Share

Sudah Kangen

last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-09 11:00:17

“Hanya dua hari?” tanya Emily sambil menatap Alaric yang baru saja bicara.

“Iya dua hari saja,” jawab Alaric.

Emily terlihat berpikir sambil mengunyah makanan yang sudah ada di mulut, lantas menjawab, “Aku tidak usah ikut saja, lagi pula aku harus mempersiapkan proposal untuk acara bazar bulan depan.”

“Kamu yakin?” tanya Alaric agak cemas meninggalkan Emily.

Emily mengangguk-angguk menjawab pertanyaan Alaric.

“Tapi janji, kamu harus terus bersama Bara dan Fandy. Apa pun yang terjadi, tidak boleh sampai meninggalkan keduanya,” ujar Alaric agak berat melepas karena mencemaskan Emily tapi pekerjaannya sekarang juga sangat penting.

Emily malah melebarkan senyum. Dia memberikan suapan ke Alaric, lantas membalas, “Iya, kali ini aku tidak bandel lagi. Lagi pula sekarang ada dia, aku pasti lebih hati-hati.”

Emily bicara sambil mengusap perutnya yang masih datar.

**

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Cecilia Jeanne Pasarrin
ceritanya ngebosenin ya, masalahnya itu2 aja, nyari2 mulu
goodnovel comment avatar
Voni Oktavia93
mangkanya emi kamu harusnya ikut Al luar kota biar bisa liburan sekalian
goodnovel comment avatar
Titin Susiyana
heleh jijik bgt tuh sama si anyir. paling anyir yang nghubungin. anyir nyerang emi karna tau al lagi diluar kota nih pasti.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Apa Lagi?

    Emily mengerutkan alis membaca pesan itu, hingga mendapat pesan lagi yang menyebutkan nama pengirimnya.Emily semakin geram sambil mencengkram benda pipih itu, hingga akhirnya dia memilih mendial nomor pengirim pesan.“Apa sebenarnya yang kamu inginkan? Mau apa lagi? Tidak cukupkah kamu tahu kalau Alaric hanya menginginkanku dan kamu hanya masa lalunya!”Emily benar-benar tak habis pikir karena Anya kembali mengganggunya, seperti tak tenang jika sehari saja tak mengganggu Emily.“Kamu sepertinya salah paham. Aku hanya ingin memberitahu sesuatu kepadamu, ya ini juga demi kebaikanmu,” balas Anya dari seberang panggilan.Emily menyeringai mendengar balasan Anya, hingga dia kembali bicara.“Kamu pikir aku akan terpancing dengan kamu mengatakan itu?”Emily sekarang lebih waspada dan tak ingin mudah percaya apalagi kepada mantan kekasih suaminya. Jangan sampai kejadian Aster terulang lagi.“T

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Lupa Karena Senang

    “Apa itu?” tanya Emily saat melihat amplop coklat di tangan Febry.“Fandy bilang titipan dari resepsionis.”Febry menjawab sambil memberikan amplop itu ke Emily yang baru saja bangun, tak lupa Febry menyiapkan es coklat untuk Emily agar bisa minum lebih dulu.“Minum dulu, Bu.” Febry penuh perhatian melayani Emily.Emily menerima es coklat itu, lantas berterima kasih sebelum kemudian meminumnya.“Apa bagian resepsionis mengatakan ini dari mana?” tanya Emily sambil membolak-balikan amplop itu tapi hanya ada alamat penerima sjaa.“Tadi aku sudah tanya, katanya dari klien yang kirim kurir,” jawab Febry.“Klien?” Emily mengerutkan alis karena merasa tidak ada klien yang mengabari jika akan mengirimkan berkas atau semacamnya.“Bu, apa Bu Emi membutuhkan yang lainnya? Kalau tidak ada, saya mau kembali bekerja,” kata Febry.Emily mengangguk memba

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Takut Bunuh Diri

    “Kamu sudah melihatnya, kan? Bagaimana? Apa kamu masih merasa layak? Bagaimanapun kamu bukan yang terbaik meski kamu merasa jika kamu ini sempurna. Aku tidak bermaksud apa-apa, hanya saja kasihan denganmu. Jika sampai orang tua Al tahu apalagi kakeknya tahu siapa kamu sebenarnya, mereka pasti akan kecewa karena Al memiliki istri yang ternyata aib bagi keluarga.”Emily kembali menangis sambil menekuk kedua kaki dan memeluknya, menyembunyikan wajah beserta kesedihannya setelah mengetahui fakta tentang dirinya.Dia mengingat ucapan Anya saat menghubunginya, membuatnya benar-benar terpukul karena masalah itu.Di luar kamar apartemen. Fandy dan Bara bingung karena Emily meminta pulang ke apartemen padahal belum waktunya jam kerja usai.“Hubungi Tuan saja,” kata Bara saat mendengar suara Emily menangis.Fandy langsung mengeluarkan ponsel, lantas mencoba menghubungi Alaric.Di tempat Alaric, pria itu sedang meninjau proses pembangunan sebuah rumah sakit yang ditangani perusahaannya.Saat sed

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Fakta Soal Emily

    Alaric sampai di apartemen saat malam hari. Dia langsung masuk dan melihat Fandy juga Bara berjaga di dekat kamar.“Masih tidak mau keluar?” tanya Alaric sambil meletakkan jas di sandaran sofa.“Belum, Tuan. Saya sudah mencoba menawari makan atau minum, tapi Nona tidak menjawab,” jawab Fandy.Billy dan Niko pun ikut bingung karena Alaric panik sepanjang jalan. Belum lagi Emily tidak menjawab panggilan meski ponselnya aktif.Alaric pun mendekat ke pintu kamar. Dia mencoba memutar gagang pintu yang ternyata tidak terkunci. Alaric pun membuka pintu perlahan agar tak membuat Emily terkejut, lantas masuk untuk melihat istrinya.“Emi.” Alaric mendekat saat melihat Emily berbaring miring sambil meringkuk.“Emi, aku pulang. Ada apa, hm?” tanya Alaric lantas menyentuh lengan Emily agar menghadap ke arahnya.Emily menyembunyikan wajah menggunakan kedua tangan saat Alaric menyentuhnya. Dia kembali menangis sampai kedua pundaknya bergetar.“Emi.”Alaric menarik paksa istrinya, membangunkan agar bi

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Bisa Dibujuk

    Alaric masih mencoba menenangkan Emily dengan terus memeluk istrinya.“Kamu sudah makan?” tanya Alaric sambil mengusap rambut Emily.Emily menggelengkan kepala sambil menjawab, “Tidak lapar.”Alaric melepas pelukan, lantas memandang Emily yang terlihat sangat sedih.“Kita belum tahu apakah hasil tes DNA itu benar atau tidak. Andaipun memang benar, aku tidak akan mempermasalahkan hal itu. Stop berpikir berlebihan, aku hidup denganmu bukan statusmu,” ujar Alaric untuk melegakan hati Emily.Emily menatap Alaric, tapi bibirnya kembali berkerut seperti ingin menangis.“Jangan menangis lagi, kamu jelek kalau menangis,” ucap Alaric malah menggoda istrinya karena tak tahu lagi harus bagaimana lagi membuat istrinya tak sedih.“Kenapa malah dikata jelek? Aku lagi sedih!” protes Emily kemudian memukul tangan Alaric.“Iya lagi sedih.” Alaric gemas dengan tingkah istrin

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Memang Asli

    Alaric menatap Emily yang sudah tidur setelah selesai makan. Mungkin istrinya itu lelah karena sejak tadi menangis dan memikirkan beban sendirian.Alaric menggenggam telapak tangan Emily, tak melepas karena istrinya ingin tidur sambil menggenggam tangannya.Saat Alaric masih menatap Emily yang tidur dengan kelopak mata bengkak, ponsel Alaric berdering, membuat pria itu meraih benda pipih itu menggunakan satu tangan, lantas menjawab panggilan dari Billy.“Bagaimana?” tanya Alaric.“Sudah aku cek, hasil ini benar-benar dikeluarkan oleh rumah sakit itu. Logo juga tanda tangan dokternya memang asli.”Alaric diam mendengar ucapan Billy, lantas memandang Emily yang pasti sangat terpukul jika tahu kalau memang bukan anak papinya.“Tapi untuk hasilnya belum bisa dipastikan benar atau tidak, kan?” tanya Alaric karena Billy hanya mengecek keaslian berkas yang diterima Emily.“Ya, untuk memastikan itu, aku sarankan kalian tanya langsung ke mertuamu. Bukan apa-apa, Al. Hanya saja lebih baik disel

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Bertanya Langsung

    Alaric menoleh Emily yang duduk di sampingnya. Dia melihat istrinya itu cemas, bahkan meremas jemari berulangkali.“Semua akan baik-baik saja,” ucap Alaric sambil menggenggam tangan Emily.Emily menoleh Alaric, melihat suaminya itu tersenyum sambil mengangguk.Emily menarik napas panjang, lantas mengembuskan perlahan untuk mengatur sesak yang terasa menekan rongga dadanya saat ini.Emily menoleh suaminya, lantas mengangguk setelah siap. Mereka pun turun dari mobil untuk menemui orang tua Emily.Ternyata Alaric sudah lebih dulu menghubungi mertuanya, hingga pagi ini Ansel tak berangkat ke kantor karena menunggu Alaric dan Emily datang.“Ada apa? Apa ada masalah?” tanya Aruna yang cemas sejak tadi setelah mendapat kabar dari Alaric.Emily menatap sang mami yang terlihat cemas. Dia sampai menahan tangis sambil menggeleng kepala. Dia berusaha tersenyum meski benar-benar sedih ketika melihat ibu dan ayah yang merawatnya.Aruna tahu jika Emily dalam kondisi tak baik. Putrinya akan banyak di

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Tetap Anak Papi

    Alaric berdiri sambil melipat kedua tangan di depan dada. Memandang Ansel yang duduk di tepian ranjang sambil menggenggam telapak tangan Emily. Aruna dan Ansel menunggu Emily di samping ranjang karena sangat mencemaskan kondisi putri mereka itu, terutama Ansel yang sama sekali tak mengalihkan pandangan dari wajah Emily. “Emi,” lirih Ansel sambil mencium punggung tangan Emily, berharap putrinya agar segera bangun. Emily akhirnya menggerakkan kelopak mata, membuat Ansel dan yang lain langsung bersemangat menunggu Emily bangun. “Emi, maafin papi kalau tidak jujur,” ucap Ansel begitu melihat Emily membuka mata. Emily menatap ayahnya yang penuh rasa bersalah. Dia tiba-tiba menangis sampai kedua pundaknya bergetar. “Aku maunya papi hanya Papi.” Emily menangis sampai membuat Ansel langsung memeluknya. Alaric hanya memperhatikan, bagaimanapun kondisi Emily sekarang membutuhkan Ansel dan Aruna. Ansel memeluk erat Emily yang menangis sesenggukan padahal baru sadar. “Mau kamu bukan anak

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12

Bab terbaru

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Ekstra Part 2

    Vano baru saja selesai rapat saat membaca pesan dari Sabrina. Dia sangat terkejut membaca pesan dari Sabrina hingga terburu-buru meninggalkan tempat rapat begitu selesai, membuat semua orang sampai keheranan.Vano pergi ke rumah sakit. Dia mencari Sabrina di poliklinik, hingga bertemu dengan sang bibi.“Bi, Sabrina dan Mami ke sini?” tanya Vano.“Dia di ruang inap, tadi sudah diperiksa dan karena tekanan darahnya rendah serta dia pusing dan mual, jadi aku menyarankan untuk rawat inap,” jawab sang bibi.Vano sangat panik mendengar jawaban sang bibi.“Dia dirawat di ruang mana?” tanya Vano dengan wajah panik.Sang bibi tersenyum melihat kepanikan Vano, lalu memberitahu di mana Sabrina sekarang.Vano pergi ke ruang inap dengan terburu-buru, hingga akhirnya bertemu Sabrina yang berbaring lemas dengan selang infus terpasang di tangan.“Bagaimana kondisinya, Mi?” tanya Vano saat menghampiri Sabrina.“Dia baik, kamu jangan cemas,” jawab Oma Aruna.“Baik apanya, dia sampai dirawat seperti ini,

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   Ekstra Part 1

    Sabrina duduk sambil menikmati cokelat hangat pagi itu, hingga satu tangannya yang bebas dari cangkir, digenggam sampai jemarinya bertautan dengan tangan lain. Sabrina menoleh Vano, melihat suaminya itu tersenyum sambil menggenggam erat tangannya. Vano duduk di samping Sabrina yang duduk di bangku panjang. Mereka berlibur di pantai, menikmati kebersamaan mereka setelah sah menjadi suami-istri. “Kamu tidak pesan kopi?” tanya Sabrina sambil menyandarkan kepala di pundak Vano. “Sudah, tinggal menunggu datang saja,” jawab Vano lalu memiringkan kepala hingga menyentuh kepala Sabrina. Keduanya saling bersandar satu sama lain, menatap hamparan pasir putih bersamaan dengan deburan ombak yang menghantam pantai. “Kamu yakin tidak masalah tinggal sama mami?” tanya Vano memastikan. Sabrina mengerutkan alis mendengar pertanyaan Vano. “Kenapa masih tanya lagi?” tanya Sabrina keheranan. Dia mengangkat kepala dari pundak Vano, lalu memandang suaminya itu. “Ya, aku hanya memastikan saja, takut

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Akhir

    “Nggak mau pulang. Mau bobok sama Om Vano!” Athalia merengek menolak pulang saat kedua orang tuanya mengajak selepas pulang setelah pesta. Vano hanya mengusap tengkuk melihat kelakuan absurd keponakan satunya itu. Alaric sampai pusing, kenapa anaknya sampai bandelnya seperti itu. “Pulang beli es krim, ya.” Emily membujuk agar Athalia mau pulang. “Nggak mau!” Athalia menolak sampai memeluk kaki Vano. Sabrina menahan tawa dengan kelakuan Athalia, lalu dia ikut membujuk. “Papa mau beli bunga sama balon, Thalia nggak mau ikut?” tanya Sabrina ke Athalia. Athalia langsung menoleh ke sang papa, hingga melihat ayah dan ibunya terkejut mendengar ucapan Sabrina. “Ah, benar. Papa dan mama mau beli bunga, kamu nggak mau ikut?” tanya Emily mengiakan ucapan Sabrina. Athalia tiba-tiba bangun dan melepas kaki Vano, kemudian menggandeng tangan ibunya. “Ayo! Nanti kamarku harus dikasih bunga-bunga,” celoteh Athalia. Alaric dan Emily lega karena Athalia mau dibujuk, akhirnya mereka mengajak p

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Hari Pernikahan

    Mereka masih menautkan bibir, sampai terlena hingga sejenak lupa akan status mereka sekarang.Sabrina melepas pagutan bibir mereka, lalu sedikit mendorong dada Vano agar menjauh darinya.“Airnya sudah panas,” ucap Sabrina sambil masih menunduk karena malu.Vano mematikan mesin pemanas air, lantas kembali memandang Sabrina.Sabrina menatap Vano, melihat wajah pria itu yang merah mungkin dia juga.“Sekadar ciuman boleh, tapi jangan melebihi batas,” ujar Sabrina mengingatkan.Vano langsung mengulum bibir sambil memulas senyum.“Aku tidak mau kita berhubungan sebelum menikah. Kamu paham maksudku, kan?” tanya Sabrina kemudian agar Vano tak salah paham dengan ucapannya.“Hm … ya, tentu,” balas Vano sedikit canggung karena dia terlalu impulsif. Dia tentunya takkan marah dengan keinginan Sabrina yang mencoba menjaga diri sampai mereka benar-benar sah menjadi suami istri.Van

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Jangan Khilaf

    Setelah bertunangan, Vano dan Sabrina sering menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Mereka jarang jalan di tempat umum karena Raditya melarang, pria tua itu takut kalau terjadi sesuatu lagi dengan Sabrina, padahal ada Vano yang menjaganya. Seperti hari ini, mereka berada di apartemen menonton film seolah berada di bioskop. Vano duduk sambil melingkarkan tangan di belakang pundak Sabrina, sehingga gadis itu bisa bersandar di dadanya. “Besok Mami mengajak fitting gaun untuk pernikahan kita,” ucap Vano sambil melihat ke film yang sedang mereka tonton. Sabrina sedang mengunyah snack, lalu menoleh ke kalender yang ada di meja hias. Tak terasa sudah dua bulan semenjak mereka bertunangan, pantas saja Oma Aruna sudah ingin melakukan fitting baju. “Iya,” balas Sabrina menoleh sekilas ke Vano. Mereka kembali fokus ke film, hingga ponsel Sabrina yang ada di meja berdering. Sabrina menegakkan badan, lalu mengambil benda pipih itu dan melihat sang papa yang menghubungi. “Papa telepon, aku

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Hari Pertunangan

    Hari pertunangan Sabrina dan Vano pun tiba. Pertunangan mereka diadakan di rumah Vano sesuai dengan kesepakatan Raditya dan Opa Ansel.Malam itu halaman samping rumah disulap menjadi tempat pesta untuk pertunangan yang terlihat romantis. Acara itu didatangi keluarga terdekat dan rekan kerja Sabrina di divisinya.“Rumah Pak Vano ternyata sangat besar,” celetuk salah satu staff yang datang.“Pastilah, perusahaannya saja besar. Lupa kalau dia anak pemilik perusahaan,” timpal yang lain.“Iya, lupa,” balas staff itu sampai membuat yang lain tertawa.Sabrina keluar bersama ayahnya memakai gaun elegan hingga membuatnya tampak begitu cantik.Vano sudah menatap tanpa berkedip saat melihat Sabrina. Dia tak menyangka kalau hari ini tiba lalu tinggal menunggu hari lain yang luar biasa tiba.Sabrina tersenyum saat melihat Vano menatapnya, hingga akhirnya mereka berdiri berhadapan untuk melakukan prosesi pertunan

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Mau Jadi Istri Kedua?

    Hari berikutnya, Vano masih menemani Sabrina di apartemen. Pagi itu bersama Sabrina di sofa untuk mengganti perban gadis itu.“Tahan bentar,” ucap Vano saat membersihkan luka Sabrina sebelum diperban lagi.Sabrina melirik ke lengannya. Dia agak meringis karena terasa sedikit perih.Vano membungkus luka itu lagi dengan perlahan setelah selesai dibersihkan.Sabrina menatap Vano yang serius mengganti perban, hingga dia bertanya, “Apa kamu yakin kalau keputusanmu ingin menikah tidak terburu-buru?”Sabrina merasa Vano mengatakan itu hanya spontan saja.Vano melirik Sabrina, lalu menjawab, “Kamu juga setuju, kan? Lalu kenapa sekarang tanya?”“Ya, aku hanya syok saja. Tidak menyangka kamu akan semudah itu bilang mau menikahiku,” balas Sabrina.“Aku serius mengatakan itu,” ucap Vano sambil merapikan perban yang baru saja selesai dipasang.Vano kini menatap Sabrina, memb

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Mau Diajak Pulang

    Sabrina mengajak Raditya duduk agar bisa mengobrol dengan nyaman. Vano juga ikut bersama keduanya tapi hanya menjadi pendengar saja.“Bagaimana kejadiannya sampai kamu diserang seperti itu?” tanya Raditya penasaran.Sabrina menceritakan dari awal dan akhir apa yang terjadi sampai membuatnya terluka.“Aku hanya masih nggak nyangka kalau dia masih dendam karena dulu aku kabur, Pa. Dia bilang dihajar habis-habisan dan ganti rugi, makanya begitu melihatku dia mau membawaku,” ujar Sabrina menjelaskan.“Dia sudah salah karena menjualmu, lalu dengan enaknya bilang dendam. Dia benar-benar harus diberi pelajaran!” geram Raditya karena pria itu sangat jahat.“Tapi Papa tidak usah terlalu cemas, sekarang pelakunya juga sudah ditangkap,” kata Sabrina menenangkan sang papa.Saat mereka masih mengobrol, terdengar suara bel yang membuat mereka menoleh ke pintu.“Biar aku lihat siapa yang datang,” kata Vano.Vano berdiri menuju pintu, lalu mel

  • Dari Pengkhianatan jadi Nikah Dadakan   S2 : Perhatiannya Vano

    Sabrina terbangun karena lapar. Dia melihat Vano yang baru saja masuk kamar. “Kamu sudah bangun.” Vano langsung mendekat ke ranjang. Sabrina hendak bangun tapi kesusahan karena lengannya sakit. Vano dengan sigap membantu, lalu memastikan Sabrina duduk dengan nyaman. “Aku lapar,” ucap Sabrina karena siang tadi belum makan dan sudah ada tragedi yang membuatnya terluka. “Untung saja aku pesan makanan. Baru saja sampai dan kamu bangun. Biar aku ambilkan ke sini,” kata Vano hendak berdiri. “Aku makan di luar saja, tidak nyaman makan di sini,” kata Sabrina bersiap turun dari ranjang. Vano langsung membantu Sabrina turun dari ranjang karena lengan Sabrina yang terluka tidak bisa dibuat banyak gerak. Vano benar-benar perhatian ke Sabrina. Dia berjalan sambil memperhatikan Sabrina agar tak jatuh, padahal Sabrina bisa berjalan dengan baik karena lengannya saja yang sakit bukan seluruh tubuh. Sabrina sudah duduk di kursi meja makan. Vano membuka pembungkus makanan, lalu mengambil

DMCA.com Protection Status