"Kamu, bisa 'kan menuruti segala permintaan kami?" tanya Vita, menunggu jawaban wanita ramping. Yang kini tengah duduk di hadapannya.Alya masih menimbang, keputusan apa yang akan dia ambil. Bahkan, mereka tidak memberi Alya waktu untuk berpikir lebih lama.Helaan napas terdengar berat, namun, baik Vita mau pun Putra tak peduli sama sekali. Mereka hanya ingin yang terbaik versi mereka, untuk kedua anaknya."Berapa pun yang kamu minta, akan kami beri. Asalkan, kamu segera meninggalkan Kantor juga Kota ini!" tukas Putra, yang sedari tadi menunjukkan ketidaksukaan.Sebuah amplop coklat, berukuran sedang. Teronggok membisu di tempat, menunggu seseorang membawanya.Alya menggeleng lemah, buliran bening jatuh tanpa diminta. Entah ada apa dengan hari ini? Kejadian tak mengenakan justru datang secara beruntun.&
Dua hari sudah, Davin mengurung diri di dalam kamar. Menolak untuk makan, hingga tubuhnya merasakan sakit luar biasa.Vita kehilangan ide untuk membujuk si bungsu, jangankan makan. Untuk menyentuhnya saja, Davin sudah tidak mau. Membuat seisi rumah dibuat kewalahan!Bagai anak kecil, pikir Vita. Bagaimana mungkin, diusianya yang sudah dewasa. Davin berkelakuan di luar dugaan, hanya karena cinta!Berkali-kali Putra mendengkus kasar, ikut repot mengurus Davin yang tak mau makan juga.Pernikahan sang Kakak, tinggal menghitung hari. Tapi, kondisi Davin malah semakin terpuruk.Helaan napas terdengar berat, sebagai seorang Ibu. Vita merasa kasihan, "Tak bisakah, kamu lupakan wanita itu Vin? Dia bukan yang terbaik, apalagi Alya adalah bekas Kakakmu. Emang kamu mau, dapet yang bekas?"
Pelukan hangat, terasa menjalar dalam tubuh Alya. Menangis sesenggukan, seolah tak ada hari esok untuk bisa bernapas dengan lega.Santi ikut terbawa suasana, mereka terus berpelukan. Tatkala para hadirin berucap kata 'sah'. Untuk pernikahan sang mantan, bersama wanita lain.Untuk masuk ke dalam rumah mewah milik Putra, tentu saja bukan perkara mudah. Banyak perjuangan, hingga Al dan Santi rela berpura-pura menjadi seorang pelayan.Santi melepas pelukan, menghapus air mata dengan kasar, "Pulang yuk? Aku nggak kuat ah, lihat kamu melow begini."Alya tertawa, namun, air mata tetap menggenang di pelupuk mata. Seolah sulit untuk disingkirkan!"Dasar wanita sok tegar! Ngapain coba kita ke sini? Hanya untuk, melihat Rei nikah dengan orang lain. Hati kamu terbuat dari apa sih?" desis Santi, sa
"Maaf ....," ucap Rei, menatap sang istri dengan penuh rasa bersalah.Helaan napas terdengar berat, bulir bening terus menerobos. Memaksa keluar bahkan tanpa diminta!Mey menggigit bibir, malam pertama yang menjadi impian. Perlahan sirna, seiring dengan perlakuan sang suami.Sejuta kata maaf, tidak akan pernah membuatnya lupa. Bagaimana Rei, menyebut nama Alya. Mendesah panjang, seolah tengah bercinta dengan wanita yang pernah menjadi masa lalu.Mey mendongak, menatap Rei. Lekat, mencari cinta di sana. Namun, nihil. Sorotan sang suami, masih sama. Dan, mungkin tidak akan pernah berubah sampai kapan pun!Seharusnya Mey sadar, bahwa cinta tidak akan pernah bisa dipaksa! Dua tahun mereka bersama, namun, sedikit pun Rei tidak menaruh hati padanya.Wanita bertubuh seksi, dengan k
"Pergi kalian dari sini!" desis Rei, sambil menahan nyeri."Kami khawatir sama kamu Rei, dan tentu aja peduli," ucap Vita, mendapat anggukan setuju dari Putra dan juga Mey.Rei menggeleng lemah, rasa nyeri masih bisa ia rasakan di sekujur tubuh. Termasuk wajah tampan, yang sengaja Davin bubuhkan di sana.Bukan hanya fisik saja yang terluka, Rei merasakan nyeri bertubi-tubi di hatinya. Penyesalan kian membuncah, tatkala mengingat Alya Sahira. Mantan kekasih, yang tak pernah bisa ia lupakan hingga kini.Mey melangkah, menghampiri Rei yang terlihat babak belur. Perlahan ia mengusap wajah sang suami, laju tangisnya seolah tak bisa dihentikan.Rei menepis kasar tangan sang istri, ia benci. Dipaksa menikah dengan wanita seperti Mey, namun, nasi sudah menjadi bubur. Dan, tentu saja tak bisa d
Al terlonjak kaget, setibanya di rumah Jimmy. Dua kali lipat lebih mewah, dan lebih wah dibanding rumah milik keluarga Saputra.Berkali-kali meneguk saliva, mencubit pelan pipi tirusnya. Takut, jika apa yang dilihat hanyalah mimpi belaka.Jimmy terkekeh pelan, melihat tingkah lucu dari sang pujaan.Jimmy berdehem, mulai Membuka percakapan. Tatkala memasuki ruang tamu, "Kamu ... Kenapa? Rumahku jelek ya?"Al menggeleng tegas, bagaimana mungkin rumah semegah itu dikatakan jelek?"Papa ... Dia siapa?" seorang gadis cantik, berkuncir dua. Datang menghampiri, tampak heran dengan kedatangan Al.Senyum mengembang, terus tercetak dari bibir Jimmy."Hallo sayang," sapa Al, menatap Naura lekat.
"Siapa dia?" tanya seseorang, yang tampak menahan diri untuk tidak meledak.Jimmy dan Alya saling berpandangan, ketegangan tengah menyelimuti mereka di bawah gelapnya malam.Helaan napas terdengar berat, Alya masih menimbang. Kata apa yang pantas ia lontarkan.Davin terus menatap Alya, penuh selidik. Kecurigaan semakin berkecamuk, terlebih Jimmy dan Al tampak serasi.Jimmy menyodorkan tangan, niat untuk memperkenalkan diri. Tak mendapat balasan baik dari Davin.Pria muda itu mendengkus kasar, menepis tangan Jimmy, "Baru ditinggal bentar, kamu ... Udah sama yang lain. Dasar tukang selingkuh!"Al menggigit bibir, menggeleng lemah atas tuduhan Davin.Davin tak peduli, hatinya sedang panas. Dibakar api cemburu, yang mela
Semua mata menatap Alya dengan iri, terlebih Wulan. Tampak geram, menyaksikan keromantisan di antara mereka.Jimmy tak segan menautkan tangan pada Alya, seutas senyum terus tercetak dari bibir mereka."Ciyeeee ... Pasangan baru, hebat kamu Al. Gimana caranya sih, menggaet cowok tajir kayak Pak Jimmy?" tanya salah seorang Karyawan wanita, mengedip centil sambil terkekeh pelan.Alya tak mampu menjawab, sebab ia sendiri tak tau harus menjawab apa. Terlebih, seseorang bisa saja dibutakan karena cinta.Wulan masih menatap sengit, butuh penjelasan lebih tentang apa yang dilihat saat ini."Hm, permisi Pak. Boleh saya bicara sebentar dengan Alya? Kebetulan ada sedikit keperluan." Wulan menghadang jalan mereka, membuat keduanya mendengkus kesal.