Beberapa tahun yang lalu...
"Kami dari pihak kepolisian, membawa surat penangkapan untuk saudara Febri Sanjaya,"
Beberapa anggota kepolisian, tiba-tiba saja datang memasuki kediaman keluarga Sanjaya. Membuat sepasang suami istri yang tengah bersantai di ruang televisi itu, tampak sangat terkejut dengan kedatangan mereka.
Febri Sanjaya, sang kepala keluarga di rumah itu, berdiri dari duduknya. Wajahnya tampak begitu sangat panik, ketika anggota kepolisian mengatakan akan menangkapnya.
"Tunggu ... tunggu. Apa maksudnya ini? Kenapa saya tiba-tiba di tangkap?" protesnya.
"Anda di tangkap, karena terbukti telah melakukan tindak korupsi pada perusahaan anda. Anda terbukti, menggelapkan dana perusahaan dan menipu para kolega and,." jelas mereka.
Febri menggelengkan kepalanya, ia sungguh tidak pernah merasa melakukan tindak kejahatan seperti itu, apalagi di perusahaan miliknya sendiri. "Pak, ini tidak mungkin! Saya tidak pernah--"
"Anda bisa menjelaskannya di kantor polisi," mereka langsung meringkus Febri begitu saja.
"Tunggu pak, ini pasti ada kesalahpahaman. Suami saya mana mungkin seperti itu!" jerit Amara. Namun, mereka tetap membawa Febri pergi bersama mereka.
"Mulai saat ini, seluruh aset milik keluarga Anda, akan kami sita. Anda bisa segera pergi, sebelum 24 jam,"
"Pak, tolong ... Ini pasti--"
"Maaf bu, sebaiknya ibu segera bersiap sekarang. Kami permisi!" Seru salah satu dari mereka.
"Ayah!" Amara, sang istri mencoba berlari mengejar para anggota kepolisian yang membawa suaminya tersebut. Namun, mereka sudah membawa suaminya itu pergi.
Sesaat setelah kepargian mereka semua, Amara memukul dadanya yang terasa sesak. Kenapa ini semua bisa terjadi kepada keluarganya? Ia tahu betul, jika suaminya bukanlah tipe orang yang seperti itu dan semua harta kekayaan yang mereka miliki, murni dari hasil kerja kerasnya sendiri. Ya tuhan, jika semua ini akan di sita, kemana lagi ia dan anaknya harus pergi?
Tiba-tiba saja sosok wanita berpakaian modis muncul, dia adalah Dara Ameera, permata mereka satu-satunya. Ia terkejut saat melihat bebrapa orang membawa semua mobil milik keluarganya. "Bu, apa yang terjadi? Kenapa mereka membawa ayah, dan ... mereka juga menyita mobil-mobil kita?" tanyanya.
Amara menghampiri putrinya, menangkup wajah putrinya, dan menatapnya dengan linangan air mata. "Nak, kita sudah kehilangan semuanya. Ayahmu ... terbukti telah melakukan tindak korupsi, dan penipuan terhadap para koleganya," terangnya, sembari terisak di hadapan putrinya.
Dara menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin bu! Ayah tidak mungkin melakukan hal seperti itu, kenapa ibu diam saja ? Kenapa ibu tidak mencegah mereka untuk membawa Ayah?" tanyanya dengan sedikit kesal.
Amara terisak pelan, "Nak, ibu sudah melakukannya. Tapi mereka memiliki bukti kuat yang mengacu kepada Ayahmu. Mereka memberi kita waktu, sampai 24 jam, untuk meninggalkan rumah ini,"
Dara melepaskan kedua tangan ibunya, yang berada di kedua sisi wajahnya. "Tidak bisa! Mereka tidak bisa melakukan ini semua kepada kita bu. Dara yakin, jika Ayah tidaklah bersalah!" serunya, "Dara akan menemui paman, memintanya untuk membantu Ayah, dan melepaskan Ayah dari tuduhan ini."
"Nak, percuma. Mereka memiliki bukti yang kuat," Ucap Amara lagi, namun Dara tidak menggubrisnya. Wanita muda itu bergegas memesan transportasi online, yang akan membawanya ke rumah pamannya, yang bekerja sebagai manajer di perusahaan milik ayahnya.
Namun siapa sangka, ketika Dara sampai kesana, dan meminta tolong kepada pamannya. Ia hanya mengatakan bahwa ia tidak bisa melakukan apa pun untuk ayahnya.
"Paman pasti bercanda. Aku tahu ... paman pasti bisa membantu Ayah. Paman juga mengenal seorang jaksa, paman bisa saja kan, memintanya untuk--"
"Dara, dengar ... Semua bukti sudah mengarah kepada ayahmu. Dan paman, sungguh tidak bisa membantu. Maafkan paman .... " katanya.
Dara menggelengkan kepalanya, apa ini? Bahkan, adik dari ayahnya saja tidak percaya kepada ayahnya? Ya tuhan ... apalagi yang harus ia lakukan?
Dara belum menyerah, ia mencoba menemui para sahabat dan kerabat ayahnya, meminta mohon agar mereka membantunya, namun lagi-lagi, mereka menolak.
Dan hari itu akhirnya telah tiba, hari yang menetapkan bahwa ayahnya terbukti bersalah, dan di vonis hukuman penjara minimal 10 tahun. Dan hari itu, kehidupan Dara dan Amara benar-benar sangat hancur. Tidak ada yang sudi membantu mereka, di kala mereka tidak memiliki apa pun. Pada akhirnya, ia dan Dara hanya bisa menempati sebuah rumah kontrakan kumuh, dan Dara terpaksa harus berhenti kuliah. Semua harta dan kekayaan milik mereka di renggut begitu saja secara tidak adil. Bahkan, di saat mereka sedang seperti ini, kerabat, serta adik kandung Febri sekalipun tidak sudi untuk menolong mereka. Dan itu membuat Amara merasa sangat sakit. Kini, ia dan Dara harus bekerja dan menghasilkan uang sendiri, untuk kelangsungan hidup mereka.
"Dara!"
Wanita berusia 23 tahun itu menoleh dan mendapati sosok Raisa yang melambaikan tangan kepadanya. Wanita dengan nama lengkap Dara Ameera itu, baru saja tersadar dari ingatan masa lalunya yang begitu sangat menyedihkan. Dara segera bergegas menghampiri sosok Raisa yang hanya berjarak beberapa senti darinya.
"Tebak, apa yang akan aku sampaikan kepadamu?" Wajah Raisa tampak berseri-seri.
Dara mengerutkan keningnya, sebelum akhirnya ia menggeleng dengan pelan. "Apa itu? Aku tidak tahu,"
Raisa berdecak pelan, "Ck! Kau tidak seru,"
Dara terkekeh pelan, "Kau tahu betul jika aku tidak suka basa-basi, kan?"
Raisa mendelik kesal, "Iya, aku tahu. Dan itu menyebalkan!" sungutnya.
"Baiklah Raisa yang cantik jelita, hal apa yang akan kau sampaikan kepadaku?" rayunya, Dara mencoba membuat Raisa sedikit senang.
Raisa mendekat, dan berbisik di telinga Dara. "Akhirnya, aku di terima kerja di perusahaan yang aku inginkan!" seru Raisa.
Dalam beberapa saat Dara terdiam, tidak tahu harus bagaimana membalas ucapan Raisa. Bukan ... bukan karena ia tidak senang dengan kabar yang Raisa bawa, tapi ia merasa tuhan begitu tidak adil kepadanya. Ia juga ingin mendapatkan pekerjaan dengan mudah seperti orang-orang pada umumnya. Kenapa hanya ia yang merasa mengalami banyak kesulitan di hidupnya?
Dara merubah ekspresinya menjadi cerah dan bahagia. Ia tidak ingin mengecewakan temannya, dan membuat Raisa merasa kasihan kepadanya. "Oh ya? Selamat! Kapan kau akan mulai bekerja?"
Raisa tersenyum senang, "Besok. Aku bisa mulai kerja. Tapi Dara ... bagaimana denganmu? Kau belum mendapatkan pekerjaan, sedangkan ibumu--"
"Eh ... tidak apa-apa. Kau jangan memikirkan ku, oke? Aku bisa mencari pekerjaan lain nanti. Sekarang, kau harus fokus bekerja." sela Dara.
Raisa tersenyum kecut. Menggelengkan kepalanya. Ia tahu, pasti Dara sangat sedih. "Ah, apa aku mengundurkan diri saja ya besok," Putusnya
Dara langsung melotot kesal. "Apa?! Jangan gila Raisa! Dengar, kau tidak perlu khawatir tentang aku. Aku senang jika kau mendapatkan pekerjaan."
"Tapi Dara .... "
Dara menggelengkan kepalanya, "Berhenti mengkhawatirkan ku oke."
Raisa kemudian mengangguk, lalu memeluk tubuh Dara dengan erat. Ia sangat mengetahui tentang kehidupan macam apa yang tengah di hadapi oleh Dara. Ia tahu bagaimana sulitnya kehidupan Dara saat ini, terlebih lagi kini ibunya mulai sering sakit-sakitan. Di tambah lagi, ia harus memikul beban yang sangat besar, sebagai tulang punggung keluarga, pengganti ayahnya yang saat ini masih mendekam di balik jeruji besi.
*****
Dara Ameera, mungkin dulu semua orang sangat mengenal dirinya sebagai orang yang sangat berkecukupan, hidup dalam keadaan bergelimang harta, di kelilingi kemewahan dan memiliki banyak uang. Dahulu, semua orang mengenal sosok ini sebagai sosok wanita yang sombong, angkuh dan terlalu jahat. Tapi, beberapa tahun setelah ia memasuki universitas, tiba-tiba ayahnya di tangkap polisi atas kasus korupsi, dengan nominal uang yang tidak sedikit.
Kejaksaan menyita rumah, mobil, dan segala property yang mereka miliki. Ia terpaksa berhenti kuliah di tengah jalan, karena keadaan ini. Semua kekayaan dan kemewahan itu redup begitu saja, menenggelamkan dirinya ke jurang paling dalam di dunia ini.
Ia dan ibunya tidak berdaya atas apa yang telah menimpa mereka, mereka pergi meninggalkan rumah mewah itu dengan membawa pakaian mereka, tanpa uang sepeser pun. Terlunta-lunta di jalanan selama beberapa hari, hingga kemudian ia dan ibunya bertemu dengan ibu Raisa, yang telah berbaik hati memberikan mereka tempat tinggal. Tidak mewah memang, tapi itu sudah sangat cukup untuk mereka berdua. Sejak saat itu, Dara si anak manja dan angkuh itu membuat sang ibu tidak menyangka, bahwa anak itu begitu sangat kuat, dan begitu tegar. Keadaan mereka yang sekarang memang mengharuskan Dara bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ia melakukann pekerjaan apa pun, ia juga sering bekerja sebagai tukang cuci gosok dari rumah ke rumah, semua ia lakukan untuk ibunya yang sudah mulai sakit-sakitan.
Sejak hari itu, Dara Ameera sudah berubah menjadi sosok yang mandiri, tanggung jawab dan pekerja keras. Dara benar-benar bersikap keras kepada dirinya, ia masih ingat bagaimana ketika ibunya meminta tolong kepada semua teman-teman sosialitanya, alih-alih menolong, mereka justru malah mengejek hidup mereka yang menyedihkan. Untuk sekarang, ia tidak bisa bergantung kepada siapa pun di dunia ini, selain kepada dirinya sendiri. Kejadian itu membuat dirinya tersadar, jika kehidupan yang sebenarnya itu benar-benar sangat keras dan kejam. Dara belajar banyak dari kejadian yang menimpa keluarganya, belajar bahwa tidak semua orang itu baik seperti yang terlihat. Dara juga belajar untuk memperbaiki sikap dan perilakunya yang dulu menjadi Dara yang sekarang di kenal oleh orang di sekitar tempat tinggalnya.
Dara menghela napas pelan, sebelum akhirnya memasuki rumah kontrakan yang kecil dan berada sangat jauh dari kota yang selama tiga tahun terakhir ini menjadi tempat tinggal mereka. Terkadang Dara sering menangis setiap kali ibunya mengingat masa-masa ketika mereka masih hidup bergelimang harta, memakan makanan paling enak, dan hidup sejahtera.
"Ibu, Dara pulang ...." ucapnya. Ia sudah terbiasa memasang topeng kuat ketika berhadapan dengan ibunya, bagaimanapun ia tidak ingin ibunya semakin terpuruk dengan keadaan mereka saat ini.
Dara menghampiri sang ibu yang berbaring di atas lantai beralaskan sebuah tikar usang, "Bagaimana keadaan ibu hari ini?" tanyanya.
Amara, sang ibu masih bergeming. Dara lagi-lagi merasa sangat sedih. Setiap hari, ibunya selalu diam, dan melamun seperti ini. Dara tahu jika semua ini tidaklah mudah, tapi apa gunanya jika kita terus diam dan meratapi nasib?
"Ibu …. " lirihnya, sang ibu membalikkan tubuhnya menghadap tembok. Menyatakan jika hari ini, ia tidak ingin berbicara dengan Dara, seperti hari-hari yang lain.
Dara menghela napas pelan, dadanya semakin terasa sangat sesak. Kenapa ... Kenapa tuhan melakukan hal ini kepadanya? Ia sudah kehilangan sosok ayah yang kini mendekam di sel tahanan, ia kehilangan kehidupannya yang dulu, dan juga kehilangan segala perhatian dari sosok sang ibu.
"Kita harus kuat bu. Kita sama-sama tidak menginginkan kehidupan yang seperti ini. Tapi apa boleh buat, tuhan telah mengatur semuanya." lirihnya, sembari berbaring memeluk tubuh ibunya yang masih menghadap ke tembok.
"Kita harus kuat, demi Ayah ...." tambahnya lagi, dan tangis keduanya kembali pecah.
Ia harus kuat, demi ayah dan juga ibunya.
Kriiing ... Kriiing ....Pria yang masih bergelung di dalam selimut itu menggeliat, sedangkan tangannya tengah sibuk meraba bagian sisi tempat tidurnya yang lain. Pria itu mencoba mencari-cari ponselnya, yang sedari tadi membunyikan alarm yang begitu mengganggu pendengarannya. Pria itu kemudian berdecak pelan, saat tangannya tidak berhasil menemukan apa yang di carinya. Akhirnya, pria itu memaksakan kedua matanya untuk terbuka.Setelah beberapa saat pria itu berdiam diri di atas tempat tidur dengan kedua mata yang terbuka, pria itu menghela napas pelan sebelum akhirnya turun dari tempat tidurnya, dan bergegas menuju ke kamar mandi miliknya. Mengingat jika ia memiliki banyak sekali perkerjaan hari ini, dan pria itu sengaja membiarkan ponselnya membunyikan alarm.Setelah menyelesaikan segala macam ritual paginya, pria itu keluar dari kamarnya dengan tampilan yang sangat rapi, seperti biasanya. Proporsi tubuhnya begitu sangat cocok dengan setelan ker
Selama ini, Dara merasa baik-baik saja dengan kehidupan barunya yang jauh dari harta dan hingar-bingar kehidupan mewahnya. Meski awalnya memang sulit untuk menerima semua ini, tapi mau bagaimana lagi, mau tidak mau ia harus menerima semuanya. Walau pun, ibunya masih belum bisa menerima semua yang telah terjadi padahal sudah tiga tahun terjadi. Tapi, Dara percaya jika tuhan sedang mempersiapkan rencana yang baik untuk mereka.Mungkin, dulu ia yang paling marah ketika para kejaksaan mengambil semua milik mereka. Dara yang paling kesal atas semua yang menimpa mereka. Tapi, sekarang berkat kejadian itu, Dara bisa keluar dari keterpurukan nya dan sudah menjadi orang yang mandiri serta pekerja keras, dan menjadi tulang punggung keluarga.Hari ini, seperti yang ia lakukan setiap bulannya ia akan menjenguk ayahnyaFebriSandjayadi penjara dengan membawakan dua bungkus nasi padang, untuk mereka makan bersama-sama di sana sambil
Lagi-lagi, ia di tolak. Dara kembali tersenyum pedih, kenapa nasib malangnya tidak pernah berakhir? Bahkan setelah berhari-hari ia menjalani panggilaninterview,semua perusahaan menolaknya, dengan alasan pendidikannya hanya sebatas SLTA saja. Serta tidak memiliki pengalaman pekerjaan di perusahaan besar, ia hanya memiliki pengalaman kerja di cafe kecil yang tidak terlalu ramai. Dara sudah tidak ingin menyalahkan takdirnya begitu menyedihkan. Ia hanya ingin terus semangat mencari pekerjaan untuk menghidupi ia dan ibunya. Tapi, mencari pekerjaan dengan Ijazah SLTA saja tentu sangatlah sulit. Di zaman sekarang ini, tempat mana yang akan mempekerjakannya tanpa peduli dengan Ijazah yang ia miliki. "Aww--" Dara meringis pelan, ketika turun dari angkutan umum. Wanita itu bergegas berjalan dengan kakinya yang sakit, ke sebuah halte. Sampai di sana, ia bergegas membuka sepatuHeelsmiliknya, dan benar saja tumitnya tampak
"Ini untuk upah kerjamu hari ini. Terima kasih ya Dara, saya puas dengan hasil kerja mu," ucap sang wanita paruh baya, yang selalu mempekerjakan Dara di rumahnya sebagai tukang cuci dan gosok. Bukan hanya satu rumah saja, Dara bekerja untuk beberapa rumah di sekitar lingkungannya, dan ia bersyukur karena semuanya sangat puas dengan hasil kerjanya. Ia beruntung, karena sebelumnya sering belajar menggosok pakaiannya sendiri saat keadaan keluarga mereka sedang jaya. Dan siapa sangka, jika hal itu yang kini membantunya untuk mendapatkan biayamakan sehari-hari.Meski uang yang di dapat tidak besar jumlahnya, Dara tetap bersyukur. Jika semakin banyak pakaian yang ia cuci dan ia gosok, semakin banyak pula uang yang akan ia dapatkan dan setidaknya, ia memiliki uang untuk meneruskan kehidupan mereka di kota yang keras ini.Meski setiap malam ia harus mengeluh karena seluruh badannya sakit, tapi Dara tidak pernah kapok untuk terus bekerja sebagai tukang cuci. Mungkin, ini adalah
Rumah kontrakan Dara, begitu heboh dengan kedatangan Raisa yang tiba-tiba. Wanita itu bahkan tidak berhenti berteriak memanggil namanya, dengan wajah yang terlihat penuh senyum nan merekah, Dara sudah dapat menebak jika wanita itu pasti tengah mendapat kabar yang sangat baik. "Dara. Dara! Kau harus tahu ini, kau di terima di perusahaan Alfarez Group! Selamat sayangku, aku sangat senang!" serunya dengan satu tarikan napas. "Apa?!" sosok Amara, langsung mengguncang bahu Raisa. "Apakah yang kau katakan itu benar?" tanyanya. Kemudian Raisa mengangguk. "Ya tuhan, Raisa. Rencana kita berhasil!" seru Amara, lantas keduanya saling memeluk penuh rasa gembira dan syukur. Dara bergeming di tempatnya, mencoba tidak percaya dengan ucapan yang barusan ia dengar. Dara tidak percaya jika ibunya dan juga Raisa telah merencanakan hal yang akan menariknya kepada Danu Alfarez. "Jadi, kalian diam-diam telah mengirim lamaran pekerjaanku ke Alfarez Group?" tan
Danu Kemudian menoleh, menatap ke arah Dara. Sial! Ia langsung mengetatkan rahangnya, ketika melihat kedua pria mesum itu merobek pakaian Dara di bagian depan.Shit!Tanpa memedulikan Andra, ia bergegas berlari ke arah Dara dan membuka jasnya, menutupi tubuh depan wanita itu dengan jasnya. "Jangan sentuh wanitaku!" tegas Danu, dengan tatapan tajam andalannya. Nyali kedua pria tua mesum itu langsung ciut. Mereka tentu tahu, siapa pria yang berdiri melindungi gadis di hadapan mereka itu, kedua pria mesum itu tampak terdiam beberapa saat dengan wajah yang memucat. Sial, mereka telah mengusik seorang Alfarez. "Pergi sekarang juga, atau aku akan membuat kalian kehilangan tangan?!" Teriak Danu. Kedua pria tua itu langsung kabur, setelah membayar tagihan mereka dan meninggalkan bar itu dengan segera sebelum Danu Alfarez melakukan ancamannya. "Bagus sekali Dara Ameera. Alih-alih bekerja di perusahaanku, kau lebih me
Tanpa membuang banyak waktu lagi, Danu bergegas membawa Dara masuk ke dalam rumah sakit Andra. Begitu mereka sampai, ia berteriak meminta perawat membawakan brankar untuk Dara yang sudah tidak sadarkan diri. Lalu, tak lama sosok Andra muncul, dan mengarahkan Danu ke ruang rawat untuk perawatan Dara.Sebelumnya, ia memang sudah menelepon Andra untuk menyiapkan satu kamar rawat untuk Dara. Selain karena jarak yang dekat, Danu juga lebih baik membawa Dara ke rumah sakit Andra, untuk menghindari skandal yang akan membuat lawan bisnisnya senang. Kerutan penuh khawatir terlihat jelas di wajah Danu, bahkan ia sampai mendorong sendiri ranjang itu, ke ruangan yang sudah Andra siapkan untuk Dara. Danu benar-benar sangat mencemaskan kondisi Dara saat ini, entahlah sejak pertemuan mereka di bar malam itu, Danu merasasedikitsimpati kepada Dara.Andra menepuk bahu pria itu dengan pelan. “Tenanglah, aku akan memeriksa keadaannya,” ucap Andra, ke
Hari ini, Dara resmi bekerja di restoran cepat saji, ia bekerja sebagi pengantar makanan pesanan dari konsumen. Beruntung dulu ia sangat mahir menggunakan sepeda motor, dan sekarang ia tidak kesulitan mengendarainya untuk bekerja.Seharian ini, Dara tampak sibuk kesana-kemari mengantarkan pesanan, tapi Dara tidak merasa lelah, ia bersyukur saat ini tuhan tidak lagi menyulitkan kehidupannya. Tapi tetap saja, ia masih bertanya-tanya apakah pekerjaan ini ada hubungannya dengan Danu? Jika benar, apa yang sebenarnya yang sedang pria itu rencanakan untuknya?Tapi, apa pun itu Dara akan mencoba untuk tidak memikirkannya, ia hanya ingin fokus bekerja sebelum Danu kembali membuat ulah dengan kehidupannya."Dara!" seru Farhan yang tiba-tiba saja muncul di depan restoran tempatnya bekerja. Pria itu tampak tampan seperti biasanya, hanya saja saat ini ia sedang tidak memakai seragam kepolisian miliknya.Dara langsung tersenyum lebar. Ah, rasanya sudah lama sekali ia t
Sembilan bulan kemudian ....Dara baru saja menutup pintu rumah, karena Danu tiba-tiba saja mendapat panggilan mendadak dari kantor, karena ada beberapa masalah yang terjadi di perusahaannya. Danu langsung pergi, dengan Dara yang mengantarkan Danu sampai ke depan rumah, dan memastikan Danu sudah naik ke mobil yang di kendarai oleh Rio.Kening Dara tiba-tiba berkerut, tangannya menyentuh perutnya yang terasa begitu sangat sakit. Sembari meringis pelan, ia mencoba berpegangan pada tembok dan memanggil sang ibu yang selama menjelang masa persalinan Dara, ia menginap di kediaman Dara."Ibu!" teriaknya yang di selingi dengan ringisan."Ibu!" teriaknya lagi.Demi tuhan, Dara sangat kesakitan sekarang. Apakah ia akan segera melahirkan?"Bu!" Dara kembali berteriak.Kemudian sosok sang ibu muncul sembari berlari dengan panik. "Dara! Apa yang terjadi nak?" paniknya.Dara kembali meringis, "Sakit bu," ringisnya.Sang ibu
Waktu terus berlalu, semua hal yang sudah terjadi di tahun sebelumnya, telah Dara ikhlaskan. Sekarang, ia mencoba untuk bangkit dan menata hidup yang baru bersama dengan Danu. Walau terkadang, dirinya masih sangat sedih begitu mengingat saat ia kehilangan bayi di kandungannya. Tapi, Dara sudah ikhlas sepenuhnya. Tuhan lebih menyayangi bayinya maka dari itu tuhan mengambilnya. Selama ini juga ada sahabat-sahabatnya yang selalu menghibur dirinya, apalagi Alisa sekarang sudah begitu sangat akrab kepadanya, gadis kecil itu selalu menginap di kediaman mereka dan mewarnai hari-hari Dara yang semula suram menjadi ceria dan penuh warna. Danu juga sama, ia tidak berhenti melakukan banyak hal yang bisa membuat Dara bahagia dan bangkit dari kesedihannya. Dari sisi mana pun, Dara sungguh sangat beruntung memiliki suami yang sangat menyayanginya, serta bersyukur karena ia di kelilingi banyak orang baik yang juga sangat menyayanginya dalam keadaan apa pun. "Bunda Ala! Kenapa bunda
Beberapa saat setelah kepergian Danu, Dara langsung bergegas pergi ke rumah sakit dan menemui Andra, dengan air mata yang berderai. Ia butuh kejelasan dari orang yang memeriksa kandungannya. Karena Danu mungkin tidak akan pernah mau jujur soal keadaan kandungannya saat ini."Dara? Ada apa kemari? Apakah kandunganmu--""Dimana Andra?" selanya, dengan wajah dan penampilannya yang sedikit berantakan. Bagaimana tidak, wanita itu tiba-tiba datang ke rumah sakit, hanya memakai kaos polos dan celana panjang biasa, juga dengan sepasang sandal rumah sambil menangis.Emilly terkejut mendengar nada datar dari wanita itu. "Dara, Andra sedang memeriksa beberapa pasien, kau bisa menunggu di ruangan--"Dara melewati tubuh Emilly begitu saja. Lalu ia bertanya kepada suster lain, dimana keberadaan Andra."Dara, ada apa sebenarnya?" tanya Emilly lagi. "Kau bisa tenang, dan menunggunya di ruangan--"Dara langsung membalikkan tubuhnya, dan menatap Emilly. "Kau
Beberapa bulan kemudian...Dara menatap sesuatu di lengannya dengan bergetar, sembari menatapnya dengan tidak percaya. Saat itu, kebetulan Danu baru saja pulang bekerja, ia langsung berhambur memeluk sang suami sembari menangis. Hingga membuat sang suami begitu terkejut, tentang apa gerangan yang membuat istrinya itu menangis seperti ini.."Ada apa sayang? Kenapa menangis?" tanya Danu.Dara tetap menangis di pelukannya, Danu melepaskan pelukan itu dan menatap wajah Dara dengan penuh khawatir. "Kenapa sayang? Hey, kenapa menangis?" ulangnya, sembari mengusap air mata Dara.Dara memberikan sebuahtestpackdi tangannya kepada Danu. Pria itu menghela napas pelan, "Sayang, sudah ku bilang berapa kali. Tidak masalah, jika kita belum punya anak sekarang,""Lihat dulu!" ujarnya sembari terisak.Danu kembali menghela napas, terkadang ia juga sempat kesal dengan Dara, yang sering kali tidak pernah mendengarkan ucapannya, wa
Setelah keduanya kabur di pesta pernikahan mereka, kini keduanya telah sampai di lobi Prayoga hotel, dengan mengenakan pakaian pernikahan mereka, yang langsung di sambut oleh beberapa petugas hotel itu menyambut kedatangan mereka berdua. Sepertinya, Alby memang sudah merencanakan semuanya dengan sangat baik."Danu, apa ini?" tanya Dara yang masih tidak mengerti, mengapa ia dan Danu harus kabur dari pernikahan, dan pergi ke Prayoga hotel?"Kau akan tahu nanti," katanya, yang membuat Dara semakin penasaran. Astaga, suaminya ini benar-benar sangat gila. Bagaimana bisa, ia mengajaknya kabur di hari pernikahan mereka?"Tuan dan Nona muda Alfarez, selamat datang di hotel kami. Saya akan membawa kalian berdua, ke kamar yang sudah di siapkan khusus oleh tuan muda Alby," jelas salah satu wanita, yang bekerja sebagai resepsionis di hotel ini."Sebelumnya, apakah anda sudah menerima kartu aksesnya?" tanyanya kembali.Danu mengangguk, "Sudah," singkatnya
Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya hari ini telah tiba juga. Tidak ada dekorasi yang begitu mewah. Semuanya di tata sesuai keinginan kedua mempelai, yang memang tidak menginginkan pesta yang begitu mewah, karena pernikahan mereka bukan di gelar untuk menunjukkan seberapa banyak kekayaan yang di miliki oleh keluarganya. Meski di gelar dengan sederhana, namun semuanya telah di tata dengan begitu rapi dan tetap terlihat elegan. Para tamu undangan sudah datang, dan menikmati hidangan yang tersedia di acara pernikahan mewah, dari putra sulung keluarga Alfarez.Berbeda dengan Alby, tuan muda Alfarez itu tidak memilih menggelar pestanya di gedung mewah. Namun, ia lebih memilih menggelar pesta di tempat terbuka, dengan temaGarden Party. Meski di gelar di luar ruangan, namun semuanya begitu sangat mewah dan menawan. Kini, semua mata para undangan itu tertuju ke altar, di mana sang mempelai pria sudah berdiri di hadapan seorang pendeta, dan juga sang mempelai
Alby tidak mengamuk, atau pun marah kepadanya yang datang sangat terlambat. Danu beruntung karena Alisa kecil ikut dengan pria itu. Jika saja tidak ada Alisa, ia mungkin sudah mengamuk. Namun, karena datang bersama Alisa, Alby akan bertingkah sebagai seorang ayah yang baik dan berwibawa. Melihat kedatangan Danu, gadis kecil itu langsung ingin di gendong olehnya. "Oh, anak ayah yang cantik. Apa kabar sayang?" tanya Danu sembari menggendong gadis kecil itu. "Kau tahu, seharian ini Alisa terus merengek ingin bertemu denganmu," ucap Alby, sembari membenarkan letak kacamatanya. "Alisa kenapa? Apa Alisa merindukan ayah?" tanya Danu lagi. Alisa mengangguk, dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Danu. Danu menghela napas, kemudian ikut duduk berdampingan dengan Alby yang duduk di atas sofa panjang, ruangannya. "Kau habis bertemu Dara?" tanya Alby. "Ayah, turun! Alisa ingin bermain," ucap Alisa. Danu menurunkan Alisa dari gendongannya, dan membiarka
Dara sudah di perbolehkan untuk pulang, tapi ia harus tetap banyak beristirahat, dan Jessica akan menjadi perawat pribadinya sampai Dara sembuh total. Dan selama itu pula, Danu tidak pernah absen untuk datang ke rumahnya. Seperti saat ini, ia kembali datang dengan pakaian formal. Ia di antar oleh Rio, sedangkan Rio akan kembali ke kantor setelah mengantarnya. Dara yang saat itu tengah bersantai di halaman rumahnya bersama Jessica, tiba-tiba melirik Danu dengan penuh tanya.Bahkan sampai sosok Danu berada di hadapannya sembari tersenyum, dan mengusap keningnya yang berkerut. "Ada apa dengan kerutan ini? Apa sekarang, kau sudah mulai keriput?" godanya. Lalu ia memberi isyarat kepada Jessica untuk pergi meninggalkan mereka berdua."Kenapa kemari? Bukankah ini masih jam kerja?" tanya Dara.Danu mengecup keningnya dengan lembut. "Hm, hari ini aku tidak memiliki banyak pekerjaan di kantor. Aku hanya memiliki satu jadwalmeetingdengan Alby, di jam m
"Ibu .... " ucap Dara, setelah ia membuka kedua kelopak matanya, dan melihat sosok ibunya tengah duduk di samping ranjang pasiennya.Amara tersenyum, dan berdiri untuk mengecup dahi putrinya. "Sayang, bagaimana keadaanmu? Apakah masih sakit?" tanya Amara.Dara menggeleng pelan, "Sudah tidak terlalu. Ibu, dimana Danu?" tanyanya. Karena seingatnya, ia sempat melihat jika lengan pria itu juga terluka.Dara mendadak cemas, apakah keadaan pria itu baik-baik saja? Bagaimana dengan luka di tangannya itu?Amara tersenyum, kemudian berpindah posisi. Agar putrinya bisa melihat keberadaan Danu, yang tengah tertidur di atas sofa panjang yang berada di ruangannya. "Ya tuhan, tubuhnya bisa sakit jika ia tidur di sana," ucapnya khawatir Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa pria itu terlelap seperti itu di atas sofa yang sempit?"Ia tetap memaksa ingin menjagamu. Meski ayah dan ibu memintanya untuk pulang dan beristirahat. Dia sangat mencintaimu sayang ....