanjut Althea penuh penekanan s
Agung Permana menatap resah menatap layar laptopnya padahal jam sudah tengah hari. Sudah semestinya Agung Permana beristirahat tetapi laki-laki itu masih enggan juga. Hingga akhirnya, suara ketukan pintu secara perlahan memecah kefokusannya. “Masuk!” titahnya. Tak lama setelah suara Agung tersebut, Althea melenggang ke dalam ruangan tersebut sembari membawa dua buah berkas di tangannya. Perempuan itu pun mengembangkan senyum manisnya. “Apakah saya mengganggu Pak Agung?” Althea berujar sopan. “Ah... tidak, Althea. Duduklah! Apakah ada yang harus aku tanda-tangani?”“Benar, Pak.” Althea lantas menyerahkan dua berkas yang ia bawa pada Agung Permana.“Apa jadwalku setelah ini, Althea?” Agung bertanya sembari membubuhkan tandatangannya di lembaran yang dibawa Althea. “Setelah jam makan siang, Pak Agung ada temu dengan klien.”“Setelah jam makan siang?” Agung menjeda sejenak ucapannya sembari mengingat-ingat janji temunya. “Astaga!! Kenapa aku bisa lupa.” Agung lantas melirik jam tan