Emily bingung menjawab pertanyaan Gio. Dia agak merapatkan kedua kaki, tapi malu untuk bicara ke sepupunya itu.“Kamu butuh apa? Biar aku yang carikan,” kata Gio karena Alaric sudah berpesan agar Emily tidak turun dari ranjang, apalagi berjalan.Emily tampak panik karena seperti menahan sesuatu.“Emi, katakan saja.” Gio melihat gelagat aneh Emily.Emily melirik Gio yang menatapnya. Dia semakin bingung hingga akhirnya berkata lirih, “Aku mau ke kamar mandi. Ini sudah tidak tahan.”Gio langsung menghela mendengar ucapan Emily.“Kenapa tidak bilang? Tinggal bilang saja, kenapa malah ke mana-mana.”Gio mengambil kantong cairan infus dari tiang, lalu meletakkan di pangkuan Emily.Emily agak panik dengan yang dilakukan Gio. Lalu pria itu menggendongnya membuat Emily semakin syok.“Seharusnya pakai kursi roda saja, kamu tidak harus menggendongku,” protes Emily.“Kelamaan jika mengambil kursi roda lebih dulu, kamu keburu mengompol,” balas Gio.Emily langsung menggelembungkan kedua pipi menden
“Kalian baik-baik saja, kan?” tanya Emily karena Christina hanya diam.Christina menatap Emily sambil tersenyum tapi malah membahas hal lain.“Tadi aku terkejut waktu bertemu Paman dan dia bilang kamu masuk rumah sakit karena kontraksi. Perasaan baru juga empat bulanan, tapi kok sudah kontraksi, makanya aku menghubungimu dan ternyata benar” ujar Christina mengalihkan pertanyaan Emily.“Iya, karena kelelahan dan banyaknya tekanan saat kerja, jadi tiba-tiba saja mengalami kontraksi,” balas Emily menceritakan yang dialaminya, melupakan pertanyaannya tentang Christina dan Gio.Christina mengangguk-angguk mendengar balasan Emily. Dia terus membahas hal lain agar Emily tidak bertanya tentang dirinya lagi.“Aku harus kembali ke kantor. Lekas sembuh dan jaga kesehatan biar bayinya sehat sampai lahir,” ucap Christina penuh perhatian.Emily mengangguk-angguk mendengar ucapan Christina, lalu berterima kas
Mia pergi menjenguk Lena yang dirawat di rumah sakit khusus. Dia sudah berada di depan ruang inap Lena dan harus mendaftar dulu agar bisa menjenguk.Saat masuk kamar itu, Lena berbaring tapi tidak memejamkan mata. Mantan iparnya itu sedang memandang ke jendela hingga langkah kaki Mia membuat Lena menoleh.“Tak kusangka kamu datang ke sini,” ucap Lena saat melihat Mia.Mia hanya berdeham mendengar ucapan Lena. Dia kemudian duduk di kursi yang ada di samping ranjang.“Bagaimana kondisimu?” tanya Mia dengan ekspresi wajah datar.“Sangat baik karena aku bisa mendapatkan banyak perhatian dari Gio,” jawab Lena sambil memulas senyum.Mia tetap memasang wajah datar karena dia tak ingin Lena merasa dirinya luluh begitu saja.“Terima kasih sudah membuat Gio banyak berubah. Rasanya tak pernah menyangka bisa punya anak perhatian. Sepertinya aku memang sudah sangat banyak memiliki dosa,” ucap Lena sa
“Memangnya ada masalah apa sampai kalian membahas perang dunia?”Emily dan Alaric saling pandang, lalu menatap ke arah Vano yang baru saja datang.“Memangnya kami membahas perang dunia?” Emily mencoba mengelak karena dilihat dari mimik wajah sang adik, pemuda itu seperti tidak tahu.“Tadi pas mau masuk, aku dengar kamu bilang ‘bisa terjadi perang dunia’. Apa itu?”Emily melirik Alaric, sepertinya Vano benar-benar tak mendengar semua yang dibicarakannya dengan Alaric.“Oh, itu karena aku pengen jalan-jalan ke luar negeri, tapi karena kondisiku sekarang, kalau Mama dan Mami tahu, pasti akan terjadi perang dunia karena mereka pasti tak mengizinkan,” ujar Emily menjelaskan agar Vano tidak tanya lebih banyak.“Oh ....” Vano percaya dengan apa yang dikatakan Emily.Emily dan Alaric saling lirik, mereka bernapas lega karena Vano percaya dengan yang Emily jelaskan.“Kamu dari kampus?” tanya Emily karena melihat Vano masih membawa tas.“Iya, langsung ke sini setelah kelas,” jawab Vano duduk sa
Gio berjalan cepat masuk kamar Lena untuk memastikan. Dokter terlihat sedang memeriksa sang mama, sipir dan perawat juga di sana.“Ada apa dengan mamaku?” tanya Gio ke sipir.Sipir itu menoleh saat mendengar pertanyaan Gio, lalu menjawab, “Bu Lena tiba-tiba mengalami kejang, karena itu saya memanggil perawat dan dokter.”Gio menjatuhkan paper bag yang dibawa, lalu mendekat ke sisi ranjang satunya untuk melihat Lena lebih dekat.“Ma, aku di sini.” Gio menggenggam telapak tangan Lena, tapi ujung jarinya terasa sangat dingin.Dokter baru saja mengecek detak jantung Lena, lalu menoleh ke perawat sambil menggeleng kepala.Gio melihat dokter tak melakukan apa pun, hingga dia bicara dengan sedikit nada membentak. “Kenapa kalian diam saja? Lakukan sesuatu jika mamaku tidak baik-baik saja!”Dokter memandang Gio, kemudian menjelaskan, “Maaf, pasien sudah tiada.”Gio sangat syok mendengar ucapan dokter. Dia sampai menggeleng kepala dengan rasa tak percaya.“Tidak mungkin. Bukankah kondisinya memb
Christina dan kedua orang tuanya pergi melayat ke rumah Bobby sebagai bentuk peduli dan berbela sungkawa atas meninggalnya Lena. Apalagi keluarga Bobby menjadi bagian keluarga besar bibinya Christina karena Alaric menikahi Emily. Christina hanya duduk melihat orang-orang penting di sana datang melayat. Hingga tatapannya tertuju ke Alaric yang berjalan keluar dari rumah. “Kamu mau ke mana?” tanya Nana saat melihat Christina berdiri. “Menemui suaminya Emi bentar,” jawab Christina. Christina melihat sang mama mengangguk-angguk. Dia lalu segera menghampiri Alaric yang sedang menemui salah satu rekan bisnis. “Al.” Alaric menoleh saat mendengar suara Christina. “Aku ikut berduka cita,” ucap Christina. “Terima kasih,” balas Alaric lalu menoleh ke pintu. “Di mana Emi?” tanya Christina karena tidak melihat Emily. “Dia masih di rumah sakit, dokter belum mengizinkannya keluar,” jawab Alaric. Christina mengangguk mendengar jawaban Alaric, hingga pria itu melontarkan pertanyaa
“Cepat sekali karmanya datang.”Emily langsung melotot mendengar ucapan Claudia. Sahabatnya itu baru pulang semalam, pagi ini langsung ke rumah sakit saat tahu Lena meninggal.“Ish, ngomongnya jangan begitu,” kata Emily.“Ya gimana, dia dulu sangat jahat, kenapa matinya cepat?” Claudia tetap kesal dan dendam karena Lena dulu terus berusaha mencelakai Emily.“Ya, memang. Tapi namanya manusia juga bisa berubah. Dia pergi setelah mengakui semua perbuatannya serta menerima segala hukuman atas kesalahannya. Itu memang lebih baik daripada dia dipenjara seumur hidup,” ucap Emily menjelaskan.“Tetap saja, dia itu sangat jahat.” Claudia tetap tak terima.Emily menghela napas kasar mendengar jawaban Claudia, tak bisa memaksa jika memang seperti itu cara pandang sahabatnya itu.“Tapi jangan membahas seperti itu saat ada Gio. Dia sedang berusaha berubah, tapi malah mendapatkan musibah. Hargai dia, ya.” Emily mengingatkan karena takut terjadi masalah jika Claudia asal bicara ketika bertemu Gio.Cl
Christina masih mengusap punggung Gio dengan lembut. Meski tidak terisak, tapi Christina tahu kalau Gio masih menitikkan air mata.Cukup lama Christina memeluk untuk menenangkan, hingga akhirnya Gio menjauhkan kepala dari pundak Christina.Gio masih menunduk sambil menyeka sisa air mata dari kelopak mata. Tampaknya dia malu karena ketahuan menangis di depan wanita, padahal sudah berusaha untuk tak menangis.Christina seperti ingin tersenyum melihat Gio yang tampak menggemaskan, tapi dia tahu itu tak sopan karena bagaimanapun Gio sedang dalam masa berkabung.“Kamu mau minum atau mungkin makan. Biar aku carikan,” kata Christina karena wajah Gio tampak pucat.Gio belum bicara, lalu menatap Christina yang baru saja menawarinya.“Terima kasih sudah meminjamkan bahumu,” ucap Gio lalu memilih kembali duduk.Christina awalnya terkejut mendengar ucapan Gio, tapi lega karena pria itu terlihat lebih tenang.“Aku ambilkan minum, ya,” kata Christina karena melihat meja Gio kosong tak ada gelas sam