Luna adalah gadis cantik yang berasal dari keluarga sederhana, tinggal di salah satu kota di Jawa Tengah. Ayahnya hanya seorang petani sedangkan ibunya pengrajin batik dengan penghasilan kecil.
Luna berhasil mendapatkan beasiswa, untuk belajar di Jakarta, fakultas Hukum, seperti cita citanya yang ingin menjadi seorang pengacara hebat, supaya dapat membantu masyarakat kecil yang membutuhkan bantuan hukum, tanpa mengeluarkan biaya sedikitpun.
Luna tidak perlu mengeluarkan biaya apapun, kuliah, tempat tinggal, biaya makan, semua ditanggung oleh Berlian Brup, perusahaan yang menyediakan program beasiswa. Bekerja sama dengan universitas tempat Luna mendapatkan beasiswa. Luna hanya perlu belajar giat, menjadi lulusan terbaik dan bekerja di berlian grup sebagai team hukum.
Tanpa Ragu Luna menerima beasiswa itu, dia meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk pergi ke ibu kota, seorang diri, hanya berbekal keberanian dan tekat yang kuat.
Luna menjalani hari harinya sebagai mahasiswa, dengan sangat serius. Hidup hemat sebagai seorang mahasiswa beasiswa. Tidak ada kata gengsi, untuk memenuhi kebutuhannya selama hidup di Jakarta, dia bekerja paruh waktu di beberapa tempat, di restoran sebagai asisten koki, di tempat binatu, di panti jompo dan beberapa tempat lain.
Selama empat tahun, Luna berusaha dengan begitu gigih, tidak pantang menyerah dengan setiap keterbatasan, belajar dan terus belajar, yang akhirnya membuat dia lulus sebagai predikat terbaik. Menjadi lulusan terbaik dari ratusan orang yang kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga mapan bahkan kaya.
Sebagai lulusan terbaik, Luna tidak perlu susah payah mencari pekerjaan, dia langsung direkrut oleh Berlian Grup, ditempatkan di salah satu Firma Hukum yang menangani segala urusan Berlian Grup.
Luna yang memiliki kecantika paras alami membuat setiap orang yang melihatnya tertarik, selain cantik dia juga begitu santun dan ramah, seperti paket komplit yang semuanya ada di dalam dirinya.
Wajahnya memancarkan kecantikan alami, mata bulat, hidung mancung walau tidak terlalu tinggi, kulit putih kekuningan bersih terawat, tinggi semampai. Rambutnya panjang sebahu, berwarna hitam pekat alami, begitu khas wajah Asia yang teduh dan anggun.
***
Jam menunjukkan pukul 10 pagi.
Seperti biasanya Luna berada di kantor, mengerjakan semua pekerjaan kantornya dengan serius dan penuh tanggung jawab.
"Luna, kau ikut saya ke Hotel Graha, saya ada meeting dengan presdir Dipo, jangan lupa siapkan semua berkasnya," ucap pak Tian, ketua di Firma tempat Luna bekerja.
"Baik pak, saya akan menyiapkan semuanya," ucap Luna, setelahnya dia terlihat sibuk menyiapkan semua yang sekiranya dibutuhkan.
Pukul 11, Luna dan pak Tian sudah berada di Hotel Graha, mereka akan bertemu dengan presdir Dipo dan ini adalah pertama kalinya Luna bertemu dengan presdir Berlian Grup, yang telah memberi beasiswa penuh kepadanya.
"Selamat siang presdir," sapa pak Tian.
"Selamat siang Tian, silahkan, kita langsung saja membahas mengenai isi kontrak terbaru perusahaan Berlian dengan investor dari Timur Tengah," ucap presdir Dipo.
"Baik tuan, semua berkas sudah saya pelajari, saya turut bangga, anak perusahaan Berlian Grup bisa melebarkan sayap hingga ke luar negeri," ucap Pak Tian memberi pujian.
"Iya, itu adalah perusahaan yang bergerak di industri makanan siap saji, perusahaan baru yang didirikan Berlian Grup, namun sudah cukup mendapat tempat di hati banyak orang," ucap presdir Dipo.
"Oh iya tuan, perkenalkan ini Luna, salah satu anak yang dulu mendapat beasiswa dari Berlian Grup, dia lulusan terbaik dan sekarang bekerja di kantor kami," ucap pak Tian seraya mengenalkan Luna. Mendengar itu, Luna tersenyum dan menundukkan badan.
"Oh iya, babagaimana kabar istrimu, aku dengar istrimu mengalami serangan jantung," tanya presdir Dipo pada pak Tian.
"Benar tuan, istri saya sempat mengalami serangan jantung, dia harus istirahat total selama hampir dua bulan. Saya juga nersyukur karna adanya Luna, dia yang telah membantu merawat istri saya selama masa istirahatnya," penjelasan pak Tian.
"Benarkah?" tanya pak Dipo terlihat cukup antusias.
"Iya, selama kuliah Luna sempat beberapa tahun bekerja di panti jompo, mengurus beberapa orang sakit, jadi dia cukup berpengalaman dalam merawat orang sakit, dan itu terbukti dengan kesembuhan istri saya," ucap pak Tian.
"Syukurlah jika istrimu sudah membaik," ucap presdir Dipo.
Presdir Dipo dan tim yang terlibat dalam meeting duduk di bangku dengan meja bulat besar, peesdir Dipo duduk berhadapan dengan Luna. Setelah mendengar cerita dari pak Tian, presdir Dipo seolah memiliki ketertarikan pada Luna.
Presdir Dipo berusia sekitar enam puluh tahun, masih sehat dan segar. Hari harinya diisi dengan olah raga rutin dan diet ketat, semua dilakukan guna menjaga stamina tubuh agar tetap sehat dan bugar di usianya yang sudah tidak lagi muda.
Rambutnya masih terlihat hitam mengkilap, itu karna bantuan semir rambut yang selalu digunakan rutin setiap tiga bulan sekali. Membuatnya terlihat lebih muda dari usianya.
Wajahnya cukup tampan, teduh dan kharismatik, bisa jadi saat muda dia termasuk pria tampan yang banyak digilai kaum wanita.
Hidung mancung dengan sorot mata tajam. Kulitnya masih terlihat kencang di usianya yang sudah cukup tua, mungkin sekitar enam puluh tahun.
Kondisi ekonominya yang termasuk sepuluh pria terkaya di Asia menurut majalah bisnis, membuatnya bisa melakukan apa saja, jangankan untuk membuatnya terlihat muda, mungkin untuk membeli segala hal yang disentuhnyapun bukan masalah besar.
Presdir Dipo mengamati Luna dengan begitu serius, sepertinya ada ketertarikan yang muncul dari dalam hatinya, dia berencana untuk menyelidiki segala hal tentang Luna, gadis cantik yang rencananya akan dia jodohkan dengan putra kesayangannya yang tahun ini akan menggantikannya sebagai presdir di Berlian Grup.
Setelah selesei meeting, presdir Dipo memanggil pak Tian untuk menemuinya di salah satu sudut hotel. Presdis terlihat duduk di kursi sofa putih, sepertinya akan membicarakan masalah serius dengan pak Tian.
"Presdir memanggil saya?" tanya pak Tian.
"Tian, aku ingin menanyakan sesuatu," ucap
presdir Dipo.
"Iya tuan, apa itu?" tanya Tian.
"Duduk lah dulu, kita akan berbincang sekitar sepuluh menit," ucap presdir Dipo. Pak Tian menuruti apa yang presdir Dipo perintahkan, suduk di sebalah presdir Dipo dan menunggu kira kira hal apa yang akan didiskusikan.
"Tian, ceritakan kepadaku tentang Luna," ucap presdir Dipo.
"Lu-Luna Tuan?" tanya pak Tian cukup heran.
"Iya, ceritakan dulu," perintah presdir Dipo.
"I-iya tuan, Luna adalah salah satu mahasiswa yang mendapat beasiswa penuh di salah satu universitas ternama di Jakarta, beasiswa yang merupakan proyek kerja sama Berlian Grup dengan perguruan tinggi lokal. Dia berasal dari kota Yogyakarta, dari keluarga sederhana, dan merupakan anak tunggal. Selama masa pendidikan dia mengambil pekerjaan paruh waktu di beberapa tempat, di restoran, binatu, panti jompo dan beberapa toko. Hasil dari kerja paruh waktunya dia gunakan untuk membiayai kehidupannya dan sebagian lagi dia kirimkan kepada orang tuanya. Dia anak yang baik, jujur dan santun. Luna pandai memasak dan bisa diandalkan dalam segala hal, serba bisa," penjelasan pak Tian yang cukup panjang dan lebar. Presdir Dipo hanya mengangguk angguk kecil setelah mendengar penjelasan dari pak Tian.
"Ma-maaf tuan, apa tuan menyukai Luna? Mau menjadikan Luna istri?" tanya pak Tian dengan begitu hati hati. Mendengar itu, presdir Dipo tertawa sejadi jadinya.
"Jadi kau berfikir aku menyukai Luna? Tidak Tian, aku ingin menjodohka dia dengan putraku, Vero," Penjelasan presdir Dipo.
"A-apa tuan, menjodohkan Luna dengan tuan muda Vero?" tanya pak Tian seolah tidak percaya.
"Iya, dia adalah gadis yang aku cari, aku akan banyak mengobrol dengannya, aku harap kau juga akan membantu," ucap presdir Dipo.
"Ba-baik tuan, senang sekali jika saya bisa membantu," ucap pak Tian.
Ternyata sedari tadi presdir Dipo Hermansyah terlihat begitu tertarik dan seolah terpikat dengan Luna, memiliki niat untuk menjododohkan Luna dengan putranya, yaitu Vero Hermansyah.
Pak Tian merasa sedikit heran, bagaimana bisa keluarga sekaya Dipo Hermansyah pemilik Berlian Grup ingin menjodohkan anaknya yang merupakan calon presdir, dengan gadis biasa yang berasal dari keluarga biasa bahkan sederhana, memilih Luna untuk menjadi seorang menantu. Cukup tidak masuk akal, namun itulah yang terjadi.
Pak Tian memiliki tugas untuk memberi tahu Luna dan menawarinya mengenai perhodohan ini. Dengan menjadi istri anak dari pemilik Berlian Grup, bisa dijamin kehidupan Luna akan berubah, dia akan berada di jajaran istri orang orang yang sukses di usia muda.
Apa yang pantas di tolak, seharusnya Luna dengan mudah akan menerimanya, ini adalah pekerjaan yang cukup mudah untuk pak Tian.
Pak Tian berjalan menuju ke arah timnya, bersiap untuk kembali ke kantor Firma.
"Luna, setelah ini ikut saya ke kedai kopi, saya ingin membicarakan sesuatu yang cukup penting," ucap pak Tian pada Luna.
"Baik tuan," ucap Luna singkat.
Mereka semua berjalan ke arah mobil, kembali ke kantor Firma. Selama perjalanan pak Tian terlihat lebih banyak diam, kadang kala dia mencuri pandang ke arah Luna. Dia sedang berfikir keras bagaimana caranya membicarakan masalah ini dengan Luna. Ini adalah pertemuan pertama Luna dengan presdir Dipo, agak kurang masuk akal untuk pertemuan yang sungguh singkat itu menimbulkan kesan yang mendalam, yang akhirnya memutuskan untuk menjadikan Luna sebagai menantu dari seorang presdir kaya raya.
Pak Tian berusaha menepis keraguan itu, ini adalah perintah dari bos besarnya, dia harus menjalankan semuanya dengan baik, dia harus bisa membujuk Luna supaya mau berkenalan dengan tuan muda Vero lalu selanjutnya menjaid istrinya.
Pak Tian dan Luna sudah berada di dalam kedai kopi ternama di kota Jakarta. Pak Tian beralasan ingin membahas mengenai masalah penting perusahaan. Mereka duduk di meja yang letaknya berada di ujung, menghadap ke arah jendela kaca depan."Luna, ada sesuatu yang ingin saya bicarakan denganmu, namun sebelumnya, ada yang ingin saya tanyakan," ucap pak Tian dengan sangat hati hati."Iya pak, ada masalah apa? sepertinya cukup penting sampai sampai kita harus membicarakannya di sini," tanya Luna penasaran."Iya itu karna saya tidak ingin orang kantor mendengar apa yang kita bicarakan," ucap pak Tian serius. "Baiklah pak Tian," ucap Luna yang juga serius."Luna, saya ingin menanyakan sesuatu, apa kau sudah memiliki kekasih? Atau calon suami?" tanya pak Tian
Beberapa bulan sebelum pertemuan Vero dengan Luna, keluarga Hermansyah yang terdiri dari Presdir Dipo Hermansyah, Anna Hermansyah, Vero Hermansyah dan Jihan Hermansyah, mereka terlibat dalam rapat keluarga yang begitu serius."Vero, kau tau bukan, nenek divonis demensia, ayah hanya berpesan kepadamu, jika kita tidak bisa mendapat perawat yang tepat, kau harus mencari istri yang tepat, yang bisa merawat nenek dengan baik," ucap presdir Dipo yang merupakan ayah dari Vero Hermansyah. "Apa itu harus ayah, kita bisa mencari perawat terbaik untuk nenek," ucap Vero."Kau ingat tidak Vero, perawat yang terakhir lalai memberikan obat nenek, tertukar dengan obat ayahmu, apa kau mau kejadian seperti itu teruang lagi, orang lain tidak akan memiliki tanggung jawab ti
Hari ini Vero berencana membawa Luna bertemu dengan keluarganya, ayah, ibu, adik dan juga neneknya, dalam acara makan malam yang hangat.Sejak pertemuan pertama mereka, Vero dan Luna sudah cukup sering berkomunikasi lewat pesan singkat maupun telephone, hubungan mereka mulai dekat dan cinta alami muncul di hati Luna dalam waktu yang begitu singkat. Pesona Vero sungguh mampu membius gadis pintar namun lugu itu. Mobil Vero berhenti di depan gerbang rumah kediaman keluarga Hermansyah. Rumah dua lantai dengan halaman yang cukup luas. Terdapat gerbang besi yang cukup tinggi dan juga pos penjagaan dengan dua orang satpam yang dengan sigap membuka pintu gerbang untuk majikannya. Hati Luna mulai berdegup kencang, dia menyadari bahwa dia berasal dari keluarga sederhana, dengan tiba tiba akan menjadi menantu dari keluarga kaya raya. Ada rasa takut terselip di hatinya, berusaha dia tahan sekuat mungkin. "Kau gugup?" tanya Vero. Luna menjawab pertanyaan itu dengan anggukan pelan."Tidak perlu
Luna, Vero dan Jihan berjalan ke arah ruang makan yang cukup luas itu. Ada meja kramik berukuran cukup besar dengan delapan buah kursi. "Ibu ini Luna," ucap Vero. "Luna ini Ibuku, yang di sana nenek Ellin dan ayah, kau sudah mengenalnya bukan," ucap Vero mengenalkan seluruh anggota keluarganya. Luna terlihat menyalami semuanya, mencium pipi ibu dan nenek Vero, tidak ada yang aneh, semua sepertinya menerima dengan tangan terbuka. "Ini calon istrimu Vero, cantik," ucap nenek Ellin. "Iya nenek, ini Luna," ucap Vero seraya tersenyum ke arah neneknya. "Duduklah, kita langsung makan saja, ibu sudah cukup lapar," ucap nyonya besar Anna. "Ini semua makanan kesukaan Vero dan ayahnya, ada udang asam manis, ikan bakar, soup daging, tumis jamur dan perkedel jagung kesukaan nenek," ucap nyonya Anna seraya menunjukkan beberapa jenis masakan yang sudah tersaji di atas meja. Cukup lengkap, seperti yang baru saja nyonya Anna sebutkan, ditambah dengan aneka buah segar, minuman hangat dan dingin,
Kedua orang tua Luna sampai di Jakarta, menggunakan pesawat Elang Indonesia. Semua sudah disiapkan oleh keluarga Vero, Luna hanya tinggal menjalankan semuanya. Luna terlihat menunggu kedatangan orang tuanya di lobby bandara, lobby kedatangan penerbangan domestik.Luna melambaikan tangan kepada kedua orang tuanya, segera mendekat, mencium tangan kedua orang tuanya dan memeluk mereka erat."Ayah ibu, bagaimana perjalannya?" tanya Luna setelah bertemu dengan kedua orang tuanya. "Nduk, sekaya apa calon suamimu ini, ibu sampai bingung dijemput orang orang berdasi tadi pagi," ucap ibu Luna dengan logat bahasa daerah yang cukup kental, mendengar itu Luna hanya tersenyum. "Biasa saja ibu, orang biasa seperti pada umumnya," ucap Luna."Bapak juga sampai deg degan, ini pertama kalinya bapak naik pesawat, enak ternyata, satu jam sampai," ucap ayah Luna seraya tersenyum. "Iya pak, setelah ini bapak bisa sering sering mengunjungi Luna di Jakarata," ucap Luna pada bapaknya yang masih takjub den
Menjelang Pertemuan PentingIbu dan ayah Luna kelur dari butik Rudy Hun, di belakang langkah mereka sudah ada Rury dan satu kariawan lain, mereka membawa kotak besar di tangan, kotak besar berwarna merah tua, berisi gaun yang baru saja dibeli dengan harg seratus juta."Gaun dan jas sudah kami masukkan ke dalam bagasi nona, semoga acara nona dan keluarga berjalan dengan lancar," ucap Rury seraya membungkukkan badan."Terimakasih," ucap Luna, juga membalas bungkukan badan Rury sebagai tanda penghormatan dan ucapan terimakasih.Ibu dan ayah Luna masuk ke dalam mobil, duduk dengan perasaan bingung dan heran."Luna, apa benar gaun itu seratus juta? di kampung bapak bisa membeli lima ekor sapi Luna, lima ekor," ucap ibu Luna seraya menggoyangkan lima jari tangan kanannya di depan wajah Luna."Tidak apa apa ibu, sesekali membeli pakaian yang berharga untuk ibu dan ayah, bukan menjadi masalah besar," ucap Luna."Itu menggunakan uangmu atau uang calon suamimu?" tanya ibu Luna menelisik."Calon
"Luna bagaimana penampilan ayah?" tanya ayah Luna yang sudah berbalut jas mewah dan sisiran rambut rapi bergel. "Ayah, tampan sekali," ucap Luna memuji penampilan ayahnya. "Luna bagaimana dengan penampilan ibu?" tanya ibu Luna yang sudah terlihat begitu cantik dengan dress mahal buah karya desainer ternama Rudy Hun. Wajahnya terlihat segar atau bahkan lebih muda dari usianya, berkat keajaiban tangan Oci, make up artist ternama di Jakarta. "Ibu, wow, ibu seperti bidadari," ucap Luna. "Iya Luna, seumur hidup ayah baru kali ini melihat ibumu secantik itu," ucap ayah Luna memuji. "Ayah," ucap Ibu Luna kesal seraya mencubit perut ayah Luna dengan manja. "Ibu tidak cantik gitu maksudnya," lanjut ibu Luna. "Tidak ibu bukan begitu, ibu cantik dan ini lebih cantik," ucap ayah Luna meluruskan ucapannya. "Bagaimana, ayah dan ibu sudah siap?" tanya Luna. "Iya Luna, kita sudah siap," ucap ibu Luna. "Acara sebentar lagi akan dimulai, kita segera ke Hotel Graha," ucap Luna. "Luna, perias t
Malam PertamaAyah dan ibu Luna kembali ke hotel lama mereka untuk mengambil beberapa barang, mereka akan tinggal selama dua hari ke depan di hotel Graha, lalu pulang ke kampung halaman. "Bu, saya kok heran ya, apa benar besan kita sekaya itu, lalu kenapa tidak ada ritual sebelum pernikahan, tidak ada lamaran atau setidaknya minta izin secara resmi untuk menikah," ucap ayah Luna di dalam kamar hotel di hotel Graha."Pak, jangan mikir yang aneh aneh, lihat, besan kita saja menyediakan kamar hotel semewah ini, mereka orang yang baik," ucap ibu Luna."Mungkin mereka orang orang sibuk, tidak punya waktu untuk hal begitu, kita berdoa saja untuk anak kita, dan satu lagi, bapak tahu uang bahar itu diberikan untuk kita semuanya, tiga ratus juta, bayangkan pak, bekerja seumur hidup saja belum tentu menghasilkan uang sebanyak itu," ucap ibu Luna."Lastri, aku khawatir," ucap pak Junaidi."Pak, sudahlah, kalau bapak khawatir terus, Luna tidak akan tenang," ucap ibu Luna."Bu, kau masih ingat pe
Semua Telah BerakhirPersidangan Vero telah usai, dengan hasil yang sangat di luar dugaan, namun hal itu sebenarnya sudah sesuai dengan rencana Radit dan juga Laura. Tim pengacara Vero tidak menyangka, bahwa ibu Rahma, ibu dari wanita yang meninggal karena tenggelam dan jenazahnya dimakamkan atas nama Luna hadir, datang, memberikan kesaksian.Vero tidak bisa berkutik, dia menjadi orang satu satunya yang harus bertanggung jawab. Walaupun dia selalu menyatakan bahwa apapun yang dia lakukan dibawah tekanan Rose, namun semua itu tidak memiliki bukti yang kuat. Dia bisa saja menolak, bisa saja tidak menuruti apa yang Rose inginkan, untuk menyingkirkan Luna.Ditambah lagi dengan bukti rekaman CCTV juga tangkapan video amatir, itu semua cukup untuk mendakwa Vero dengan pasal pembunuhan berencana. Mungkin dia memang tidak memiliki niat, namun dari tangkapan video, Vero terlihat jelas jelas mendorong istrinya, Luna, hingga jatuh dari sungai. Bahkan ketika Luna meminta tolong, bergelantung di
Memperlihatkan Wajah AsliTim pengacara bertemu dengan Vero di dalam sebuah ruangan pribadi.“Tuan, saya harap tuan jujur dan terbuka mengenai apa yang sebenarnya terjadi,” ucap salah seorang pengacara.“Jujur? Apa yang harus aku katakan,” ucap Vero kesal.“Tuan, jaksa memiliki saksi yang masih dirahasiakan, kami kesulitan mencari informasi, kami khawatir saksi itu akan memberatkan, sedangkan tuan bersikeras tidak mau menceritakan yang sebenarnya,” ucap pengacara.“Apa firma hukum loyal tergabung menjadi tim pengacara?” tanya Vero.“Iya tuan, tapi karena kegagalannya membantu nyonya Rose, firma hukum loyal memilih mengundurkan diri dari tim pengacara tuan muda,” ucap salah seorang pengacara dari ketiga orang pengacara yang ada di sana.“Rose? apa tidak salah. Dia memang istriku, tapi dia membunuh orang yang sangat aku sayangi. Bahkan jika dia mendapat hukuman mati, aku tidak akan menyesalinya,” ucap Vero.Vero terlihat diam, menunduk, seperti memikirkan sesuatu yang sangat penting.“R
KepergianSetelah 8 jam.Dokter keluar dari ruang ICU, memberi kabar bahwa tuan Dipo tidak lagi bisa diselamatkan, semua alat hanya menunjang hidupnya, jika itu semua dilepas maka detak jantungnya akan berhenti.“Sebaiknya kita bicara di ruangan saya,” pinta dokter yang melihat nyonya Anna mulai histeris. Di sana masih dengan orang orang yang sama, nyonya Anna, jihan, Laura, Radit, tante Imelda dan juga nyonya Fuji. Mereka semua masih setia di sana.Nyonya Anna dan Jihan sudah berada di dalam ruangan dokter. Jantung mereka pun tidak baik baik saja, ada rasa khawatir juga ketakutan.“Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan ini,” ucap dokter.“Semua kami kembalikan kepada keputusan keluarga, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, kondisinya tidak juga stabil, kita tidak bisa melakukan apa apa,” ucap dokter.“Tidak dokter, tidak, selamatkan suami saya, tolong,” ucap nyonya Anna.“Kami sudah berusaha sebaik mungkin, maafkan kami,” ucap dokter.“Apa tidak bisa dioperasi?” tanya
Tuan Besar DipoNyonya Anna terlihat menangis di depan ruang ICU, menangis sejadi jadinya, menunggu keadaan suaminya membaik.“Kenapa hal ini terjadi, Sayang, jangan seperti ini, jangan tinggalkan aku,” ucap nyonya Anna yang menjatuhkan diri di lantai, tepat di depan ruang ICU, bersandar tembok, seperti orang pada umumnya yang begitu resah ketika menunggu kabar mengenai keluarganya yang sedang dirawat.“Ibu,” teriak Jihan ketika melihat ibunya duduk bersimpuh.“Jihan, Jihan,” teriak nyonya Anna yang kemudian segera berdiri mencari putrinya itu.“Bagaimana keadaan ayah?” tanya Jihan.“Ibu tidak tahu, dokter belum memberitahu ibu bagaimana kabar ayahmu,” ucap nyonya Anna.“Ayah, kenapa hal ini bisa terjadi,” gumam Jihan yang kemudian berjalan mendekat ke arah kaca besar, masih tertutup tirai, dia tidak bisa melihat ayahnya dari luar.“Ayah,” ucap Jihan. Air mata Jihan meluncur hebat, deras, dia benar benar tidak bisa menahan diri, hatinya begitu sakit melihat kondisi keluarganya saat in
Kelegaan LauraLaura dan Radit keluar dari ruang sidang, mereka terlihat senang dan puas dengan hasil sidang hari ini.“Ah, lega sekali, akhirnya Rose dijatuhi hukuman seumur hidup,” ucap Laura.“Aku tidak menyangka, ternyata Rose juga merupakan dalang dari kematian temanmu, bukan bunuh diri melainkan dibunuh,” ucap Laura seraya melihat ke arah Radit.“Aku juga tidak menyangka, Evan, dia orang yang sangat baik, wanita itu tega menghabisinya tanpa alasan yang jelas,” ucap Radit.“Oh iya di sebelah kantor pengadilan ada kafe minuman viral yang sedang ramai, mau ke sana?” tanya Radit.“Ayo, kita harus merayakan ini, ya walaupun ada kesedihan di dalamnya, namun kita wajib bernafas lebih baik,” ucap Laura seraya tersenyum.Laura dan Radit duduk di dalam kafe minuman pelangi yang sedang viral. Menurut informasi cafe sangat ramai, namun entah kenapa siang itu hanya ada mereka berdua.“Kau bilang ini kafe ini sedang hits, viral, namun kenapa sepi begini,” ucap Laura heran. Radit hanya terseny
Mendepak Rose Dari Kehidupan Keluarga HermansyahRadit dan Laura terlihat keluar dari kediaman keluarga Hermansyah.Di dalam kamar tuan Dipo, dia terlihat masih dalam posisi berbaring.“Aku akan menghentikan semua bantuan hukum terhadap wanita itu, dia bukan lagi bagian dari keluarga Hermansyah,” ucap tuan Dipo.“Iya, iya, ingat apa yang tadi dokter katakan, jangan banyak pikiran, tekan darahmu naik dan itu tidak baik untuk kesehatanmu,” ucap nyonya Anna.“Ya, mungkin sekarang Vero sudah tahu apa yang terjadi,” ucap tuan Dipo.Di Kantor polisi, Vero terlihat duduk di kursi, menunjukkan wajah yang begitu sedih.“Apa ini benar Mike?” tanya Vero pada sekretaris pribadinya.“Iya tuan, saya mendapatkan video itu dari tim pengacara yang membantu nyonya Rose,” ucap sekretaris Mike.“Kenapa dia bisa melakukan hal gila seperti itu, dia yang membunuh nenek? apa ini bisa aku terima? dia tahu betul bahwa aku sangat menyayangi nenek Ellin,” ucap Vero.“Hal ini akan memberatkan nyonya Rose tuan, m
Kabar MengerikanLaura dan Radit terlihat memasuki area pemakaman di mana nenek ellin disemayamkan. Tegap langkah Laura beriringan dengan segala perasaan mendalam yang dia rasakan. Dia mengingat ingat semua waktu yang dia lewati bersama dengan nenek Ellin, satu satunya orang yang menerima juga menghargainya dengan sangat tulus.Kasih dan penerimaan keluarga Hermansyah kepadanya hanya berupa cangkang. Di luar, terlihat seperti itu, namun sebenarnya dia lebih menjadi seorang asisten dalam rumah tangga Hermansyah. Dia memang duduk di meja makan yang sama, memakan makanan yang juga keluarga Hermansyah makan, namun dialah orang dibalik semua hidangan lezat itu. Mulai dari membeli bahan mentah, memasak, menyajikan juga membereskan.Bahkan dia juga harus membersihkan seisi rumah, selayaknya seorang asisten rumah tangga, dengan berbagai kritik ketika semua pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan tuannya. Dia bekerja dari fajar menyingsing, hingga matahari terbenam. Setiap hari ta
Laura Begitu MarahSekretaris Mimih terlihat sudah berada di rumah sakit, dia ingin segera memberitahu Laura mengenai video yang ditemukan.“Nona Laura pasti akan sangat sedih setelah melihat video ini,” ucap sekretaris Mimih sebelum masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.Sekretaris Mimih terlihatsw menarik nafas panjang.DI dalam ruang perawatan, terlihat Laura sedang berbincang dengan perawat Vanila.“Mimih kau sudah datang?” tanya Laura setelah melihat sekretaris Mimih masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.“No-nona,” ucap sekretaris Mimih terbata bata.“Ada apa? kenapa wajahmu seperti ada masalah?” tanya Laura yang menangkap ekspresi kesedihan di wajah sekretaris Mimih.“I-itu nona, meng-mengenai video yang tersimpan di penyimpan data milik perawat Vanila,” ucap sekretaris Mimih.“Pasti sudah melihat video itu ya?” tanya perawat Vanila lirih.“I-iya,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian mendekat ke arah Laura dan perawat Vanila.“Ada apa?” tanya Laura penasaran.“I
Bukti Video Yang MenyesakkanSekretaris Mimih berhasil menemukan alamat kos perawat Vanila. Dia mencoba mencari pemilik kos itu atau yang tidak lain adalah ibu kos.“Saya ingin bertemu dengan ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih pada seseorang yang dia temui di rumah kos itu.“Ibu Endah ada di rumahnya, di sana,” ucap wanita muda itu seraya menunjuk ke sebuah rumah yang ada di samping bangunan rumah kos.“Baiklah, terimakasih, saya akan mencari ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian segera menuju ke rumah ibu Endah seperti yang sudah diinformasikan.Sekretaris Mimih terlihat berhenti di depan rumah pribadi ibu Endah.“Permisi, permisi,” teriak sekretaris Mimih. Beberapa saat dia menunggu, tidak ada orang yang keluar untuk menyambut kedatangannya sebagai tamu.“Ibu Endah, permisi,” ucap sekretaris Mimih.Sekitar lima menit, tidak ada tanda tanda orang yang keluar dari rumah itu.“Sepertinya tidak ada orang,” gumam sekretaris Mimih.Sekretaris Mimih melihat pagar tidak dikunci, la