Dara langsung menghentikan laju mobil angkutan umum, yang membawanya bersama ibunya dan juga Raisa yang akan pergi menjemput ayahnya yang telah resmi bebas dari penjara. Ucapan ayahnya di telepon barusan, terus terngiang di telinganya. Bagaimana jika, Danu benar-benar akan pergi sebelum mereka saling bertemu dan menyelesaikan semua kesalah pahaman ini?
Tanpa memedulikan teriakan ibunya dan juga Raisa, ia langsung turun dari mobil tersebut, dan mencari ojek yang lewat untuk mengantarnya ke Alfarez Group. Ia harus cepat, sebelum ia benar-benar tidak bisa lagi bertemu dengan Danu.
"Pak, antarkan saya ke Alfarez Group ya. Cepat!" seru Dara.
Salah satu tukang ojek itu, memberikan satu buah helm kepada Dara, dan Dara langsung memakai dan juga menaiki motor tersebut. Dengan cemas, ia berharap jika ia belum terlambat. "Cepat sedikit ya pak!" Ucap Dara lagi.
"Baik mbak,"
Selama perjalanan, tanpa sadar air matanya telah tumpah. Ia tidak bisa berhenti memikir
Dara menganggukkan kepalanya, dengan kesal ia melirik Danu yang tengah tertawa bersama wanita di hadapannya.‘Kau pikir, hanya kau yang baik-baik saja tanpaku? Hm, aku akan memperlihatkan kepadamu, jika aku juga baik-baik saja.’batin Dara.Andra menarik senyum lebar,'Danu Alfarez, sebentar lagi permainan ini akan di mulai.'Batin Andra. Ia akan menghancurkan kencan Danu dengan wanita itu, dan memastikan jika pria menyebalkan dengan ego setinggi gunung itu, akan mengakui perasaannya di hadapan Dara."Baiklah Dara. Pertama-tama, kita harus masuk dengan gaya paling romantis," Andra tiba-tiba saja merangkul pinggang Dara yang terbalut gaun polos berwarna hitam, sebatas mata kaki itu.Meski pada awalnya, ia ingin protes. Tapi, Andra memintanya untuk menuruti semua yang pria itu lakukan, dan juga katakan. "Kau hanya perlu tersenyum manis, selama kita berjalan berdampingan, dan duduk di meja yang tak jauh dari Danu,"
Dara menggeliat dalam tidurnya, ketika merasakan cahaya menyilaukan matanya. Perlahan, kedua kelopak mata itu terbuka, dan ia melihat seluruh gorden di kamar itu sudah terbuka semua. Kemudian, ia melirik ke arah samping, dan sosok Danu tampaknya sudah bangun lebih dulu dan membuka semua gorden di kamar ini. Tiba-tiba kedua matanya melebar, ia teringat jika semalam ia tidur di atas ranjang yang sama dengan Danu, dan terlelap di dalam pelukan pria itu. Dara mengerang kesal, ya tuhan ia benar-benar sangat malu.Lalu tiba-tiba saja, pintu kamarnya terbuka bersamaan dengan sosok Danu yang memasuki kamarnya. "Hm, kau sudah bangun?"Tiba-tiba saja wajah Dara mendadak memerah, mengingat kejadian semalam. Danu menghampiri Dara, dan duduk di sisi ranjang dekat Dara. Pria itu terlihat tampak begitu segar, dan rapi dengan setelan jas mahalnya.Dara berdeham, dan merubah posisinya menjadi duduk. "Kau akan pergi ke kantor?" tanya Dara.Danu mengangguk pelan, mengusap p
Sejak ia datang ke kantor, Danu sama sekali tidak beranjak dari kursinya. Tumpukan berkas di hadapannya juga, tidak sempat ia baca, yang pria itu lakukan, hanya memandangi foto seorang wanita yang berada di meja kerjanya.Danu ingin sekali bersikap egois, dengan berlaku posesif dan mengikat Dara agar tetap berada di sisinya. Perpisahan pagi ini dengan Dara, benar-benar membuat hatinya tercubit. Seharusnya, ia memberikan pelukan hangat kepada Dara, sebelum mereka berpisah. Tapi, saat itu egonya terlalu tinggi. Tidak, bukan itu alasannya. Ia hanya takut Dara merasa keberatan dan memilih menjauh darinya.Danu memijat pelipisnya, sembari iseng-iseng memainkan ponselnya. Namun, tiba-tiba saja kedua matanya melebar saat ia melihat foto unggahan Andra yang tengah bersama dengan keluarga Dara.Shit!Tanpa panjang lebar, dengan wajah yang memerah kesal, ia langsung menarik jas yang tersampir di kursi kerjanya. Kemudian, memaikainya dan bergegas keluar dar
Sekali lagi, sosok Danu mengejutkan Dara yang baru saja keluar dari kampus, setelah menyelesaikan pendaftarannya. Dara tidak tahu, mengapa hari ini pria itu selalu mengejutkannya. Dan, memangnya pria itu tidak pergi untuk bekerja?"Kenapa menatapku begitu?" tanya Danu.Dara menghela napas pelan. "Kenapa kau bisa ada di sini?"Danu memutar bola mata dengan kesal, kenapa Dara malah menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan lain. "Tentu saja menjemputmu,"Dara menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"Danu mengangguk."Kenapa tiba-tiba? Bukankah kau bilang, kau ada acara dengan kedua sahabatmu?" tanya Dara.Danu tidak menjawab, pria itu langsung menarik lengan Dara dengan sedikit memaksa, dan membawa Dara masuk ke dalam mobilnya."Aku bisa pulang sendiri. Kau tidak perlu--""Kau sudah makan siang?" sela Danu dengan cepat. Bahkan kini Dara berani bersumpah, jika ia tidak bisa bernapas, ketika Danu memasangkanseatbelt&nb
"Sayang, kenapa semua pakaianmu berantakan seperti ini?" tanya sang ibu, begitu melihat putrinya sibuk mengacak-ngacak lemari pakaian."Aku sedang mencari pakaian bu," ucapnya, tanpa menoleh kepada sosok sang ibu."Pakaian? Ini semua juga pakaian sayang," heran sang ibu. Ia tidak tahu, mengapa tiba-tiba putrinya itu menjadi pilih-pilih soal pakaian? Setelah memikirkan dengan keras, akhirnya ia sadar dan terkekeh pelan."Apakah putri ibu ini, akan pergi berkencan?" goda sang ibu.Dara mendadak menghentikan aktivitasnya. "Ba--bagaimana ibu tahu?" tanyanya, dengan wajah memerah.Sang ibu terkekeh pelan, menghampiri sang putri dan mengusap sisi wajah putrinya yang tampak memerah. "Hm, tentu saja ibu tahu. Ibu juga pernah muda," kekeh sang ibu.Dara menundukkan wajahnya, ia merasa malu karena ketahuan akan pergi berkencan."Ayolah sayang, jangan malu-malu seperti itu. Baiklah, ibu akan membantumu. Jadi, pakaian seperti apa yang sedang kau
Danu bergegas turun dari mobilnya, setelah ia sampai di sebuah restoran yang menjadi tempat kencan pertama mereka. Danu melangkah dengan cepat, ke ruanganVipyang sebelumnya sudah ia reservasi. Kedua mata elangnya, menjelajah ruang reservasi itu, namun ia tidak menemukan sesosok wanita yang ia cari.Danu menyugar rambutnya dengan kasar. "Sial! Apa Dara sudah pergi?" gumamnya.Namun, ia masih belum menyerah. Ia masih mencari sosok Dara di seluruh penjuru restoran ini. Setelah sibuk mencari, namun tidak kunjung menemukan Dara, akhirnya ia bertanya kepada seorang pelayan yang kebetulan lewat di hadapannya."Ada apa pak? Apa ada yang bisa--""Apa kau melihat wanita ini?" sela Danu, sembari memperlihatkan foto Dara, yang menjadilockscreendi ponselnya.Pelayan itu tampak berpikir beberapa saat, sebelum akhirnya ia mengangguk. "Aku melihatnya tuan. Tapi, baru saja ia pergi dari sini," jelasnya.Danu langsung
Dara menghela napas pelan, dan akhirnya setuju untuk ikut masuk dengan Danu. Danu langsung menggenggam tangan Dara, dan berjalan berdampingan dengan wanita itu."Danu, kau sudah pulang?" suara Anggita, langsung menginterupsi mansion yang cukup sepi ini.Danu tetap berjalan menghampiri ibunya, sembari menggenggam lengan Dara. "Ma, Mama belum tidur?" tanya Danu, pada Anggita yang tengah menonton televisi, sembari memunggungi Danu."Belum. Kau sendiri, kenapa--" Anggita tidak meneruskan ucapannya, saat ia berbalik, dan menemukan putranya bersama Dara, dalam keadaan tangan yang saling menggenggam.Anggita berdeham pelan. "Siapa kau?" tanyanya kepada Dara.Dara tampak meremas lengan Danu yang sedang menggenggamnya. "Ma, ini Dara. Orang yang ku cintai, dan kini kami sudah menjadi sepasang kekasih. Jadi, mulai saat ini berhenti mencarikan jodoh untukku," terang Danu.Anggita tampak bergeming, dengan tatapan yang masih mengarah kepada Dara. "Mama ti
Setelah sarapan itu berakhir, Mona langsung pamit dengan beralasan jika ia memiliki janji dengan temannya. Padahal sebenarnya, ia sungguh muak dengan semua yang terjadi di ruang makan tadi, kenapa Anggita tampak begitu sangat menyayangi Dara, begitupun dengan Helena. Bahkan sekarang, Danu dan Dara sudah resmi berpacaran tanpa sepengetahuannya?Shit! Double shit!Kenyataan macam apa ini? Bagaimana bisa Anggita membiarkan Danu dan Dara bersama? Bukankah sebelumnya Anggita begitu sangat mendukungnya dan Danu? Anggita bahkan menghubunginya secara langsung, untuk pergi kencan dengan putranya. Tapi, kenapa ujungnya seperti ini?Mengapa Anggita membiarkan Danu dan Dara bersama?Apa jangan-jangan, sejak awal Anggita memang hanya mempermainkannya?"Beraninya, mereka semua mempermainkan ku! Apa mereka pikir, aku akam diam saja hah? Sialan!" umpatnya dengan nada keras, sembari memukuli setir mobilnya dengan keras.Ia tidak menyangka, jika Angg
Sembilan bulan kemudian ....Dara baru saja menutup pintu rumah, karena Danu tiba-tiba saja mendapat panggilan mendadak dari kantor, karena ada beberapa masalah yang terjadi di perusahaannya. Danu langsung pergi, dengan Dara yang mengantarkan Danu sampai ke depan rumah, dan memastikan Danu sudah naik ke mobil yang di kendarai oleh Rio.Kening Dara tiba-tiba berkerut, tangannya menyentuh perutnya yang terasa begitu sangat sakit. Sembari meringis pelan, ia mencoba berpegangan pada tembok dan memanggil sang ibu yang selama menjelang masa persalinan Dara, ia menginap di kediaman Dara."Ibu!" teriaknya yang di selingi dengan ringisan."Ibu!" teriaknya lagi.Demi tuhan, Dara sangat kesakitan sekarang. Apakah ia akan segera melahirkan?"Bu!" Dara kembali berteriak.Kemudian sosok sang ibu muncul sembari berlari dengan panik. "Dara! Apa yang terjadi nak?" paniknya.Dara kembali meringis, "Sakit bu," ringisnya.Sang ibu
Waktu terus berlalu, semua hal yang sudah terjadi di tahun sebelumnya, telah Dara ikhlaskan. Sekarang, ia mencoba untuk bangkit dan menata hidup yang baru bersama dengan Danu. Walau terkadang, dirinya masih sangat sedih begitu mengingat saat ia kehilangan bayi di kandungannya. Tapi, Dara sudah ikhlas sepenuhnya. Tuhan lebih menyayangi bayinya maka dari itu tuhan mengambilnya. Selama ini juga ada sahabat-sahabatnya yang selalu menghibur dirinya, apalagi Alisa sekarang sudah begitu sangat akrab kepadanya, gadis kecil itu selalu menginap di kediaman mereka dan mewarnai hari-hari Dara yang semula suram menjadi ceria dan penuh warna. Danu juga sama, ia tidak berhenti melakukan banyak hal yang bisa membuat Dara bahagia dan bangkit dari kesedihannya. Dari sisi mana pun, Dara sungguh sangat beruntung memiliki suami yang sangat menyayanginya, serta bersyukur karena ia di kelilingi banyak orang baik yang juga sangat menyayanginya dalam keadaan apa pun. "Bunda Ala! Kenapa bunda
Beberapa saat setelah kepergian Danu, Dara langsung bergegas pergi ke rumah sakit dan menemui Andra, dengan air mata yang berderai. Ia butuh kejelasan dari orang yang memeriksa kandungannya. Karena Danu mungkin tidak akan pernah mau jujur soal keadaan kandungannya saat ini."Dara? Ada apa kemari? Apakah kandunganmu--""Dimana Andra?" selanya, dengan wajah dan penampilannya yang sedikit berantakan. Bagaimana tidak, wanita itu tiba-tiba datang ke rumah sakit, hanya memakai kaos polos dan celana panjang biasa, juga dengan sepasang sandal rumah sambil menangis.Emilly terkejut mendengar nada datar dari wanita itu. "Dara, Andra sedang memeriksa beberapa pasien, kau bisa menunggu di ruangan--"Dara melewati tubuh Emilly begitu saja. Lalu ia bertanya kepada suster lain, dimana keberadaan Andra."Dara, ada apa sebenarnya?" tanya Emilly lagi. "Kau bisa tenang, dan menunggunya di ruangan--"Dara langsung membalikkan tubuhnya, dan menatap Emilly. "Kau
Beberapa bulan kemudian...Dara menatap sesuatu di lengannya dengan bergetar, sembari menatapnya dengan tidak percaya. Saat itu, kebetulan Danu baru saja pulang bekerja, ia langsung berhambur memeluk sang suami sembari menangis. Hingga membuat sang suami begitu terkejut, tentang apa gerangan yang membuat istrinya itu menangis seperti ini.."Ada apa sayang? Kenapa menangis?" tanya Danu.Dara tetap menangis di pelukannya, Danu melepaskan pelukan itu dan menatap wajah Dara dengan penuh khawatir. "Kenapa sayang? Hey, kenapa menangis?" ulangnya, sembari mengusap air mata Dara.Dara memberikan sebuahtestpackdi tangannya kepada Danu. Pria itu menghela napas pelan, "Sayang, sudah ku bilang berapa kali. Tidak masalah, jika kita belum punya anak sekarang,""Lihat dulu!" ujarnya sembari terisak.Danu kembali menghela napas, terkadang ia juga sempat kesal dengan Dara, yang sering kali tidak pernah mendengarkan ucapannya, wa
Setelah keduanya kabur di pesta pernikahan mereka, kini keduanya telah sampai di lobi Prayoga hotel, dengan mengenakan pakaian pernikahan mereka, yang langsung di sambut oleh beberapa petugas hotel itu menyambut kedatangan mereka berdua. Sepertinya, Alby memang sudah merencanakan semuanya dengan sangat baik."Danu, apa ini?" tanya Dara yang masih tidak mengerti, mengapa ia dan Danu harus kabur dari pernikahan, dan pergi ke Prayoga hotel?"Kau akan tahu nanti," katanya, yang membuat Dara semakin penasaran. Astaga, suaminya ini benar-benar sangat gila. Bagaimana bisa, ia mengajaknya kabur di hari pernikahan mereka?"Tuan dan Nona muda Alfarez, selamat datang di hotel kami. Saya akan membawa kalian berdua, ke kamar yang sudah di siapkan khusus oleh tuan muda Alby," jelas salah satu wanita, yang bekerja sebagai resepsionis di hotel ini."Sebelumnya, apakah anda sudah menerima kartu aksesnya?" tanyanya kembali.Danu mengangguk, "Sudah," singkatnya
Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya hari ini telah tiba juga. Tidak ada dekorasi yang begitu mewah. Semuanya di tata sesuai keinginan kedua mempelai, yang memang tidak menginginkan pesta yang begitu mewah, karena pernikahan mereka bukan di gelar untuk menunjukkan seberapa banyak kekayaan yang di miliki oleh keluarganya. Meski di gelar dengan sederhana, namun semuanya telah di tata dengan begitu rapi dan tetap terlihat elegan. Para tamu undangan sudah datang, dan menikmati hidangan yang tersedia di acara pernikahan mewah, dari putra sulung keluarga Alfarez.Berbeda dengan Alby, tuan muda Alfarez itu tidak memilih menggelar pestanya di gedung mewah. Namun, ia lebih memilih menggelar pesta di tempat terbuka, dengan temaGarden Party. Meski di gelar di luar ruangan, namun semuanya begitu sangat mewah dan menawan. Kini, semua mata para undangan itu tertuju ke altar, di mana sang mempelai pria sudah berdiri di hadapan seorang pendeta, dan juga sang mempelai
Alby tidak mengamuk, atau pun marah kepadanya yang datang sangat terlambat. Danu beruntung karena Alisa kecil ikut dengan pria itu. Jika saja tidak ada Alisa, ia mungkin sudah mengamuk. Namun, karena datang bersama Alisa, Alby akan bertingkah sebagai seorang ayah yang baik dan berwibawa. Melihat kedatangan Danu, gadis kecil itu langsung ingin di gendong olehnya. "Oh, anak ayah yang cantik. Apa kabar sayang?" tanya Danu sembari menggendong gadis kecil itu. "Kau tahu, seharian ini Alisa terus merengek ingin bertemu denganmu," ucap Alby, sembari membenarkan letak kacamatanya. "Alisa kenapa? Apa Alisa merindukan ayah?" tanya Danu lagi. Alisa mengangguk, dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Danu. Danu menghela napas, kemudian ikut duduk berdampingan dengan Alby yang duduk di atas sofa panjang, ruangannya. "Kau habis bertemu Dara?" tanya Alby. "Ayah, turun! Alisa ingin bermain," ucap Alisa. Danu menurunkan Alisa dari gendongannya, dan membiarka
Dara sudah di perbolehkan untuk pulang, tapi ia harus tetap banyak beristirahat, dan Jessica akan menjadi perawat pribadinya sampai Dara sembuh total. Dan selama itu pula, Danu tidak pernah absen untuk datang ke rumahnya. Seperti saat ini, ia kembali datang dengan pakaian formal. Ia di antar oleh Rio, sedangkan Rio akan kembali ke kantor setelah mengantarnya. Dara yang saat itu tengah bersantai di halaman rumahnya bersama Jessica, tiba-tiba melirik Danu dengan penuh tanya.Bahkan sampai sosok Danu berada di hadapannya sembari tersenyum, dan mengusap keningnya yang berkerut. "Ada apa dengan kerutan ini? Apa sekarang, kau sudah mulai keriput?" godanya. Lalu ia memberi isyarat kepada Jessica untuk pergi meninggalkan mereka berdua."Kenapa kemari? Bukankah ini masih jam kerja?" tanya Dara.Danu mengecup keningnya dengan lembut. "Hm, hari ini aku tidak memiliki banyak pekerjaan di kantor. Aku hanya memiliki satu jadwalmeetingdengan Alby, di jam m
"Ibu .... " ucap Dara, setelah ia membuka kedua kelopak matanya, dan melihat sosok ibunya tengah duduk di samping ranjang pasiennya.Amara tersenyum, dan berdiri untuk mengecup dahi putrinya. "Sayang, bagaimana keadaanmu? Apakah masih sakit?" tanya Amara.Dara menggeleng pelan, "Sudah tidak terlalu. Ibu, dimana Danu?" tanyanya. Karena seingatnya, ia sempat melihat jika lengan pria itu juga terluka.Dara mendadak cemas, apakah keadaan pria itu baik-baik saja? Bagaimana dengan luka di tangannya itu?Amara tersenyum, kemudian berpindah posisi. Agar putrinya bisa melihat keberadaan Danu, yang tengah tertidur di atas sofa panjang yang berada di ruangannya. "Ya tuhan, tubuhnya bisa sakit jika ia tidur di sana," ucapnya khawatir Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa pria itu terlelap seperti itu di atas sofa yang sempit?"Ia tetap memaksa ingin menjagamu. Meski ayah dan ibu memintanya untuk pulang dan beristirahat. Dia sangat mencintaimu sayang ....