“Bilang apa ke Kak Sabrina?” tanya Claudia setelah selesai makan bersama dengan Sabrina dan Vano.
“Terima kasih Kak Sabrina dan Om Vano. Kyle suka,” ucap Kyle terlihat senang.
Vano mengusap rambut Kyle dengan lembut sambil tersenyum.
“Kami pergi dulu,” kata Claudia.
“Iya,” balas Vano.
“Hati-hati di jalan, Kyle.” Sabrina melambai ke Kyle.
Kyle mengangguk sambil menggandeng tangan Claudia, mereka lantas pergi dari sana.
Sabrina menatap Vano yang memiliki aura beda. Tidak seperti sebelumnya yang penuh kebencian saat memandang ke Claudia.
“Sudah lega?” tanya Sabrina sambil menatap Vano.
Vano menoleh Sabrina, lalu menganggukkan kepala.
“Ya,” jawab Vano sambil mengangguk-anggukan kepala.
“Ayo pergi!” ajak Sabrina sambil mengulurkan tangan.
Vano tersenyum lalu menggapai tangan Sabrina, mereka meninggalkan tempat
Sabrina malah gelagapan mendengar ucapan Oma Aruna.“Mi.” Vano melihat Sabrina yang gugup, membuatnya memperingatkan sang mami lagi karena takut Sabrina tersinggung.“Mami jangan buru-buru, lagian sepertinya Sabrina dan Vano masih ingin menjalani semuanya secara alami. Iyakan?” tanya Emily agar Sabrina lebih nyaman.Sabrina memandang ke Emily, lalu membalas dengan senyuman.“Bukan buru-buru, hanya berharap.” Oma Aruna membalas ucapan Emily lalu menoleh ke Sabrina.“Kamu tidak marah mendengar ucapan bibi, kan?” tanya Oma Aruna karena sejak tadi Sabrina diam.Sabrina terkejut dan malah tidak enak hati karena pertanyaan Oma Aruna.“Tentu saja tidak, Bibi. Untuk apa marah? Lagi pula, namanya orang berharap itu boleh. Aku juga sering berharap akan sesuatu,” balas Sabrina untuk menyenangkan hati Oma Aruna.Oma Aruna langsung senang mendengar balasan Sabrina.Mereka mengobrol lagi membahas hal lain. Namun, Sabrina tiba-tiba ban
Vano terdiam beberapa saat mendengar ucapan Sabrina. Mendadak hening dan canggung sesaat.Sabrina menggigit bibir bawahnya. Dia lupa soal siklus tamu bulannya dan tidak sadar kalau sudah waktunya menstruasi.“Aku antar kamu ke apartemen,” kata Vano.Sabrina menyilangkan kaki, sepertinya darah yang keluar sangat banyak.“Kalau aku jalan, takut ada yang menetes. Bagaimana ini?” tanya Sabrina bingung dan panik karena merasa aliran darah begitu deras.Vano melepas jasnya untuk menutupi bagian tubuh bawah Sabrina, tapi ditolak gadis itu.“Jangan, nanti jasmu terkena darah,” kata Sabrina.“Ini hanya jas, kena darah, kotor, tinggal buang. Takut apa, hm? Bukankah yang terpenting kamu tidak panik?” tanya Vano.“Bukan gitu, ditutup pun akan tetap menetes kalau aku jalan,” jawab Sabrina panik dan bingung.Vano menghela napas mendengar ucapan Sabrina. Dia lantas tetap mengi
Vano baru saja dari toilet saat melihat orang-orang berkerumun dengan gerak-gerik seperti panik. Saat itu dia melihat Sabrina yang berdiri bersama seorang pria, membuatnya terkejut karena baru menyadari kalau Sabrina sedang dalam bahaya.Vano mendekat untuk menyelamatkan, tapi saat sampai di sana, Vano melihat pria itu mengayunkan gelas pecah ke Sabrina.“Sabrina!” teriak Vano terkejut ketika gelas itu menggores lengan Sabrina sampai merobek pakaian hingga melukai kulit.Vano merangsek ke arah pria yang melukai Sabrina.Sabrina terjatuh karena terluka, hal itu membuat fokus pria yang melukainya pecah karena panik.Vano langsung mengayunkan kepalan tangan, dia menghantam wajah pria itu dengan satu pukulan keras sampai pria itu terjatuh menabrak meja.Setelah itu, pelayan dan pelanggan di sana meringkus pria itu, sedangkan Vano langsung berjongkok untuk membantu Sabrina.Lengan Sabrina berdarah karena tergores cukup dalam, m
Sabrina menatap Vano dan Emily bergantian, lalu menjawab, “Itu pamanku. Kekasih mamaku dulu.”“Mau apa lagi dia? Berani-beraninya sampai melukaimu!” amuk Vano yang terkejut dan kesal.“Apa dia ingin membawamu lagi biar bisa diberikan ke pria hidung belang? Kurang ajar sekali dia, hubungan darah tidak ada, tapi melakukan sesuatu seenaknya sampai melukai. Benar-benar tak bisa dibiarkan!” geram Emily karena sudah tahu apa yang pernah dilakukan pria itu ke Sabrina. Emily mendengar semuanya dari sang papi.Sabrina menatap Emily yang kesal, lalu wanita itu kembali bicara.“Kamu tenang saja, aku akan memastikan pria itu mendekam di penjara dalam waktu lama,” ucap Emily untuk menenangkan SabrinaSabrina mengangguk-angguk lemah mendengar ucapan Emily.“Terima kasih, Kak. Kakak sangat baik dan perhatian kepadaku,” ucap Sabrina.Vano dan Emily terkejut karena Sabrina sampai berkata demi
Vano benar-benar emosi. Dia sampai berpikir bagaimana bisa dulu mamanya Sabrina terjebak oleh pria bangsat seperti itu, padahal sudah punya suami baik dan kaya. Vano semakin bersyukur karena dulu bisa menyelamatkan Sabrina. Jika tidak, mungkin sampai sekarang Sabrina akan jadi wanita malam karena perbuatan pria itu. Sungguh Vano tak bisa membayangkannya. “Saya harap kasus penyerangan ini diproses bersama dengan kasus yang sekarang menjeratnya agar dia bisa dihukum lama. Kalau perlu membusuk di penjara juga tidak apa-apa!” geram Vano lalu melirik tajam ke paman Sabrina. “Anda tenang saja, kami akan melakukan yang terbaik,” ucap polisi. Vano menyerahkan bukti rekaman Cctv saat penyerangan terjadi, juga memberikan hasil pemeriksaan medis Sabrina. Setelah memastikan pria itu akan dipenjara dalam jangka waktu cukup lama karena pasal kejahatan berlapis, Vano dan Opa Ansel pun pergi dari kantor polisi. “Papi akan hubungi Pak Raditya. Bagaimanapun dia harus tahu soal kejadian yang menimp
Sabrina terbangun karena lapar. Dia melihat Vano yang baru saja masuk kamar. “Kamu sudah bangun.” Vano langsung mendekat ke ranjang. Sabrina hendak bangun tapi kesusahan karena lengannya sakit. Vano dengan sigap membantu, lalu memastikan Sabrina duduk dengan nyaman. “Aku lapar,” ucap Sabrina karena siang tadi belum makan dan sudah ada tragedi yang membuatnya terluka. “Untung saja aku pesan makanan. Baru saja sampai dan kamu bangun. Biar aku ambilkan ke sini,” kata Vano hendak berdiri. “Aku makan di luar saja, tidak nyaman makan di sini,” kata Sabrina bersiap turun dari ranjang. Vano langsung membantu Sabrina turun dari ranjang karena lengan Sabrina yang terluka tidak bisa dibuat banyak gerak. Vano benar-benar perhatian ke Sabrina. Dia berjalan sambil memperhatikan Sabrina agar tak jatuh, padahal Sabrina bisa berjalan dengan baik karena lengannya saja yang sakit bukan seluruh tubuh. Sabrina sudah duduk di kursi meja makan. Vano membuka pembungkus makanan, lalu mengambil
Sabrina mengajak Raditya duduk agar bisa mengobrol dengan nyaman. Vano juga ikut bersama keduanya tapi hanya menjadi pendengar saja.“Bagaimana kejadiannya sampai kamu diserang seperti itu?” tanya Raditya penasaran.Sabrina menceritakan dari awal dan akhir apa yang terjadi sampai membuatnya terluka.“Aku hanya masih nggak nyangka kalau dia masih dendam karena dulu aku kabur, Pa. Dia bilang dihajar habis-habisan dan ganti rugi, makanya begitu melihatku dia mau membawaku,” ujar Sabrina menjelaskan.“Dia sudah salah karena menjualmu, lalu dengan enaknya bilang dendam. Dia benar-benar harus diberi pelajaran!” geram Raditya karena pria itu sangat jahat.“Tapi Papa tidak usah terlalu cemas, sekarang pelakunya juga sudah ditangkap,” kata Sabrina menenangkan sang papa.Saat mereka masih mengobrol, terdengar suara bel yang membuat mereka menoleh ke pintu.“Biar aku lihat siapa yang datang,” kata Vano.Vano berdiri menuju pintu, lalu mel
Hari berikutnya, Vano masih menemani Sabrina di apartemen. Pagi itu bersama Sabrina di sofa untuk mengganti perban gadis itu.“Tahan bentar,” ucap Vano saat membersihkan luka Sabrina sebelum diperban lagi.Sabrina melirik ke lengannya. Dia agak meringis karena terasa sedikit perih.Vano membungkus luka itu lagi dengan perlahan setelah selesai dibersihkan.Sabrina menatap Vano yang serius mengganti perban, hingga dia bertanya, “Apa kamu yakin kalau keputusanmu ingin menikah tidak terburu-buru?”Sabrina merasa Vano mengatakan itu hanya spontan saja.Vano melirik Sabrina, lalu menjawab, “Kamu juga setuju, kan? Lalu kenapa sekarang tanya?”“Ya, aku hanya syok saja. Tidak menyangka kamu akan semudah itu bilang mau menikahiku,” balas Sabrina.“Aku serius mengatakan itu,” ucap Vano sambil merapikan perban yang baru saja selesai dipasang.Vano kini menatap Sabrina, memb