Vano baru saja dari toilet saat melihat orang-orang berkerumun dengan gerak-gerik seperti panik. Saat itu dia melihat Sabrina yang berdiri bersama seorang pria, membuatnya terkejut karena baru menyadari kalau Sabrina sedang dalam bahaya.
Vano mendekat untuk menyelamatkan, tapi saat sampai di sana, Vano melihat pria itu mengayunkan gelas pecah ke Sabrina.
“Sabrina!” teriak Vano terkejut ketika gelas itu menggores lengan Sabrina sampai merobek pakaian hingga melukai kulit.
Vano merangsek ke arah pria yang melukai Sabrina.
Sabrina terjatuh karena terluka, hal itu membuat fokus pria yang melukainya pecah karena panik.
Vano langsung mengayunkan kepalan tangan, dia menghantam wajah pria itu dengan satu pukulan keras sampai pria itu terjatuh menabrak meja.
Setelah itu, pelayan dan pelanggan di sana meringkus pria itu, sedangkan Vano langsung berjongkok untuk membantu Sabrina.
Lengan Sabrina berdarah karena tergores cukup dalam, m
Sabrina menatap Vano dan Emily bergantian, lalu menjawab, “Itu pamanku. Kekasih mamaku dulu.”“Mau apa lagi dia? Berani-beraninya sampai melukaimu!” amuk Vano yang terkejut dan kesal.“Apa dia ingin membawamu lagi biar bisa diberikan ke pria hidung belang? Kurang ajar sekali dia, hubungan darah tidak ada, tapi melakukan sesuatu seenaknya sampai melukai. Benar-benar tak bisa dibiarkan!” geram Emily karena sudah tahu apa yang pernah dilakukan pria itu ke Sabrina. Emily mendengar semuanya dari sang papi.Sabrina menatap Emily yang kesal, lalu wanita itu kembali bicara.“Kamu tenang saja, aku akan memastikan pria itu mendekam di penjara dalam waktu lama,” ucap Emily untuk menenangkan SabrinaSabrina mengangguk-angguk lemah mendengar ucapan Emily.“Terima kasih, Kak. Kakak sangat baik dan perhatian kepadaku,” ucap Sabrina.Vano dan Emily terkejut karena Sabrina sampai berkata demi
Vano benar-benar emosi. Dia sampai berpikir bagaimana bisa dulu mamanya Sabrina terjebak oleh pria bangsat seperti itu, padahal sudah punya suami baik dan kaya. Vano semakin bersyukur karena dulu bisa menyelamatkan Sabrina. Jika tidak, mungkin sampai sekarang Sabrina akan jadi wanita malam karena perbuatan pria itu. Sungguh Vano tak bisa membayangkannya. “Saya harap kasus penyerangan ini diproses bersama dengan kasus yang sekarang menjeratnya agar dia bisa dihukum lama. Kalau perlu membusuk di penjara juga tidak apa-apa!” geram Vano lalu melirik tajam ke paman Sabrina. “Anda tenang saja, kami akan melakukan yang terbaik,” ucap polisi. Vano menyerahkan bukti rekaman Cctv saat penyerangan terjadi, juga memberikan hasil pemeriksaan medis Sabrina. Setelah memastikan pria itu akan dipenjara dalam jangka waktu cukup lama karena pasal kejahatan berlapis, Vano dan Opa Ansel pun pergi dari kantor polisi. “Papi akan hubungi Pak Raditya. Bagaimanapun dia harus tahu soal kejadian yang menimp
Sabrina terbangun karena lapar. Dia melihat Vano yang baru saja masuk kamar. “Kamu sudah bangun.” Vano langsung mendekat ke ranjang. Sabrina hendak bangun tapi kesusahan karena lengannya sakit. Vano dengan sigap membantu, lalu memastikan Sabrina duduk dengan nyaman. “Aku lapar,” ucap Sabrina karena siang tadi belum makan dan sudah ada tragedi yang membuatnya terluka. “Untung saja aku pesan makanan. Baru saja sampai dan kamu bangun. Biar aku ambilkan ke sini,” kata Vano hendak berdiri. “Aku makan di luar saja, tidak nyaman makan di sini,” kata Sabrina bersiap turun dari ranjang. Vano langsung membantu Sabrina turun dari ranjang karena lengan Sabrina yang terluka tidak bisa dibuat banyak gerak. Vano benar-benar perhatian ke Sabrina. Dia berjalan sambil memperhatikan Sabrina agar tak jatuh, padahal Sabrina bisa berjalan dengan baik karena lengannya saja yang sakit bukan seluruh tubuh. Sabrina sudah duduk di kursi meja makan. Vano membuka pembungkus makanan, lalu mengambil
Sabrina mengajak Raditya duduk agar bisa mengobrol dengan nyaman. Vano juga ikut bersama keduanya tapi hanya menjadi pendengar saja.“Bagaimana kejadiannya sampai kamu diserang seperti itu?” tanya Raditya penasaran.Sabrina menceritakan dari awal dan akhir apa yang terjadi sampai membuatnya terluka.“Aku hanya masih nggak nyangka kalau dia masih dendam karena dulu aku kabur, Pa. Dia bilang dihajar habis-habisan dan ganti rugi, makanya begitu melihatku dia mau membawaku,” ujar Sabrina menjelaskan.“Dia sudah salah karena menjualmu, lalu dengan enaknya bilang dendam. Dia benar-benar harus diberi pelajaran!” geram Raditya karena pria itu sangat jahat.“Tapi Papa tidak usah terlalu cemas, sekarang pelakunya juga sudah ditangkap,” kata Sabrina menenangkan sang papa.Saat mereka masih mengobrol, terdengar suara bel yang membuat mereka menoleh ke pintu.“Biar aku lihat siapa yang datang,” kata Vano.Vano berdiri menuju pintu, lalu mel
Hari berikutnya, Vano masih menemani Sabrina di apartemen. Pagi itu bersama Sabrina di sofa untuk mengganti perban gadis itu.“Tahan bentar,” ucap Vano saat membersihkan luka Sabrina sebelum diperban lagi.Sabrina melirik ke lengannya. Dia agak meringis karena terasa sedikit perih.Vano membungkus luka itu lagi dengan perlahan setelah selesai dibersihkan.Sabrina menatap Vano yang serius mengganti perban, hingga dia bertanya, “Apa kamu yakin kalau keputusanmu ingin menikah tidak terburu-buru?”Sabrina merasa Vano mengatakan itu hanya spontan saja.Vano melirik Sabrina, lalu menjawab, “Kamu juga setuju, kan? Lalu kenapa sekarang tanya?”“Ya, aku hanya syok saja. Tidak menyangka kamu akan semudah itu bilang mau menikahiku,” balas Sabrina.“Aku serius mengatakan itu,” ucap Vano sambil merapikan perban yang baru saja selesai dipasang.Vano kini menatap Sabrina, memb
Hari pertunangan Sabrina dan Vano pun tiba. Pertunangan mereka diadakan di rumah Vano sesuai dengan kesepakatan Raditya dan Opa Ansel.Malam itu halaman samping rumah disulap menjadi tempat pesta untuk pertunangan yang terlihat romantis. Acara itu didatangi keluarga terdekat dan rekan kerja Sabrina di divisinya.“Rumah Pak Vano ternyata sangat besar,” celetuk salah satu staff yang datang.“Pastilah, perusahaannya saja besar. Lupa kalau dia anak pemilik perusahaan,” timpal yang lain.“Iya, lupa,” balas staff itu sampai membuat yang lain tertawa.Sabrina keluar bersama ayahnya memakai gaun elegan hingga membuatnya tampak begitu cantik.Vano sudah menatap tanpa berkedip saat melihat Sabrina. Dia tak menyangka kalau hari ini tiba lalu tinggal menunggu hari lain yang luar biasa tiba.Sabrina tersenyum saat melihat Vano menatapnya, hingga akhirnya mereka berdiri berhadapan untuk melakukan prosesi pertunan
Setelah bertunangan, Vano dan Sabrina sering menghabiskan waktu bersama di akhir pekan. Mereka jarang jalan di tempat umum karena Raditya melarang, pria tua itu takut kalau terjadi sesuatu lagi dengan Sabrina, padahal ada Vano yang menjaganya. Seperti hari ini, mereka berada di apartemen menonton film seolah berada di bioskop. Vano duduk sambil melingkarkan tangan di belakang pundak Sabrina, sehingga gadis itu bisa bersandar di dadanya. “Besok Mami mengajak fitting gaun untuk pernikahan kita,” ucap Vano sambil melihat ke film yang sedang mereka tonton. Sabrina sedang mengunyah snack, lalu menoleh ke kalender yang ada di meja hias. Tak terasa sudah dua bulan semenjak mereka bertunangan, pantas saja Oma Aruna sudah ingin melakukan fitting baju. “Iya,” balas Sabrina menoleh sekilas ke Vano. Mereka kembali fokus ke film, hingga ponsel Sabrina yang ada di meja berdering. Sabrina menegakkan badan, lalu mengambil benda pipih itu dan melihat sang papa yang menghubungi. “Papa telepon, aku
Mereka masih menautkan bibir, sampai terlena hingga sejenak lupa akan status mereka sekarang.Sabrina melepas pagutan bibir mereka, lalu sedikit mendorong dada Vano agar menjauh darinya.“Airnya sudah panas,” ucap Sabrina sambil masih menunduk karena malu.Vano mematikan mesin pemanas air, lantas kembali memandang Sabrina.Sabrina menatap Vano, melihat wajah pria itu yang merah mungkin dia juga.“Sekadar ciuman boleh, tapi jangan melebihi batas,” ujar Sabrina mengingatkan.Vano langsung mengulum bibir sambil memulas senyum.“Aku tidak mau kita berhubungan sebelum menikah. Kamu paham maksudku, kan?” tanya Sabrina kemudian agar Vano tak salah paham dengan ucapannya.“Hm … ya, tentu,” balas Vano sedikit canggung karena dia terlalu impulsif. Dia tentunya takkan marah dengan keinginan Sabrina yang mencoba menjaga diri sampai mereka benar-benar sah menjadi suami istri.Van