"Maaf ....," ucap Rei, menatap sang istri dengan penuh rasa bersalah.Helaan napas terdengar berat, bulir bening terus menerobos. Memaksa keluar bahkan tanpa diminta!Mey menggigit bibir, malam pertama yang menjadi impian. Perlahan sirna, seiring dengan perlakuan sang suami.Sejuta kata maaf, tidak akan pernah membuatnya lupa. Bagaimana Rei, menyebut nama Alya. Mendesah panjang, seolah tengah bercinta dengan wanita yang pernah menjadi masa lalu.Mey mendongak, menatap Rei. Lekat, mencari cinta di sana. Namun, nihil. Sorotan sang suami, masih sama. Dan, mungkin tidak akan pernah berubah sampai kapan pun!Seharusnya Mey sadar, bahwa cinta tidak akan pernah bisa dipaksa! Dua tahun mereka bersama, namun, sedikit pun Rei tidak menaruh hati padanya.Wanita bertubuh seksi, dengan k
"Pergi kalian dari sini!" desis Rei, sambil menahan nyeri."Kami khawatir sama kamu Rei, dan tentu aja peduli," ucap Vita, mendapat anggukan setuju dari Putra dan juga Mey.Rei menggeleng lemah, rasa nyeri masih bisa ia rasakan di sekujur tubuh. Termasuk wajah tampan, yang sengaja Davin bubuhkan di sana.Bukan hanya fisik saja yang terluka, Rei merasakan nyeri bertubi-tubi di hatinya. Penyesalan kian membuncah, tatkala mengingat Alya Sahira. Mantan kekasih, yang tak pernah bisa ia lupakan hingga kini.Mey melangkah, menghampiri Rei yang terlihat babak belur. Perlahan ia mengusap wajah sang suami, laju tangisnya seolah tak bisa dihentikan.Rei menepis kasar tangan sang istri, ia benci. Dipaksa menikah dengan wanita seperti Mey, namun, nasi sudah menjadi bubur. Dan, tentu saja tak bisa d
Al terlonjak kaget, setibanya di rumah Jimmy. Dua kali lipat lebih mewah, dan lebih wah dibanding rumah milik keluarga Saputra.Berkali-kali meneguk saliva, mencubit pelan pipi tirusnya. Takut, jika apa yang dilihat hanyalah mimpi belaka.Jimmy terkekeh pelan, melihat tingkah lucu dari sang pujaan.Jimmy berdehem, mulai Membuka percakapan. Tatkala memasuki ruang tamu, "Kamu ... Kenapa? Rumahku jelek ya?"Al menggeleng tegas, bagaimana mungkin rumah semegah itu dikatakan jelek?"Papa ... Dia siapa?" seorang gadis cantik, berkuncir dua. Datang menghampiri, tampak heran dengan kedatangan Al.Senyum mengembang, terus tercetak dari bibir Jimmy."Hallo sayang," sapa Al, menatap Naura lekat.
"Siapa dia?" tanya seseorang, yang tampak menahan diri untuk tidak meledak.Jimmy dan Alya saling berpandangan, ketegangan tengah menyelimuti mereka di bawah gelapnya malam.Helaan napas terdengar berat, Alya masih menimbang. Kata apa yang pantas ia lontarkan.Davin terus menatap Alya, penuh selidik. Kecurigaan semakin berkecamuk, terlebih Jimmy dan Al tampak serasi.Jimmy menyodorkan tangan, niat untuk memperkenalkan diri. Tak mendapat balasan baik dari Davin.Pria muda itu mendengkus kasar, menepis tangan Jimmy, "Baru ditinggal bentar, kamu ... Udah sama yang lain. Dasar tukang selingkuh!"Al menggigit bibir, menggeleng lemah atas tuduhan Davin.Davin tak peduli, hatinya sedang panas. Dibakar api cemburu, yang mela
Semua mata menatap Alya dengan iri, terlebih Wulan. Tampak geram, menyaksikan keromantisan di antara mereka.Jimmy tak segan menautkan tangan pada Alya, seutas senyum terus tercetak dari bibir mereka."Ciyeeee ... Pasangan baru, hebat kamu Al. Gimana caranya sih, menggaet cowok tajir kayak Pak Jimmy?" tanya salah seorang Karyawan wanita, mengedip centil sambil terkekeh pelan.Alya tak mampu menjawab, sebab ia sendiri tak tau harus menjawab apa. Terlebih, seseorang bisa saja dibutakan karena cinta.Wulan masih menatap sengit, butuh penjelasan lebih tentang apa yang dilihat saat ini."Hm, permisi Pak. Boleh saya bicara sebentar dengan Alya? Kebetulan ada sedikit keperluan." Wulan menghadang jalan mereka, membuat keduanya mendengkus kesal.
Ruang tamu tampak sunyi, seolah tak ada yang mau membuka mulut. Ketegangan memang biasa tercipta, di rumah mewah milik keluarga Saputra.Hingga pada akhirnya datang seseorang, menambah suasana baru. Amarah kian membuncah, tatkala saling bertukar pandang dengan kedua orangtua yang selama ini ia hormati.Persis seperti Mey, kali ini Davin membuang semua barang-barang. Termasuk vas bunga mahal, kesayangan Nyonya besar.Ia lampiaskan semua, namun, tak bisa memukuli Ayah terlebih Ibunya. Jadilah, semua barang menjadi korban amarahnya.Semua orang mengelus dada, bergidik ngeri. Belum berani menyapa atau menghentikan perbuatan Davin, membiarkan ruang tamu hancur lebur!Davin menghela napas, tampak lelah dengan aksinya, "Aku ... Benci Ibu dan Ayah, ternyata kalianlah penyebab Alya
Jimmy terus berlari tergopoh-gopoh, dua cup minuman. Terjatuh dari tangan, tatkala dirinya tak menemukan Alya di sudut mana pun.Berbagai dugaan terus berkecamuk, menyelimuti hatinya yang tengah gundah gulana."Dasar wanita aneh, nangis sambil lari-lari. Doi pikir, ini India apa!" desis remaja perempuan, sambil terus mengumpat. Bahunya masih terasa sakit, ditabrak oleh seseorang.Samar, Jimmy mendengar umpatan itu. Berharap, ada titik terang atas pencariannya."Maaf Dek, yang Adek maksud itu siapa ya?" tanya Jimmy, menunggu dengan tak sabar.Remaja cantik itu mendengkus kesal, menatap sengit ke arah Jimmy."Ih Om kepo!" selorohnya, sambil mengendikkan bahu.Jimmy merasa geram, dipermainkan oleh anak kecil seperti itu
Acara pernikahan Alya dengan Jimmy, digelar dengan mewah. Semua tampak hadir, menyaksikan dua sejoli yang tengah dimabuk asmara.Hanya orang-orang terpilih, yang dapat menghadiri acara tersebut. Sebab, Alya dan Jimmy sudah sepakat untuk tidak mengundang keluarga Davin nun jauh di sana.Wajah Alya kembali merona, tatkala Jimmy terus mencuri pandang. Mengulum senyum, melihat bidadari cantik yang kini telah resmi menjadi istri.Orang-orang tampak sibuk, hingga tak menyadari. Akan sosok seseorang, yang tak pernah sang pengantin harapkan kedatangannya.Pria muda itu mendengkus kesal, menatap iri kepada Alya dan Jimmy.Balutan baju pelayan, ditambah topi yang tak memperlihatkan wajah membuat Davin semakin leluasa untuk melancarkan aksinya."Sekarang .
"Oooh, jadi ... kamu dan Alya, clbk? Memanfaatkan situasi di saat aku nggak ada, bravo! Kalian memang pasangan serasi, dilihat dari sisi mana pun." Davin, mendelik tajam. Tak sangka, hari kedua akan kepulangannya justru disambut dengan kabar duka.Sang Mama, menatap nanar. Ia mengusap wajah, takut kedua putranya akan kembali berkelahi. Seperti yang sudah-sudah, hanya karena wanita miskin di depannya."Davin, maafkan Kakak. Bagaimana pun, yang namanya cinta nggak bisa dipaksa. Biarkan kami bahagia!" Rei, menekan tiap kata. Ia sudah berjanji, akan mempertahankan hubungannya dengan sang pujaan walau apa yang terjadi nanti.Davin tersenyum getir, "Bagaimana bisa, kalian kembali berhubungan? Bukankah Alya, sudah menikah?"Rei menarik napas, bersiap merangkai kata. Apa pun tanggapan Davin, ia sama sekali tak peduli!"Mer
"Lelah." Alya menghela napas panjang, menatap sekeliling rumah. Sepi, pastilah kedua orangtuanya sedang berada di luar.Rey ikut masuk, memejamkan mata akibat rasa lelah yang sama. Belum lagi untuk menghadapi kedua mempelai, amat mengesalkan."Eh, kamu kok, nggak pulang?" Alya bertanya, heran juga kesal."Santai dululah, aku juga capek. Bikinin minum atau apa kek!" Alya mendengkus, sikap bossynya muncul kembali. Meski begitu, ia tetap melangkah menuju dapur.Teringat akan Jimmy dan Risma, tampak serasi dilihat dari sisi manapun. Wajar jika ia cemburu, mereka belum lama bercerai. Terlebih dengan penolakan Laura, amat menikam hati."Nih," ujarnya. Meletakan segelas air putih, "Sorry, hanya ada itu."Rei tak peduli, menghabiskan minumannya dengan tandas. Begitu lega, bisa sedikit mengobati
"Loh, kamu ... Ada undang mereka, sayang?" Jimmy bertanya, menatap Risma. Istri barunya, menuntut jawaban dengan rasa tak sabar.Alya berdiri tegak. Tangan ia biarkan bergelayut manja pada pria di sampingnya, Rei Saputra. Siapa sangka, takdir akan mempertemukan mereka kembali pada kondisi berbeda.Pesta megah. Dengan hingar-bingar musik, menjadi hal paling memuakan untuk Alya. Masih pantaskah ia cemburu? Wajarkah? Padahal, perceraian mereka belum lama. Jimmy berlaku seakan tak sabaran, ingin kembali mereguk indah seorang wanita."Iya dong, sayang. 'Kan Alya juga pernah jadi bagian kita," sahut Risma. Mengelus dada pujaan hati, yang akhirnya bisa ia dapatkan jua."Begitu, yasudahlah. Pastikan, pasangan khianat itu tidak berbuat kerusuhan." Ucapan Jimmy, cukup telak membuat hati Alya terkoyak bukan main.
"Masih pagi, dan kamu ... Udah rajin banget buat datang ke sini? Ck!" Alya mendengkus sebal, terpaksa menyambut sang tamu yang tak diundang itu.Pria di depannya mengendikan bahu, cuek. Lantas meletakan dua plastik, yang berisi makanan dan minuman. Ia belum sarapan, itu sengaja dilakukan demi melakukan pendekatan.Tanpa malu, Rei menyantap sekotak makanan untuk dirinya. Mengabaikan tatapan tidak suka dari wanita, di depannya."Duduklah, temani aku makan!" titahnya, mendongak demi melihat sang pujaan.Alya memejam, merasa takdir amat kejam. Ia yang terus mencoba move on, justru terus-menerus dipertemukan dengan si tersangka utama."Aku nggak laper!" sahutnya, terpaksa duduk. Dengan mulut yang sesekali menguap."Yakin?" Rei bertanya, lantas membuka bungkusan plastik.
Keluarga Mey masih berduka. Pria asing yang tak mereka sukai, bahkan memilih untuk tidak menunjukan diri. Demi menghindari pertikaian, apalagi Rei dan keluarganya selalu ada. Meski benci, kecewa, mereka tetap hadir karena ikatan yang masih jelas terukir.Air mata, menjadi satu-satunya bukti. Bahwa telah kehilangan orang yang dicinta, dan Mey. Amat menyesal, sempat memutukan kabur demi keegoisannya sendiri.Ia tahu betul, penyesalan tak akan bisa membuat sang Papa kembali. Kini, hanya untaian doa dan kata maaf. Untuk semua hal yang pernah terjadi, meski berat tetap harus dijalani bukan?"Setelah ini, apa rencanamu selanjutnya Rei?" tanya sang Mama, mendesah resah. Menatap anak, yang selalu ia kekang selama hidup."Entahlah, Ma. Kita pikirkan nanti, setelah duka ini berjalan lama." Ia hendak melangkah. Namun, dicegah Papanya yang heran a
Tiga bulan pencarian, akhirnya Mey ditemukan dalam keadaan mengkhawatirkan. Dengan hanya mengenakan daster lusuh, ia duduk di rumah besar sang suami. Justru seperti orang asing, mereka yang menatap wanita itu seakan tak percaya akan perubahan tersebut.Bahkan, Mama Rei. Sempat berteriak histeris, meski akhirnya ia memeluk menantu tersayang. Menghujaninya dengan permintaan maaf, sebab mengabaikan segala kesakitan yang telah dirasa oleh seorang Mey."Cepat katakan, Mey. Siapa dia?" tunjuk sang suami sah, pada pria asing di sampingnya.Kini, semua tatapan memandang lekat pada pria yang disinyalir membawa Mey kabur. Mereka membenci, bahkan mengutuk!Mey, merasa tenggorokannya makin tercekat. Mimpi buruk saat anak buah Rei, bisa mempertemukan tempat persembunyiannya.Tubuhnya makin me
"Ini ... Bukti resmi, bahwa kita sudah bercerai!" Jimmy berucap, mengabaikan rasa sakit yang berkecamuk pada Alya. Wanita yang dulu setengah mati ia puja!Kedatangannya tak hanya sendiri, melainkan bersama Risma. Wanita yang kerap kali ikut ke manapun, Jimmy melangkah.Ibu dan Bapak Alya. Tampak kecewa, menyesal sebab telah menitipkan sang anak pada pria yang salah. Kini, nasi sudah menjadi bubur. Kenyataan yang ada, mau tidak mau kudu diterima!"Saya pulangkan Alya, anak Ibu dan Bapak. Maaf, sebab tidak bisa mempertahankan rumah tangga ini." Setetes air mata jatuh, tanpa sadar Alya meremas surat perceraian mereka. Ada rasa tidak rela, meski tak bisa berbuat apa-apa."Bapak pikir, kamu akan tetap membersamai Alya. Ternyata Bapak salah," ungkap pria itu. Dengan sesak di dada, tak pernah menyangka anaknya akan menjadi seorang jan
"Apa yang kamu lihat, itu nggak sesuai dengan apa yang ada dalam pikiranmu!" ucap Alya, tegas. Netranya menerawang jauh, tak memaksa pria di sampingnya untuk percaya.Jimmy memandang wanita, yang masih jadi istrinya. Rasa cemburu saat melihatnya bersama sang mantan, membuat pikirannya tak menentu.Mereka bicara hanya berdua, dengan Risma yang berlalu entah ke mana. Wanita itu terpaksa mengalah, sebab Jimmy sendiri yang meminta."Bisa jadi, kalian berdua janjian. Untuk merayakan pertemuan, atau hal indah lainnya. Aku, bukan pria yang bisa kamu bodohi!" Alya menarik napas panjang, ia tahu akan sulit menjelaskan kesalahpahaman ini.Kini ia pasrah, tak mau membuang waktu untuk orang yang sudah tak mempercayainya lagi."Aku ... Bicara jujur apa adanya, please jangan buat lebih r
Hari keempat, Alya berada di kota di mana orangtuanya berada. Memutuskan untuk pergi seorang diri, menghabiskan waktu di dalam Mall sambil sesekali menikmati makanan ringan jua minuman yang membuat tenggorokan terasa segar.Ia melirik ponsel, yang tergeletak di atas meja. Selama kepergiaanya, Jimmy sama sekali tidak berniat untuk menghubunginya. Ahh, masih pantaskah ia berharap? Usai kabur, tanpa kata.Hingar-bingar musik, membuat kepalanya sesekali bergoyang. Entah kenapa pikirannya justru makin semrawut, berada di tempat ramai. Tapi, hatinya terasa sepi. Bagai tak bertuan, rindukah hatinya akan Jimmy?Di sudut lain, ada beberapa orang berbadan besar. Tengah menjadi bodyguard sang boss, tujuan mereka apalagi kalau bukan untuk mencari Mey.Pria tampan dengan kacamata hitam, berjalan santai dengan netra menatap ke sana-ke mari.