Hari ini Vero berencana membawa Luna bertemu dengan keluarganya, ayah, ibu, adik dan juga neneknya, dalam acara makan malam yang hangat.
Sejak pertemuan pertama mereka, Vero dan Luna sudah cukup sering berkomunikasi lewat pesan singkat maupun telephone, hubungan mereka mulai dekat dan cinta alami muncul di hati Luna dalam waktu yang begitu singkat. Pesona Vero sungguh mampu membius gadis pintar namun lugu itu.
Mobil Vero berhenti di depan gerbang rumah kediaman keluarga Hermansyah. Rumah dua lantai dengan halaman yang cukup luas. Terdapat gerbang besi yang cukup tinggi dan juga pos penjagaan dengan dua orang satpam yang dengan sigap membuka pintu gerbang untuk majikannya.
Hati Luna mulai berdegup kencang, dia menyadari bahwa dia berasal dari keluarga sederhana, dengan tiba tiba akan menjadi menantu dari keluarga kaya raya. Ada rasa takut terselip di hatinya, berusaha dia tahan sekuat mungkin.
"Kau gugup?" tanya Vero. Luna menjawab pertanyaan itu dengan anggukan pelan.
"Tidak perlu khawatir, ayah sangat menyukaimu dan dia juga yang sudah membuat kita dekat seperti ini, kau tidak perlu khawatir," ucap Vero seraya melihat ke arah Luna, bereka berdua berbincang di dalam mobil seraya menunggu satpam membuka pintu gerbang besi itu secara sempurna.
"Ibuku orang yang banyak bicara, namun sangat baik dan ramah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Adikku juga demikian dan nenek adalah salah satu orang terbaik yang pernah aku kenal, kau akan mudah akrab dengannya," ucap Vero. Mendengar itu hati Luna semakin berdugup dengan kencang, kekhawatiran tidak mampu lagi dia sembunyikan.
Pintu gerbang terbuka dengan sempurna, mobil mewah Vero melaju dengan mulusnya, dia sempat menyapa dua orang satpam yang beberapa detik lalu membukakan pintu untuknya, dua orang satpam yang berdiri berbaris menunggu tuannya memasuki halaman rumah. Satpam setia bernama pak Tono dan pak Mahmud.
Sebelum turun dari mobil, vero sempat melihat ke arah Luna.
"Masih tegang?" tanya Vero.
"Iya," ucap Luna lirih.
"Tidak usah khawatir, aku akan selalu menemanimu, semua akan berjalan dengan lancar, mereka akan menerimamu dengan baik," penjelasan Vero.
"Apa adikmu juga akan menyukaiku?" tanya Luna lirih.
"Yup, dia sangat menyukai squishy, kau bisa membicarakan mengenai hal itu, juga beberapa boy band asal Korea, dia sangat menyukainya," ucap Vero menjelaskan mengenai adiknya.
"Baiklah, semoga semuanya berjalan dengan baik," ucap Luna penuh harap.
Vero dan Luna memasuki rumah.
Dari depan rumah ini sudah terlihat begitu mewah, bisa dipastikan pemeiliknya adalah orang yang cukup kaya raya. Rumah megah dengan desain mewah, pintu kayu yang cukup besar, kayu kokoh dengan ukiran cantik.
Memasuki ruang depan, mata Luna disuguhi dengan pemandangan yang tidak biasa. Ruangan luas dengan kursi sofa berwarna merah tua, kursi sofa mewah yang kelihatan cukup mahal. Ada aquarium dengan ikan yang sangat cantik, Luna bahkan tidak mengetahui jenis ikan apa itu. Di sudut ruang ada piano klasik berwarna putih, cukup mewah dan cantik. Korden di rumah itupun terlihat menjuntai hingga hampir menyentuh lantai, mewah, berwarna cream kecoklatan.
Mata Luna masih mengamati sekitar, berusaha untuk tidak terlalu kagum atau bahkan terpana dengan semua pemandangan yang dilihatnya.
"Kau suka dengan rumah ini?" tanya Vero.
"Penataan rumah ini sangat cantik," ucap Luna memuji.
"Iya, ibuku sangat menyukai menata rumah, dia menyukai segala sesuatu yang rapi, bersih, teratur dan dia cukup perfectionist mengenai hal itu," ucap Vero memberi penjelasan mengenai ibunya.
"Pantas saja, ibumu memiliki selera yang bagus," ucap Luna.
"Kau bisa belajar padanya, dia sangat jago, sayangnya setelah menikah aku tidak bisa meninggalkan rumah ini, memiliki rumah sendiri dan mendisain rumahku sendiri," ucap Vero.
"Kenapa?" tanya Luna seraya mengernyitkan dahi.
"Ya, karna itu peraturan rumah ini, aku hanya dua bersaudara. Ayahku sengaja membangun rumah besar supaya anak anaknya bisa tinggal dalam satu atap yang sama, apalagi anak laki laki yang merupakan penerus keluarga ini," ucap Vero menberi penjelasan.
"Apa kau keberatan dengan hal itu?" tanya Vero.
"Oh, ti-tidak, seorang istri memang harus ikut kemanapun suaminya pergi, apalagi sudah disediakan tempat tinggal, setidaknya seorang istri harus bersyukur," ucap Luna dengan begitu bijaknya.
"Baguslah, setidaknya kau memiliki perinsip yang hampir sama dengan keluarga ini," ucap Vero seraya tersenyum.
Vero meminta Luna duduk di kursi sofa merah tua itu, sedangkan dia berjalan masuk ke dalam rumah yang lebih dalam untuk menemui ayahnya. Detak jantung Luna belum stabil, masih berderu dengan begitu hebatnya.
"Apa aku pantas berada di rumah ini? sedangkan aku berasal dari keluarga sederhana? rumahku saja mungkin hanya sebesar ruang tamu ini," gumam Luna dalam hati. Beberapa saat Luna menunggu, hati, kaki, dan tangan tidak berhenti bergetar tidak karuan, antara takut, gugup dan khawatir keluarga ini tidak akan menerimanya dengan baik, walaupun dia tau presdir sendirilah yang menginginkannya menjadi menantu di rumah ini.
***
"Ibu, Luna sudah menunggu di luar," ucap Vero pada ibunya yang terlihat sibuk menghias wajah di depan cermin besar di dalam kamarnya.
"Vero, putra kesayangan ibu, baiklah, ibu sudah siap. Bagaimana penampilan ibu? Ibu membeli gaun ini di butik langganan ibu, model terbaru, sama dengan yang dipakai beberapa artis ternama," ucap nyonya besar Anna.
"Ibu selalu terlihat cantik, tidak ada yang bisa mengalahkan ibu," ucap Vero memberi pujian. Terlihat nyonya besar Anna menghampiri Vero dan mencium pipinya.
"Ibu juga baru selesei mengencangkan mata dan pipi, kau lihat kan, sudah tidak ada lagi kerutan halus," ucap nyonya Anna seraya memperlihatkan pipinya.
"Iya ibu, percayalah ibu terlihat begitu luar biasa," ucap Vero seraya tersenyum.
"Ayahmu sudah menunggu, temuilah dia, dia ada di ruang tengah," ucap nyonya Anna.
"Baiklah ibu, aku akan menemui ayah," ucap Vero lalu berjalan meninggalkan kamar ibunya, hendak menemui ayahnya yang berada di ruang tengah.
"Kakak, kau sudah datang? Mana calon istrimu," sapa Jihan.
"Dia ada di depan, temuilah dia," ucap Vero.
"Baiklah, aku akan memberi sedikit tes untuknya, walau pernikahan ini sudah kita rencanakan, paling tidak aku harus memiliki kakak ipar seperti yang aku inginkan," ucap Jihan dengan pandangan mata yang seolah menyimpan sebuah rencana.
Jihan berjalan menuju ke arah ruang depan, dia akan menemui Luna, calon suami kakak kesayangannya.
"Hai, kau Luna bukan?" tanya Jihan setelah mendapati seorang wanita duduk di ruang tamunya.
"Hai, kau pasti Jihan, senang melihatmu," ucap Luna berusaha mengakrabkan diri.
"Cantik juga, pantas kakak langsung menerima tawaran ayah," bisik Jihan dalam hati.
"Bagaimana kabar kuliahmu?" tanya Luna.
"Sudah mulai libur semester, harusnya kita liburan ke luar negeri, tapi karna kakak sangat sibuk liburan tahun ini ditiadakan, kita tidak bisa pergi jika salah satu keluarga tidak ikut," ucap Jihan yang terlihat lesu menceritakan kekecewaannya.
"Bagaimana kalau besok besok kita pergi bersama, ada toko squishy besar yang baru buka di Hamzah Mall," ucap Luna.
"Apa? squishy? Kau menyukainya?" tanya Jihan heran.
"Ibuku selalu mengatakan jika hobiku itu seperti anak kecil, ternyata ada juga orang dewasa yang menyukainya," ucap Jihan seraya tersenyum.
"Tentu saja, memainkan squishy itu sangat menyenangkan," ucap Luna yang sebenarnya tidak terlalu suka dengan squishy.
"Baiklah, kita akan pergi bersama, sepertinya kita akan cocok," ucap Jihan.
Jihan seketika lupa dengan ujian kecilnya, harusnya dia menguji Luna apakah benar benar layak untuk kakaknya dan juga cocok dengan dirinya, sepertinya dia mulai menyukai Luna karna menganggap Luna memiliki hobi yang sama dengan dirinya.
"Sepertinya kalian mudah sekali akrab," ucap Vero yang tiba tiba muncul.
"Kak, kau tau tidak, Luna menyukai squishy, jarang sekali kan ada yang menyukai squishy sepertiku," ucap Jihan dengan penuh semangat. Mendengar itu, Vero melihat ke arah Luna dan tersenyum, sepertinya ide mengenai squishy seketika meluluhkan hati Jihan.
"Kita langsung saja ke meja makan, ibu dan ayah sudah menunggu kita di sana," ucap Vero.
"Iya kak, aku sudah sangat lapar sekali, aku sengaja tidak makan siang demi bisa makan bersama dengan calon istri kakak," ucap Jihan.
"Terimakasih Jihan, aku sangat merasa dihargai," ucap Luna.
"Tenang saja, kita memiliki hobi yang sama, sepertinya kita akan cocok di rumah ini," ucap Jihan seraya mengedipkan mata.
Luna, Vero dan Jihan berjalan ke arah ruang makan yang cukup luas itu. Ada meja kramik berukuran cukup besar dengan delapan buah kursi. "Ibu ini Luna," ucap Vero. "Luna ini Ibuku, yang di sana nenek Ellin dan ayah, kau sudah mengenalnya bukan," ucap Vero mengenalkan seluruh anggota keluarganya. Luna terlihat menyalami semuanya, mencium pipi ibu dan nenek Vero, tidak ada yang aneh, semua sepertinya menerima dengan tangan terbuka. "Ini calon istrimu Vero, cantik," ucap nenek Ellin. "Iya nenek, ini Luna," ucap Vero seraya tersenyum ke arah neneknya. "Duduklah, kita langsung makan saja, ibu sudah cukup lapar," ucap nyonya besar Anna. "Ini semua makanan kesukaan Vero dan ayahnya, ada udang asam manis, ikan bakar, soup daging, tumis jamur dan perkedel jagung kesukaan nenek," ucap nyonya Anna seraya menunjukkan beberapa jenis masakan yang sudah tersaji di atas meja. Cukup lengkap, seperti yang baru saja nyonya Anna sebutkan, ditambah dengan aneka buah segar, minuman hangat dan dingin,
Kedua orang tua Luna sampai di Jakarta, menggunakan pesawat Elang Indonesia. Semua sudah disiapkan oleh keluarga Vero, Luna hanya tinggal menjalankan semuanya. Luna terlihat menunggu kedatangan orang tuanya di lobby bandara, lobby kedatangan penerbangan domestik.Luna melambaikan tangan kepada kedua orang tuanya, segera mendekat, mencium tangan kedua orang tuanya dan memeluk mereka erat."Ayah ibu, bagaimana perjalannya?" tanya Luna setelah bertemu dengan kedua orang tuanya. "Nduk, sekaya apa calon suamimu ini, ibu sampai bingung dijemput orang orang berdasi tadi pagi," ucap ibu Luna dengan logat bahasa daerah yang cukup kental, mendengar itu Luna hanya tersenyum. "Biasa saja ibu, orang biasa seperti pada umumnya," ucap Luna."Bapak juga sampai deg degan, ini pertama kalinya bapak naik pesawat, enak ternyata, satu jam sampai," ucap ayah Luna seraya tersenyum. "Iya pak, setelah ini bapak bisa sering sering mengunjungi Luna di Jakarata," ucap Luna pada bapaknya yang masih takjub den
Menjelang Pertemuan PentingIbu dan ayah Luna kelur dari butik Rudy Hun, di belakang langkah mereka sudah ada Rury dan satu kariawan lain, mereka membawa kotak besar di tangan, kotak besar berwarna merah tua, berisi gaun yang baru saja dibeli dengan harg seratus juta."Gaun dan jas sudah kami masukkan ke dalam bagasi nona, semoga acara nona dan keluarga berjalan dengan lancar," ucap Rury seraya membungkukkan badan."Terimakasih," ucap Luna, juga membalas bungkukan badan Rury sebagai tanda penghormatan dan ucapan terimakasih.Ibu dan ayah Luna masuk ke dalam mobil, duduk dengan perasaan bingung dan heran."Luna, apa benar gaun itu seratus juta? di kampung bapak bisa membeli lima ekor sapi Luna, lima ekor," ucap ibu Luna seraya menggoyangkan lima jari tangan kanannya di depan wajah Luna."Tidak apa apa ibu, sesekali membeli pakaian yang berharga untuk ibu dan ayah, bukan menjadi masalah besar," ucap Luna."Itu menggunakan uangmu atau uang calon suamimu?" tanya ibu Luna menelisik."Calon
"Luna bagaimana penampilan ayah?" tanya ayah Luna yang sudah berbalut jas mewah dan sisiran rambut rapi bergel. "Ayah, tampan sekali," ucap Luna memuji penampilan ayahnya. "Luna bagaimana dengan penampilan ibu?" tanya ibu Luna yang sudah terlihat begitu cantik dengan dress mahal buah karya desainer ternama Rudy Hun. Wajahnya terlihat segar atau bahkan lebih muda dari usianya, berkat keajaiban tangan Oci, make up artist ternama di Jakarta. "Ibu, wow, ibu seperti bidadari," ucap Luna. "Iya Luna, seumur hidup ayah baru kali ini melihat ibumu secantik itu," ucap ayah Luna memuji. "Ayah," ucap Ibu Luna kesal seraya mencubit perut ayah Luna dengan manja. "Ibu tidak cantik gitu maksudnya," lanjut ibu Luna. "Tidak ibu bukan begitu, ibu cantik dan ini lebih cantik," ucap ayah Luna meluruskan ucapannya. "Bagaimana, ayah dan ibu sudah siap?" tanya Luna. "Iya Luna, kita sudah siap," ucap ibu Luna. "Acara sebentar lagi akan dimulai, kita segera ke Hotel Graha," ucap Luna. "Luna, perias t
Malam PertamaAyah dan ibu Luna kembali ke hotel lama mereka untuk mengambil beberapa barang, mereka akan tinggal selama dua hari ke depan di hotel Graha, lalu pulang ke kampung halaman. "Bu, saya kok heran ya, apa benar besan kita sekaya itu, lalu kenapa tidak ada ritual sebelum pernikahan, tidak ada lamaran atau setidaknya minta izin secara resmi untuk menikah," ucap ayah Luna di dalam kamar hotel di hotel Graha."Pak, jangan mikir yang aneh aneh, lihat, besan kita saja menyediakan kamar hotel semewah ini, mereka orang yang baik," ucap ibu Luna."Mungkin mereka orang orang sibuk, tidak punya waktu untuk hal begitu, kita berdoa saja untuk anak kita, dan satu lagi, bapak tahu uang bahar itu diberikan untuk kita semuanya, tiga ratus juta, bayangkan pak, bekerja seumur hidup saja belum tentu menghasilkan uang sebanyak itu," ucap ibu Luna."Lastri, aku khawatir," ucap pak Junaidi."Pak, sudahlah, kalau bapak khawatir terus, Luna tidak akan tenang," ucap ibu Luna."Bu, kau masih ingat pe
Tugas di Hari Pertama"Ting tong," suara bel pintu kamar berbunyi, Luna segera berdiri dan membuka pintu kamarnya."Jihan," bisik Luna lirih setelah mengetahu orang yang baru saja memencet bel pintu kamar adalah Jihan yang merupakan adik iparnya."Kakak memintaku menjemputmu," ucap Jihan, lalu dia masuk ke dalam kamar hotel Luna.Jiha terlihat melirik ke arah tempat tidur, hiasan bunga dan angsa putih masih terlihat rapi, dia mulai mengulaskan senyum sedikit sinis, lalu dia duduk di atas tempat tidur itu. Luna membuat kasur itu berantakan."Setidaknya tidak akan ada yang berpikir ke mana mana, ya, walaupun memang tidak terjadi apa apa di malam pertama kalian," ucap Jihan. Setelah mengatakan itu, Jihan melihat ada raut kesedihan di wajah Luna."Ah sudahlah, tidak perlu memikirkannya. Meluluhkan hati kakak memang cukup sulit tapi bukan berarti tidak mungkin, suatu saat kau akan mendapatkan hatinya, tenang saja," ucap Jihan berusaha menenangkan hati Luna."Kau bisa mengemasi barang, oh m
Makanan yang nikmatLuna bersiap untuk menyiapkan makan malam. Dia membuka lemari pendingin, ada cukup banyak sayur dan lauk beku, ini sangat lebih dari cukup untuk menyiapkan makanan enak dan sehat."Ok, bahan bahannya cukup banyak, aku akan membuat ini," ucap Luna seraya memgambil udang yang berukuran besar."Lalu ini," ucap Luna seraya mengambil sayuran, juga rumput laut."Ini juga," ucap Luna seraya mengambil sekotak telur, tahu juga tempe.Luna membawa semua bahan itu ke meja, menyiapkan bahannya, mengupas, mencuci lalu memotong. Memasak bukan menjadi masalah besar untuknya, karna dia cukuppandai memasak. Setelah satu jam, semua makanan siap. Soup rumput laut dengan wijen, telur gulung isi sayur, tempura udang, tahu dan tempe goreng."Semua siap, semoga mereka suka," ucap Luna, Luna jga menyiapkan untuk tukang kebun dan dua orang satpam."Makan malam selesei, aku akan membersihkan lantai dan menyiapkan meja," ucap Luna, lalu dia segera menuju ke arah kamar mandi, menyiapkan ala
Di dalam kamarLuna membereskan meja makan, mengangkat seluruh piring kotor, meletakkan di tempat mencuci piring. Dia memakai sarung tangan khusus supaya tangannya tidak kasar karna terlalu sering terpapar sabun cuci piring, dia mencuci semua piring kotor dengan teliti dan hati hati.Dari jauh terlihat nyonya Anna dan Jihan saling berbisik."Ibu, ayah tidak salah memilih menantu, dia benar benar bisa mengerjakan semuanya dengan sempurna, dia mengurus nenek dengan sangat baik," bisik Jihan."Iya, ibu sudah lihat sendiri, rumah ini menjadi sangat bersih dan wangi, tidak sia sia kita mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk pesta pernikahan dan mahar, dia akan menjadi penolong kita," ucap nyonya Anna."Ibu, ibu harus memberinya asisten rumah tangga, apa ibu mau dia sakit karna terlalu banyak pekerjaan? aku lihat kamarku juga rapi dan bersih, dia juga membersihkan semua kamar," ucap Jihan."Baiklah, tidak masalah, karna ada dia yang mengawasi jadi pembantu tidak akan macam macam, tidak a
Semua Telah BerakhirPersidangan Vero telah usai, dengan hasil yang sangat di luar dugaan, namun hal itu sebenarnya sudah sesuai dengan rencana Radit dan juga Laura. Tim pengacara Vero tidak menyangka, bahwa ibu Rahma, ibu dari wanita yang meninggal karena tenggelam dan jenazahnya dimakamkan atas nama Luna hadir, datang, memberikan kesaksian.Vero tidak bisa berkutik, dia menjadi orang satu satunya yang harus bertanggung jawab. Walaupun dia selalu menyatakan bahwa apapun yang dia lakukan dibawah tekanan Rose, namun semua itu tidak memiliki bukti yang kuat. Dia bisa saja menolak, bisa saja tidak menuruti apa yang Rose inginkan, untuk menyingkirkan Luna.Ditambah lagi dengan bukti rekaman CCTV juga tangkapan video amatir, itu semua cukup untuk mendakwa Vero dengan pasal pembunuhan berencana. Mungkin dia memang tidak memiliki niat, namun dari tangkapan video, Vero terlihat jelas jelas mendorong istrinya, Luna, hingga jatuh dari sungai. Bahkan ketika Luna meminta tolong, bergelantung di
Memperlihatkan Wajah AsliTim pengacara bertemu dengan Vero di dalam sebuah ruangan pribadi.“Tuan, saya harap tuan jujur dan terbuka mengenai apa yang sebenarnya terjadi,” ucap salah seorang pengacara.“Jujur? Apa yang harus aku katakan,” ucap Vero kesal.“Tuan, jaksa memiliki saksi yang masih dirahasiakan, kami kesulitan mencari informasi, kami khawatir saksi itu akan memberatkan, sedangkan tuan bersikeras tidak mau menceritakan yang sebenarnya,” ucap pengacara.“Apa firma hukum loyal tergabung menjadi tim pengacara?” tanya Vero.“Iya tuan, tapi karena kegagalannya membantu nyonya Rose, firma hukum loyal memilih mengundurkan diri dari tim pengacara tuan muda,” ucap salah seorang pengacara dari ketiga orang pengacara yang ada di sana.“Rose? apa tidak salah. Dia memang istriku, tapi dia membunuh orang yang sangat aku sayangi. Bahkan jika dia mendapat hukuman mati, aku tidak akan menyesalinya,” ucap Vero.Vero terlihat diam, menunduk, seperti memikirkan sesuatu yang sangat penting.“R
KepergianSetelah 8 jam.Dokter keluar dari ruang ICU, memberi kabar bahwa tuan Dipo tidak lagi bisa diselamatkan, semua alat hanya menunjang hidupnya, jika itu semua dilepas maka detak jantungnya akan berhenti.“Sebaiknya kita bicara di ruangan saya,” pinta dokter yang melihat nyonya Anna mulai histeris. Di sana masih dengan orang orang yang sama, nyonya Anna, jihan, Laura, Radit, tante Imelda dan juga nyonya Fuji. Mereka semua masih setia di sana.Nyonya Anna dan Jihan sudah berada di dalam ruangan dokter. Jantung mereka pun tidak baik baik saja, ada rasa khawatir juga ketakutan.“Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan ini,” ucap dokter.“Semua kami kembalikan kepada keputusan keluarga, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, kondisinya tidak juga stabil, kita tidak bisa melakukan apa apa,” ucap dokter.“Tidak dokter, tidak, selamatkan suami saya, tolong,” ucap nyonya Anna.“Kami sudah berusaha sebaik mungkin, maafkan kami,” ucap dokter.“Apa tidak bisa dioperasi?” tanya
Tuan Besar DipoNyonya Anna terlihat menangis di depan ruang ICU, menangis sejadi jadinya, menunggu keadaan suaminya membaik.“Kenapa hal ini terjadi, Sayang, jangan seperti ini, jangan tinggalkan aku,” ucap nyonya Anna yang menjatuhkan diri di lantai, tepat di depan ruang ICU, bersandar tembok, seperti orang pada umumnya yang begitu resah ketika menunggu kabar mengenai keluarganya yang sedang dirawat.“Ibu,” teriak Jihan ketika melihat ibunya duduk bersimpuh.“Jihan, Jihan,” teriak nyonya Anna yang kemudian segera berdiri mencari putrinya itu.“Bagaimana keadaan ayah?” tanya Jihan.“Ibu tidak tahu, dokter belum memberitahu ibu bagaimana kabar ayahmu,” ucap nyonya Anna.“Ayah, kenapa hal ini bisa terjadi,” gumam Jihan yang kemudian berjalan mendekat ke arah kaca besar, masih tertutup tirai, dia tidak bisa melihat ayahnya dari luar.“Ayah,” ucap Jihan. Air mata Jihan meluncur hebat, deras, dia benar benar tidak bisa menahan diri, hatinya begitu sakit melihat kondisi keluarganya saat in
Kelegaan LauraLaura dan Radit keluar dari ruang sidang, mereka terlihat senang dan puas dengan hasil sidang hari ini.“Ah, lega sekali, akhirnya Rose dijatuhi hukuman seumur hidup,” ucap Laura.“Aku tidak menyangka, ternyata Rose juga merupakan dalang dari kematian temanmu, bukan bunuh diri melainkan dibunuh,” ucap Laura seraya melihat ke arah Radit.“Aku juga tidak menyangka, Evan, dia orang yang sangat baik, wanita itu tega menghabisinya tanpa alasan yang jelas,” ucap Radit.“Oh iya di sebelah kantor pengadilan ada kafe minuman viral yang sedang ramai, mau ke sana?” tanya Radit.“Ayo, kita harus merayakan ini, ya walaupun ada kesedihan di dalamnya, namun kita wajib bernafas lebih baik,” ucap Laura seraya tersenyum.Laura dan Radit duduk di dalam kafe minuman pelangi yang sedang viral. Menurut informasi cafe sangat ramai, namun entah kenapa siang itu hanya ada mereka berdua.“Kau bilang ini kafe ini sedang hits, viral, namun kenapa sepi begini,” ucap Laura heran. Radit hanya terseny
Mendepak Rose Dari Kehidupan Keluarga HermansyahRadit dan Laura terlihat keluar dari kediaman keluarga Hermansyah.Di dalam kamar tuan Dipo, dia terlihat masih dalam posisi berbaring.“Aku akan menghentikan semua bantuan hukum terhadap wanita itu, dia bukan lagi bagian dari keluarga Hermansyah,” ucap tuan Dipo.“Iya, iya, ingat apa yang tadi dokter katakan, jangan banyak pikiran, tekan darahmu naik dan itu tidak baik untuk kesehatanmu,” ucap nyonya Anna.“Ya, mungkin sekarang Vero sudah tahu apa yang terjadi,” ucap tuan Dipo.Di Kantor polisi, Vero terlihat duduk di kursi, menunjukkan wajah yang begitu sedih.“Apa ini benar Mike?” tanya Vero pada sekretaris pribadinya.“Iya tuan, saya mendapatkan video itu dari tim pengacara yang membantu nyonya Rose,” ucap sekretaris Mike.“Kenapa dia bisa melakukan hal gila seperti itu, dia yang membunuh nenek? apa ini bisa aku terima? dia tahu betul bahwa aku sangat menyayangi nenek Ellin,” ucap Vero.“Hal ini akan memberatkan nyonya Rose tuan, m
Kabar MengerikanLaura dan Radit terlihat memasuki area pemakaman di mana nenek ellin disemayamkan. Tegap langkah Laura beriringan dengan segala perasaan mendalam yang dia rasakan. Dia mengingat ingat semua waktu yang dia lewati bersama dengan nenek Ellin, satu satunya orang yang menerima juga menghargainya dengan sangat tulus.Kasih dan penerimaan keluarga Hermansyah kepadanya hanya berupa cangkang. Di luar, terlihat seperti itu, namun sebenarnya dia lebih menjadi seorang asisten dalam rumah tangga Hermansyah. Dia memang duduk di meja makan yang sama, memakan makanan yang juga keluarga Hermansyah makan, namun dialah orang dibalik semua hidangan lezat itu. Mulai dari membeli bahan mentah, memasak, menyajikan juga membereskan.Bahkan dia juga harus membersihkan seisi rumah, selayaknya seorang asisten rumah tangga, dengan berbagai kritik ketika semua pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan tuannya. Dia bekerja dari fajar menyingsing, hingga matahari terbenam. Setiap hari ta
Laura Begitu MarahSekretaris Mimih terlihat sudah berada di rumah sakit, dia ingin segera memberitahu Laura mengenai video yang ditemukan.“Nona Laura pasti akan sangat sedih setelah melihat video ini,” ucap sekretaris Mimih sebelum masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.Sekretaris Mimih terlihatsw menarik nafas panjang.DI dalam ruang perawatan, terlihat Laura sedang berbincang dengan perawat Vanila.“Mimih kau sudah datang?” tanya Laura setelah melihat sekretaris Mimih masuk ke dalam ruang perawatan perawat Vanila.“No-nona,” ucap sekretaris Mimih terbata bata.“Ada apa? kenapa wajahmu seperti ada masalah?” tanya Laura yang menangkap ekspresi kesedihan di wajah sekretaris Mimih.“I-itu nona, meng-mengenai video yang tersimpan di penyimpan data milik perawat Vanila,” ucap sekretaris Mimih.“Pasti sudah melihat video itu ya?” tanya perawat Vanila lirih.“I-iya,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian mendekat ke arah Laura dan perawat Vanila.“Ada apa?” tanya Laura penasaran.“I
Bukti Video Yang MenyesakkanSekretaris Mimih berhasil menemukan alamat kos perawat Vanila. Dia mencoba mencari pemilik kos itu atau yang tidak lain adalah ibu kos.“Saya ingin bertemu dengan ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih pada seseorang yang dia temui di rumah kos itu.“Ibu Endah ada di rumahnya, di sana,” ucap wanita muda itu seraya menunjuk ke sebuah rumah yang ada di samping bangunan rumah kos.“Baiklah, terimakasih, saya akan mencari ibu Endah,” ucap sekretaris Mimih yang kemudian segera menuju ke rumah ibu Endah seperti yang sudah diinformasikan.Sekretaris Mimih terlihat berhenti di depan rumah pribadi ibu Endah.“Permisi, permisi,” teriak sekretaris Mimih. Beberapa saat dia menunggu, tidak ada orang yang keluar untuk menyambut kedatangannya sebagai tamu.“Ibu Endah, permisi,” ucap sekretaris Mimih.Sekitar lima menit, tidak ada tanda tanda orang yang keluar dari rumah itu.“Sepertinya tidak ada orang,” gumam sekretaris Mimih.Sekretaris Mimih melihat pagar tidak dikunci, la