Tanpa membuang banyak waktu lagi, Danu bergegas membawa Dara masuk ke dalam rumah sakit Andra. Begitu mereka sampai, ia berteriak meminta perawat membawakan brankar untuk Dara yang sudah tidak sadarkan diri. Lalu, tak lama sosok Andra muncul, dan mengarahkan Danu ke ruang rawat untuk perawatan Dara.
Sebelumnya, ia memang sudah menelepon Andra untuk menyiapkan satu kamar rawat untuk Dara. Selain karena jarak yang dekat, Danu juga lebih baik membawa Dara ke rumah sakit Andra, untuk menghindari skandal yang akan membuat lawan bisnisnya senang. Kerutan penuh khawatir terlihat jelas di wajah Danu, bahkan ia sampai mendorong sendiri ranjang itu, ke ruangan yang sudah Andra siapkan untuk Dara. Danu benar-benar sangat mencemaskan kondisi Dara saat ini, entahlah sejak pertemuan mereka di bar malam itu, Danu merasa sedikit simpati kepada Dara.
Andra menepuk bahu pria itu dengan pelan. “Tenanglah, aku akan memeriksa keadaannya,” ucap Andra, kemudian ia menyentuh dahi Dara. “Dia demam?” tanyanya.
Danu mengangguk pelan, namun ketika Andra hendak mengarahkan stetoskop ke tubuh Dara, Danu menghentikannya dengan mencengkeram lengan Andra yang memegang stetoskop.
“Jangan coba-coba untuk macam-macam kepada wanita yang sedang tidak berdaya seperti ini,” ujarnya dingin.
Demi tuhan, Andra sangat ingin tertawa sekarang. Ayolah, apakah pria itu baru saja cemburu kepadanya?
Andra menghempaskan cengkeraman tangan Danu dengan kasar. “Ck, diamlah Danu. Jika sekali lagi, kau menghambat pekerjaanku, aku tidak akan mau memeriksa Dara!” ancamnya. Ya tuhan, Danu bahkan lebih konyol daripada Alby, jika sedang cemburu seperti ini.
Danu menurut, ia hanya berdiri di samping Andra, dan menatap Dara dengan penuh kecemasan.
“Dia hanya demam, dan juga terlalu kelelahan. Mungkin, karena pekerjaannya yang sangat berat,” jelas Andra.
Danu bergeming, sedangkan matanya tidak lepas dari sosok Dara. Andra menghela napas pelan, menepuk bahu Danu dengan pelan, ia tahu jika Danu sangat khawatir kepada Dara. Namun, egonya begitu tinggi untuk menunjukkan jika ia peduli dengan Dara.
“Danu, bisakah kau kembalikan semuanya seperti dulu?” pinta Andra.
Danu beralih menatap Andra, ia tahu jelas atakan mana pembicaraan ini mengarah. Andra tidak meminta ia untuk membersihkan nama keluarga Dara, tapi yang Andra inginkan hanyalah agar Danu berhenti memblokir nama Dara untuk mendapatkan pekerjaan. “Aku akan meminta suster meyiapkan air kompresan untuk Dara. Kau, lakukanlah tugasmu. Sediakan selang infus untuknya,” Alih-alih menjawab pertanyaan Andra, ia malah pergi begitu saja dan memerintahkan Andra untuk menyiapkan selang infus untuk Dara. Ck, ayolah. Siapa yang sebenarnya menjadi dokter disini?
Selepas kepergian Danu, Andra menatap Dara dengan prihatin. Andra tidak tahu menahu, hal apa yang pernah terjadi di masa lalu antara mereka berdua, hingga Dara harus mendapatkan semua ini. Tapi, satu hal yang pasti, Danu memiliki cinta yang besar untuk Dara, sampai saat ini.
“Dara, lekaslah sembuh. Ada seseorang yang sangat mengkhawatirkan mu disini,” ucapnya, sebelum akhirnya Andra bergegas pergi untuk meminta perawat memasangkan selang infus kepada Dara, sebelum Danu datang dan mengamuk karena mereka telat memasangkan selang infus tersebut.
Tak lama, setelah infus terpasang pada lengan Dara, sosok Danu yang membawa mangkuk besar dan handuk kecil untuk mengompres Dara itu muncul. Danu bergegas membasahi handuk kecil itu, kemudian memerasnya, dan menempelkan handuk itu, pada dahi Dara. Pria itu mengompres Dara dengan tangannya sendiri, bahkan ketika perawat menawarkan diri untuk membantunya, ia tetap kekeh untuk melakukannya sendiri.
Tanpa Danu sadari, sosok Andra tersenyum di pintu ruang rawat Dara yang terbuka, melihat sosok Danu yang begitu gigih merawat Dara dengan tangannya sendiri. Jas mahal milik pria itu tampak tersampir di atas sofa kecil, sedang kemeja rapinya kini sudah tampak kusut. Kali ini, Danu memperlihatkan sosoknya yang berbeda, hanya karena seorang Dara Ameera.
Dara mencoba membuka kedua matanya dengan perlahan-lahan, begitu hidungnya di sambut oleh bau khas rumah sakit. Tepat ketika kedua matanya terbuka, ia mendesah pelan karena dugaannya benar, bahwa ia sedang berada di rumah sakit. Dara mengerutkan keningnya, dan bertanya-tanya kenapa ia bisa berada di sini? Bukankah seingatnya ia sedang tidur dan bersandar di sebuah pohon di taman? Tapi—kenapa sekarang ia berada di rumah sakit?
“Oh, hai! Kau sudah bangun?” seru sosok pria dengan jas kedokteran, yang tampak sedang memeriksa dirinya. Dara menatap sosok pria itu, ia tahu jika pria itu adalah salah satu teman Danu, setelah Alby. Mengingat wajah mereka bertiga sering muncul di majalan-majalah, karena prestasi yang mereka dapatkan di usia muda.
Dara berdeham, pria itu bergegas membantu Dara menaikkan kepala ranjangnya, agar wanita itu bisa bersandar dengan nyaman. “Bagaimana, apakah ada yang sakit?” tanya Andra.
Dara menggelengkan kepalanya, “Dokter. Kenapa aku berada disini?” tanya Dara.
Dokter itu tampak sedikit tersenyum. “Sebenarnya, aku sedang berjalan-jalan di taman, dan aku menemukanmu tengah memejamkan mata di bawah pohon, kau terlihat aneh saat itu. Jadi, aku menyentuh dahimu, dan langsung membawamu kemari,” jelas Andra yang tentu saja bohong.
Dara menyipitkan kedua matanya, ucapan dokter itu tampak sangat tidak bisa ia percaya. Lalu kemudian, ia merasa jika samar-samar, ia melihat sosok Danu yang membawanya dengan atak.
“Tapi, kenapa aku merasa jika Danu yang membawaku kemari?” ucap Dara.
Andra tampak bergeming, Danu ini benar-benar sangat tidak waras. Jika Dara sudah melihatnya yang membawa dirinya kemari, untuk apa Danu memintanya untuk mengarang cerita, seolah-olah jika dirinya yang menolong Dara.
Haish!
“Danu? Bukankah itu sangat mustahil,” Andra, mencoba berkelit. Bagaimana pun, ia harus mengikuti perintah Danu, atau Danu akan meruntuhkan rumah sakitnya.
Dara terdiam, mengiyakan ucapan Andra dalam hati. Benar juga, kenapa Danu harus peduli kepadanya? Bukankah selama ini, yang pria itu inginkan adalah penderitaannya?
Dara mendesah pelan, “Anda benar. Pria itu mana peduli kepadaku,” ucapnya pelan.
Andra mengepalkan kedua tangannya, melirik sosok Danu, yang bersembunyi di luar pintu kamar rawat Dara. Ia heran, mengapa Danu bersikap seperti pengecut. Andra menghela napas pelan, dasar! Danu dan Alby sama-sama terlalu menjunjung tinggi ego mereka.
Andra tersenyum, “Jika ada keluhan lain, kau bisa menekan tombol di samping ranjangmu. Kalau begitu, aku akan pamit,” ucap Andra.
Dara mengangguk, lalu kemudian sosok Andra benar-benar pergi dari ruang rawatnya. Dara masih bergeming, apakah orang yang membawanya kemari sungguhan dokter itu? Atau memang Danu yang membawanya?
Tapi, bukankah itu sangat tidak masuk akal? Mengapa Danu harus susah payah membawanya kemari, bukankah pria itu menginginkan kehancurannya?
Lalu, jika itu bukanlah Danu, kenapa ia merasa sangat yakin, bahwa ia melihat Danu saat dirinya dalam keadaan setengah sadar?
Dara menghela napas pelan, “Kenapa aku harus repot memikirkan itu semua? Bukankah sudah jelas, jika yang membawaku kemari, adalah dokter Andra,”
“Jadi, bagaimana keadaannya?”
Andra sedikit terperanjat, ketika ia menemukan sosok Danu sedang duduk santai di dalam ruangannya. “Sialan! Kau membuatku terkejut!” pekik Andra. Pria itu mengusap dadanya pelan, sebelum akhirnya mendelik kepada sosok pria dengan wajah datar, yang masih menatapnya tanpa kedip.
Andra menghela napas pelan, membuka jas putih kebanggaannya, sebelum akhirnya bergabung di sebuah sofa panjang, bersama dengan Danu yang tampak tidak sabar menunggu jawaban dari pertanyaannya barusan. “Berhenti menatapku seperti itu. Jika memang kau peduli kepadanya, kenapa harus membuatnya berada di situasi paling sulit? Daripada bertanya tentang kondisi Dara, lebih baik kau pertimbangkan saranku tadi,” cetus Andra.
Danu hanya memejamkan matanya, kemudian mengalihkan tatapannya atakan lain, jelas sekali bahwa ia tidak ingin menuruti apa yang Andra atakana, untuk berhenti membuat Dara kesulitan. Karena jika itu terjadi, maka semuanya akan berantakan.
“Kenapa harus bertele-tele begitu? Aku hanya memintamu untuk memberitahukan keadaannya kepadaku, bukan malah menasehatiku seperti itu,” tenang Danu. Kemudian, ia menatap Andra dengan tatapan dinginnya. “Sepertinya, kau sudah tidak sabar melihat rumah sakit ini hancur,”
Andra mendengkus kesal, sialan! Ancaman itu lagi, Danu dan Alby memang benar-benar memiliki pemikiran yang sejalan. Jika sudah begini, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Ck, ia benci ini!
“Kondisinya baik-baik saja. Ia hanya perlu beristirahat, dan besok sepertinya ia sudah bisa pulang. Kau puas?” sungut Andra dengan kesal.
Danu menyunggingkan senyum tipis di wajahnya, “Aku suka, melihatmu tidak berdaya seperti ini,” ucap Danu sembari terkekeh pelan. Andra, langsung saja melempar pria itu dengan bantalan sofa.
“Sialan kau!” umpat Andra, Danu kembali terkekeh, sebelum akhirnya ia berjalan keluar dari ruangan Andra. Andra berdecak kesal, “haissh! Kapan kiranya rumah sakit ini menjadi milikku sepenuhnya? Aku kesal, menjadi bulan-bulanan mereka,” gerutunya. Jika saja Andra terlahir dengan keberuntungan sama seperti Alby dan Danu, mungkin ia tidak perlu merepotkan Alby dan Danu untuk membuatkan rumah sakit besar ini untuknya. Tapi, terlepas dari semua sikap menyebalkan mereka, Andra merasa sangat beruntung ketika tuhan mempertemukannya dengan mereka berdua, padahal statusnya sangat jauh dari mereka, namun Alby dan Danu seakan tidak pernah peduli dengan semua perbedaan itu. Dan akhirnya, sampai saat ini mereka masih menjalani persahabatan yang semakin erat.
Di tempat lain, sosok Danu berhenti di depan ruang rawat Dara. Memperhatikan sosok wanita itu yang sepertinya sedang tertidur lelap, ia menghela napas pelan, dan melangkah memasuki ruang rawat Dara. Ia tahu, jika ia sangat pengecut, ia hanya bisa melihat dari jauh, dan menghampirinya saat wanita itu terpejam seperti ini.
Danu menggenggam tangan Dara yang terpasang selang infus, menyentuhnya dengan sangat lembut. “Ini pasti sakit ya?” gumamnya pelan. Kemudian ia memperhatikan wajah Dara yang terlelap, menyentuh kening Dara yang sudah tidak panas lagi, seperti sebelumnya. Ia menghela napas pelan, mengusap sisi wajah Dara dengan tangannya yang lain, sementara yang lainnya masih menggenggam lengan Dara.
“Berjanjilah padaku, jika kau tidak akan pernah sakit lagi. Oke?” ucapnya. Kemudian ia mendekat pada Dara, dan memberikan kecupan yang sangat lembut di kening Dara. “Lekaslah sembuh, wanitaku ….” bisiknya di telinga Dara, seolah kali ini ia memang menginginkan Dara mendengarnya, dan sangat ingin Dara tahu bahwa ia sangat mengkhawatirkannya.
Dan pada malam itu, Danu terpejam dan menggenggam lengan Dara semalaman.
Hari ini, Dara resmi bekerja di restoran cepat saji, ia bekerja sebagi pengantar makanan pesanan dari konsumen. Beruntung dulu ia sangat mahir menggunakan sepeda motor, dan sekarang ia tidak kesulitan mengendarainya untuk bekerja.Seharian ini, Dara tampak sibuk kesana-kemari mengantarkan pesanan, tapi Dara tidak merasa lelah, ia bersyukur saat ini tuhan tidak lagi menyulitkan kehidupannya. Tapi tetap saja, ia masih bertanya-tanya apakah pekerjaan ini ada hubungannya dengan Danu? Jika benar, apa yang sebenarnya yang sedang pria itu rencanakan untuknya?Tapi, apa pun itu Dara akan mencoba untuk tidak memikirkannya, ia hanya ingin fokus bekerja sebelum Danu kembali membuat ulah dengan kehidupannya."Dara!" seru Farhan yang tiba-tiba saja muncul di depan restoran tempatnya bekerja. Pria itu tampak tampan seperti biasanya, hanya saja saat ini ia sedang tidak memakai seragam kepolisian miliknya.Dara langsung tersenyum lebar. Ah, rasanya sudah lama sekali ia t
Dara menghapus air mata nya dengan kasar, selama ia berada di dalamliftentah mengapa air mata nya tidak pernah berhenti untuk mengalir. Beruntung saat ia menaikilift,tidak ada orang lain yang masuk sampai akhirnya ia sampai dilobbyperusahaan milik Danu ini. Seharusnya, ia memang tidak pernah datang kemari dan akhirnya membiarkan dirinya di hina seperti itu oleh Danu, Salsa serta Andrea. Seharusnya ia tahu, jika Danu pasti tidak akan pernah melepaskannya, dan membiarkannya di hina dan menjadi bahan ejekan mereka."Aku benar-benar bodoh," kekehnya miris."Dara? Kau Dara kan?" suara seseorang, baru saja membuyarkan lamunannya barusan. Ia melirik ke arah suara, dan menemukan sosok Alby yang tengah menggendong seorang anak perempuan berusia kira-kira tiga tahunan, sedangkan di samping pria itu ada sosok wanita cantik dengan perut besar, Dara dapat menebak jika wanita itu tengah hamil."Dara! Kau mengingat
"Lepaskan tanganku!" seru Dara, wanita itu langsung menghempaskan lengan Danu dengan kasar. Persetan jika ia akan menjadi pembicaraan semua orang di kantor ini. Mengingat kini ia dan Danu berada di depan gedung perusahaan Danu, yang tentunya cukup sangat ramai di siang hari.Dara masih menatap Danu yang masih tampak bergeming, menatap tangannya yang baru saja ia hempaskan dengan kasar itu. "Tuan Alfarez yang terhormat, ku mohon ... jangan lagi seperti ini. Kita tidak cukup dekat, untuk berjalan bersama, dengan tangan yang saling menggenggam!" serunya.Danu bergeming, baginya Dara tidaklah berubah. Ia tetap mempesona meski dengan tampilan yang sederhana. Dara juga tetap cantik, bahkan saat wanita itu sedang marah dan kesal seperti ini."Kenapa?" ucapan Danu, berhasil membuat tatapan wanita itu beralih kepadanya."Kau tanya kenapa?" tanya Dara.Danu mengangguk, berjalan satu langkah ke hadapan Dara, hingga kini jarak di antara mereka hanya tersisa be
Danu tahu, hal yang paling mustahil di dunia ini adalah membawa Dara ke hadapan ibunya, di saat hubungan mereka sama sekali tidak baik. Danu memijat pelipisnya, kemudian memerhatikan sosok Dara yang tampak sibuk mengantar pesanan, dengan sepeda motor milik restoran tempatnya bekerja.Danu sungguh menyesali kepulangannya ke rumah semalam, yang mengharuskannya bertemu dengan sosok Anggita Alfarez, ibunya. Dan membuat kesepakatan konyol, yang ia sendiri pun bahkan tidak yakin sama sekali, jika ia akan menang.Danu mengerang kesal, mengingat kejadian semalam. Seharusnya, ia memang tidak perlu pulang ke rumah.Damn!Bagaikan seorang pengecut, ia diam-diam memerhatikan, dan mengikuti Dara yang sibuk mengendarai motornya. Setelah semua yang telah ia lakukan, apakah wanita itu akan sudi untuk sekedar bertatap muka dengannya? Saat ini, Danu tidak ingin berharap banyak soal ini. Dan jika, wanita itu hanya meliriknya dengan sekilas pun, untuk saat ini ia suda
BRAK!Tiba-tiba saja, pintu ruangan Danu terbuka dengan kasar. Ketiganya menoleh, dan mendapati sosok Dara berdiri di ambang pintu dengan napas tersengal. Lalu tak lama, sosok Rio menyusul. "Tuan muda maaf, aku sudah melarangnya masuk, tapi--"Danu mengangkat satu tangannya, pertanda ia meminta Rio berhenti berbicara. "Tidak apa-apa Rio. Kau bisa pergi," titah Danu.Rio membungkukkan tubuhnya, kemudian pamit undur diri.Suasana begitu sangat hening, hanya suara langkah kaki Dara dan Danu yang terdengar, mereka berjalan dan berdiri saling berhadapan satu sama lain. Alby dan Andra, yang masih terkejut dengan kedatangan Dara, hanya menyaksikan apa yang akan terjadi di hadapan mereka.PLAK!Danu, Alby dan juga Andra, melebarkan kedua kelopak mata mereka, begitu suara tamparan itu terdengar nyaring, dan mendarat di wajah Danu. Andra sudah ingin bangkit dari duduknya, namun Alby menghentikannya. Ia ingin tahu, apa
Dara langsung menghentikan laju mobil angkutan umum, yang membawanya bersama ibunya dan juga Raisa yang akan pergi menjemput ayahnya yang telah resmi bebas dari penjara. Ucapan ayahnya di telepon barusan, terus terngiang di telinganya. Bagaimana jika, Danu benar-benar akan pergi sebelum mereka saling bertemu dan menyelesaikan semua kesalah pahaman ini?Tanpa memedulikan teriakan ibunya dan juga Raisa, ia langsung turun dari mobil tersebut, dan mencari ojek yang lewat untuk mengantarnya ke Alfarez Group. Ia harus cepat, sebelum ia benar-benar tidak bisa lagi bertemu dengan Danu."Pak, antarkan saya ke Alfarez Group ya. Cepat!" seru Dara.Salah satu tukang ojek itu, memberikan satu buah helm kepada Dara, dan Dara langsung memakai dan juga menaiki motor tersebut. Dengan cemas, ia berharap jika ia belum terlambat. "Cepat sedikit ya pak!" Ucap Dara lagi."Baik mbak,"Selama perjalanan, tanpa sadar air matanya telah tumpah. Ia tidak bisa berhenti memikir
Dara menganggukkan kepalanya, dengan kesal ia melirik Danu yang tengah tertawa bersama wanita di hadapannya.‘Kau pikir, hanya kau yang baik-baik saja tanpaku? Hm, aku akan memperlihatkan kepadamu, jika aku juga baik-baik saja.’batin Dara.Andra menarik senyum lebar,'Danu Alfarez, sebentar lagi permainan ini akan di mulai.'Batin Andra. Ia akan menghancurkan kencan Danu dengan wanita itu, dan memastikan jika pria menyebalkan dengan ego setinggi gunung itu, akan mengakui perasaannya di hadapan Dara."Baiklah Dara. Pertama-tama, kita harus masuk dengan gaya paling romantis," Andra tiba-tiba saja merangkul pinggang Dara yang terbalut gaun polos berwarna hitam, sebatas mata kaki itu.Meski pada awalnya, ia ingin protes. Tapi, Andra memintanya untuk menuruti semua yang pria itu lakukan, dan juga katakan. "Kau hanya perlu tersenyum manis, selama kita berjalan berdampingan, dan duduk di meja yang tak jauh dari Danu,"
Dara menggeliat dalam tidurnya, ketika merasakan cahaya menyilaukan matanya. Perlahan, kedua kelopak mata itu terbuka, dan ia melihat seluruh gorden di kamar itu sudah terbuka semua. Kemudian, ia melirik ke arah samping, dan sosok Danu tampaknya sudah bangun lebih dulu dan membuka semua gorden di kamar ini. Tiba-tiba kedua matanya melebar, ia teringat jika semalam ia tidur di atas ranjang yang sama dengan Danu, dan terlelap di dalam pelukan pria itu. Dara mengerang kesal, ya tuhan ia benar-benar sangat malu.Lalu tiba-tiba saja, pintu kamarnya terbuka bersamaan dengan sosok Danu yang memasuki kamarnya. "Hm, kau sudah bangun?"Tiba-tiba saja wajah Dara mendadak memerah, mengingat kejadian semalam. Danu menghampiri Dara, dan duduk di sisi ranjang dekat Dara. Pria itu terlihat tampak begitu segar, dan rapi dengan setelan jas mahalnya.Dara berdeham, dan merubah posisinya menjadi duduk. "Kau akan pergi ke kantor?" tanya Dara.Danu mengangguk pelan, mengusap p
Sembilan bulan kemudian ....Dara baru saja menutup pintu rumah, karena Danu tiba-tiba saja mendapat panggilan mendadak dari kantor, karena ada beberapa masalah yang terjadi di perusahaannya. Danu langsung pergi, dengan Dara yang mengantarkan Danu sampai ke depan rumah, dan memastikan Danu sudah naik ke mobil yang di kendarai oleh Rio.Kening Dara tiba-tiba berkerut, tangannya menyentuh perutnya yang terasa begitu sangat sakit. Sembari meringis pelan, ia mencoba berpegangan pada tembok dan memanggil sang ibu yang selama menjelang masa persalinan Dara, ia menginap di kediaman Dara."Ibu!" teriaknya yang di selingi dengan ringisan."Ibu!" teriaknya lagi.Demi tuhan, Dara sangat kesakitan sekarang. Apakah ia akan segera melahirkan?"Bu!" Dara kembali berteriak.Kemudian sosok sang ibu muncul sembari berlari dengan panik. "Dara! Apa yang terjadi nak?" paniknya.Dara kembali meringis, "Sakit bu," ringisnya.Sang ibu
Waktu terus berlalu, semua hal yang sudah terjadi di tahun sebelumnya, telah Dara ikhlaskan. Sekarang, ia mencoba untuk bangkit dan menata hidup yang baru bersama dengan Danu. Walau terkadang, dirinya masih sangat sedih begitu mengingat saat ia kehilangan bayi di kandungannya. Tapi, Dara sudah ikhlas sepenuhnya. Tuhan lebih menyayangi bayinya maka dari itu tuhan mengambilnya. Selama ini juga ada sahabat-sahabatnya yang selalu menghibur dirinya, apalagi Alisa sekarang sudah begitu sangat akrab kepadanya, gadis kecil itu selalu menginap di kediaman mereka dan mewarnai hari-hari Dara yang semula suram menjadi ceria dan penuh warna. Danu juga sama, ia tidak berhenti melakukan banyak hal yang bisa membuat Dara bahagia dan bangkit dari kesedihannya. Dari sisi mana pun, Dara sungguh sangat beruntung memiliki suami yang sangat menyayanginya, serta bersyukur karena ia di kelilingi banyak orang baik yang juga sangat menyayanginya dalam keadaan apa pun. "Bunda Ala! Kenapa bunda
Beberapa saat setelah kepergian Danu, Dara langsung bergegas pergi ke rumah sakit dan menemui Andra, dengan air mata yang berderai. Ia butuh kejelasan dari orang yang memeriksa kandungannya. Karena Danu mungkin tidak akan pernah mau jujur soal keadaan kandungannya saat ini."Dara? Ada apa kemari? Apakah kandunganmu--""Dimana Andra?" selanya, dengan wajah dan penampilannya yang sedikit berantakan. Bagaimana tidak, wanita itu tiba-tiba datang ke rumah sakit, hanya memakai kaos polos dan celana panjang biasa, juga dengan sepasang sandal rumah sambil menangis.Emilly terkejut mendengar nada datar dari wanita itu. "Dara, Andra sedang memeriksa beberapa pasien, kau bisa menunggu di ruangan--"Dara melewati tubuh Emilly begitu saja. Lalu ia bertanya kepada suster lain, dimana keberadaan Andra."Dara, ada apa sebenarnya?" tanya Emilly lagi. "Kau bisa tenang, dan menunggunya di ruangan--"Dara langsung membalikkan tubuhnya, dan menatap Emilly. "Kau
Beberapa bulan kemudian...Dara menatap sesuatu di lengannya dengan bergetar, sembari menatapnya dengan tidak percaya. Saat itu, kebetulan Danu baru saja pulang bekerja, ia langsung berhambur memeluk sang suami sembari menangis. Hingga membuat sang suami begitu terkejut, tentang apa gerangan yang membuat istrinya itu menangis seperti ini.."Ada apa sayang? Kenapa menangis?" tanya Danu.Dara tetap menangis di pelukannya, Danu melepaskan pelukan itu dan menatap wajah Dara dengan penuh khawatir. "Kenapa sayang? Hey, kenapa menangis?" ulangnya, sembari mengusap air mata Dara.Dara memberikan sebuahtestpackdi tangannya kepada Danu. Pria itu menghela napas pelan, "Sayang, sudah ku bilang berapa kali. Tidak masalah, jika kita belum punya anak sekarang,""Lihat dulu!" ujarnya sembari terisak.Danu kembali menghela napas, terkadang ia juga sempat kesal dengan Dara, yang sering kali tidak pernah mendengarkan ucapannya, wa
Setelah keduanya kabur di pesta pernikahan mereka, kini keduanya telah sampai di lobi Prayoga hotel, dengan mengenakan pakaian pernikahan mereka, yang langsung di sambut oleh beberapa petugas hotel itu menyambut kedatangan mereka berdua. Sepertinya, Alby memang sudah merencanakan semuanya dengan sangat baik."Danu, apa ini?" tanya Dara yang masih tidak mengerti, mengapa ia dan Danu harus kabur dari pernikahan, dan pergi ke Prayoga hotel?"Kau akan tahu nanti," katanya, yang membuat Dara semakin penasaran. Astaga, suaminya ini benar-benar sangat gila. Bagaimana bisa, ia mengajaknya kabur di hari pernikahan mereka?"Tuan dan Nona muda Alfarez, selamat datang di hotel kami. Saya akan membawa kalian berdua, ke kamar yang sudah di siapkan khusus oleh tuan muda Alby," jelas salah satu wanita, yang bekerja sebagai resepsionis di hotel ini."Sebelumnya, apakah anda sudah menerima kartu aksesnya?" tanyanya kembali.Danu mengangguk, "Sudah," singkatnya
Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya hari ini telah tiba juga. Tidak ada dekorasi yang begitu mewah. Semuanya di tata sesuai keinginan kedua mempelai, yang memang tidak menginginkan pesta yang begitu mewah, karena pernikahan mereka bukan di gelar untuk menunjukkan seberapa banyak kekayaan yang di miliki oleh keluarganya. Meski di gelar dengan sederhana, namun semuanya telah di tata dengan begitu rapi dan tetap terlihat elegan. Para tamu undangan sudah datang, dan menikmati hidangan yang tersedia di acara pernikahan mewah, dari putra sulung keluarga Alfarez.Berbeda dengan Alby, tuan muda Alfarez itu tidak memilih menggelar pestanya di gedung mewah. Namun, ia lebih memilih menggelar pesta di tempat terbuka, dengan temaGarden Party. Meski di gelar di luar ruangan, namun semuanya begitu sangat mewah dan menawan. Kini, semua mata para undangan itu tertuju ke altar, di mana sang mempelai pria sudah berdiri di hadapan seorang pendeta, dan juga sang mempelai
Alby tidak mengamuk, atau pun marah kepadanya yang datang sangat terlambat. Danu beruntung karena Alisa kecil ikut dengan pria itu. Jika saja tidak ada Alisa, ia mungkin sudah mengamuk. Namun, karena datang bersama Alisa, Alby akan bertingkah sebagai seorang ayah yang baik dan berwibawa. Melihat kedatangan Danu, gadis kecil itu langsung ingin di gendong olehnya. "Oh, anak ayah yang cantik. Apa kabar sayang?" tanya Danu sembari menggendong gadis kecil itu. "Kau tahu, seharian ini Alisa terus merengek ingin bertemu denganmu," ucap Alby, sembari membenarkan letak kacamatanya. "Alisa kenapa? Apa Alisa merindukan ayah?" tanya Danu lagi. Alisa mengangguk, dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Danu. Danu menghela napas, kemudian ikut duduk berdampingan dengan Alby yang duduk di atas sofa panjang, ruangannya. "Kau habis bertemu Dara?" tanya Alby. "Ayah, turun! Alisa ingin bermain," ucap Alisa. Danu menurunkan Alisa dari gendongannya, dan membiarka
Dara sudah di perbolehkan untuk pulang, tapi ia harus tetap banyak beristirahat, dan Jessica akan menjadi perawat pribadinya sampai Dara sembuh total. Dan selama itu pula, Danu tidak pernah absen untuk datang ke rumahnya. Seperti saat ini, ia kembali datang dengan pakaian formal. Ia di antar oleh Rio, sedangkan Rio akan kembali ke kantor setelah mengantarnya. Dara yang saat itu tengah bersantai di halaman rumahnya bersama Jessica, tiba-tiba melirik Danu dengan penuh tanya.Bahkan sampai sosok Danu berada di hadapannya sembari tersenyum, dan mengusap keningnya yang berkerut. "Ada apa dengan kerutan ini? Apa sekarang, kau sudah mulai keriput?" godanya. Lalu ia memberi isyarat kepada Jessica untuk pergi meninggalkan mereka berdua."Kenapa kemari? Bukankah ini masih jam kerja?" tanya Dara.Danu mengecup keningnya dengan lembut. "Hm, hari ini aku tidak memiliki banyak pekerjaan di kantor. Aku hanya memiliki satu jadwalmeetingdengan Alby, di jam m
"Ibu .... " ucap Dara, setelah ia membuka kedua kelopak matanya, dan melihat sosok ibunya tengah duduk di samping ranjang pasiennya.Amara tersenyum, dan berdiri untuk mengecup dahi putrinya. "Sayang, bagaimana keadaanmu? Apakah masih sakit?" tanya Amara.Dara menggeleng pelan, "Sudah tidak terlalu. Ibu, dimana Danu?" tanyanya. Karena seingatnya, ia sempat melihat jika lengan pria itu juga terluka.Dara mendadak cemas, apakah keadaan pria itu baik-baik saja? Bagaimana dengan luka di tangannya itu?Amara tersenyum, kemudian berpindah posisi. Agar putrinya bisa melihat keberadaan Danu, yang tengah tertidur di atas sofa panjang yang berada di ruangannya. "Ya tuhan, tubuhnya bisa sakit jika ia tidur di sana," ucapnya khawatir Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa pria itu terlelap seperti itu di atas sofa yang sempit?"Ia tetap memaksa ingin menjagamu. Meski ayah dan ibu memintanya untuk pulang dan beristirahat. Dia sangat mencintaimu sayang ....