Sabrina sangat terkejut, apa benar Oma Aruna sebaik ini? Sungguh dia tak pernah menyangka kalau akan bertemu orang tua yang memiliki pemikiran terbuka selain ayahnya."Kenapa kamu diam? Apa Vano nggak mau ngajak kamu ke rumah? Makanya kamu takut?" tanya Oma Aruna karena Sabrina syok.Sabrina menggeleng menjawab pertanyaan Oma Aruna. Saat akan menjawab, Oma Aruna sudah kembali bicara."Iya begitu, Vano? Kamu nggak mau ngajak dia ke rumah? Kamu mau main-main saja?" tanya Oma Aruna blak-blakan.Vano terkejut dan langsung menggeleng."Apaan sih, Mami. Kebiasaan asal tuduh. Bukan tidak mau ajak, Mami juga baru tahu kalau kami pacaran, kan? Masa iya, tiba-tiba aku ajak dia ke rumah, ntar Mami ngira aku aneh-aneh," balas Vano sungguh menghadapi sang mami butuh kesabaran ekstra.Oma Runa menyipitkan mata, tapi akhirnya percaya.Sabrina sejak tadi hanya mengulum senyum melihat Vano dan Oma Aruna bicara. Saat seperti ini, Vano terlihat seperti anak kecil.Akhirnya Oma Aruna tidak membahas hal s
“Nanti malam Mami mengundangmu datang ke rumah,” ucap Vano saat makan siang bersama dengan Sabrina di luar.Kondisi Sabrina sudah membaik setelah sakit dua hari, bahkan sekarang Sabrina sudah mulai bekerja lagi.“Kenapa tiba-tiba mau mengajak makan malam?” tanya Sabrina merasa gugup, padahal Oma Aruna juga baik dan perhatian kepadanya.Sabrina hanya merasa sungkan karena semua terasa mendadak.Vano melihat Sabrina yang terlihat panik, hingga dia mengulum senyum karena ekspresi wajah Sabrina sangat menggemaskan.“Bukan tiba-tiba, sebenarnya sejak kemarin-kemarin Mami minta agar aku mengajakmu ke rumah. Tapi karena kamu masih kerja siangnya, jadi aku memutuskan baru malam ini saja mengajakmu, apalagi besok hari sabtu,” ujar Vano menjelaskan.Sabrina diam, dia hanya akan merasa canggung dan bingung harus bagaimana nantinya saat berhadapan dengan orang tua Vano.“Ini hanya makan malam biasa, Sab.
“Bilang apa ke Kak Sabrina?” tanya Claudia setelah selesai makan bersama dengan Sabrina dan Vano.“Terima kasih Kak Sabrina dan Om Vano. Kyle suka,” ucap Kyle terlihat senang.Vano mengusap rambut Kyle dengan lembut sambil tersenyum.“Kami pergi dulu,” kata Claudia.“Iya,” balas Vano.“Hati-hati di jalan, Kyle.” Sabrina melambai ke Kyle.Kyle mengangguk sambil menggandeng tangan Claudia, mereka lantas pergi dari sana.Sabrina menatap Vano yang memiliki aura beda. Tidak seperti sebelumnya yang penuh kebencian saat memandang ke Claudia.“Sudah lega?” tanya Sabrina sambil menatap Vano.Vano menoleh Sabrina, lalu menganggukkan kepala.“Ya,” jawab Vano sambil mengangguk-anggukan kepala.“Ayo pergi!” ajak Sabrina sambil mengulurkan tangan.Vano tersenyum lalu menggapai tangan Sabrina, mereka meninggalkan tempat
Sabrina malah gelagapan mendengar ucapan Oma Aruna.“Mi.” Vano melihat Sabrina yang gugup, membuatnya memperingatkan sang mami lagi karena takut Sabrina tersinggung.“Mami jangan buru-buru, lagian sepertinya Sabrina dan Vano masih ingin menjalani semuanya secara alami. Iyakan?” tanya Emily agar Sabrina lebih nyaman.Sabrina memandang ke Emily, lalu membalas dengan senyuman.“Bukan buru-buru, hanya berharap.” Oma Aruna membalas ucapan Emily lalu menoleh ke Sabrina.“Kamu tidak marah mendengar ucapan bibi, kan?” tanya Oma Aruna karena sejak tadi Sabrina diam.Sabrina terkejut dan malah tidak enak hati karena pertanyaan Oma Aruna.“Tentu saja tidak, Bibi. Untuk apa marah? Lagi pula, namanya orang berharap itu boleh. Aku juga sering berharap akan sesuatu,” balas Sabrina untuk menyenangkan hati Oma Aruna.Oma Aruna langsung senang mendengar balasan Sabrina.Mereka mengobrol lagi membahas hal lain. Namun, Sabrina tiba-tiba ban
Vano terdiam beberapa saat mendengar ucapan Sabrina. Mendadak hening dan canggung sesaat.Sabrina menggigit bibir bawahnya. Dia lupa soal siklus tamu bulannya dan tidak sadar kalau sudah waktunya menstruasi.“Aku antar kamu ke apartemen,” kata Vano.Sabrina menyilangkan kaki, sepertinya darah yang keluar sangat banyak.“Kalau aku jalan, takut ada yang menetes. Bagaimana ini?” tanya Sabrina bingung dan panik karena merasa aliran darah begitu deras.Vano melepas jasnya untuk menutupi bagian tubuh bawah Sabrina, tapi ditolak gadis itu.“Jangan, nanti jasmu terkena darah,” kata Sabrina.“Ini hanya jas, kena darah, kotor, tinggal buang. Takut apa, hm? Bukankah yang terpenting kamu tidak panik?” tanya Vano.“Bukan gitu, ditutup pun akan tetap menetes kalau aku jalan,” jawab Sabrina panik dan bingung.Vano menghela napas mendengar ucapan Sabrina. Dia lantas tetap mengi
Vano baru saja dari toilet saat melihat orang-orang berkerumun dengan gerak-gerik seperti panik. Saat itu dia melihat Sabrina yang berdiri bersama seorang pria, membuatnya terkejut karena baru menyadari kalau Sabrina sedang dalam bahaya.Vano mendekat untuk menyelamatkan, tapi saat sampai di sana, Vano melihat pria itu mengayunkan gelas pecah ke Sabrina.“Sabrina!” teriak Vano terkejut ketika gelas itu menggores lengan Sabrina sampai merobek pakaian hingga melukai kulit.Vano merangsek ke arah pria yang melukai Sabrina.Sabrina terjatuh karena terluka, hal itu membuat fokus pria yang melukainya pecah karena panik.Vano langsung mengayunkan kepalan tangan, dia menghantam wajah pria itu dengan satu pukulan keras sampai pria itu terjatuh menabrak meja.Setelah itu, pelayan dan pelanggan di sana meringkus pria itu, sedangkan Vano langsung berjongkok untuk membantu Sabrina.Lengan Sabrina berdarah karena tergores cukup dalam, m
Sabrina menatap Vano dan Emily bergantian, lalu menjawab, “Itu pamanku. Kekasih mamaku dulu.”“Mau apa lagi dia? Berani-beraninya sampai melukaimu!” amuk Vano yang terkejut dan kesal.“Apa dia ingin membawamu lagi biar bisa diberikan ke pria hidung belang? Kurang ajar sekali dia, hubungan darah tidak ada, tapi melakukan sesuatu seenaknya sampai melukai. Benar-benar tak bisa dibiarkan!” geram Emily karena sudah tahu apa yang pernah dilakukan pria itu ke Sabrina. Emily mendengar semuanya dari sang papi.Sabrina menatap Emily yang kesal, lalu wanita itu kembali bicara.“Kamu tenang saja, aku akan memastikan pria itu mendekam di penjara dalam waktu lama,” ucap Emily untuk menenangkan SabrinaSabrina mengangguk-angguk lemah mendengar ucapan Emily.“Terima kasih, Kak. Kakak sangat baik dan perhatian kepadaku,” ucap Sabrina.Vano dan Emily terkejut karena Sabrina sampai berkata demi
Vano benar-benar emosi. Dia sampai berpikir bagaimana bisa dulu mamanya Sabrina terjebak oleh pria bangsat seperti itu, padahal sudah punya suami baik dan kaya. Vano semakin bersyukur karena dulu bisa menyelamatkan Sabrina. Jika tidak, mungkin sampai sekarang Sabrina akan jadi wanita malam karena perbuatan pria itu. Sungguh Vano tak bisa membayangkannya. “Saya harap kasus penyerangan ini diproses bersama dengan kasus yang sekarang menjeratnya agar dia bisa dihukum lama. Kalau perlu membusuk di penjara juga tidak apa-apa!” geram Vano lalu melirik tajam ke paman Sabrina. “Anda tenang saja, kami akan melakukan yang terbaik,” ucap polisi. Vano menyerahkan bukti rekaman Cctv saat penyerangan terjadi, juga memberikan hasil pemeriksaan medis Sabrina. Setelah memastikan pria itu akan dipenjara dalam jangka waktu cukup lama karena pasal kejahatan berlapis, Vano dan Opa Ansel pun pergi dari kantor polisi. “Papi akan hubungi Pak Raditya. Bagaimanapun dia harus tahu soal kejadian yang menimp