Home / Romansa / Dark Circle / Hari Libur

Share

Hari Libur

Author: Risma Indah
last update Last Updated: 2021-09-02 19:44:48

Jingga menguap dengan mulut yang cukup lebar di depan meja makannya sambil memetik batang cabai. Matanya sedikit terpejam tapi tetap dipaksanya untuk terbuka lebar. 

"Sama bawang merahnya juga ya, Ga," perintah Mama yang masih sibuk dengan panci di atas kompornya. 

Gaga. Itulah panggilan sayang Mama untuk Jingga. Katanya, agar lebih mudah manggilnya. 

Tok...

Mama memukul kepala Jingga dengan centong sayurnya saat melihat Jingga yang masih terkantuk-kantuk di depan meja. 

Awww...

Jingga menjerit keras sekaligus kaget. Seketika rasa kantuk itu hilang karena pukulan keras Mama. 

Hubungan Jingga dan Mama memang jauh dari kata 'damai'. Mereka lebih sering bertengkar layaknya saudara daripada ibu dan anak. 

Maklum saja, jarak usia antara mereka berdua tak terpaut jauh. Hanya 17 tahun. Bahkan lebih muda daripada umur Jingga saat ini. 

Mama Jingga melahirkannya saat usianya masih 17 tahun saat itu. Akibat sebuah kesalahan fatal yang dia lakukan pada jamannya. 

"Sakit, Mama," teriak Jingga kesal sambil memegangi kepalanya. Rambutnya yang acak-acakan jadi kebiasaan tersendiri untuk Jingga. 

"Makanya, jangan tidur terus. Tadi malem tidur jam berapa sih?" tanya Mama heran melihat Jingga yang tak juga bisa membuka matanya.

Jingga menguap. Merenggangkan otot di seluruh badannya. Dan menyandarkan punggungnya ke kursi.

"Nggak malem-malem kok. Masih sore. Jam 7 kayaknya," kata Jingga santai sambil mengangkat kakinya ke atas kursi. 

Lagi-lagi Mama memukul kepala Jingga.

"Ketahuan banget bohongnya. Orang jam 9 Mama lihat kamu masih main handphone di ruang tamu," kata Mama kesal karena Jingga membohonginya.

Jingga ikut kesal sambil memegang kepalanya yang sakit.

"Kak," panggil seorang gadis kecil pada Jingga sambil menarik bajunya.

Namanya Regina. Biasa dipanggil Gigi. Supaya sama dengan panggilan Jingga. Dia adalah adik dari Jingga. Adik yang berbeda ayah dengannya. Ayah Jingga? Jangan ditanya. Bahkan sampai detik ini Jingga belum pernah tahu bagaimana wujud ayahnya. Regina masih berumur sekitar 9 tahunan. Masih sangat kecil sampai masih butuh bantuan untuk melakukan apa-apa.

"Apa, Gi?" jawab Jingga dengan nada sayang. Meski memiliki ayah yang berbeda dengan Regina, Jingga tetap sangat menyayanginya. Ia adalah satu-satunya saudara yang dimilikinya.

"Bantuin ngerjain PR," kata Regina dengan wajah memelas.

"Tumben nggak les?" tanya Jingga heran karena Regina ada di rumah saat ini. Walaupun hari ini adalah hari Minggu. Biasanya Regina selalu berangkat ke tempat les pada Minggu paginya.

"Tanggal merah kak sekarang. Lesnya libur," jawab Regina dengan suara yang terdengar manis. 

"Kasih hadiah dulu dong kalau gitu," kata Jingga sambil menyodorkan pipinya pada Regina. Regina menggelengkan kepala sambil memasang wajah manyun.

"Nggak mau. Kakak belum mandi," kata Regina menggoda. 

Jingga memandang Regina dengan tatapan nakal dan segera mengelitikinya. Suara tawa kegelian Regina berhasil menghiasi seluruh penjuru rumah. 

Jingga memandang Mamanya sejenak dan tersenyum pada Regina.

"Ma, nanti lagi ya. Gigi minta di ajarin PRnya nih," kata Jingga memcari alasan untuk pergi dari semua tumpukan bawang ini. 

"Nanti aja, Gi. Mama lagi minta tolong sama Gaga. Ini nanti masaknya nggak selesai-selesai," kata Mama membuat Jingga memasang wajah manyun. 

Jingga berbisik pada Regina.

"Gagal, Gi. Nanti aja. Kamu main aja dulu," bisik Jingga dengan lembut. Regina mengangguk dan segera bermain di ruang tamu.

Mama memang lagi sibuk-sibuknya masak nih. Karena nanti sore ada syukuran kecil-kecilan ulang tahun Papa. Papa dari Regina maksudnya. Yang juga Papa tiri Jingga. Apalagi Mbak Susi, orang yang biasa membantu Mama membersihkan rumah tidak bisa masuk hari ini. Jadi, Mama harus melakukan semuanya sendiri. Dengan bantuan Jingga tentunya.

Jingga memegang handphonenya. Melihat layar handphone yang masih sunyi itu. Tak ada panggilan dari Arga. Pesan pun tak ada.

"Nanti Arga kesini, Ga?" tanya Mama membuyarkan lamunan Jingga. Keluarga Jingga memang sudah mengenal  Arga sejak awal mereka berpacaran. Bahkan, dulu Arga dan Jingga sering kencan bersama Regina. Bisa dibilang, kemanapun Regina ingin bertamasya Arga dan Jingga selalu mengajaknya.

Tapi, sekarang berbeda. Sudah 1 tahun ini sikap Arga berubah. Kini Arga mulai menjauh dari semuanya. Bukan hanya dari keluarga Jingga. Tapi juga mulai menjauh dari Jingga. Dengan alasan yang tak pernah jelas.

Jingga kembali mengupas bawang di hadapannya.

"Nggak tahu, Ma," jawab Jingga singkat.

"Udah kamu kasih tahu belum?" tanya Mama lagi sambil memberikan sayuran pada Jingga.

"Sama ini tolong diiris," kata Mama di sela pertanyaannya.

"Udah aku kasih tahu. Tapi nggak tahu juga, Ma. Arga bisa datang atau enggak. Soalnya Arga lagi banyak kerjaan, Ma. Maklum. Udah akhir bulan. Waktunya kejar target," jawab Jingga. Mama melirik Jingga dengan penasaran.

"Tapi hubungan kalian baik-baik aja kan?" tanya Mama memastikan.

Jingga tersenyum tipis. Tak ingin Mamanya terbebani dengan hubungannya dan Arga.

"Nggak apa-apa kok. Mama tenang aja," jawab Jingga santai.

"Assalamualaikum," suara seolang lelaki memasuki rumah Jingga. 

Seorang lelaki berumur 25 tahunan dengan penampilan biasa datang memasuki rumah Jingga dengan terburu-buru. Keringatnya terlihat mengucur membasahi seluruh wajahnya. Dari sudut matanya terlihat tatapan penuh kekhawatiran dan gugup.

Matanya berlarian memandang ke seluruh penjuru rumah. Mencari orang yang ada di rumah itu.

"Waalaikum salam," tanya Jingga dengan wajah yang ikut gugup. Jingga berdiri dari duduknya dan segera mendekati lelaki itu dengan penasaran.

"Ada apa ya?"

"Bu Bidannya ada?" tanya lelaki itu dengan wajah bingung. 

"Iya. Saya sendiri," jawab Jingga yang mulai gugup.

"Ini bu. Bisa minta tolong? Ada ibu hamil yang lagi dalam kondisi darurat," kata lelaki itu sambil menunjuk mobil yang terparkir di depan rumahnya.

Jingga meliriknya sejenak. Dan mengangguk pelan.

"Tunggu sebentar, ya. Bawa masuk dulu ke klinik di depan. Saya mau ke kamar mandi dulu sebentar," kata Jingga pamit karena memang kondisinya saat ini tidak terlihat seperti seorang Bidan. Bahkan bisa dibilang terlihat seperti orang yang sudah tidak mandi selama berhari-hari.

Lelaki itu memegang tangan Jingga. Menghentikannya untuk pergi meninggalkannya.

"Nggak perlu. Gini aja. Bu bidan lihat dulu," kata lelaki itu dengan tatapan tajam. Penuh ketakutan yang teramat.

"Iya. Tapi sebentar. Kalau gitu saya ganti baju dulu," kata Jingga yang mulai gugup karena lelaki itu. Jingga memandang penampilannya dengan yang hanya memakai celana pendek. Dengan rambut yang acak-acakan. Ia bukan seorang Bidan detik itu. Jingga menutup wajahnya karena malu.

"Udah nggak ada waktu lagi, Bu," kata lelaki itu lalu menarik paksa tangan Jingga. Jingga tak bisa berkutik. Cengkraman lelaki itu sangat kuat.

Jingga menelan ludah. Sepertinya situasi ini tidak mudah. Ia harus mengesampingkan penampilan acak-acakannya saat ini. Yang terpenting adalah bagaimana dia melayani pasien darurat saat ini.

Related chapters

  • Dark Circle   Kelahiran

    Jingga diam terpaku di samping mobil hitam yang terparkir di depan rumahnya.Di pagi yang sibuk ini seorang pemuda yang tak dikenalnya menarik paksa tangannya. Membawanya menuju ke sebuah kondisi yang katanya darurat itu.Laki-laki itu bernama Nathan. Seorang pemuda berusia 25 tahun yang hanya memakai kaos tipis dengan celana pendek sekaligus sandal japit. Membawa sebuah mobil yang terlihat cukup mahal. Terparkir dengan gagahnya di depan rumah Jingga.Ceklek...Pintu mobil itu terbuka. Seorang wanita hamil tua sedang menahan kesakitan di dalam sana. Wanita itu adalah wanita yang kemarin baru saja memeriksakan kandungannya di klinik Jingga kemarin.Jingga memandang Nathan dengan wajah sedikit heran. Tak menyangka jika suami dari wanita yang biasa menjadi pasiennya itu adalah seorang pria yang masih sangat muda."Aku bukan suaminya," kata Nathan yang mengerti maksud dari pandangan Jingga. Jingga mengangguk pelan."Sayaangg..." wanit

    Last Updated : 2021-09-03
  • Dark Circle   Ganti Rugi

    Nathan membuka matanya yang terasa sangat berat dengan perlahan. Seketika, telinganya mendengar dengan jelas suara tangisan bayi yang cukup keras. Nathan memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Mungkin, kepalanya terjatuh karena dia terjatuh tadi.Ia masih bingung dimana dirinya berada saat ini. Pikirannya bekerja. Dia baru menyadari jika saat ini ia masih berada di sebuah klinik bersalin. Sebuah tempat yang memberinya pengalaman yang tak akan terlupakan sepanjang hidupnya.Serang gadis berdiri di dekatnya. Memegang alat-alat medis yang Nathan tak tahu untuk apa kegunaannya. Gadis itu tersenyum ramah memandang Nathan saat tahu jika Nathan sudah bangun."Diminum pak," kata Tiara yang baru datang ke klinik itu beberapa menit yang lalu sambil menyodorkan segelas air putih pada Nathan. Nathan meminumnya dalam sekali teguk."Bayinya gimana?" tanya Nathan sambil memandang erat bayi yang sedang digendong wanita yang baru saja melahirkan itu."Nggak apa-apa. S

    Last Updated : 2021-09-04
  • Dark Circle   Identitas Nathan

    Nathan menjatuhkan tubuhnya pada sebuah kasur besar yang ada di ranjang kamarnya. Matanya memandang ke langit-langit kamar dengan cahaya lampu yang sudah redup itu.Sejenak, Nathan memasang senyum lebar di sudut bibirnya. Pikirannya menerawang jauh ke rumah seorang bidan muda yang baru saja ditemuinya tadi pagi.Jingga.Jingga berhasil membuat kesan terindah untuk Nathan. Memberikan sebuah pengalaman yang tak akan pernah bisa dilupakan bagi Nathan.Jingga. Sosok wanita perkasa yang terlihat kuat dan hebat tapi juga terlihat polos dan anggun disaat yang bersamaan. Sosok wanita muda yang bisa membantu sebuah kehidupan baru untuk melihat dunia ini.Nathan tertawa kecil. Tidak. Tawanya sangat lebar. Hingga memenuhi wajahnya yang kecil itu.Plakk..Nathan bertepuk tangan. Seketika lampu dengan sensor di kamarnya itu menyala dengan indahnya. Tampak sebuah kamar yang cukup luas dengan desain yang sangat mewah.Di salah satu sudut ruanga

    Last Updated : 2021-09-28
  • Dark Circle   Aku Ingin Putus

    "Aku mau kita putus," kata Jingga dengan penuh keyakinan.Matanya nanar memandang bayangan dirinya yang terpantul jelas dari cermin kamarnya.Kalimat yang setiap hari diucapkannya di depan cermin selalu tertelan habis saat berada di hadapan Arga. Lelaki yang sudah 3 tahun ini menjalin hubungan dengannya. Baginya, sudah tidak ada kecocokan lagi antara dirinya dan Arga. Apalagi dengan sikap Arga yang selalu bermain wanita di belakang Jingga.Jingga diam sesaat memandang cermin besar di hadapannya.Matanya terlihat sendu. Jingga memejamkan matanya sejenak dan kembali menghembuskan nafas panjang. Untuk kesekian kalinya, Jingga mengedipkan matanya. Berusaha menahan butir-butir air mata yang meresap melalui celah matanya.Perlahan, Ia kembali merapikan bajunya. Berusaha tampil lebih cantik di depan Arga. Setidaknya, jika kali ini dia bisa mengatakannya. Ia ingin semuanya menjadi perpisahan yang manis.Sekali lagi, Jin

    Last Updated : 2021-09-02
  • Dark Circle   Bidan Jingga

    "Cowok itu nggak akan berubah hanya karena seseorang, Ngga," ujar Tiara. Sahabat Jingga yang juga membantunya membuka klinik yang dijalankannya itu sesaat setelah Jingga menceritakan hubungannya dengan Arga.Jingga tersenyum tipis sambil menuliskan sesuatu di buku besarnya."Aku nggak berharap dia berubah, Ra. Aku cuma pengen dia ngerti apa yang aku mau. Emangnya aku salah ya kalau aku cuma mau perhatian dari dia?" kata Jingga melemparkan pandangannya pada Tiara yang masih sibuk membersihkan setiap sudut klinik itu.Tiara duduk di hadapan Jingga. Meletakkan tangannya di atas meja."Bukan masalah salah atau enggaknya. Tapi, sekarang kondisinya beda. Dia udah terlalu sering cuek sama kamu. Sampai kapan kamu mau nangis-nangis karena disia-siakan? Trus balik lagi luluh karena sikap dia yang menurut kamu romantis?" tanya Tiara tak mengerti dengan jalan pikiran Jingga.Jingga membuang nafas. Dia sendiri tak tahu harus bagaimana melawan sikap Arga."Aku sendir

    Last Updated : 2021-09-02

Latest chapter

  • Dark Circle   Identitas Nathan

    Nathan menjatuhkan tubuhnya pada sebuah kasur besar yang ada di ranjang kamarnya. Matanya memandang ke langit-langit kamar dengan cahaya lampu yang sudah redup itu.Sejenak, Nathan memasang senyum lebar di sudut bibirnya. Pikirannya menerawang jauh ke rumah seorang bidan muda yang baru saja ditemuinya tadi pagi.Jingga.Jingga berhasil membuat kesan terindah untuk Nathan. Memberikan sebuah pengalaman yang tak akan pernah bisa dilupakan bagi Nathan.Jingga. Sosok wanita perkasa yang terlihat kuat dan hebat tapi juga terlihat polos dan anggun disaat yang bersamaan. Sosok wanita muda yang bisa membantu sebuah kehidupan baru untuk melihat dunia ini.Nathan tertawa kecil. Tidak. Tawanya sangat lebar. Hingga memenuhi wajahnya yang kecil itu.Plakk..Nathan bertepuk tangan. Seketika lampu dengan sensor di kamarnya itu menyala dengan indahnya. Tampak sebuah kamar yang cukup luas dengan desain yang sangat mewah.Di salah satu sudut ruanga

  • Dark Circle   Ganti Rugi

    Nathan membuka matanya yang terasa sangat berat dengan perlahan. Seketika, telinganya mendengar dengan jelas suara tangisan bayi yang cukup keras. Nathan memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Mungkin, kepalanya terjatuh karena dia terjatuh tadi.Ia masih bingung dimana dirinya berada saat ini. Pikirannya bekerja. Dia baru menyadari jika saat ini ia masih berada di sebuah klinik bersalin. Sebuah tempat yang memberinya pengalaman yang tak akan terlupakan sepanjang hidupnya.Serang gadis berdiri di dekatnya. Memegang alat-alat medis yang Nathan tak tahu untuk apa kegunaannya. Gadis itu tersenyum ramah memandang Nathan saat tahu jika Nathan sudah bangun."Diminum pak," kata Tiara yang baru datang ke klinik itu beberapa menit yang lalu sambil menyodorkan segelas air putih pada Nathan. Nathan meminumnya dalam sekali teguk."Bayinya gimana?" tanya Nathan sambil memandang erat bayi yang sedang digendong wanita yang baru saja melahirkan itu."Nggak apa-apa. S

  • Dark Circle   Kelahiran

    Jingga diam terpaku di samping mobil hitam yang terparkir di depan rumahnya.Di pagi yang sibuk ini seorang pemuda yang tak dikenalnya menarik paksa tangannya. Membawanya menuju ke sebuah kondisi yang katanya darurat itu.Laki-laki itu bernama Nathan. Seorang pemuda berusia 25 tahun yang hanya memakai kaos tipis dengan celana pendek sekaligus sandal japit. Membawa sebuah mobil yang terlihat cukup mahal. Terparkir dengan gagahnya di depan rumah Jingga.Ceklek...Pintu mobil itu terbuka. Seorang wanita hamil tua sedang menahan kesakitan di dalam sana. Wanita itu adalah wanita yang kemarin baru saja memeriksakan kandungannya di klinik Jingga kemarin.Jingga memandang Nathan dengan wajah sedikit heran. Tak menyangka jika suami dari wanita yang biasa menjadi pasiennya itu adalah seorang pria yang masih sangat muda."Aku bukan suaminya," kata Nathan yang mengerti maksud dari pandangan Jingga. Jingga mengangguk pelan."Sayaangg..." wanit

  • Dark Circle   Hari Libur

    Jingga menguap dengan mulut yang cukup lebar di depan meja makannya sambil memetik batang cabai. Matanya sedikit terpejam tapi tetap dipaksanya untuk terbuka lebar."Sama bawang merahnya juga ya, Ga," perintah Mama yang masih sibuk dengan panci di atas kompornya.Gaga. Itulah panggilan sayang Mama untuk Jingga. Katanya, agar lebih mudah manggilnya.Tok...Mama memukul kepala Jingga dengan centong sayurnya saat melihat Jingga yang masih terkantuk-kantuk di depan meja.Awww...Jingga menjerit keras sekaligus kaget. Seketika rasa kantuk itu hilang karena pukulan keras Mama.Hubungan Jingga dan Mama memang jauh dari kata 'damai'. Mereka lebih sering bertengkar layaknya saudara daripada ibu dan anak.Maklum saja, jarak usia antara mereka berdua tak terpaut jauh. Hanya 17 tahun. Bahkan lebih muda daripada umur Jingga saat ini.Mama Jingga melahirkannya saat usianya masih 17 tahun saat itu. Akibat sebuah

  • Dark Circle   Bidan Jingga

    "Cowok itu nggak akan berubah hanya karena seseorang, Ngga," ujar Tiara. Sahabat Jingga yang juga membantunya membuka klinik yang dijalankannya itu sesaat setelah Jingga menceritakan hubungannya dengan Arga.Jingga tersenyum tipis sambil menuliskan sesuatu di buku besarnya."Aku nggak berharap dia berubah, Ra. Aku cuma pengen dia ngerti apa yang aku mau. Emangnya aku salah ya kalau aku cuma mau perhatian dari dia?" kata Jingga melemparkan pandangannya pada Tiara yang masih sibuk membersihkan setiap sudut klinik itu.Tiara duduk di hadapan Jingga. Meletakkan tangannya di atas meja."Bukan masalah salah atau enggaknya. Tapi, sekarang kondisinya beda. Dia udah terlalu sering cuek sama kamu. Sampai kapan kamu mau nangis-nangis karena disia-siakan? Trus balik lagi luluh karena sikap dia yang menurut kamu romantis?" tanya Tiara tak mengerti dengan jalan pikiran Jingga.Jingga membuang nafas. Dia sendiri tak tahu harus bagaimana melawan sikap Arga."Aku sendir

  • Dark Circle   Aku Ingin Putus

    "Aku mau kita putus," kata Jingga dengan penuh keyakinan.Matanya nanar memandang bayangan dirinya yang terpantul jelas dari cermin kamarnya.Kalimat yang setiap hari diucapkannya di depan cermin selalu tertelan habis saat berada di hadapan Arga. Lelaki yang sudah 3 tahun ini menjalin hubungan dengannya. Baginya, sudah tidak ada kecocokan lagi antara dirinya dan Arga. Apalagi dengan sikap Arga yang selalu bermain wanita di belakang Jingga.Jingga diam sesaat memandang cermin besar di hadapannya.Matanya terlihat sendu. Jingga memejamkan matanya sejenak dan kembali menghembuskan nafas panjang. Untuk kesekian kalinya, Jingga mengedipkan matanya. Berusaha menahan butir-butir air mata yang meresap melalui celah matanya.Perlahan, Ia kembali merapikan bajunya. Berusaha tampil lebih cantik di depan Arga. Setidaknya, jika kali ini dia bisa mengatakannya. Ia ingin semuanya menjadi perpisahan yang manis.Sekali lagi, Jin

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status