Danu Kemudian menoleh, menatap ke arah Dara. Sial! Ia langsung mengetatkan rahangnya, ketika melihat kedua pria mesum itu merobek pakaian Dara di bagian depan. Shit! Tanpa memedulikan Andra, ia bergegas berlari ke arah Dara dan membuka jasnya, menutupi tubuh depan wanita itu dengan jasnya.
"Jangan sentuh wanitaku!" tegas Danu, dengan tatapan tajam andalannya.
Nyali kedua pria tua mesum itu langsung ciut. Mereka tentu tahu, siapa pria yang berdiri melindungi gadis di hadapan mereka itu, kedua pria mesum itu tampak terdiam beberapa saat dengan wajah yang memucat. Sial, mereka telah mengusik seorang Alfarez.
"Pergi sekarang juga, atau aku akan membuat kalian kehilangan tangan?!" Teriak Danu.
Kedua pria tua itu langsung kabur, setelah membayar tagihan mereka dan meninggalkan bar itu dengan segera sebelum Danu Alfarez melakukan ancamannya.
"Bagus sekali Dara Ameera. Alih-alih bekerja di perusahaanku, kau lebih memilih bekerja sambil menjual tubuhmu di sini. Ck, kau sungguh tidak tahu malu," cela Danu.
Dara mengepalkan kedua tangannya. Ia sungguh marah dengan ucapan Danu barusan, yang seolah mengatakan dirinya adalah seorang pelacur. Di mata Danu, ia sungguh benar-benar tidak bernilai.
"Ya kau benar. Aku memang tidak tahu malu! Tapi, ini semua bahkan lebih baik untukku, ketimbang aku harus bekerja di perusahaanmu, dan menjadi objek bulan-bulananmu," ucap Dara.
"Kau! Beraninya kau berbicara seperti itu padaku! Apa kau tahu sedang berbicara dengan siapa?" geramnya.
Dara tertawa sinis. "Aku tahu. Anda adalah tuan muda Alfarez yang kaya raya, bahkan kau bisa meminta seluruh tempat di penjuru dunia ini, untuk tidak mempekerjakan ku," ujarnya.
Danu mencengkeram bahu Dara dengan keras dan itu tidak luput dari pandangan Andra, yang tengah menyesap wine sembari menyaksikan drama kecil itu.
"Dara Ameera, bahkan saat kau sudah miskin seperti ini, kau masih saja begitu sangat sombong! Kau lupa ya, jika sekarang akulah yang berkuasa, hem? Aku bahkan bisa membeli hidupmu!" Geram Danu.
Dara kembali tertawa, "Iya iya, aku tidak lupa. Jika seluruh kota ini adalah milikmu Tuan Danu Alfarez yang terhormat. Terima kasih atas pertolonganmu." Dara membuka jas Danu, dan meletakkannya di atas meja, yang berada di samping pria itu. "Tapi, aku membawa jaket, di ruang ganti. Jadi, aku tidak membutuhkannya," sambungnya.
Danu yang merasa terhina, langsung menarik tangan Dara, wajahnya menatap Dara dengan penuh amarah. "Kalau begitu, katakan berapa harga yang harus ku bayar untuk menikmati tubuhmu?"
Plak!
Dara langsung menampar Danu dengan tangannya yang lain, sudah cukup! Apakah selama ini ia tidak puas telah membuatnya kehilangan pekerjaan, dan membuatnya terlunta-lunta di jalanan mencari-cari pekerjaan ke mana-mana, namun semua menolak mempekerjakannya. Danu tidak tahu bagaimana rasanya berada di keadaan seperti itu. Danu tidak tahu seberapa menderitanya ia selama ini karena perbuatannya.
"Kau keterlaluan Danu! Kenapa tidak sekalian saja, kau menyuruh orang untuk memutilasi tubuhku?!" teriak Dara. Tumpah sudah semua air mata yang telah ia tahan untuk tidak jatuh di hadapan Danu.
Entah dorongan darimana, Danu tiba-tiba menarik Dara ke pelukannya, mengusap rambut wanita itu dengan lembut, dan Dara menangis sembari mencengkeram kemeja Danu.
"Kau tidak tahu, bagaimana rasanya berada di posisi seperti ini," keluhnya yang di selingi dengan isak tangisnya yang semakin kencang.
Danu tidak menjawab, ia terus mengusap punggung Dara untuk menenangkannya.
Andra tersenyum melihat itu semua. "Anak itu, masih saja mengelak jika sebenarnya ia peduli kepada Dara. Ck, ck, dasar bocah," kekehnya.
Dara ingin berteriak di hadapan Danu, dan mengatakan betapa berat hidupnya selama ini, dan meminta Danu untuk tidak menambahkan penderitaan lagi dalam hidupnya. Ayahnya yang di penjara, ia yang kehilangan harta dan kekayaan, dan ia yang harus banting tulang untuk memenuhi biaya hidup, sembari menangis sepanjang malam karena pedihnya hidup yang ia jalani.
Semua air mata itu tumpah di dada Danu, Dara bahkan memukuli dada pria itu dengan seluruh tenaganya. Memberikan rasa sakit nan sesak pada Danu, memberitahu seberapa sakitnya ia selama ini, danTangisan pilu itu telah berhasil meluluhkan hati Danu. Seluruh rencana yang sudah sangat lama tersusun di kepalanya, mendadak hilang entah ke mana. Danu tidak tahu, betapa sulitnya kehidupan Dara selama ini, ia pikir Dara baik-baik saja, mengingat wanita itu selalu terlihat ceria dan penuh senyum. Ternyata apa yang terlihat tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi, karena pasalnya hati dan perasaan seseorang tidak dapat di selami, dan di baca oleh oranglain.
Danu mendekap tubuh Dara dengan erat, ia tahu seharusnya ia tidak melakukan hal yang menurunkan harga dirinya seperti ini. Tapi ketika melihat wanita ini menangis di dekapannya, semuanya seakan sudah tidak penting lagi baginya, karena kini yang paling penting dari segalanya adalah Dara.
Setelah beberapa lama Dara menangis di pelukannya, wanita itu tiba-tiba saja mendorong tubuhnya dengan sedikit kasar, dan kemudian berlari meninggalkannya yang masih mematung, melihat sosok Dara yang perlahan menjauh dari pandangannya.
"Setelah melihat Dara seperti itu, apakah kau masih akan membuatnya menderita?" anya Andra, yang kini berada di hadapannya.
Danu menatap kemeja bagian depannya yang basah karena air mata Dara. Kemudian tanpa memedulikan ucapan Andra, pria itu mengambil jasnya yang berada di atas meja, dan mulai memakaikannya di tubuhnya.
"Danu!" seru Andra lagi.
"Iya, aku akan tetap menjalankan semua rencanaku. Puas?" ujarnya kesal. Saat ini ia sedang dalam mood yang tidak baik. "Ayo pulang. Aku akan menunggumu di mobil, kau pergilah membayar tagihan minuman kita!" Seru Danu, sembari melemparkan sebuah kartu kredit miliknya pada Andra, yang langsung di tangkap dengan cepat oleh pria itu.
Andra berdecak pelan, "Ck, aku bukan pembantumu!" sungut Andra, namun pria itu tetap berjalan untuk melakukan perintah Danu.
Danu memijat pelipisnya, pikirannya kacau dan ketika ia keluar dari bar tersebut, matanya menangkap sosok Dara dengan jaket tipis berwarna pink, tengah mengambil sepedanya yang terparkir di depan pintu masuk bar, dengan wajah yang terlihat sembab, wanita itu menaiki sepeda miliknya, dan mengayuhnya menuju jalan pulang.
Dada Danu berdesir, apakah wanita itu tidak kedinginan memakai jaket tipis seperti itu, di jam dua malam? Dan apa ia tidak takut mengayuh sepeda lusuhnya sendirian pada malam dini hari begini?
"Ini kartumu. Kenapa kau masih disini? Bukankah barusan, kau bilang akan menunggu di dalam mobil?" heran Andra.
Danu mengerjapkan matanya, dan melihat sekali lagi ke arah dimana Dara barusan mengayuh sepedanya, dan sosok itu sudah hilang. "Ayo pulang!" ajak Danu. Pria itu bergegas menuju mobilnya bersama Andra.
"Ayolah, apa Dara berhasil mengacaukan seluruh rencanamu?"
"Diamlah. Atau aku akan meningggalkanmu disini!" teriak Danu kesal. Aish! Seharunya, ia pergi dengan Rio saja, setidaknya Rio tidak akan berani meledeknya, seperti yang di lakukan playboy cap gayung ini!
Andra memutar kedua bola matanya dengan kesal, "Ayolah, aku hanya bercanda. Kenapa kau begitu menyebalkan?" Sungut Andra.
"Kau mau masuk tidak?!" teriak Danu dari dalam.
Andra kembali berdecak pelan, dan memasuki mobil milik Danu.
Keesokan harinya, seperti biasa baik Danu maupun Dara, mereka mulai menjalankan aktivitas mereka masing-masing, Danu sibuk dengan tumpukan dokumen yang menumpuk di perusahaannya. Dan Dara yang sibuk mencuci tumpukan pakaian, dari rumah ke rumah.
Dara dan Danu, sungguh menjalani kehidupan yang sangat amat berbeda. Dulu, mungkin Dara tidak tahu bagaimana susahnya mencari uang. Tapi sekarang setelah tahu, ia lebih menghargai uang. Ia tahu, jika semuanya sudah sangat terlambat, tapi setidaknya Dara sudah mau menabung sedikit demi sedikit, dari hasil gajinya selama ini.
Berbeda dengan Danu, pria itu kini telah menjadi pengusaha muda yang sukses bersama dengan Alby, mereka mengurus dan mengembangkan bisnis keluarganya masing-masing. Danu tidak pernah di pusingkan dengan biaya ekonomi, seperti Dara. Danu tidak harus berjalan terlunta-lunta mencari pekerjaan seperti yang di lakukan oleh Dara.
Bahkan di sela-sela kesibukannya, Danu masih bisa berkeliaran seperti sekarang. Dengan mengemudikan mobilnya sendirian, ia memperhatikan sosok Dara yang tengah bersandar di bawah pohon, pada sebuah taman. Wanita itu tampak terlihat sangat lelah, jujur sejak semalam dirinya merasa sangat tidak tenang karena wanita itu. Setelah ia menerima setumpuk informasi tentang Dara dari Rio, ia merasa dirinya begitu sangat kejam kepada Dara.
“Kenapa kau tidak datang ke perusahaanku Dara? Setidaknya itu lebih baik, daripada harus bekerja seharian tanpa henti seperti ini?” Danu membeo. Ia merasa pilu, membaca semua informasi pekerjaan Dara selama ini. Ia tidak bisa membayangkan, bagaimana kedua tangan lembut itu, terus mencuci sepanjang hari tanpa henti.
Setelah melihat Dara dari kejauhan, kini Danu turun dari dalam mobilnya untuk menghampiri sosok Dara yang tengah bersandar di pohon dengan mata yang terpejam. Dengkuran halus terdengar dari bibir mungil wanita itu, diam-diam ia memerhatikan Dara yang terlelap. Ia tahu Dara tidak memiliki waktu yang cukup untuk tidur nyenyak, karena ia harus terus bekerja keras untuk mendapatkan uang.
Namun, tiba-tiba saja dengkuran halus itu berubah menjadi gumaman-gumaman yang tidak jelas di telinga Danu, wajahnya tampak terlihat tidak tenang. Danu mulai atak, ia langsung menyentuh dahi Dara, dan terkejut ketika dahi wanita itu terasa sangat panas.
“Dara! Dara!” serunya, sembari menepuk wajah Dara, meminta agar wanita itu membuka kedua matanya.
“Dara! Dara!” ulangnya lagi, namun sama seperti sebelumnya, tidak ada respons apa pun dari wanita itu. Dara hanya kembali bergumam tidak jelas.
Danu mengusap wajahnya kasar, sekali lagi ia menurunkan egonya untuk Dara. Ia langsung mengangkat tubuh Dara dan membawanya ke dalam mobil. Ya tuhan, ia sudah sangat panik melihat Dara seperti ini. Hal yang terlintas di benaknya hanyalah, ia harus membawa Dara secepatnya kepada Andra, untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan yang terbaik. Hanya Andra yang bisa membantunya, karena jika ia membawa Dara ke rumah sakit lain, ia akan topik utama di seluruh media besok.
Setelah memasangkan seatbelt untuk Dara, ia bergegas melajukan mobilnya ke rumah sakit Andra. “Bertahanlah Dara …. “ gumamnya. Ia tahu jika ia sangatlah berlebihan, Dara hanyalah sedang demam. Tapi ia sudah atak setengah mati, seolah Dara sedang di ujung maut.
Untuk pertama kalinya dalam hidup Danu, seorang wanita mengacaukan hidupnya seperti ini. ‘Dara Ameera, apa yang sudah kau lakukan padaku?’ batin Danu.
Hallo, terima kasih untuk yang sudah membaca Dara Ameera selama ini.
Tanpa membuang banyak waktu lagi, Danu bergegas membawa Dara masuk ke dalam rumah sakit Andra. Begitu mereka sampai, ia berteriak meminta perawat membawakan brankar untuk Dara yang sudah tidak sadarkan diri. Lalu, tak lama sosok Andra muncul, dan mengarahkan Danu ke ruang rawat untuk perawatan Dara.Sebelumnya, ia memang sudah menelepon Andra untuk menyiapkan satu kamar rawat untuk Dara. Selain karena jarak yang dekat, Danu juga lebih baik membawa Dara ke rumah sakit Andra, untuk menghindari skandal yang akan membuat lawan bisnisnya senang. Kerutan penuh khawatir terlihat jelas di wajah Danu, bahkan ia sampai mendorong sendiri ranjang itu, ke ruangan yang sudah Andra siapkan untuk Dara. Danu benar-benar sangat mencemaskan kondisi Dara saat ini, entahlah sejak pertemuan mereka di bar malam itu, Danu merasasedikitsimpati kepada Dara.Andra menepuk bahu pria itu dengan pelan. “Tenanglah, aku akan memeriksa keadaannya,” ucap Andra, ke
Hari ini, Dara resmi bekerja di restoran cepat saji, ia bekerja sebagi pengantar makanan pesanan dari konsumen. Beruntung dulu ia sangat mahir menggunakan sepeda motor, dan sekarang ia tidak kesulitan mengendarainya untuk bekerja.Seharian ini, Dara tampak sibuk kesana-kemari mengantarkan pesanan, tapi Dara tidak merasa lelah, ia bersyukur saat ini tuhan tidak lagi menyulitkan kehidupannya. Tapi tetap saja, ia masih bertanya-tanya apakah pekerjaan ini ada hubungannya dengan Danu? Jika benar, apa yang sebenarnya yang sedang pria itu rencanakan untuknya?Tapi, apa pun itu Dara akan mencoba untuk tidak memikirkannya, ia hanya ingin fokus bekerja sebelum Danu kembali membuat ulah dengan kehidupannya."Dara!" seru Farhan yang tiba-tiba saja muncul di depan restoran tempatnya bekerja. Pria itu tampak tampan seperti biasanya, hanya saja saat ini ia sedang tidak memakai seragam kepolisian miliknya.Dara langsung tersenyum lebar. Ah, rasanya sudah lama sekali ia t
Dara menghapus air mata nya dengan kasar, selama ia berada di dalamliftentah mengapa air mata nya tidak pernah berhenti untuk mengalir. Beruntung saat ia menaikilift,tidak ada orang lain yang masuk sampai akhirnya ia sampai dilobbyperusahaan milik Danu ini. Seharusnya, ia memang tidak pernah datang kemari dan akhirnya membiarkan dirinya di hina seperti itu oleh Danu, Salsa serta Andrea. Seharusnya ia tahu, jika Danu pasti tidak akan pernah melepaskannya, dan membiarkannya di hina dan menjadi bahan ejekan mereka."Aku benar-benar bodoh," kekehnya miris."Dara? Kau Dara kan?" suara seseorang, baru saja membuyarkan lamunannya barusan. Ia melirik ke arah suara, dan menemukan sosok Alby yang tengah menggendong seorang anak perempuan berusia kira-kira tiga tahunan, sedangkan di samping pria itu ada sosok wanita cantik dengan perut besar, Dara dapat menebak jika wanita itu tengah hamil."Dara! Kau mengingat
"Lepaskan tanganku!" seru Dara, wanita itu langsung menghempaskan lengan Danu dengan kasar. Persetan jika ia akan menjadi pembicaraan semua orang di kantor ini. Mengingat kini ia dan Danu berada di depan gedung perusahaan Danu, yang tentunya cukup sangat ramai di siang hari.Dara masih menatap Danu yang masih tampak bergeming, menatap tangannya yang baru saja ia hempaskan dengan kasar itu. "Tuan Alfarez yang terhormat, ku mohon ... jangan lagi seperti ini. Kita tidak cukup dekat, untuk berjalan bersama, dengan tangan yang saling menggenggam!" serunya.Danu bergeming, baginya Dara tidaklah berubah. Ia tetap mempesona meski dengan tampilan yang sederhana. Dara juga tetap cantik, bahkan saat wanita itu sedang marah dan kesal seperti ini."Kenapa?" ucapan Danu, berhasil membuat tatapan wanita itu beralih kepadanya."Kau tanya kenapa?" tanya Dara.Danu mengangguk, berjalan satu langkah ke hadapan Dara, hingga kini jarak di antara mereka hanya tersisa be
Danu tahu, hal yang paling mustahil di dunia ini adalah membawa Dara ke hadapan ibunya, di saat hubungan mereka sama sekali tidak baik. Danu memijat pelipisnya, kemudian memerhatikan sosok Dara yang tampak sibuk mengantar pesanan, dengan sepeda motor milik restoran tempatnya bekerja.Danu sungguh menyesali kepulangannya ke rumah semalam, yang mengharuskannya bertemu dengan sosok Anggita Alfarez, ibunya. Dan membuat kesepakatan konyol, yang ia sendiri pun bahkan tidak yakin sama sekali, jika ia akan menang.Danu mengerang kesal, mengingat kejadian semalam. Seharusnya, ia memang tidak perlu pulang ke rumah.Damn!Bagaikan seorang pengecut, ia diam-diam memerhatikan, dan mengikuti Dara yang sibuk mengendarai motornya. Setelah semua yang telah ia lakukan, apakah wanita itu akan sudi untuk sekedar bertatap muka dengannya? Saat ini, Danu tidak ingin berharap banyak soal ini. Dan jika, wanita itu hanya meliriknya dengan sekilas pun, untuk saat ini ia suda
BRAK!Tiba-tiba saja, pintu ruangan Danu terbuka dengan kasar. Ketiganya menoleh, dan mendapati sosok Dara berdiri di ambang pintu dengan napas tersengal. Lalu tak lama, sosok Rio menyusul. "Tuan muda maaf, aku sudah melarangnya masuk, tapi--"Danu mengangkat satu tangannya, pertanda ia meminta Rio berhenti berbicara. "Tidak apa-apa Rio. Kau bisa pergi," titah Danu.Rio membungkukkan tubuhnya, kemudian pamit undur diri.Suasana begitu sangat hening, hanya suara langkah kaki Dara dan Danu yang terdengar, mereka berjalan dan berdiri saling berhadapan satu sama lain. Alby dan Andra, yang masih terkejut dengan kedatangan Dara, hanya menyaksikan apa yang akan terjadi di hadapan mereka.PLAK!Danu, Alby dan juga Andra, melebarkan kedua kelopak mata mereka, begitu suara tamparan itu terdengar nyaring, dan mendarat di wajah Danu. Andra sudah ingin bangkit dari duduknya, namun Alby menghentikannya. Ia ingin tahu, apa
Dara langsung menghentikan laju mobil angkutan umum, yang membawanya bersama ibunya dan juga Raisa yang akan pergi menjemput ayahnya yang telah resmi bebas dari penjara. Ucapan ayahnya di telepon barusan, terus terngiang di telinganya. Bagaimana jika, Danu benar-benar akan pergi sebelum mereka saling bertemu dan menyelesaikan semua kesalah pahaman ini?Tanpa memedulikan teriakan ibunya dan juga Raisa, ia langsung turun dari mobil tersebut, dan mencari ojek yang lewat untuk mengantarnya ke Alfarez Group. Ia harus cepat, sebelum ia benar-benar tidak bisa lagi bertemu dengan Danu."Pak, antarkan saya ke Alfarez Group ya. Cepat!" seru Dara.Salah satu tukang ojek itu, memberikan satu buah helm kepada Dara, dan Dara langsung memakai dan juga menaiki motor tersebut. Dengan cemas, ia berharap jika ia belum terlambat. "Cepat sedikit ya pak!" Ucap Dara lagi."Baik mbak,"Selama perjalanan, tanpa sadar air matanya telah tumpah. Ia tidak bisa berhenti memikir
Dara menganggukkan kepalanya, dengan kesal ia melirik Danu yang tengah tertawa bersama wanita di hadapannya.‘Kau pikir, hanya kau yang baik-baik saja tanpaku? Hm, aku akan memperlihatkan kepadamu, jika aku juga baik-baik saja.’batin Dara.Andra menarik senyum lebar,'Danu Alfarez, sebentar lagi permainan ini akan di mulai.'Batin Andra. Ia akan menghancurkan kencan Danu dengan wanita itu, dan memastikan jika pria menyebalkan dengan ego setinggi gunung itu, akan mengakui perasaannya di hadapan Dara."Baiklah Dara. Pertama-tama, kita harus masuk dengan gaya paling romantis," Andra tiba-tiba saja merangkul pinggang Dara yang terbalut gaun polos berwarna hitam, sebatas mata kaki itu.Meski pada awalnya, ia ingin protes. Tapi, Andra memintanya untuk menuruti semua yang pria itu lakukan, dan juga katakan. "Kau hanya perlu tersenyum manis, selama kita berjalan berdampingan, dan duduk di meja yang tak jauh dari Danu,"
Sembilan bulan kemudian ....Dara baru saja menutup pintu rumah, karena Danu tiba-tiba saja mendapat panggilan mendadak dari kantor, karena ada beberapa masalah yang terjadi di perusahaannya. Danu langsung pergi, dengan Dara yang mengantarkan Danu sampai ke depan rumah, dan memastikan Danu sudah naik ke mobil yang di kendarai oleh Rio.Kening Dara tiba-tiba berkerut, tangannya menyentuh perutnya yang terasa begitu sangat sakit. Sembari meringis pelan, ia mencoba berpegangan pada tembok dan memanggil sang ibu yang selama menjelang masa persalinan Dara, ia menginap di kediaman Dara."Ibu!" teriaknya yang di selingi dengan ringisan."Ibu!" teriaknya lagi.Demi tuhan, Dara sangat kesakitan sekarang. Apakah ia akan segera melahirkan?"Bu!" Dara kembali berteriak.Kemudian sosok sang ibu muncul sembari berlari dengan panik. "Dara! Apa yang terjadi nak?" paniknya.Dara kembali meringis, "Sakit bu," ringisnya.Sang ibu
Waktu terus berlalu, semua hal yang sudah terjadi di tahun sebelumnya, telah Dara ikhlaskan. Sekarang, ia mencoba untuk bangkit dan menata hidup yang baru bersama dengan Danu. Walau terkadang, dirinya masih sangat sedih begitu mengingat saat ia kehilangan bayi di kandungannya. Tapi, Dara sudah ikhlas sepenuhnya. Tuhan lebih menyayangi bayinya maka dari itu tuhan mengambilnya. Selama ini juga ada sahabat-sahabatnya yang selalu menghibur dirinya, apalagi Alisa sekarang sudah begitu sangat akrab kepadanya, gadis kecil itu selalu menginap di kediaman mereka dan mewarnai hari-hari Dara yang semula suram menjadi ceria dan penuh warna. Danu juga sama, ia tidak berhenti melakukan banyak hal yang bisa membuat Dara bahagia dan bangkit dari kesedihannya. Dari sisi mana pun, Dara sungguh sangat beruntung memiliki suami yang sangat menyayanginya, serta bersyukur karena ia di kelilingi banyak orang baik yang juga sangat menyayanginya dalam keadaan apa pun. "Bunda Ala! Kenapa bunda
Beberapa saat setelah kepergian Danu, Dara langsung bergegas pergi ke rumah sakit dan menemui Andra, dengan air mata yang berderai. Ia butuh kejelasan dari orang yang memeriksa kandungannya. Karena Danu mungkin tidak akan pernah mau jujur soal keadaan kandungannya saat ini."Dara? Ada apa kemari? Apakah kandunganmu--""Dimana Andra?" selanya, dengan wajah dan penampilannya yang sedikit berantakan. Bagaimana tidak, wanita itu tiba-tiba datang ke rumah sakit, hanya memakai kaos polos dan celana panjang biasa, juga dengan sepasang sandal rumah sambil menangis.Emilly terkejut mendengar nada datar dari wanita itu. "Dara, Andra sedang memeriksa beberapa pasien, kau bisa menunggu di ruangan--"Dara melewati tubuh Emilly begitu saja. Lalu ia bertanya kepada suster lain, dimana keberadaan Andra."Dara, ada apa sebenarnya?" tanya Emilly lagi. "Kau bisa tenang, dan menunggunya di ruangan--"Dara langsung membalikkan tubuhnya, dan menatap Emilly. "Kau
Beberapa bulan kemudian...Dara menatap sesuatu di lengannya dengan bergetar, sembari menatapnya dengan tidak percaya. Saat itu, kebetulan Danu baru saja pulang bekerja, ia langsung berhambur memeluk sang suami sembari menangis. Hingga membuat sang suami begitu terkejut, tentang apa gerangan yang membuat istrinya itu menangis seperti ini.."Ada apa sayang? Kenapa menangis?" tanya Danu.Dara tetap menangis di pelukannya, Danu melepaskan pelukan itu dan menatap wajah Dara dengan penuh khawatir. "Kenapa sayang? Hey, kenapa menangis?" ulangnya, sembari mengusap air mata Dara.Dara memberikan sebuahtestpackdi tangannya kepada Danu. Pria itu menghela napas pelan, "Sayang, sudah ku bilang berapa kali. Tidak masalah, jika kita belum punya anak sekarang,""Lihat dulu!" ujarnya sembari terisak.Danu kembali menghela napas, terkadang ia juga sempat kesal dengan Dara, yang sering kali tidak pernah mendengarkan ucapannya, wa
Setelah keduanya kabur di pesta pernikahan mereka, kini keduanya telah sampai di lobi Prayoga hotel, dengan mengenakan pakaian pernikahan mereka, yang langsung di sambut oleh beberapa petugas hotel itu menyambut kedatangan mereka berdua. Sepertinya, Alby memang sudah merencanakan semuanya dengan sangat baik."Danu, apa ini?" tanya Dara yang masih tidak mengerti, mengapa ia dan Danu harus kabur dari pernikahan, dan pergi ke Prayoga hotel?"Kau akan tahu nanti," katanya, yang membuat Dara semakin penasaran. Astaga, suaminya ini benar-benar sangat gila. Bagaimana bisa, ia mengajaknya kabur di hari pernikahan mereka?"Tuan dan Nona muda Alfarez, selamat datang di hotel kami. Saya akan membawa kalian berdua, ke kamar yang sudah di siapkan khusus oleh tuan muda Alby," jelas salah satu wanita, yang bekerja sebagai resepsionis di hotel ini."Sebelumnya, apakah anda sudah menerima kartu aksesnya?" tanyanya kembali.Danu mengangguk, "Sudah," singkatnya
Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya hari ini telah tiba juga. Tidak ada dekorasi yang begitu mewah. Semuanya di tata sesuai keinginan kedua mempelai, yang memang tidak menginginkan pesta yang begitu mewah, karena pernikahan mereka bukan di gelar untuk menunjukkan seberapa banyak kekayaan yang di miliki oleh keluarganya. Meski di gelar dengan sederhana, namun semuanya telah di tata dengan begitu rapi dan tetap terlihat elegan. Para tamu undangan sudah datang, dan menikmati hidangan yang tersedia di acara pernikahan mewah, dari putra sulung keluarga Alfarez.Berbeda dengan Alby, tuan muda Alfarez itu tidak memilih menggelar pestanya di gedung mewah. Namun, ia lebih memilih menggelar pesta di tempat terbuka, dengan temaGarden Party. Meski di gelar di luar ruangan, namun semuanya begitu sangat mewah dan menawan. Kini, semua mata para undangan itu tertuju ke altar, di mana sang mempelai pria sudah berdiri di hadapan seorang pendeta, dan juga sang mempelai
Alby tidak mengamuk, atau pun marah kepadanya yang datang sangat terlambat. Danu beruntung karena Alisa kecil ikut dengan pria itu. Jika saja tidak ada Alisa, ia mungkin sudah mengamuk. Namun, karena datang bersama Alisa, Alby akan bertingkah sebagai seorang ayah yang baik dan berwibawa. Melihat kedatangan Danu, gadis kecil itu langsung ingin di gendong olehnya. "Oh, anak ayah yang cantik. Apa kabar sayang?" tanya Danu sembari menggendong gadis kecil itu. "Kau tahu, seharian ini Alisa terus merengek ingin bertemu denganmu," ucap Alby, sembari membenarkan letak kacamatanya. "Alisa kenapa? Apa Alisa merindukan ayah?" tanya Danu lagi. Alisa mengangguk, dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Danu. Danu menghela napas, kemudian ikut duduk berdampingan dengan Alby yang duduk di atas sofa panjang, ruangannya. "Kau habis bertemu Dara?" tanya Alby. "Ayah, turun! Alisa ingin bermain," ucap Alisa. Danu menurunkan Alisa dari gendongannya, dan membiarka
Dara sudah di perbolehkan untuk pulang, tapi ia harus tetap banyak beristirahat, dan Jessica akan menjadi perawat pribadinya sampai Dara sembuh total. Dan selama itu pula, Danu tidak pernah absen untuk datang ke rumahnya. Seperti saat ini, ia kembali datang dengan pakaian formal. Ia di antar oleh Rio, sedangkan Rio akan kembali ke kantor setelah mengantarnya. Dara yang saat itu tengah bersantai di halaman rumahnya bersama Jessica, tiba-tiba melirik Danu dengan penuh tanya.Bahkan sampai sosok Danu berada di hadapannya sembari tersenyum, dan mengusap keningnya yang berkerut. "Ada apa dengan kerutan ini? Apa sekarang, kau sudah mulai keriput?" godanya. Lalu ia memberi isyarat kepada Jessica untuk pergi meninggalkan mereka berdua."Kenapa kemari? Bukankah ini masih jam kerja?" tanya Dara.Danu mengecup keningnya dengan lembut. "Hm, hari ini aku tidak memiliki banyak pekerjaan di kantor. Aku hanya memiliki satu jadwalmeetingdengan Alby, di jam m
"Ibu .... " ucap Dara, setelah ia membuka kedua kelopak matanya, dan melihat sosok ibunya tengah duduk di samping ranjang pasiennya.Amara tersenyum, dan berdiri untuk mengecup dahi putrinya. "Sayang, bagaimana keadaanmu? Apakah masih sakit?" tanya Amara.Dara menggeleng pelan, "Sudah tidak terlalu. Ibu, dimana Danu?" tanyanya. Karena seingatnya, ia sempat melihat jika lengan pria itu juga terluka.Dara mendadak cemas, apakah keadaan pria itu baik-baik saja? Bagaimana dengan luka di tangannya itu?Amara tersenyum, kemudian berpindah posisi. Agar putrinya bisa melihat keberadaan Danu, yang tengah tertidur di atas sofa panjang yang berada di ruangannya. "Ya tuhan, tubuhnya bisa sakit jika ia tidur di sana," ucapnya khawatir Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa pria itu terlelap seperti itu di atas sofa yang sempit?"Ia tetap memaksa ingin menjagamu. Meski ayah dan ibu memintanya untuk pulang dan beristirahat. Dia sangat mencintaimu sayang ....