Vano pergi ke ruang HRD setelah melihat berkas yang dibuat Sabrina. Dia penasaran dan ingin tahu apakah benar Sabrina seorang sarjana seperti yang dikatakan karena laporan yang dikerjakan gadis itu benar semua.“Aku hanya mau melihat berkas cleaning service bernama Sabrina,” ucap Vano saat menemui HRD.“Sebentar, Pak.” Kepala HRD langsung mencarikan data yang diinginkan Vano.Vano menunggu sesaat, lalu menerima berkas yang diinginkan.“Dia baru memberikan berkas lamarannya hari ini. Apa ada masalah, Pak?” tanya kepala HRD takut salah menerima pekerja.Vano masih membaca berkas lamaran milik Sabrina, hingga dia terkejut karena Sabrina tidak bohong sama sekali.“Tidak, tidak ada masalah. Hanya heran saja, dengan pencapaiannya yang seperti ini, kenapa dia memilih bekerja jadi cleaning service,” jawab Vano lalu memandang sekilas ke kepala HRD.“Saya juga berpikiran sama. Dengan nilainya yang bagus, seharusnya mudah untuknya mendaftar pekerjaan di perusahaan besar. Apa karena dia baru lulu
Sabrina sangat terkejut dengan yang dilakukan staff itu, apalagi Mala seperti sangat ketakutan.“Hei! Apa yang kamu lakukan?!” teriak Sabrina lalu mendekat dengan cepat.Tanpa Sabrina sadari, ternyata Vano melihat Sabrina terlihat panik lalu mengarah ke ruang penyimpanan alat kebersihan. Vano mendekat untuk melihat apa yang terjadi.Staff dan Mala terkejut mendengar suara teriakan Sabrina, mereka menoleh ke arah gadis itu datang.“Tidak dibenarkan membully teman sendiri. Bagaimana bisa kamu tega memukulnya?” Sabrina menarik Mala untuk melindunginya.“Mau apa kamu? Kamu ini hanya cleaning service, tidak usah ikut campur dengan masalah kami!” bentak staff itu.“Tentu aku ikut campur karena kamu berani memukulnya!” balas Sabrina ikut membentak.“Siapa kamu berani melawanku, hah? Aku senior di sini, bahkan aku ketua tim di sini!” Staff itu langsung menunjukkan siapa dirinya.“Bagaimana kalau melawanku?”Suara Vano di sana membuat Sabrina dan yang lain terkejut. Mereka menoleh, hingga meli
Sabrina pergi ke apartemen yang akan disewanya. Dia bertemu dengan pengelola di sana.“Apartemennya tidak pernah dipakai sama sekali. Awalnya memang dibiarkan menganggur, tapi tiba-tiba saja pemiliknya meminta untuk disewakan saja. Jadi, Anda tidak usah cemas diusir secara tiba-tiba karena pemiliknya memang punya banyak property berupa apartemen,” ujar pengelola menjelaskan.Sabrina mengangguk-angguk mendengar ucapan pengelola, lalu mereka pergi ke unit yang dimaksud untuk melihat tempatnya.“View di sini bagus dekat dengan supermarket dan beberapa pusat perbelanjaan lainnya,” ucap pengelola menjelaskan saat Sabrina mengeksplore tempat itu.“Aku ambil.” Sabrina langsung suka dan setuju menyewa tempat itu.“Baiklah, saya akan mengurus kontrak sewanya. Sebulan dua juta, kalau ambil satu tahun ada diskon satu bulan,” ujar pengelola itu.“Boleh ambil dua bulan dulu, kalau aku betah, aku akan menambah sewanya,” kata Sabrina.Pengelola mengiakan, lalu segera memproses kontrak sewa agar Sabr
Vano berangkat lebih awal hari itu karena ingin memberitahu Sabrina soal yang dibicarakan dengan sang papa semalam. Saat sampai di lantai divisi, Vano melihat Sabrina baru saja akan mengepel lantai.“Letakkan itu dan ikut denganku!” perintah Vano.Sabrina terkejut dan menoleh Vano, hingga melihat pria itu sudah memandang dirinya.“Ada apa ya?” tanya Sabrina bingung.Vano malah menengok ke arloji yang melingkar di pergelangan tangan, lalu kembali memandang ke Sabrina.“Apa kamu punya pakaian kerja?” tanya Vano tak menjawab pertanyaan Sabrina.Sabrina semakin bingung, lalu balik bertanya, “Maaf, ada apa ya?”Vano menghela napas karena sejak tadi hanya ada pertanyaan dibalas pertanyaan. Dia langsung menarik tangan Sabrina begitu saja, membuat gadis itu bingung.Sabrina sangat terkejut sampai menatap Vano yang berjalan sambil menariknya, hingga dalam hatinya berkata, “Apa dia ingat kepadaku?”Rahmat dan Haikal yang baru satang bingung saat melihat Vano menarik tangan Sabrina. Mereka hanya
Sabrina masuk ruangan tempat dirinya akan diinterview, ternyata di sana ada Opa Ansel, Emily, dan salah satu staff HRD. Emily agak terkejut Sabrina memakai pakaian kerja lamanya, sedangkan Sabrina panik karena ada Emily dan takut jadi masalah karena pakaiannya. “Duduklah!” Opa Ansel mempersilakan. Sabrina mencoba tersenyum ramah, lalu duduk di kursi yang disediakan. Emily berdeham lalu membuka berkas lamaran milik Sabrina. Dia terkesan karena Sabrina ternyata menjadi salah satu lulusan terbaik. “Silakan perkenalkan dirimu,” ucap Opa Ansel. Sabrina duduk tegap lalu memperkenalkan dirinya. Dia menyebutkan nama, umur, juga tempat tinggalnya. “23 tahun, masih sangat muda, ya.” Emily tersenyum ke Sabrina lalu mencentang kolom yang harus diisi dengan silang atau check list. Sabrina mengangguk agak kikuk karena melihat senyum Emily. Opa Ansel memberikan pertanyaan yang disiapkan tentang neraca. Sabrina bisa menjawabnya dengan mudah hingga membuat Opa Ansel terkesan. Opa Anse
Haikal dan Rahmat cemas karena Sabrina tidak kembali ke divisi sejak tadi ditarik Vano. “Apa benar kalau Sabrina terkena masalah, makanya Pak Vano juga belum kelihatan balik sejak tadi,” ucap Haikal cemas. “Iya, aku juga khawatir dia dapat masalah dan dipecat, padahal dia kerjanya juga bagus,” timpal Rahmat sambil mengelap cangkir. Mereka mengkhawatirkan Sabrina karena tak kunjung kembali, hingga Sabrina masuk pantry mengejutkan dua pria itu. “Kalian lagi apa?” Sabrina menatap Haikal dan Rahmat yang terkejut. Dua pria itu syok melihat Sabrina memakai baju kerja, bukan seragam cleaning service. “Kenapa kamu pakai pakaian seperti itu? Apa yang terjadi?” tanya Haikal. “Iya, apa yang terjadi? Kamu tadi ditarik Pak Vano, datang-datang pakaianmu berubah?” Rahmat menimpali. Sabrina melebarkan senyum, lalu menjawab, “Sebenarnya aku baru saja diminta interview.” Haikal dan Rahmat bingung bersamaan mendengar jawaban Sabrina. “Interview apa?” tanya Haikal. Sabrina melebarkan
Beberapa hari berlalu. Sabrina sudah mulai beradaptasi dan rekan kerjanya juga menyukai dirinya.“Sab, ini sudah aku susun. Minta tolong dicek apakah ada salah atau tidak, ya.” Salah satu rekan kerja memberikan dokumen yang sudah dikerjakannya.“Siap.” Sabrina penuh semangat memberikan bantuan. Dia mulai menyukai pekerjaannya sekarang.Sabrina mengecek dokumen yang tadi diberikan temannya, saat baru saja selesai ternyata Vano memanggil dirinya.“Ini sudah aku tandai yang salah, tinggal direvisi saja,” ucap Sabrina sambil memberikan dokumen itu.“Cepat sekali, terima kasih, ya.”Sabrina mengangguk lalu pergi ke ruangan Vano. Dia mengetuk pintu sebelum kemudian masuk.“Anda mencari saya,” tanya Sabrina saat masuk ruangan Vano..“Laporan yang kemarin kuminta susun sudah selesai?” tanya Vano.“Sudah, ada di meja saya,” jawab Sabrina.“Ambil, kamu ikut rapat denganku!” perintah Vano sambil berdiri dari kursinya.Sabrina terkejut mendengar Vano mengajaknya ikut rapat, tapi tanpa bertanya Sa
“Ih ... aku nggak mau ada kakak itu. Kakak nakal, aku nggak mau naik mobil! Itu kursiku!” Athalia langsung merajuk tahu Sabrina duduk di kursi yang biasa dia duduki ketika dijemput Vano.Tentu saja tingkah Athalia membuat Vano dan Sabrina terkejut, belum lagi mobil di belakang mereka sudah antri.“Turun dan bujuklah dia, aku akan memindahkan mobilnya dulu,” kata Vano.“Dia pasti tidak mau dengan saya, lebih baik saya yang memindahkan mobil,” ucap Sabrina memberi usul.Vano menoleh Sabrina dengan ekspresi terkejut mendengar ucapan gadis itu.“Kamu bisa naik mobil, punya SIM?” tanya Vano memastikan.“Bisa, SIM juga ada,” jawab Sabrina.Vano agak terkejut tapi ini bukan waktunya menginterogasi atau penasaran dengan kemampuan Sabrina. Dia akhirnya turun lalu meminta Sabrina pindah ke belakang stir.Sabrina mengambil alih kemudi, lantas melajukan mobil menuju area parkir yang kosong menunggu Vano membujuk Athalia.Vano menghampiri Athalia yang bersedekap dada sambil memanyunkan bibir. Dia