Gio berjalan cepat masuk kamar Lena untuk memastikan. Dokter terlihat sedang memeriksa sang mama, sipir dan perawat juga di sana.“Ada apa dengan mamaku?” tanya Gio ke sipir.Sipir itu menoleh saat mendengar pertanyaan Gio, lalu menjawab, “Bu Lena tiba-tiba mengalami kejang, karena itu saya memanggil perawat dan dokter.”Gio menjatuhkan paper bag yang dibawa, lalu mendekat ke sisi ranjang satunya untuk melihat Lena lebih dekat.“Ma, aku di sini.” Gio menggenggam telapak tangan Lena, tapi ujung jarinya terasa sangat dingin.Dokter baru saja mengecek detak jantung Lena, lalu menoleh ke perawat sambil menggeleng kepala.Gio melihat dokter tak melakukan apa pun, hingga dia bicara dengan sedikit nada membentak. “Kenapa kalian diam saja? Lakukan sesuatu jika mamaku tidak baik-baik saja!”Dokter memandang Gio, kemudian menjelaskan, “Maaf, pasien sudah tiada.”Gio sangat syok mendengar ucapan dokter. Dia sampai menggeleng kepala dengan rasa tak percaya.“Tidak mungkin. Bukankah kondisinya memb
Christina dan kedua orang tuanya pergi melayat ke rumah Bobby sebagai bentuk peduli dan berbela sungkawa atas meninggalnya Lena. Apalagi keluarga Bobby menjadi bagian keluarga besar bibinya Christina karena Alaric menikahi Emily. Christina hanya duduk melihat orang-orang penting di sana datang melayat. Hingga tatapannya tertuju ke Alaric yang berjalan keluar dari rumah. “Kamu mau ke mana?” tanya Nana saat melihat Christina berdiri. “Menemui suaminya Emi bentar,” jawab Christina. Christina melihat sang mama mengangguk-angguk. Dia lalu segera menghampiri Alaric yang sedang menemui salah satu rekan bisnis. “Al.” Alaric menoleh saat mendengar suara Christina. “Aku ikut berduka cita,” ucap Christina. “Terima kasih,” balas Alaric lalu menoleh ke pintu. “Di mana Emi?” tanya Christina karena tidak melihat Emily. “Dia masih di rumah sakit, dokter belum mengizinkannya keluar,” jawab Alaric. Christina mengangguk mendengar jawaban Alaric, hingga pria itu melontarkan pertanyaa
“Cepat sekali karmanya datang.”Emily langsung melotot mendengar ucapan Claudia. Sahabatnya itu baru pulang semalam, pagi ini langsung ke rumah sakit saat tahu Lena meninggal.“Ish, ngomongnya jangan begitu,” kata Emily.“Ya gimana, dia dulu sangat jahat, kenapa matinya cepat?” Claudia tetap kesal dan dendam karena Lena dulu terus berusaha mencelakai Emily.“Ya, memang. Tapi namanya manusia juga bisa berubah. Dia pergi setelah mengakui semua perbuatannya serta menerima segala hukuman atas kesalahannya. Itu memang lebih baik daripada dia dipenjara seumur hidup,” ucap Emily menjelaskan.“Tetap saja, dia itu sangat jahat.” Claudia tetap tak terima.Emily menghela napas kasar mendengar jawaban Claudia, tak bisa memaksa jika memang seperti itu cara pandang sahabatnya itu.“Tapi jangan membahas seperti itu saat ada Gio. Dia sedang berusaha berubah, tapi malah mendapatkan musibah. Hargai dia, ya.” Emily mengingatkan karena takut terjadi masalah jika Claudia asal bicara ketika bertemu Gio.Cl
Christina masih mengusap punggung Gio dengan lembut. Meski tidak terisak, tapi Christina tahu kalau Gio masih menitikkan air mata.Cukup lama Christina memeluk untuk menenangkan, hingga akhirnya Gio menjauhkan kepala dari pundak Christina.Gio masih menunduk sambil menyeka sisa air mata dari kelopak mata. Tampaknya dia malu karena ketahuan menangis di depan wanita, padahal sudah berusaha untuk tak menangis.Christina seperti ingin tersenyum melihat Gio yang tampak menggemaskan, tapi dia tahu itu tak sopan karena bagaimanapun Gio sedang dalam masa berkabung.“Kamu mau minum atau mungkin makan. Biar aku carikan,” kata Christina karena wajah Gio tampak pucat.Gio belum bicara, lalu menatap Christina yang baru saja menawarinya.“Terima kasih sudah meminjamkan bahumu,” ucap Gio lalu memilih kembali duduk.Christina awalnya terkejut mendengar ucapan Gio, tapi lega karena pria itu terlihat lebih tenang.“Aku ambilkan minum, ya,” kata Christina karena melihat meja Gio kosong tak ada gelas sam
Christina awalnya terkejut mendengar ucapan Gio karena memang tak paham dengan maksud ucapan pria itu. Namun, dia berusaha untuk menganggap jika apa yang dikatakan semata-mata hanya karena pria itu sedang putus asa. “Tidak peduli bagaimana masa lalumu, tapi sebuah kepedulian itu tidak memandang miskin atau kaya, baik atau buruk. Bahkan seorang penjahat pun terkadang butuh sebuah kepedulian, karena aku meyakini jika tak akan ada akibat tanpa sebab,” ucap Christina lalu mengulurkan sendok ke Gio. Gio menatap Christina yang berpikiran positif dan optimis. Entah dia tak tahu cara menjauhkan wanita itu darinya, karena kenyataannya meski sudah berusaha membuat Christina menjauh, wanita itu sekarang malah semakin mendekat. Gio akhirnya menerima sendok dari Christina dan siap untuk makan. “Minum air putihnya dulu sebelum makan,” kata Christina mengingatkan. Gio berhenti menyendok makanan saat mendengar perkataan Christina. Dia akhirnya minum lebih dulu lalu dilanjutkan dengan makan. Chri
“Padahal kita baru saja melayat, tapi kenapa rasanya kamu bicara sesuatu yang berbau tentang persaingan?”Nana langsung mengultimatum suaminya karena merasa aneh dengan pertanyaan Bastian ke Christina.“Bukan bicara persaingan, hanya menanyakan,” balas Bastian sambil memandang Nana yang ikut ke kantornya.“Iya tahu, tapi kalau keluarga Byantara tahu jika kita terus membahas hal seperti itu, apa baik? Meski mereka juga saingan bisnis, tapi tetap saja mereka juga sekarang bagian keluarga dari Kak Sashi,” ucap Nana mengingatkan.Bastian memandang Nana yang seperti cemas, lalu berkata, “Kamu mencemaskan apa, hm? Aku tidak bermaksud apa-apa. Serius aku hanya tanya untuk memastikan saja.”“Tapi caramu memastikan membuat Christina takut,” balas Nana.Bastina menoleh Nana lagi, tapi kemudian terlihat berpikir sejenak.“Sudah, tidak usah dibahas lagi. Bukankah yang terpenting aku tidak bertanya di hadapan keluarga Byantara.”Nana akhirnya diam karena mendengar perkataan suaminya dan memilih ta
Christina menatap Alaric dan Emily bergantian, lalu bertanya, “Apa ada sesuatu yang benar-benar buruk?”“Ya, itu tergantung caramu menyikapinya,” balas Alaric.Emily dan Alaric menunggu Christina siap mendengarkan karena wanita itu terlihat ragu.“Jika kamu tak yakin, lebih baik tak usah dengar. Jika kamu yakin, aku akan menceritakan tapi jangan pernah membahasnya di depan Gio,” ucap Alaric mencoba meyakinkan Christina.Christina terlihat ragu, hingga akhirnya menganggukkan kepala.“Aku ingin mendengarnya,” ucap Christina mencoba meyakinkan perasaannya sendiri. Bukankah dia sudah berusaha untuk mengenal lebih jauh, kenapa sekarang harus mundur.Emily melirik Alaric, melihat suaminya bersiap bicara.“Polisi di sana karena orang tua Gio ditahan atas kasus percobaan pembunuhan dan beberapa kasus lain,” ucap Alaric, “dia meninggal saat masih dalam status sebagai tahanan, karena itu polisi harus memiliki berkas kematiannya untuk laporan.”Christina sangat terkejut mendengar cerita Alaric s
Emily akhirnya sudah diperbolehkan pulang. Dia sudah sampai rumah bersama Alaric, tapi tetap harus di atas kursi roda karena dokter tidak menyarankan Emily banyak bergerak untuk sementara waktu.“Di mana Gio?” tanya Emily ke Alaric.“Mungkin di kamarnya,” jawab Alaric, “kamu mau menemuinya?” tanya Alaric kemudian.Emily mengangguk menjawab pertanyaan Alaric, hingga Mia datang menyambut mereka.“Kamu mau istirahat? Mama sudah meminta pelayan menyiapkan kamar di lantai bawah agar kamu tak perlu naik turun,” ucap Mia saat menyambut Emily.“Iya, terima kasih, Ma,” balas Emily, “tapi aku mau bertemu Gio dulu,” ucapnya kemudian.“Oh, dia ada di kamarnya. Sejak pagi tadi pulang dari pemakaman sampai sekarang, Gio tak mau keluar dari kamar. Bahkan tadi mau makan karena dibujuk Christina,” ujar Mia menceritakan apa yang terjadi.Emily terkejut mendengar cerita Mia, sudah sepeduli itu Christina terhadap Gio, apakah Christina akan mundur setelah tahu masa lalu Gio yang tadi diceritakan.Emily me