"Terimakasih atas kerja samanya." Alana berterimakasih pada fotografer dan para kru. Pengambilan gambar hari ini telah selesai, dan Alana memang terbiasa berterimakasih pada kru yang bekerja dengannya. "Terimakasih juga, Nona Alana. Selain cantik, anda juga sangat baik." ujar sang fotografer. Alana tersenyum manis. Setelah itu pamit untuk keluar dari ruangan tersebut. Dia dan Tia berjalan bersama. Alana berencana pulang tanpa mengabari Ethan. Dia takut Ethan kembali mengantarnya pulang. Bukan apa-apa, Alana hanya tak enak hati pada kakaknya tersebut. Rumah mereka berlawanan arah. "Alana." Alana dan Tia yang sedang asyik mengobrol langsung berhenti melangkah. Mereka berdua memutar tubuh, menatap seorang perempuan yang memanggilnya. "Alana, kamu keterlaluan!" Luisa mengambil ancang-ancang untuk menampar Alana, akan tetapi Alana mengindari ke samping sehingga Luisa berakhir terjerembab. "Argkkk!" Luisa menjerit tak terima. "Kamu--" marahnya, menunjuk ke arah Alana.
"Meminta?" Ethan menaikkan sebelah alis, wajahnya datar dan begitu juga dengan sorot matanya; sayu tetapi mengintimidasi. Alana meneguk saliva secara kasar. Sial! Dia keseringan meminta minta pada kakaknya sehingga menyamakan semua orang dengan kakaknya. Ah, tentu saja Ethan berbeda! "Maksudku meminjam uang Kak Ethan. Setelah di rumah, nanti uangnya kuganti," ucap Alana dengan nada malas. Ethan ternyata pelit, dan sudah ia duga jika kebaikan Ethan selama beberapa hari ini hanya bentuk pencitraan saja. "Ini." Ethan menyerahkan dompetnya pada Alana, membuat perempuan itu terkejut karena tak ekspek Ethan akan menyerahkan dompetnya. Namun, saat Alana berniat mengambil dompet tersebut, Ethan menariknya–membuat Alana sedikit kesal karena merasa dipermainkan, "tidak perlu bayar sekarang, aku akan menagih di kemudian hari." "Iya iya. Nanti hutangku kucatat di buku khusus," jawab Lea pelan tetapi dengan nada cemberut, mengambil dompet Ethan lalu buru-buru kembali masuk ke minimarket. Et
Alana buru-buru mengambil tomat bentuk love tersebut lalu buru-buru memasukkannya dalam mulut. "Kau ikhlas memberikannya untukku, Alana?" tanya Ethan, menutup kembali kotak bekal. Dia menyandar ke kursi kerja, bersedekap dingin di dada sembari menatap datar ke arah Alana. Senyum tipis muncul di bibir pria tampan itu, geli melihat Alana sedang mengunyah tomat tadi secara terburu-buru. Insiden tomat love-- lumayan mengejutkan bagi Ethan. Namun, raut muka panik Alana lebih menarik! "Tentu saja." Alana menelan susah payah tomat tersebut. Dia suka tomat tetapi dia memakannya karena panik, hingga rasanya menelannya sangat sulit. "Tomat enak, Kak," lanjut Alana, diakhiri cengiran khas dan tatapan malu pada Ethan. 'Sepertinya Kak Ethan tidak mempermasalahkan tomat lope-lope tadi. Iss, siapa yang naro tomat lope-lope di bekal Kak Ethan sih?' batin Alana, masih menyengir pada Ethan. "Aku pamit, Kak," ujar Alana gugup, bergerak kikuk dan beranjak dari ruangan Ethan. "Cih." Ethan
"Apa terlalu kentara?" tanya Ethan dengan nada datar, berhasil membuat Luke terkejut–batuk-batuk karena tersedak makanan sendiri. Alana mendongak pada Luke dan Ethan, dia meraih tissue kemudian menyerahkannya pada Luke. "Ini, Pak." "Terimakasih, Nona," jawab Luke gugup, efek masih terkejut mendengar ucapan Ethan barusan. Ethan suka Alana! Mereka kembali makan dalam keheningan. Alana kembali kepikiran pada masalah tadi, di mana Samuel memarahi Ethan karena masalah konsep iklan yang telah dipakai oleh rival perusahaan. Semua disalahkan pada Ethan, dan Alana merasa kasihan. Di sisi lain, Ethan juga memikirkan masalah yang terjadi di perusahaan. Dia sedang bertanya pada dirinya sendiri, apakah memang benar ini kesalahannya?Setelah mereka selesai makan, Alana masih di sana. Alana mencuti-curi pandang pada Ethan yang tengah sibuk mencari solusi dari masalah ini. "Bagaimana, Tuan? Apa kita memakai konsep lama saja untuk iklan?" tanya Luke, "aku sudah berbicara dengan Tuan Samuel, dan
Setelah masalah kemarin, akhirnya Ethan bisa meyakinkan para petinggi perusahaan untuk menggunakan konsep yang idenya berasal dari Alana. Sedangkan Samuel, meskipun awalnya dia berat dan ragu, tetapi akhirnya dia memberikan kesempatan pada Ethan. Semua sudah fix dan besok mereka akan berangkat ke lokasi shooting. Karena temanya fantasi, mereka shooting di sebuah bangunan tua yang memiliki kemiripan dengan kastil. Alana sangat tak sabar karena dia merasa tertantang! Meskipun hanya sekedar iklan, tetapi iklan ini setara dengan film. Dia juga akan menampilkan skill aktingnya yang luar biasa, dan dia mengambil peran sebagai ratu vampire. Durasi iklan sekitar 30 detik per part. Sedangkan total keseluruhan iklan adalah dua menit, sehingga ada 4 part dalam iklan ini. Sayangnya, ada masalah. Mereka belum menemukan aktor cilik yang bisa memerankan si anak kecil berambut putih. Tetapi tenang! Di mana ada Alana, maka masalah akan teratasi. "Halo, Kakak ipar kesayanganku." Alana menghubung
"Mama, Abi dan Papa boleh kan makan ice kyim?" seru Abizar pada Alana, tersenyum lebar sehingga memperlihatkan deretan giginya yang mungil. Mata Alana melotot lebar, jantungnya sudah hampir pecah dalam sana dan tubuhnya sudah panas dingin. Dia sangat malu dan rasanya ingin hilang dari peradaban ini. "Abizar!" pekik Alana pelan, buru-buru menghampiri keponakannya tersebut. "Kamu--" Belum sempat Alana menegur keponakannya tersebut, seorang ibu tiba-tiba mendekat padanya. "Lucu sekali putranya. Sudah berapa tahun, Neng?" tanya ibu tersebut ramah, mencubit pelan pipi Abizar. Tubuh Alana menegang kaku, diam-diam melirik tak enak pada Ethan. Coba saja Alana punya nomor telepon para alien, dia pasti sudah menghubunginya–meminta pada alien supaya membawanya dari bumi ini. Alana bukan hanya sekadar malu, tetapi benar-benar malu hingga ke akarnya. "Ma-masih tiga tahun, Ibu," jawab Alana kikuk, tersenyum kaku pada ibu tersebut. Kembali dia mencuri pandang pada Ethan. Sialnya Alana ta
"Ma-maaf," ucap Ethan pelan, langsung keluar dari canpervan. Ethan menghela napas panjang, menunduk sedikit untuk menatap tangannya yang tremor. Sial! Dia sudah biasa melihat perempuan dengan pakaian terbuka, bahkan melihat perempuan yang hampir telanjang pun pernah. Akan tetapi Ethan biasa saja, namun kenapa melihat Alana yang tubuhnya masih tertutup dalaman, jantung Ethan berdebat kencang. Bahkan sekarang dia tremor. Ethan membuka beberapa kancing kemeja supaya angin malam masuk. Hell! Dia kepanasan tanpa sebab. Sialnya, tubuh seksi Alana terus mengiyang dalam kepalanya. Ethan kembali menghela napas, setelah itu beranjak dari sana untuk menenangkan diri. *** Alana gelisah, gugup dan tak nyaman karena memikirkan kejadian tadi–di mana Ethan melihat tubuhnya yang hanya mengenakan dalaman. Sebenarnya, Alana mengenakan celana pendek ketat. Akan tetapi tetap saja pahanya terlihat. Lagipula bagian atas, Alana mengenakan bra tanpa tali dan Ethan pasti melihat itunya. 'Arkggg … Kak
"Sorry," ucap Ethan pelan, mendorong pelan tubuh Alana dari atas tubuhnya setelah itu segera mengambil posisi duduk. Ethan menoleh ke arah lain, mengerjap beberapa kali sembari berusaha menenangkan diri sendiri. Entah ini rezki atau cobaan!Ethan segera berdiri lalu tanpa mengatakan apa-apa, dia masuk dalam toilet. Sedangkan Alana, dia masih terduduk lemas di lantai. Bukit indahnya telah di-disentuh oleh seorang pria. Dan pria itu tak lain adalah kakak kakak iparnya sendiri. Nunu nananya telah ternodai! Alana menoleh pada nunu nananya, langsung menyilangkan tangan di depan dada dengan tampang muka masih cengang dan kaku. Sekarang, dia semakin tak ada muka! Ingin menyalahkan Ethan, tetapi yang terjadi tadi murni kecelakaan. Penyebab kecelakaan itu juga Alana sendiri. Gila! Alana berdiri kemudian berjalan lunglai ke arah kulkas kecil. Wajahnya masih syok dan bola matanya terasa berkedut-kedut. Satu hari ini, full nasib buruk! Ceklek' Mendengar pintu toilet tersebut, Alana pura-pu
"Putriku. Di-dimana putriku?" Haiden dan yang lainnya datang ke sana. Ebrahim yang memberitahu supaya daddynya datang ke tempat ini. Awalnya Ebrahim dan Ethan sepakat ingin menutup-nutupi masalah ini dari Haiden dan Lea. Akan tetapi, daddynya terus menghubunginya–menyuruh Ebrahim untuk mencari Alana ada di mana. Pada akhirnya Ebrahim mengatakan yang sejujurnya. "Daddy …." Alana langsung berdiri, menangis sembari menatap ke arah daddynya. Haiden merentangkan tangan supaya putrinya datang dan memeluknya. Alana langsung berlari dan …-Bug' Memeluk sosok perempuan di sebelah daddynya–mommynya. Haiden yang masih merentangkan tangan–berharap dipeluk oleh putrinya, terlihat memasang muka kaku dan dengan mata berkedut-kedut. Hell! Dia hanya mendapat angin untuk dipeluk. Semua orang yang melihat itu, berusaha menahan tawa. Lucu akan tetapi salah waktu saja. "Su-sudah, Den. Tak ada yang ingin memelukmu," ucap Reigha, menurunkan tangan Haiden yang masih direntangkan. "Nanti kita berpel
"Sudah?" tanya Ethan, melirik sekilas pada Alana yang masih berendam dalam bath up. Sebenarnya Ethan ingin sekali melirik Alana lebih dari satu detik, tetapi … damn! Dia takut dia mencelakai gadis ini. Alana menekuk kaki lalu memeluk diri sendiri. Dia sudah sadar dan tubuhnya tidak lagi merasa terbakar. "Sudah, Kak," jawabnya pelan, malu karena keadaannya hampir telanjang. "Humm." Ethan berdehem singkat, meraih handuk lalu memberikannya pada Alana. "Aku keluar," ucapnya setelah itu."Kak Ethan, bajuku basah dan aku tidak punya baju lagi," cicit Alana ketika Ethan berniat keluar dari kamar mandi. "Humm." Ethan hanya berdehem, dia keluar dari kamar mandi lalu menghubungi seseorang untuk mengantar pakaian pada Alana. Orang yang dia hubungi adalah Zana, perempuan itu dekat dengan Alana dan tentunya tahu selera berpakaian Alana. Satu lagi. Zana sepupunya dan mereka lumayan dekat. Tak lama Zana datang dengan Ebrahim, di mana raut muka Ebrahim sangat tak bersahabat–khawatir dan marah
Alana menjauhkan pandangan, meraih handphonenya dan pura-pura sibuk dengan ponsel. Jantung Alana berdebar kencang, padahal dia hanya bersitatap dengan Ethan tetapi kenapa dia gugup? Ada getaran yang tak ia pahami di dalam hati. Di sisi lain, Ethan menghela napas, Alana tidak suka padanya dan dia tidak ingin memaksa. Acara berlanjut dan begitu meriah. Di depan sana, orangtuanya membanggakan Ethan, granddad dan grandma-nya juga memuji Ethan. Di tempatnya Alana ikut senang melihatnya. Dia masih ingat waktu Ethan termenung di ruangannya karena masalah yang iklan. Masih teringat jelas wajah murung Ethan ketika kakaknya menyalahkannya di depan banyak orang, karena masalah tersebut. Namun, di sini Ethan terlihat bersinar. Dia bisa membuktikan dirinya sendiri dan akhirnya dia diakui. Tanpa sadar Alana tersenyum dan bertepuk tangan kecil. Akan tetapi senyumannya langsung lenyap ketika Ethan menatapnya. Lagi-lagi jantungnya berdebar kencang dan Alana tidak nyaman dengan tatapan Ethan. Semua
"Dia memang Azam, tetapi dia berdiri diatas kakinya sendiri. Dia tidak pernah mengandalkan nama belakangnya. Dan Kakak perhatikan Kak Ethan sangat memperhatikanmu, kau sangat beruntung jika mendapatkannya. Karena Kak Ethan tidak peduli pada sekitarnya, dan kau satu-satunya yang akan dia perhatikan.""Kak! Tolong jangan paksa aku. Aku nggak suka Kak Ethan," pekik Alana. Ebrahim menghela napas, berdiri dari sebelah adiknya lalu mengusap pucuk kepala Alana. "Terserah. Tapi-- gengsinya jangan lama-lama. Yang suka pada Kak Ethan itu bukan hanya kau.""Ih apaan sih?!" ketus Alana, langsung menutup pintu dengan kasar–setelah Ebrahim keluar dari kamarnya. Semua orang gila! Sudah Alana bilang kalau dia tidak suka pada Ethan, tetapi orang-orang terus keukeuh menganggap Alana suka pada Ethan. Hell! Bukan hanya Ethan laki-laki di dunia ini, dan … big no untuk pria Azam. Sekalipun Ebrahim sudah menasehati, itu tak mempan pada Alana. Tidak tetap tidak suka! Tok tok tok'Alana membuka pintu deng
Alana kembali mengurung diri di dalam kamar karena tidak tahan di goda oleh para sepupunya. Dia bahkan bahkan berniat menghubungi daddynya supaya menjemputnya pulang, saking tidak tahannya dia dicie-ciekan dengan Ethan. Namun, dia takut itu akan mendatangkan masalah sehingga Alana memilih mengurungkan diri. Lagi pulang hanya satu hati lagi, setelah itu mereka akan pulang dari pulau ini. Hah, Ethan. Alih-alih suka, Alana malah semakin tak Sudi menikah dengan pria itu. Dia benar-benar tidak suka dicie-ciekan. Dia sangat benci!Ceklek'Alana menoleh ke arah pintu, mendapati kakaknya di sana. Ebrahim masuk ke dalam kamar dan berjalan mendekat ke arah adiknya yang duduk di sofa. "Kenapa kau terus mengurung diri, Alana?" tanya Ebrahim, duduk di sebelah adiknya. Alana menatap sejenak pada Ebrahim kemudian lanjut membaca novel di tangan, "aku tidak nyaman dengan kalian. Dikit dikit cie cie cie. Aku tidak suka Kak Ethan dan aku tidak punya hubungan dengan Kak Ethan. Kalian begitu, aku ma
Alana langsung menarik tangannya, meringsut ke lemari kabinet bawah sembari menatap Ethan dengan muka konyol–malu bercampur panik secara bersamaan. Ethan bangkit, melayangkan tatapan dingin ke arah Alana. Setelah itu, dia beranjak dari sana–tanpa mengatakan apa-apa pada Alana. "Eih." Kanza menatap Ethan dengan tampang muka bingung. Pria itu pergi begitu saja dengan muka dingin dan terlihat seperti marah. Mengingat sesuatu, Kanza buru-buru melangkah ke dapur, bersama dengan Anne. "Kamu kenapa, Al?" tanya Kanza dengan nada perhatian, mendekati Alana lalu membantu perempuan itu untuk berdiri. "I-itu … kecoa," jawab Alana, terpaksa berbohong karena dia tak mungkin jujur kalau dia habis …-Haisss! Tangannya! "Trus Kak Ethan …-" Anne bertanya tetapi cukup ragu karena melihat wajah adik iparnya yang terlihat kaku–seperti sedang marah. Sebenarnya Ethan dan Anne seumuran, akan tetapi karena dia berbicara dengan Alana, dia menyebut Ethan dengan embel-embel kakak. Alasannya karena Ethan ja
Akhirnya produk terbaru dari Healthy'Food telah diluncurkan, bersama dengan iklan yang mengguncang dunia cinematic da perfilm-an. Iklan yang setara dengan film berkelas tesebut berhasil mencuri perhatian banyak orang. Pemasaran berhasil, produk dikenal lebih jauh dan menjadi incaran masyarakat–viral karena iklan yang spektakuler. Mereka juga berbohong-bondong membeli, demi mendapatkan foto card para model iklan. Incaran mereka adalah foto Alana dan si kecil berambut putih, tak lain adalah Abizar. Naman Ethan juga semakin dikenal, lewat proyek ini. Samuel mengakui kehebatan adiknya dan sangat bangga atas keberhasilan sang adik. Dia meminta maaf karena terlalu menekan Ethan, sedangkan Ethan menerima dengan ikhlas. Dia mengganggap tekanan yang diberikan oleh Samuel adalah salah satu dorongan untuk keberhasilan Ethan sekarang. Untuk merayakan keberhasilannya, kakak dan sepupunya yang lain mengajak Ethan berlibur ke Pulau pribadi milik keluarga Azam. Alana sebenarnya tak ingin ikut; sep
"Aku tidak apa-apa, Kak Ethan," jawab Alana cukup kikuk, menoleh ke arah Ebrahim dan berniat menghampiri kakaknya. Akan tetapi, tangannya dicekal oleh Ethan–pria itu tak membiarkan Alana beranjak dan dekat dengan Ebrahim. Ebrahim mengamati hal tersebut secara lekat dan teliti, dia menatap ke arah genggaman tangan Ethan di tangan adiknya kemudian memperhatikan Alana dan Ethan secara bergantian. "Kalian …-" Ebrahim bersedekap dingin, menatap curiga pada adiknya dan Ethan. Namun, ucapannya berhenti saat melihat Luisa berniat kabur. Ebrahim dengan sigap mengulurkan kaki, sehingga Luisa tersandung oleh kakinya dan berakhir jatuh secara kasar di lantai. "Siapa perempuan ini? Terlihat kampungan dan rendahan," ucap Ebrahim, bertanya pada Ethan dan Alana. Alana langsung melepas genggaman tangan Ethan dan menghampiri kakaknya. "Kak, dia ini model yang dekat dengan Kak Ethan. Dia selalu menggangguku dan bahkan suka merendahkan keluarga kita," ucap Alana, mengadukan kelakuan Luisa pada k
"Uncle, aku mencintai putrimu dan aku berniat memperistrinya," ucap Ethan dengan nada serius, menatap penuh harap pada Haiden. Saat ini dia di rumah orangtua Alana untuk menyampaikan niatannya memperistri perempuan itu pada orangtua Alana. Seharusnya dia ke kantor, akan tetapi Ethan lebih dulu ke sini karena … bukankah niatan baik harus disampaikan lebih awal? Haiden mengangguk-angguk kepala, tersenyum tipis pada Ethan. "Uncle suka yang terus terang seperti ini. Bawa orangtuamu dan lamar putri Uncle dengan baik. Tapi … keputusan tetap ada pada Alana." "Ah, baik, Uncle." Ethan tersenyum senang, begitu lega dan bahagia karena Haiden menyambut niatannya dengan baik, "aku akan melamar Alana setelah proyek yang kupegang selesai. Hanya tinggal sedikit lagi, Uncle. Untuk itu, kuharap Uncle tidak menerima lamaran dari pria lain pada Alana," lanjut Ethan, berkata ragu pada akhirnya kalimat. Bisa dikatakan Ethan tergesa-gesa ingin menikahi Alana. Namun, proyek yang dipegang olehnya sedik