Hari berikutnya. Ansel dan Aruna berniat pergi ke rumah Bobby untuk menemui Emily lagi. Namun, saat keduanya baru saja ingin keluar, pembantu menghampiri dan berkata jika ada tamu.“Tamu? Siapa?” tanya Aruna bingung.Ansel dan Aruna saling tatap, hingga akhirnya pergi melihat siapa yang datang.Saat baru saja keluar ke ruang tamu, Ansel terkejut karena Simon yang datang ke rumahnya.“Kamu mengenalnya?” tanya Aruna karena Ansel hanya diam.“Dia anak angkat Emilio,” jawab Ansel.Aruna terkejut hingga menatap Simon yang sedikit membungkuk memberi hormat kepadanya, membuat Aruna akhirnya membalas dengan menganggukkan kepala.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Ansel sedikit tak senang.“Aku akan terus memohon agar Anda mau mengizinkan Emily pergi menjenguk Papa. Kami tidak minta banyak hal, hanya kehadiran Emily saja,” ucap Simon to the point karena Ansel juga melakukan hal sama.Ansel mendengkus kasar mendengar ucapan Simon, sedangkan Aruna merasa kasihan karena bagaimanapun Simon hany
Setelah mendapat surat izin dokter untuk bisa pergi, akhirnya hari itu Emily dan Alaric akan terbang ke Milan bersama Simon.“Langsung kabari kalau sudah sampai sana, jika ada apa-apa juga segera beritahu mami,” ucap Aruna cemas karena Emily pergi dengan usia kehamilan yang sudah tua.“Iya, Mami jangan cemas. Aku pasti akan terus kasih kabar ke Mami,” balas Emily agar Aruna merasa tenang.Setelah berpamitan dengan semua orang, akhirnya Emily pergi bersama Alaric dan Simon.Alaric berjalan sambil menggandeng Emily, memastikan istrinya tidak tersenggol atau tergelincir sesuatu. Setelah beberapa saat menunggu di ruang tunggu, akhirnya mereka masuk ke pesawat. Emily dan Alaric duduk bersisian di kelas bisnis, sedangkan Simon ada di belakang kursi Emily.Simon sangat berterima kasih karena Emily mau memikirkan ayahnya. Dia jauh-jauh datang hanya untuk mencari Emily hingga usahanya membuahkan hasil.Emily menatap ke luar je
Emily melihat wanita paruh baya menuruni anak tangga perlahan, hingga wanita itu berhenti melangkah saat melihat Emily dan Alaric di sana.“Simon.” Wanita itu memandang ke Simon seolah meminta penjelasan.Simon berjalan menuju tangga, kemudian membantu wanita itu turun hingga sampai lantai dasar untuk mempertemukannya dengan Emily.“Siapa mereka?” tanya wanita bernama Grace.“Cobak tebak, siapa mereka,” balas Simon.Grace tiba-tiba menghentikan langkah saat menatap Emily lalu kembali memandang ke Simon lagi. Grace bingung karena ada dua orang asing di rumahnya yang datang bersama sang putra, sedangkan sebelumnya Simon pamit ke luar negeri untuk urusan bisnis.Simon memandang Emily dan memberi isyarat agar mendekat.Emily menoleh Alaric yang mengangguk. Dia dan Alaric berjalan mendekat ke arah Grace dan Simon, sampai akhirnya mereka sampai di hadapan Grace.Grace menatap lekat karena merasa tak asing, hingga bola matanya berkaca-kaca.“Dia Emily. Papa ingin sekali bertemu dengannya, ka
“Kamu baik-baik saja?” tanya Alaric karena Emily hanya diam sejak tadi.Emily menoleh ke Alaric saat mendengar pertanyaan suaminya lalu menggeleng kepala.“Aku hanya lelah,” jawab Emily sambil tersenyum.Alaric mendekat lalu meminta Emily untuk berbaring. Tak lupa dia meletakkan bantal di belakang pinggang dan depan perut Emily agar saat berbaring miring merasa nyaman.“Kamu pasti bingung karena pertemuanmu dengan istri ayahmu,” ucap Alaric menebak karena sepertinya sang istri tidak akan cerita.Alaric bisa melihat dengan jelas tatapan Emily seperti orang kebingungan, karena itu dia mencoba memahami posisi Emily.Emily terkejut mendengar ucapan Alaric, lalu menganggukkan kepala.“Tidak apa, lagi pula wajar jika memang kamu bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Apa yang kamu lakukan tadi sudah baik, jadi sekarang jangan terlalu dipikirkan. Istirahatlah, baby kita juga pasti capek karena menempuh perjalanan panjang,” ucap Alaric sambil mengusap lembut rambut Emily.Emily mencoba terse
Emily duduk diam menunggu Emilio sadar. Dia malah takut kalau terjadi sesuatu dengan Emilio karena kedatangannya. “Minumlah, Simon yang membelikan ini,” kata Alaric memberikan jus buah ke Emily. Emily mengangguk lalu menerima jus buah dari Alaric. Dia meminumnya sedikit, lalu kembali memberikannya ke Alaric. “Dia akan baik-baik saja, kan?” tanya Emily karena tiba-tiba saja cemas. Alaric menatap ke monitor yang memantau detak jantung Emilio, lalu kembali menatap Emily yang cemas. “Seharusnya baik-baik saja,” jawab Alaric. Emily tersenyum tipis lalu kembali memandang ke Emilio. Semua orang masih ada di sana menunggu sampai Emilio sadar. Grace mendekat ke Emily lalu duduk di samping putri suaminya itu. “Sudah berapa bulan?” tanya Grace sambil menyentuh perut Emily. “Sudah tujuh bulan mau masuk delapan,” jawab Emily. Grace tersenyum sambil mengusap perut Emily, lalu tiba-tiba menghela napas kasar. “Papamu terlalu senang tahu kamu datang. Sampai-sampai dia tak bisa mengontrol emo
“Papa harus jaga kesehatan. Nurut kata Mama dan Simon, juga jangan lupa larangan dokter dilakukan. Kalau tidak, Papa yang akan menyesal sendiri,” ucap Emily saat berpamitan dengan Emilio.Emily sudah di sana hampir satu minggu. Dia harus segera pulang karena mama dan maminya mencemaskan kondisi kesehatannya.“Tentu saja, papa akan hidup lebih lama untuk bisa melihatmu lebih lama. Jadi papa akan melakukan apa pun perintah mereka demi kesehatan papa,” ucap Emilio terlihat sangat bahagia. Bahkan sekarang lebih segar meski masih dirawat di rumah sakit.Emily mengangguk mendengar ucapan Emilio lalu mengecup kening ayahnya itu.“Janji ya, kalau sehat jenguk aku di Indonesia. Papa juga sudah janji akan menggendong anakku, jadi Papa harus tepati itu,” ucap Emily menekankan karena dia ingin ayahnya lebih berusaha untuk sembuh.Emilio tidak menyangka Emily akan menciumnya, itu rasanya menjadi hadiah yang tiada tara untuk E
Emily duduk di samping luar kamar, menikmati susu dan buah sambil mengirup udara segar pagi itu. Usia kehamilannya sudah masuk sembilan bulan, dia benar-benar menikmati hari-harinya.“Emi, aku harus ke kantor pagi karena ada rapat,” ucap Alaric saat menemui Emily di samping kamar.Emily menoleh lalu memulas senyum manis.“Iya, hati-hati di jalan,” ucap Emily lalu meletakkan perlahan gelas di meja.Alaric melihat Emily yang mulai kesusahan bergerak. Dia meminta Emily untuk tetak duduk saja dan tidak usah berdiri.“Tidak usah mengantarku. Kamu duduk saja dan nikmati susunya,” kata Alaric memberikan perhatian ekstra untuk istrinya itu.“Kamu tahu saja aku kesusahan bangun dan banyak bergerak,” seloroh Emily diakhiri tawa kecil.“Aku suamimu jadi sudah pasti tahu,” balas Alaric kemudian mencium kening Emily.Sebelum berangkat, Alaric menggenggam kedua telapak tangan Emily lalu menatap penuh kasih sayang ke istrinya itu.“Jika kamu menginginkan sesuatu atau ada sesuatu, segera hubungi aku,
Sesaat sebelumnya di rumah. Emily keluar dari kamar karena ingin mengambil air hangat, dia berjalan menuju dapur dan bertemu Mia.“Mau makan?” tanya Mia penuh perhatian.“Nggak, Ma. Pinggangku tiba-tiba pegal dan panas, jadi mau isi ini pakai air panas,” jawab Emily memperlihatkan kantong air panas untuk mengompres pinggangnya.Mia menatap kantong itu lalu mengambilnya dari tangan Emily.“Kamu tunggu di ruang keluarga saja, biar mama yang isiin, ya.” Mia tidak mau Emily ceroboh lalu menyiram tangan atau bagian lain saat menuang air panas.Emily mengangguk saja, lalu pergi ke ruang keluarga. Saat berjalan, Emily merasa pinggangnya semakin sakit, bahkan perutnya jadi mulas.“Perasaan pagi tadi sudah buang air besar, kenapa mulas lagi? Aku juga tidak salah makan,” gumam Emily sambil mengusap perutnya.Mia datang membawa kantong yang sudah berisi air panas. Saat sampai di ruang keluarga, Mia melihat Emily yang terus mengusap perut dan pinggang bergantian.“Ada apa, Emi?” tanya Mia lalu du