Jimmy terus berlari tergopoh-gopoh, dua cup minuman. Terjatuh dari tangan, tatkala dirinya tak menemukan Alya di sudut mana pun.Berbagai dugaan terus berkecamuk, menyelimuti hatinya yang tengah gundah gulana."Dasar wanita aneh, nangis sambil lari-lari. Doi pikir, ini India apa!" desis remaja perempuan, sambil terus mengumpat. Bahunya masih terasa sakit, ditabrak oleh seseorang.Samar, Jimmy mendengar umpatan itu. Berharap, ada titik terang atas pencariannya."Maaf Dek, yang Adek maksud itu siapa ya?" tanya Jimmy, menunggu dengan tak sabar.Remaja cantik itu mendengkus kesal, menatap sengit ke arah Jimmy."Ih Om kepo!" selorohnya, sambil mengendikkan bahu.Jimmy merasa geram, dipermainkan oleh anak kecil seperti itu
Acara pernikahan Alya dengan Jimmy, digelar dengan mewah. Semua tampak hadir, menyaksikan dua sejoli yang tengah dimabuk asmara.Hanya orang-orang terpilih, yang dapat menghadiri acara tersebut. Sebab, Alya dan Jimmy sudah sepakat untuk tidak mengundang keluarga Davin nun jauh di sana.Wajah Alya kembali merona, tatkala Jimmy terus mencuri pandang. Mengulum senyum, melihat bidadari cantik yang kini telah resmi menjadi istri.Orang-orang tampak sibuk, hingga tak menyadari. Akan sosok seseorang, yang tak pernah sang pengantin harapkan kedatangannya.Pria muda itu mendengkus kesal, menatap iri kepada Alya dan Jimmy.Balutan baju pelayan, ditambah topi yang tak memperlihatkan wajah membuat Davin semakin leluasa untuk melancarkan aksinya."Sekarang .
Risma mendelik tajam ke arah Alya, ia merasa geram bagaimana mungkin sosok sang adik digantikan dengan wanita yang sangat tidak pantas dikedua netranya.Berkali-kali Alya menelan ludah, berharap ada seseorang yang mampu menyelamatkan hidupnya. Tapi, sayang seribu sayang. Semua orang, sibuk dan tidak sedang berada di rumah.Risma menghempaskan diri di sofa empuk juga mahal, ia menyilangkan kaki dan menjentikkan kuku indahnya."Tolong, buatkan saya minuman." Risma berucap, seolah sibuk dengan kuku hasil nyalon sebelum datang ke rumah Jimmy."Jus Alpukat, esnya yang banyak. Dan, gulanya dikit aja. Kebetulan, saya sedang diet."Alya mengangguk lemah, lantas berlari kecil menuju dapur. Kebetulan yang amat miris, Bik Inah tengah keluar jadi tak ada yang bisa membantu.Beruntung, beberapa buah alpukat ten
Suasana pagi ini, begitu menyedihkan. Seisi rumah menatap prihatin kepada Davin dan Rei, dua pria yang sedang patah hati.Mendesah resah, Mey mencoba terus menikmati sarapan yang amat hambar di mulut. Apa kurangnya ia? Hingga selalu kalah dari Alya, dulu bahkan sekarangpun fakta tersebut makin mengiris ketenangan hati.Vita berdecak kesal, ia menaruh pisau dan garpu dengan sedikit kasar. "Rei, Davin. Kalian ini kenapa sih? Susah sekali buat move on, dan kamu Rei. Mungkin Davin wajar, tapi, kamu sudah menikah. Dan kalau kamu tidak lupa, istrimu ada di sini!"Mendengar hal itu, Mey tersenyum getir. Jutaan kalimat apapun tak akan bisa membuat suaminya sadar, kini ia hanya bisa memenangkan raganya dan bukan hatinya.Putra mendelik tajam, napasnya makin tak beraturan. Ia pikir, masalah sudah usai. Tap
Tubuh Jimmy menegang. Emosi yang memuncak begitu menguasai diri, hampir tak percaya dengan pemandangan miris di sudut sana. Bagaimana sang istri tercinta, diperlakukan sebagai babu bukan nyonya!Menghela napas panjang. Buru-buru ia berjalan, berdehem kecil. Agar semua orang tahu, bahwa ia datang tak jadi keluar kota."Jim-Jimmy ... Ka-mu," ucap Risma. Gugup sekaligus tegang, repleks berdiri agar perangai buruknya tak diketahui. Padahal, adik iparnya sudah tahu jelas."Tega sekali kamu, Mbak." Berucap dengan ketus, Jimmy menatapnya tajam. "Dia istriku, dan ini juga bukan rumahmu! Tapi, kamu bersi
Seminggu berlalu, dan hidup Alya berasa tenang. Tak ada lagi Risma, yang datang mengganggu. Mungkin, wanita itu memang takut atau apa. Yang jelas, Alya sangat menikmati hari-harinya.Ia dan anak tirinya juga makin dekat. Perempuan kecil, dengan wajah menggemaskan seakan lupa dengan Risma. Terbukti, ia tak lagi menanyakan Kakak Almarhum sang Mama."Masak apa?" tanya Jimmy, melingkarkan tangan pada tubuh ramping Alya. Menghirup aroma wangi, yang menguar."Nasi goreng spesial," sahut Alya. Menyunggingkan senyum, selaras dengan keadaan hatinya."Pasti enak." Jimmy tahu, selain istrinya cantik. Ia juga pandai memasak, maka tak salah ia memilih istri.Bolak-balik antara dapur dan meja makan. Alya merasa kerepotan, dengan Jimmy yang terus menempel. Layaknya anak kecil, yang tak
Di sini Alya sekarang, menatap pintu yang masih tertutup. Ia putuskan untuk pulang, meninggalkan Jimmy dan Laura di kota yang berbeda. Sudah lama pula ia tak bertemu dengan kedua orang tua, rindu sudah membumbung tinggi.Ia pasrah, jika rumah tangganya dengan Jimmy harus retak. Posisi Risma, memang sangat kuat. Alya, cukup tahu diri untuk mundur!Berdiri lama dengan pikiran berkecamuk, Alya takut untuk menjawab setiap pertanyaan Ibu dan Bapak. Kuatkah ia menceritakan semua tanpa air mata?Menghela napas panjang, Alya kembali membulatkan tekad. Mengetuk pintu rumah orangtua, yang sempat ia tinggalkan beberapa bulan terakhir.Dua ketukan pintu, Alya lakukan. Hingga sosok seorang Ibu keluar, dengan netra teduh yang amat menggetirkan hati. Untuk sesaat mereka terdiam, tak lama saling memeluk satu sama lain.Ben
Hari keempat, Alya berada di kota di mana orangtuanya berada. Memutuskan untuk pergi seorang diri, menghabiskan waktu di dalam Mall sambil sesekali menikmati makanan ringan jua minuman yang membuat tenggorokan terasa segar.Ia melirik ponsel, yang tergeletak di atas meja. Selama kepergiaanya, Jimmy sama sekali tidak berniat untuk menghubunginya. Ahh, masih pantaskah ia berharap? Usai kabur, tanpa kata.Hingar-bingar musik, membuat kepalanya sesekali bergoyang. Entah kenapa pikirannya justru makin semrawut, berada di tempat ramai. Tapi, hatinya terasa sepi. Bagai tak bertuan, rindukah hatinya akan Jimmy?Di sudut lain, ada beberapa orang berbadan besar. Tengah menjadi bodyguard sang boss, tujuan mereka apalagi kalau bukan untuk mencari Mey.Pria tampan dengan kacamata hitam, berjalan santai dengan netra menatap ke sana-ke mari.