“Saya sudah punya satu bukti, silakan nanti Mas Amir dengarkan!” Zyan mengatakannya dengan tenang dan penuh percaya diri. Dia sama sekali tidak terlihat takut meskipun mendapat tatapan tajam dari sang kakak ipar.“Aku tunggu,” tukas Amir sebelum melangkahkan kaki kembali menuju kamarnya.Zyan menutup pintu kamar agar sang istri tidak terganggu tidurnya. Dia terbangun karena merasa haus sementara air minum di kamar habis. “Sedang masak, Bu.” Pria itu menyapa mertuanya saat masuk ke area dapur.“Iya, ini masak buat makan malam,” jawab Maryam sambil menoleh pada menantunya. “Oh ya, Nak Zyan, butuh apa?” tanyanya karena melihat Zyan seperti kebingungan.“Saya mau ambil minum, Bu,” sahut Zyan seraya menunjukkan gelas kosong yang dia bawa.“Mau dingin atau biasa?” tawar Maryam.“Biasa saja, Bu,” jawab Zyan.Maryam menghentikan kegiatannya lantas menuju ke meja di samping kulkas. Dia mengambil sebotol penuh air putih lalu memberikan pada Zyan. “Bawa saja ke kamar,” ucapnya.Zyan pun mengangg
“Saya bukan orang yang suci, tapi saya bukan orang yang suka melakukan kecurangan apalagi pada orang yang saya cintai. Kalau nanti pun Mas Amir tidak percaya dengan hasil tes DNA, saya siap melakukan tes DNA di lab lain yang Mas Amir percaya. Karena saya pun tidak hanya tes di satu lab, tapi beberapa lab,” papar Zyan untuk menjawab keraguan kakak iparnya.“Mila juga melakukan tes DNA dengan pria yang menghamilinya. Tapi mungkin hasilnya akan keluar punya saya terlebih dahulu. Pada saatnya nanti semua akan terbongkar kalau saya adalah korban fitnah karena kegoisan orang-orang yang hanya ingin menyelamatkan diri mereka sendiri,” sambung Zyan.“Kalau Mas Amir tidak percaya, saya tidak akan memaksa. Yang penting Zahra, Ayah, Ibu, dan keluarga saya percaya sama saya,” tandas pria berusia 32 tahun itu.Amir menghela napas panjang. “Aku memang tidak bisa percaya penuh sama kamu lagi. Untuk sekarang ini aku maafkan, tapi kalau suatu hari nanti kamu menyakiti Rara lagi, aku tidak akan memaafka
“Kamu mau hukumannya sama apa beda?” Zyan malah balik bertanya pada istrinya.“Maunya ya ga usah pakai hukuman, Bang,” tukas Zahra.Zyan menggeleng. “No! Harus pakai hukuman biar kamu cepat berubah.” Pria itu tetap keukeuh pada pendiriannya.Zahra hanya bisa menghela napas pasrah. “Terserah Bang Zyan sajalah,” timpalnya.Zyan tersenyum penuh kemenangan. “Ini yang abang paling suka kalau kamu sudah pasrah,” ucapnya.Zahra tak mengatakan apa pun, hanya melirik suaminya sambil mencebik.“Jangan menggoda abang, Ra. Abang takut tidak bisa menahan diri,” lontar Zyan.Zahra mengernyit. “Siapa yang menggoda Bang Zyan? Jangan mengada-ada, Bang!”“Ya kamulah, masa orang lain. Di kamar ini ‘kan hanya ada kita berdua,” jawab Zyan seraya menatap istrinya dengan penuh rasa cinta.“Say ... eh aku tidak dalam posisi menggoda loh, Bang,” sanggah Zahra.“Buat abang dalam posisi apa pun kamu tetap menggoda,” cetus Zyan.“Itu mah bisa-bisanya Bang Zyan saja buat modusin saya,” balas Zahra.Zyan tertawa.
Zyan masuk ke kamar dengan badan menggigil dan bibir bergetar setelah mandi menjelang subuh dengan air dingin. Zahra yang melihat hal tersebut menggeleng berkali-kali. Dia lantas menyelimuti tubuh suaminya yang duduk di atas tempat tidur dengan selimut tebal.“Sudah dibilang mandi pakai air panas ga mau, sekarang Bang Zyan jadi kedinginan ‘kan,” ucap Zahra sambil merapikan selimut. Memastikan badan sang suami tertutup selimut semua.“Kamu saja mandi air dingin, masa abang pakai air panas. Sebagai pria, abang malu dong,” sahut Zyan dengan bibir gemetar.Zahra tertawa kecil. “Akibat gengsi jadinya malah kedinginan ‘kan. Bang Zyan tuh ga biasa mandi air dingin, jadi jangan nekat. Sekarang merasakan akibatnya ‘kan. Makanya sa—eh aku ga mau Bang Zyan lama-lama di sini karena fasilitasnya terbatas ga kaya di rumah Papa.”“Gapapa, abang betah kok di sini. Abang juga ga kapok mandi jam segini karena kamu masih utang hukuman sama abang,” lontar Zyan yang tetap ingat dengan hukuman untuk istrin
“Apa informasi soal Gala, Pak?” Faisal memastikan agar tidak salah karena ada beberapa informasi yang diminta oleh atasannya itu.“Ya. Gimana? Sudah dapat?” lontar Zyan.“Sudah, Pak,” jawab Faisal.“Kalau begitu kirimkan sekalian informasinya dengan hasil tes!” perintah suami Zahra.“Baik, Pak. Apa perlu saya memberi tahu Bu Rania soal hasil tes?” tanya Faisal.“Tidak usah. Aku sendiri yang akan memberi tahu Mama. Sekarang kamu siapkan saja untuk acara besok,” jawab Zyan.Setelah tidak ada yang dibicarakan lagi, panggilan itu pun diakhiri.“Kenapa Pak Faisal telepon, Bang? Apa ada yang penting?” tanya Zahra begitu sang suami mendekat padanya.“Sini duduk dulu.” Zyan mengajak istrinya duduk di sisi tempat tidur. Dia lantas membuka gawai. “Hasil tes DNA sudah keluar. Ayo kita lihat hasilnya bersama,” ucapnya seraya memegang ponsel pintar itu agar bisa dilihat berdua.Zahra kemudian mengalihkan pandangan ke layar gawai suaminya. Zyan memperbesar fail yang sudah dikirim oleh asisten priba
Zyan sontak menoleh pada kakak iparnya. “Tidak, Mas. Dia nanti akan melakukan konferensi pers sendiri. Kita tidak perlu berhubungan langsung dengan dia atau pria yang menghamilinya,” tandasnya.“Bagaimana kalau dia menyangkal dalam konferensi persnya nanti?” Amir mengeluarkan unek-uneknya.“Tidak akan. Kalaupun dia melakukannya, tentu proses hukum yang akan dihadapinya. Saat konferensi pers besok, kita juga akan menuntut klarifikasi dari pihaknya. Mas Amir, tenang saja. Kita punya banyak bukti yang akan mematahkan kebohongannya kalau sampai itu terjadi,” jelas Zyan.“Nak Zyan dan Nak Faisal tentu lebih tahu bagaimana cara menghadapi mereka, Mir. Kamu tidak perlu khawatir berlebihan seperti itu,” timpal Umar.“Aku hanya tidak ingin melihat Zahra terluka lagi, Yah. Apalagi ada orang-orang yang suka menggiring opini tanpa tahu fakta dan hanya mendapat informasi sepotong-sepotong.” Amir beralasan.“Kalau selalu mendengarkan omongan orang lain, kita tidak akan pernah hidup tenang, Mas. Sel
Layar proyektor yang ada di sebelah kanan ballroom kemudian menampakkan bukti hasil tes DNA. Secara bergantian ditampilkan hasil tes dari tiga lab yang berbeda dan ketiganya menyatakan kalau Zyan bukan ayah biologis dari janin yang dikandung Mila. Para wartawan pun tampak sibuk mengambil gambar dan video dari layar proyektor sebagai salah satu materi berita mereka.“Apa yang terpampang di layar tersebut adalah bukti bahwa janin yang dikandung oleh Saudari Kamila Dinata bukanlah darah daging saya. Satu-satunya wanita yang mengandung darah daging saya hanyalah istri saya yang tercinta,” ucap Zyan seraya menoleh pada Zahra yang duduk di sampingnya.Pria itu kemudian kembali mengalihkan pandangan ke depan. “Saya sengaja melakukan tes DNA di tiga lab berbeda agar hasilnya lebih valid sekaligus untuk membuktikan kalau saya tidak melakukan kecurangan. Walaupun sebenarnya hasil dari satu lab sudah cukup valid, saya hanya melakukan antisipasi,” sambungnya.“Pada kesempatan ini secara terbuka s
“Alhamdulillah.” Zahra menghela napas lega begitu masuk ke ruangan di mana keluarga besar mereka berkumpul.Zyan yang mendengar ungkapan kelegaan sang istri lantas menghentikan langkah, yang kemudian diikuti oleh Zahra. Pria itu lalu menangkup kedua pipi istrinya hingga membuat mereka berdiri berhadapan. “Kamu hebat, Ra. Terima kasih sudah selalu ada di sampingku dan mendukungku,” ucapnya sebelum mengecup kening wanita berhijab hitam itu. “Aduh! Mataku ternoda melihat kemesraan kalian,” protes Saffa yang merasa keki begitu Zyan mencium kening Zahra. Bukannya gegas menjauhkan diri dari istrinya, Zyan malah memeluk erat Zahra dan mengecup puncak kepala belahan jiwanya itu. Sengaja membuat kesal adiknya. “Pesan kamar sana, Kak! Jangan mengumbar kemesraan kaya gitu di depan jomlo!” Saffa kembali melayangkan protes yang membuat Zahra menepuk lengan suaminya agar mengurai pelukan.Zyan akhirnya merenggangkan lengan yang memeluk istrinya hingga Zahra bisa menjauhkan diri. Wanita yang seda
Zahra membawa nampan berisi dua cangkir lemon tea panas dah sepiring kudapan ke halaman belakang, di mana suaminya sedang duduk berselonjor di gazebo dengan iPad di tangan. Hari ini akhir pekan, tapi keduanya hanya di rumah berdua. Keempat anak mereka sudah sibuk dengan pendidikan dan kegiatannya masing-masing. “Diminum dulu tehnya mumpung masih anget, Bang,” ucap Zahra setelah meletakkan nampan di atas gazebo. Zyan meletakkan iPad di samping lantas tersenyum pada istrinya. “Baik, Cintaku.” Pria itu mengambil salah satu cangkir lalu mencium aroma teh dengan lemon yang begitu menyegarkan. Setelah itu baru menyesapnya. “Nikmat seperti biasa. Terima kasih, Ra,” ucapnya. Zahra yang juga tengah menikmati teh, hanya mengangguk sebagai tanggapan. Dia kembali meletakkan cangkir di atas nampan. “Rumah kita ini sekarang jadi sepi ya, Bang,” gumamnya seraya menyandarkan kepala di bahu suaminya. Zyan meraih tangan kanan sang istri lalu menggenggamnya dengan erat. “Dulu waktu abang ingin namb
Lulus SMP, Zayyan memutuskan keluar dari pesantren setelah berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dia akan lanjut memperdalam ilmunya di luar pesantren karena tak ingin melihat adik bungsunya kesepian di rumah.Zyel dan Zyra dengan kompak masuk pesantren karena ingin mengikuti jejak sang kakak yang sudah hafal Al-Qur’an. Kedua anak kembar itu katanya juga ingin memberikan mahkota pada mama dan papanya di akhirat nanti. Walaupun berat harus berpisah dengan kedua anaknya sekaligus, Zyan dan Zahra tetap mengizinkan.Zayyan kemudian bersekolah di SMA yang masih satu yayasan dengan SD-nya dahulu. Sekolah berbasis Islam tapi menggunakan kurikulum internasional.“Kak, dapat salam dari kakak kelasku.” Zeza memberi tahu Zayyan saat sang kakak menjemputnya di sekolah dengan motor sport-nya. Sejak berumur 17 tahun dan punya SIM, Zayyan memang mengendarai motor sendiri ke sekolah. Motor sport impian yang merupakan hadiah ulang tahun ke-17 dari kedua orang tuanya. Kadang dia mengantar dan menjemput
“Pa, Ma, aku mau masuk SMP yang ada di pesantren.” Zayyan mengungkapkan keinginannya pada Zyan dan Zahra saat mereka dalam perjalanan pulang dari acara Parents Day di sekolahnya.Zyan dan Zahra tentu saja terkejut mendengar keinginan putra pertama mereka itu. Keduanya saling memandang sebelum memberi tanggapan.“Kak Zayyan, serius mau masuk pesantren?” tanya Zahra sambil menoleh ke kabin tengah di mana putra sulungnya duduk.Zayyan mengangguk. “Iya, Ma.”“Kenapa mau masuk pesantren, Kak?” Zahra kembali bertanya.“Aku ingin jadi hafiz, Ma. Pak Guru bilang kalau kita hafal Al-Qur’an, nanti kita bisa memberi mahkota pada orang tua di hari kiamat nanti karena itu aku ingin memberikannya sama Papa dan Mama,” jawab Zayyan dengan tenang.“Masya Allah, Kak, mulia sekali tujuanmu. Terima kasih ya, Kak.” Zahra tak dapat menahan rasa haru mendengar jawaban Zayyan. Dia mengusap sudut matanya dengan tisu.“Menjadi hafiz ‘kan tidak harus masuk pesantren, Kak. Besok Papa carikan ustaz yang bisa memb
"Yeay, Mama sama Papa sudah pulang. Mana oleh-olehnya?" todong Zyra yang baru pulang dari sekolah dan melihat kedua orang tuanya duduk di ruang tengah bersama si bungsu, Zeza."Lihat Mama sama Papa itu ya mengucapkan salam terus salim dulu, jangan langsung minta oleh-oleh," tegur Zyan."Iya, Pa." Zyra kemudian menyapa dan menyalami kedua orang tuanya. Tidak bertemu selama satu minggu membuatnya sangat rindu. Meminta oleh-oleh hanya basa-basinya. Melihat kedua orangnya di rumah adalah kebahagiaan terbesarnya. Gadis kecil itu kemudian meminta pangku pada papanya.Zyel yang masuk belakangan langsung menyapa, menyalami, dan memeluk keduanya. Dia lantas duduk di samping sang mama. Wanita yang sangat dirindukannya. Bukan tak rindu pada Zyan, rindu juga tapi kadarnya berbeda. Zyel memang lebih dekat dengan sang mama daripada papanya."Kak Zyel dan Kak Zyra, ganti baju dulu ya. Setelah itu baru main lagi," pinta Zahra."Nanti saja ganti bajunya, Ma. Aku masih mau sama Papa," sahut Zyra yang b
Pukul 3.00 dini hari, Zyan dan Zahra dijemput di hotel oleh tim dari pengelola balon udara. Mereka diantar ke kantor pengelola tersebut untuk menikmati sarapan di sana. Sesudah itu keduanya dibawa ke lokasi peluncuran balon udara.Zyan dan Zahra disambut oleh staf yang ramah dan profesional yang mendampingi mereka sambil menunggu persiapan sebelum penerbangan. Selama balon udara digelembungkan dan disiapkan, keduanya diberikan penjelasan tentang perjalanan yang akan ditempuh dan tindakan yang diperlukan untuk keselamatan. Pilot dan kru yang berpengalaman memastikan Zyan dan Zahra merasa nyaman dan siap untuk memulai perjalanan di angkasa.Zyan naik ke keranjang terlebih dahulu, setelah itu baru membantu istrinya. Mereka kemudian memasang sabuk pengaman sesuai dengan pedoman keselamatan sebelum lepas landas. Di keranjang tersebut hanya ada Zyan, Zahra, dan sang pilot. Setelah semua siap, pilot pun mulai menerbangkan balon udara.Perlahan-lahan balon itu terangkat dari tanah dan mengang
Zyan berbaring di samping Zahra setelah mendayung samudra cinta dan meraih surga dunia bersama. Kepuasan tergambar jelas di wajah keduanya. Titik-titik basah di kening dan mengilapnya tubuh karena keringat menjadi bukti betapa panasnya permainan mereka.Zyan dan Zahra tak bisa selepas itu saat di rumah. Saat mereka sedang bermesraan sering muncul perasaan was-was bila salah satu anak mereka mengetuk pintu kamar. Bukan hanya sekali hal itu terjadi, tapi sering kali. Apalagi kalau sedang hujan deras dan suara guntur terus terdengar. Atau terbangun tengah malam karena mimpi buruk, pasti langsung ke kamar orang tuanya.Pernah saat keduanya sudah menyatukan tubuh dan sedang berusaha menggapai nirwana, pintu kamar digedor-gedor dari luar oleh Zyra yang menangis sembari memanggil-manggil mereka. Tidak dilanjut tanggung, tapi kalau dilanjut pasti akan membangunkan seisi rumah karena suara bising yang dibuat Zyra. Terpaksa keduanya mengakhiri permainan sebelum mencapai puncak dan langsung menge
Waktu tak terasa cepat berlalu, keempat anak Zyan dan Zahra tumbuh dengan baik. Semuanya jadi anak yang aktif, cerdas, dan kritis. Zayyan sudah kelas 3 SD, Zyel dan Zyra sekolah TK besar, sedangkan Zeza di PAUD. Untuk merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 10, Zyan mengajak Zahra liburan. Mereka hanya pergi berdua, tanpa mengajak anak-anak. Tentu saja di sela liburan tersebut tetap ada agenda bisnis yang harus Zyan lakukan. Ya, ibarat kata menyelam sambil minum air. Kalau untuk urusan bisnis, anak-anak memang tidak pernah diajak. Namun mereka tetap mengagendakan liburan dengan anak-anak minimal setahun sekali.“Abang menepati janji membawamu ke tempat ini lagi,” ucap Zyan kala mereka tiba kamar hotel yang terletak di Kota Cappadocia, Turki. Dia menarik istrinya menuju jendela kaca besar, di mana mereka bisa melihat banyak balon udara yang sedang melayang di angkasa. Pria itu berdiri di belakang sang belahan jiwa lantas memeluknya. Diletakkannya dagu di bahu sang istri.“Kamu ‘kan
“Hore! Mama dan Papa pulang.” Zayyan berteriak sambil berlari kala melihat kedua orang tuanya keluar dari pintu kedatangan. Dia ikut sopir keluarga yang menjemput Zyan dan Zahra di bandara.Lelaki kecil itu langsung menghampiri dan memeluk perut mamanya. “Ma, aku kangen,” ungkapnya.“Mama juga kangen sama Kak Zayyan,” sahut Zahra seraya mengelus punggung putra pertamanya itu.“Kak Zayyan, tidak kangen sama papa?” lontar Zyan yang berada di samping istrinya.“Kangen Papa juga.” Zayyan melepas pelukannya pada Zahra lantas berganti memeluk papanya.Zyan tersenyum mendapat pelukan dari sang putra tercinta. Dia kemudian menggendong Zayyan.“Pa, turunin. Aku ‘kan sudah besar. Tidak boleh digendong lagi,” protes Zayyan.“Tapi papa mau gendong Kak Zayyan. Masa tidak boleh? Papa kangen. Lama tidak gendong Kakak.” Zyan beralasan.“Tapi aku udah besar, Pa,” tukas Zayyan.“Buat papa, kamu tetap masih bayi.” Zyan menciumi pipi putra sulungnya itu.“Papa, please. Jangan cium-cium lagi!” Zayyan meng
“Mama sama Papa kapan pulang?” tanya Zayyan saat Zahra melakukan panggilan video pada pengasuh putra pertamanya itu saat mereka dalam perjalanan ke tempat pertemuan dengan para pengusahan dari Kota Malang.“Lusa, Kak,” jawab Zyan yang duduk di samping istrinya.“Katanya cuma sebentar, kok sampai lusa,” protes lelaki kecil yang wajahnya mirip dengan papanya itu.“Pekerjaan papa sama mama belum selesai, Kak, jadi tidak bisa pulang besok. Kalau Kak Zayyan sama adek-adek kangen ‘kan tinggal video call papa atau mama,” timpal Zyan.“Gimana sekolahnya tadi, Kak.” Zahra memilih mengalihkan pembicaraan daripada melihat wajah sendu putranya. Zayyan biasanya sangat antusias bila menceritakan kegiatannya di sekolah, jadi Zahra ingin membuat sulungnya itu kembali ceria. Dia sebenarnya juga sedih berjauhan dengan keempat anaknya, tapi demi menemani suami dan menjalankan pekerjaan, Zahra harus menjalaninya.Benar seperti dugaan Zahra, putra sulungnya itu langsung ceria begitu memberi tahu sang mama