Vano terkejut mendengar Sabrina menyebut kalau Athalia adalah anaknya, tapi dia juga memaklumi karena Sabrina baru saja bekerja di sana dan tidak tahu siapa Athalia. Juga dia tak berniat untuk menjelaskan.“Maaf, saya benar-benar minta maaf karena sudah sangat ceroboh,” ucap Sabrina lagi karena Vano tidak merespon ucapan maafnya.“Tidak masalah, lagi pula Thalia sudah biasa jatuh seperti itu. Dia juga sudah tenang dan tidak ada yang fatal, jadi tak perlu cemas,” balas Vano karena tidak tega melihat Sabrina yang terus minta maaf.Sabrina memberanikan diri menatap Vano. Pria itu ternyata masih baik seperti tujuh tahun lalu.“Di mana kopiku?” tanya Vano karena itu yang tadi ingin ditanyakan.“Ada di ruangan Anda,” jawab Sabrina.Vano mengangguk lalu berjalan melewati Sabrina. Dia membuka pintu, hingga gerakan tangannya terhenti karena ucapan Sabrina.“Anda tidak akan memecat saya, kan?” tanya Sabrina memastikan.Vano menoleh Sabrina, lalu menjawab, “Tidak, tapi lain kali lebih hati-hati
Sabrina berada di kamar hotel tempatnya menginap. Dia baru saja selesai mandi, lantas mengecek ponsel.“Kalau aku lama di sini, tidak mungkin kalau terus tinggal di hotel,” gumam Sabrina berpikir.Sabrina membuka salah satu aplikasi di ponsel, lalu melihat rumah kontrakan atau kos yang bisa ditinggalinya. Hingga dia menemukan salah satu rumah yang dikontrakkan, tapi saat melihat alamatnya, ekspresi wajah Sabrina berubah benci.Bagaimana tidak? Alamat rumah itu ada di dekat area rumah pamannya dulu. Pria yang hampir menjualnya ke pria hidung belang.“Lupakan sewa rumah.”Sabrina tiba-tiba berpikir untuk menyewa apartemen yang dekat dengan perusahaan saja.Saat Sabrina masih mencari apartemen, ponselnya berdering dengan nama terpampang di layar.“Kamu ke mana? Kenapa pergi tidak pamit?”Suara seorang pria terdengar dari seberang panggilan.“Aku ada perlu di luar kota, Pa. Janji kalau sudah selesai akan segera pulang,” jawab Sabrina.“Ke luar kota mana? Papa nggak mau kamu melakukan hal
Sabrina malah gelagapan mendengar pertanyaan Vano, belum lagi pria itu menatapnya karena menunggu jawaban darinya. “Oh, itu karena saya terbiasa membantu Pa ... maksud saya, Bapak saya ngitung nota kalau baru saja kulakan barang di pasar. Jadi kalau lihat angka-angka, otak saya langsung bekerja,” jawab Sabrina sampai meralat nama panggilan untuk sang ayah karena panik. Sabrina tidak siap jujur jika dia lulusan sarjana dengan nilai IPK tertinggi di angkatannya, Vano pasti akan mempertanyakan kenapa dirinya malah bekerja sebagai cleaning service dan bukannya bekerja sebagai staff perusahaan. Vano mengangguk-angguk mendengar ucapan Sabrina, hingga kemudian kembali fokus ke berkas yang ada di meja. “Baiklah, kamu bisa pergi,” ucap Vano lagi. Sabrina hanya mengangguk mendengar ucapan Vano lalu pergi dari sana. Akan lebih mudah baginya jika jujur ke Vano soal siapa dirinya, tapi Sabrina sendiri tak yakin kalau Vano akan menganggap hal itu penting. Saat siang hari. Semua staff termasuk
Vano mengangkat wajah saat mendengar suara Sabrina. Dia melihat Sabrina berdiri di depan meja membawa nampan berisi makanan.Sabrina tiba-tiba merasa tegang, apalagi Vano menatapnya datar dan terkesan menakutkan.“Duduk saja,” ucap Vano singkat lalu kembali makan.“Terima kasih.” Sabrina mengembangkan senyum mendapat izin. Dia menoleh Haikal lalu meminta temannya itu duduk bersamanya di sana.Haikal malah takut kalau Sabrina terkena masalah sebab mengganggu Vano, tapi karena Sabrina memaksa, membuat Haikal mendekat. Semua staff yang ada di sana terheran-heran karena Sabrina diizinkan duduk satu meja dengan Vano, padahal biasanya tak ada yang berani mendekat.Sabrina duduk berhadapan dengan Vano, sekilas dia menatap Vano yang fokus makan tanpa memperhatikan sekitar.Haikal masih agak ragu, tapi melihat Sabrina mulai makan, membuat Haikal akhirnya mencoba tenang dan makan bersama.Vano mengunyah makanan dengan tatapan tertuju ke piring, lalu tiba-tiba dia memandang ke Sabrina.“Data yan
Emily gemas dengan Athalia yang bandel, hingga tatapannya tertuju ke Sabrina yang hanya diam. Dia melihat seragam cleaning service yang dipakai gadis itu.“Kamu cleaning service baru?” tanya Emily karena Sabrina hanya diam.Sabrina terkejut mendengar pertanyaan Emily, dia ingin menjawab tapi Athalia bicara lebih dulu.“Ini Kakak yang kemarin bikin aku jatuh, Mama. Sekarang bikin aku jatuh lagi!” Athalia melipat kedua tangan di depan dada, menatap ke Sabrina sambil menggelembungkan kedua pipi.Sabrina terkejut mendengar aduan Athalia, membuatnya menunduk karena takut terkena masalah.Emily sendiri menghela napas kasar, lalu mencubit pelan pipi putrinya itu.“Ini bukan salah kakaknya, tapi salahmu yang lari-larian. Thalia nggak boleh nuduh atau melimpahkan kesalahan ke orang lain kalau memang salah.”Bukannya dibela, Athalia malah mendapat nasihat dari sang mama, membuat gadis kecil itu semakin cemberut.Sabrina sendiri terkejut karena Emily malah memarahi Athalia bukan dirinya. Dia mer
Sabrina menatap Haikal dan Rahmat yang terkejut bersamaan. Dahinya berkerut karena reaksi keduanya seperti itu.“Memangnya aku salah bicara? Kenapa respon kalian seperti itu?” tanya Sabrina keheranan.“Kamu tadi bilang apa?” tanya Haikal seolah tak mendengar apa yang dikatakan Sabrina.“Iya, apa aku juga salah dengar?” Rahmat menimpali sambil menatap Sabrina.Sabrina malah merasa keduanya sedang meledek dirinya, hingga dia berkata, “Kalian senang ya, kalau aku dipecat?”“Bukan, Sab. Kami ini hanya mikir apa salah dengar. Kamu bilang anaknya Pak Vano? Siapa? Thalia?” tanya Haikal karena Sabrina salah paham dengan reaksinya dan Rahmat.“Iya, memangnya siapa lagi?” Sabrina membalas sambil merajuk.Haikal dan Rahmat malah tertawa setelah mendengar jawaban Sabrina, tentu saja hal itu membuat Sabrina bingung.“Kalian kok ketawa, sih?” tanya Sabrina.Haikal dan Rahmat menghentikan tawa, lalu kemudian Rahmat menjawab, “Sejak kapan Pak Vano nikah? Kok kami nggak tahu.”Sabrina semakin mengerut
Vano pergi ke ruang HRD setelah melihat berkas yang dibuat Sabrina. Dia penasaran dan ingin tahu apakah benar Sabrina seorang sarjana seperti yang dikatakan karena laporan yang dikerjakan gadis itu benar semua.“Aku hanya mau melihat berkas cleaning service bernama Sabrina,” ucap Vano saat menemui HRD.“Sebentar, Pak.” Kepala HRD langsung mencarikan data yang diinginkan Vano.Vano menunggu sesaat, lalu menerima berkas yang diinginkan.“Dia baru memberikan berkas lamarannya hari ini. Apa ada masalah, Pak?” tanya kepala HRD takut salah menerima pekerja.Vano masih membaca berkas lamaran milik Sabrina, hingga dia terkejut karena Sabrina tidak bohong sama sekali.“Tidak, tidak ada masalah. Hanya heran saja, dengan pencapaiannya yang seperti ini, kenapa dia memilih bekerja jadi cleaning service,” jawab Vano lalu memandang sekilas ke kepala HRD.“Saya juga berpikiran sama. Dengan nilainya yang bagus, seharusnya mudah untuknya mendaftar pekerjaan di perusahaan besar. Apa karena dia baru lulu
Sabrina sangat terkejut dengan yang dilakukan staff itu, apalagi Mala seperti sangat ketakutan.“Hei! Apa yang kamu lakukan?!” teriak Sabrina lalu mendekat dengan cepat.Tanpa Sabrina sadari, ternyata Vano melihat Sabrina terlihat panik lalu mengarah ke ruang penyimpanan alat kebersihan. Vano mendekat untuk melihat apa yang terjadi.Staff dan Mala terkejut mendengar suara teriakan Sabrina, mereka menoleh ke arah gadis itu datang.“Tidak dibenarkan membully teman sendiri. Bagaimana bisa kamu tega memukulnya?” Sabrina menarik Mala untuk melindunginya.“Mau apa kamu? Kamu ini hanya cleaning service, tidak usah ikut campur dengan masalah kami!” bentak staff itu.“Tentu aku ikut campur karena kamu berani memukulnya!” balas Sabrina ikut membentak.“Siapa kamu berani melawanku, hah? Aku senior di sini, bahkan aku ketua tim di sini!” Staff itu langsung menunjukkan siapa dirinya.“Bagaimana kalau melawanku?”Suara Vano di sana membuat Sabrina dan yang lain terkejut. Mereka menoleh, hingga meli