Danu bergegas turun dari mobilnya, setelah ia sampai di sebuah restoran yang menjadi tempat kencan pertama mereka. Danu melangkah dengan cepat, ke ruangan Vip yang sebelumnya sudah ia reservasi. Kedua mata elangnya, menjelajah ruang reservasi itu, namun ia tidak menemukan sesosok wanita yang ia cari.
Danu menyugar rambutnya dengan kasar. "Sial! Apa Dara sudah pergi?" gumamnya.
Namun, ia masih belum menyerah. Ia masih mencari sosok Dara di seluruh penjuru restoran ini. Setelah sibuk mencari, namun tidak kunjung menemukan Dara, akhirnya ia bertanya kepada seorang pelayan yang kebetulan lewat di hadapannya.
"Ada apa pak? Apa ada yang bisa--"
"Apa kau melihat wanita ini?" sela Danu, sembari memperlihatkan foto Dara, yang menjadi lockscreen di ponselnya.
Pelayan itu tampak berpikir beberapa saat, sebelum akhirnya ia mengangguk. "Aku melihatnya tuan. Tapi, baru saja ia pergi dari sini," jelasnya.
Danu langsung
Dara menghela napas pelan, dan akhirnya setuju untuk ikut masuk dengan Danu. Danu langsung menggenggam tangan Dara, dan berjalan berdampingan dengan wanita itu."Danu, kau sudah pulang?" suara Anggita, langsung menginterupsi mansion yang cukup sepi ini.Danu tetap berjalan menghampiri ibunya, sembari menggenggam lengan Dara. "Ma, Mama belum tidur?" tanya Danu, pada Anggita yang tengah menonton televisi, sembari memunggungi Danu."Belum. Kau sendiri, kenapa--" Anggita tidak meneruskan ucapannya, saat ia berbalik, dan menemukan putranya bersama Dara, dalam keadaan tangan yang saling menggenggam.Anggita berdeham pelan. "Siapa kau?" tanyanya kepada Dara.Dara tampak meremas lengan Danu yang sedang menggenggamnya. "Ma, ini Dara. Orang yang ku cintai, dan kini kami sudah menjadi sepasang kekasih. Jadi, mulai saat ini berhenti mencarikan jodoh untukku," terang Danu.Anggita tampak bergeming, dengan tatapan yang masih mengarah kepada Dara. "Mama ti
Setelah sarapan itu berakhir, Mona langsung pamit dengan beralasan jika ia memiliki janji dengan temannya. Padahal sebenarnya, ia sungguh muak dengan semua yang terjadi di ruang makan tadi, kenapa Anggita tampak begitu sangat menyayangi Dara, begitupun dengan Helena. Bahkan sekarang, Danu dan Dara sudah resmi berpacaran tanpa sepengetahuannya?Shit! Double shit!Kenyataan macam apa ini? Bagaimana bisa Anggita membiarkan Danu dan Dara bersama? Bukankah sebelumnya Anggita begitu sangat mendukungnya dan Danu? Anggita bahkan menghubunginya secara langsung, untuk pergi kencan dengan putranya. Tapi, kenapa ujungnya seperti ini?Mengapa Anggita membiarkan Danu dan Dara bersama?Apa jangan-jangan, sejak awal Anggita memang hanya mempermainkannya?"Beraninya, mereka semua mempermainkan ku! Apa mereka pikir, aku akam diam saja hah? Sialan!" umpatnya dengan nada keras, sembari memukuli setir mobilnya dengan keras.Ia tidak menyangka, jika Angg
"Dara?" sosok Mona tiba-tiba muncul di hadapannya.Dara tersenyum, "Hai, kau juga datang?" tanya Dara, sembari mengarahkan pandangannya kepada Mona. Ia tidak ingin terus memandang ke arah Alby dan Olivia.Mona mengangguk. "Dimana Danu?" tanya Mona, sambil mencari-cari sosok Danu dengan tatapan matanya.Dara sedikit mendesah pelan, "Ah, Danu sedang sibuk dengan beberapa koleganya," terangnya.Tiba-tiba, ia merasakan ada sebuah tangan yang merangkul pinggangnya, dan ketika ia menoleh, ia menemukan Danu yang ternyata sedang merangkul pinggangnya, pria itu mengecup pelipis Dara dengan singkat di hadapan Mona yang masih meradang karena melihat kemesraan mereka di depan matanya."Hai Danu," sapanya.Namun, Danu mengabaikannya. Pria itu tampak membisikkan sesuatu ke telinga Dara, sebelum akhirnya mereka berdua meninggalkan Mona sendirian. Lalu, sosok Alex muncul mendekatinya. "Melihat ekspresi di wajahmu, sepertinya kau tidak sabar, untuk merebut D
Amara dan sang suami, tampak sangat cemas menunggu Dara yang tak kunjung pulang sejak pagi. Bahkan saat mereka menelepon ke nomor milik Dara, ponsel wanita itu tampak sedang tidak aktif. Amara meremas jemarinya, sedangkan suaminya sibuk menghubungi Dara, namun hasilnya tetap saja nihil. Ia mencoba menghubungi Andra, tapi pria itu juga tidak tahu di mana keberadaan Dara. Sampai akhirnya, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan gerbang rumah mereka. Amara dan sang suami, menghela napas lega karena akhirnya putrinya sudah pulang bersama Danu.Amara bergegas membuka gerbang dan menghampiri mobil Danu."Danu? Di mana Dara?" tanya Amara, setelah ia tidak melihat sosok Dara yang keluar dari mobil milik Danu.Danu menatap Amara dengan heran. "Lho? Tante, bukankah Dara sudah pulang, sejak jam 10 pagi?" tanya Danu.Amara menggelengkan kepalanya, "Tidak. Dara belum pulang, kami pikir ia bersama denganmu. Karena sejak tadi pagi, ia masih belum pulang. Nak Danu
Dara menangis, dan berteriak menahan rasa pedih di wajahnya. Mona benar-benar dengan ucapannya, dan ia benar-benar menggoreskan pisau itu di salah satu sisi wajahnya. Dara yakin, lukanya cukup dalam. Karena darahnya tidak berhenti mengalir dan berjatuhan ke tali yang mengikatnya. Ia tidak tahu, manusia macam apa Mona itu, bagaimana bisa ada manusia yang begitu kejam seperti dirinya? Bahkan ia masih ingat, wanita itu tersenyum puas setelah menggoreskan pisau ke wajahnya.Mona benar-benar sudah tidak waras."Tolong .... " lirihnya.Tak lama kemudian, ia melihat sosok wanita berpakaian seperti seorang suster, dengan sebuah kotak obat di tangannya. Wanita itu berjalan menghampiri Dara, dan ia sempat meringis melihat keadaannya yang sudah tidak berdaya."Aku Eva. Aku akan mengobati lukamu," ucapnya.Dara hanya bisa meneteskan air matanya, ia benar-benar tidak pernah ingin berada di keadaan seperti ini. Tapi mengapa, ia harus berada di keadaan ini
Danu langsung melarikan Dara ke rumah sakit milik Andra. Ia sudah tidak sanggup melihat Dara yang begitu sangat menderita seperti ini. Ia sungguh merasa begitu sangat bersalah, karena terlambat menolong Dara. Jika saja ia bisa datang lebih cepat, mungkin keadaan Dara tidak akan seperti ini."Andra! Dimana Andra?" teriaknya, kepada salah satu perawat yang sedang berjalan di hadapannya.Perawat itu sempat terkejut, namun ia bergegas menggiring Danu untuk memasuki salah satu kamar layanan VIP, semua orang tahu, jika Danu adalah orang yang sangat berarti untuk Andra."Lewat sini tuan. Aku akan memanggil dokter Andra," ucap salah satu perawat."Danu ... sakit .... " rintihnya."Sayang, bertahanlah sebentar lagi ya. Andra akan segera datang," ucapnya, sembari membaringkan tubuh Dara di atas ranjang pasien.Lalu, tak lama sosok Andra datang bersama dua orang wanita, yang ia ketahui adalah orang kepercayaan Andra."Jessica, tolong pasang infu
"Ibu .... " ucap Dara, setelah ia membuka kedua kelopak matanya, dan melihat sosok ibunya tengah duduk di samping ranjang pasiennya.Amara tersenyum, dan berdiri untuk mengecup dahi putrinya. "Sayang, bagaimana keadaanmu? Apakah masih sakit?" tanya Amara.Dara menggeleng pelan, "Sudah tidak terlalu. Ibu, dimana Danu?" tanyanya. Karena seingatnya, ia sempat melihat jika lengan pria itu juga terluka.Dara mendadak cemas, apakah keadaan pria itu baik-baik saja? Bagaimana dengan luka di tangannya itu?Amara tersenyum, kemudian berpindah posisi. Agar putrinya bisa melihat keberadaan Danu, yang tengah tertidur di atas sofa panjang yang berada di ruangannya. "Ya tuhan, tubuhnya bisa sakit jika ia tidur di sana," ucapnya khawatir Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa pria itu terlelap seperti itu di atas sofa yang sempit?"Ia tetap memaksa ingin menjagamu. Meski ayah dan ibu memintanya untuk pulang dan beristirahat. Dia sangat mencintaimu sayang ....
Dara sudah di perbolehkan untuk pulang, tapi ia harus tetap banyak beristirahat, dan Jessica akan menjadi perawat pribadinya sampai Dara sembuh total. Dan selama itu pula, Danu tidak pernah absen untuk datang ke rumahnya. Seperti saat ini, ia kembali datang dengan pakaian formal. Ia di antar oleh Rio, sedangkan Rio akan kembali ke kantor setelah mengantarnya. Dara yang saat itu tengah bersantai di halaman rumahnya bersama Jessica, tiba-tiba melirik Danu dengan penuh tanya.Bahkan sampai sosok Danu berada di hadapannya sembari tersenyum, dan mengusap keningnya yang berkerut. "Ada apa dengan kerutan ini? Apa sekarang, kau sudah mulai keriput?" godanya. Lalu ia memberi isyarat kepada Jessica untuk pergi meninggalkan mereka berdua."Kenapa kemari? Bukankah ini masih jam kerja?" tanya Dara.Danu mengecup keningnya dengan lembut. "Hm, hari ini aku tidak memiliki banyak pekerjaan di kantor. Aku hanya memiliki satu jadwalmeetingdengan Alby, di jam m
Sembilan bulan kemudian ....Dara baru saja menutup pintu rumah, karena Danu tiba-tiba saja mendapat panggilan mendadak dari kantor, karena ada beberapa masalah yang terjadi di perusahaannya. Danu langsung pergi, dengan Dara yang mengantarkan Danu sampai ke depan rumah, dan memastikan Danu sudah naik ke mobil yang di kendarai oleh Rio.Kening Dara tiba-tiba berkerut, tangannya menyentuh perutnya yang terasa begitu sangat sakit. Sembari meringis pelan, ia mencoba berpegangan pada tembok dan memanggil sang ibu yang selama menjelang masa persalinan Dara, ia menginap di kediaman Dara."Ibu!" teriaknya yang di selingi dengan ringisan."Ibu!" teriaknya lagi.Demi tuhan, Dara sangat kesakitan sekarang. Apakah ia akan segera melahirkan?"Bu!" Dara kembali berteriak.Kemudian sosok sang ibu muncul sembari berlari dengan panik. "Dara! Apa yang terjadi nak?" paniknya.Dara kembali meringis, "Sakit bu," ringisnya.Sang ibu
Waktu terus berlalu, semua hal yang sudah terjadi di tahun sebelumnya, telah Dara ikhlaskan. Sekarang, ia mencoba untuk bangkit dan menata hidup yang baru bersama dengan Danu. Walau terkadang, dirinya masih sangat sedih begitu mengingat saat ia kehilangan bayi di kandungannya. Tapi, Dara sudah ikhlas sepenuhnya. Tuhan lebih menyayangi bayinya maka dari itu tuhan mengambilnya. Selama ini juga ada sahabat-sahabatnya yang selalu menghibur dirinya, apalagi Alisa sekarang sudah begitu sangat akrab kepadanya, gadis kecil itu selalu menginap di kediaman mereka dan mewarnai hari-hari Dara yang semula suram menjadi ceria dan penuh warna. Danu juga sama, ia tidak berhenti melakukan banyak hal yang bisa membuat Dara bahagia dan bangkit dari kesedihannya. Dari sisi mana pun, Dara sungguh sangat beruntung memiliki suami yang sangat menyayanginya, serta bersyukur karena ia di kelilingi banyak orang baik yang juga sangat menyayanginya dalam keadaan apa pun. "Bunda Ala! Kenapa bunda
Beberapa saat setelah kepergian Danu, Dara langsung bergegas pergi ke rumah sakit dan menemui Andra, dengan air mata yang berderai. Ia butuh kejelasan dari orang yang memeriksa kandungannya. Karena Danu mungkin tidak akan pernah mau jujur soal keadaan kandungannya saat ini."Dara? Ada apa kemari? Apakah kandunganmu--""Dimana Andra?" selanya, dengan wajah dan penampilannya yang sedikit berantakan. Bagaimana tidak, wanita itu tiba-tiba datang ke rumah sakit, hanya memakai kaos polos dan celana panjang biasa, juga dengan sepasang sandal rumah sambil menangis.Emilly terkejut mendengar nada datar dari wanita itu. "Dara, Andra sedang memeriksa beberapa pasien, kau bisa menunggu di ruangan--"Dara melewati tubuh Emilly begitu saja. Lalu ia bertanya kepada suster lain, dimana keberadaan Andra."Dara, ada apa sebenarnya?" tanya Emilly lagi. "Kau bisa tenang, dan menunggunya di ruangan--"Dara langsung membalikkan tubuhnya, dan menatap Emilly. "Kau
Beberapa bulan kemudian...Dara menatap sesuatu di lengannya dengan bergetar, sembari menatapnya dengan tidak percaya. Saat itu, kebetulan Danu baru saja pulang bekerja, ia langsung berhambur memeluk sang suami sembari menangis. Hingga membuat sang suami begitu terkejut, tentang apa gerangan yang membuat istrinya itu menangis seperti ini.."Ada apa sayang? Kenapa menangis?" tanya Danu.Dara tetap menangis di pelukannya, Danu melepaskan pelukan itu dan menatap wajah Dara dengan penuh khawatir. "Kenapa sayang? Hey, kenapa menangis?" ulangnya, sembari mengusap air mata Dara.Dara memberikan sebuahtestpackdi tangannya kepada Danu. Pria itu menghela napas pelan, "Sayang, sudah ku bilang berapa kali. Tidak masalah, jika kita belum punya anak sekarang,""Lihat dulu!" ujarnya sembari terisak.Danu kembali menghela napas, terkadang ia juga sempat kesal dengan Dara, yang sering kali tidak pernah mendengarkan ucapannya, wa
Setelah keduanya kabur di pesta pernikahan mereka, kini keduanya telah sampai di lobi Prayoga hotel, dengan mengenakan pakaian pernikahan mereka, yang langsung di sambut oleh beberapa petugas hotel itu menyambut kedatangan mereka berdua. Sepertinya, Alby memang sudah merencanakan semuanya dengan sangat baik."Danu, apa ini?" tanya Dara yang masih tidak mengerti, mengapa ia dan Danu harus kabur dari pernikahan, dan pergi ke Prayoga hotel?"Kau akan tahu nanti," katanya, yang membuat Dara semakin penasaran. Astaga, suaminya ini benar-benar sangat gila. Bagaimana bisa, ia mengajaknya kabur di hari pernikahan mereka?"Tuan dan Nona muda Alfarez, selamat datang di hotel kami. Saya akan membawa kalian berdua, ke kamar yang sudah di siapkan khusus oleh tuan muda Alby," jelas salah satu wanita, yang bekerja sebagai resepsionis di hotel ini."Sebelumnya, apakah anda sudah menerima kartu aksesnya?" tanyanya kembali.Danu mengangguk, "Sudah," singkatnya
Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya hari ini telah tiba juga. Tidak ada dekorasi yang begitu mewah. Semuanya di tata sesuai keinginan kedua mempelai, yang memang tidak menginginkan pesta yang begitu mewah, karena pernikahan mereka bukan di gelar untuk menunjukkan seberapa banyak kekayaan yang di miliki oleh keluarganya. Meski di gelar dengan sederhana, namun semuanya telah di tata dengan begitu rapi dan tetap terlihat elegan. Para tamu undangan sudah datang, dan menikmati hidangan yang tersedia di acara pernikahan mewah, dari putra sulung keluarga Alfarez.Berbeda dengan Alby, tuan muda Alfarez itu tidak memilih menggelar pestanya di gedung mewah. Namun, ia lebih memilih menggelar pesta di tempat terbuka, dengan temaGarden Party. Meski di gelar di luar ruangan, namun semuanya begitu sangat mewah dan menawan. Kini, semua mata para undangan itu tertuju ke altar, di mana sang mempelai pria sudah berdiri di hadapan seorang pendeta, dan juga sang mempelai
Alby tidak mengamuk, atau pun marah kepadanya yang datang sangat terlambat. Danu beruntung karena Alisa kecil ikut dengan pria itu. Jika saja tidak ada Alisa, ia mungkin sudah mengamuk. Namun, karena datang bersama Alisa, Alby akan bertingkah sebagai seorang ayah yang baik dan berwibawa. Melihat kedatangan Danu, gadis kecil itu langsung ingin di gendong olehnya. "Oh, anak ayah yang cantik. Apa kabar sayang?" tanya Danu sembari menggendong gadis kecil itu. "Kau tahu, seharian ini Alisa terus merengek ingin bertemu denganmu," ucap Alby, sembari membenarkan letak kacamatanya. "Alisa kenapa? Apa Alisa merindukan ayah?" tanya Danu lagi. Alisa mengangguk, dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Danu. Danu menghela napas, kemudian ikut duduk berdampingan dengan Alby yang duduk di atas sofa panjang, ruangannya. "Kau habis bertemu Dara?" tanya Alby. "Ayah, turun! Alisa ingin bermain," ucap Alisa. Danu menurunkan Alisa dari gendongannya, dan membiarka
Dara sudah di perbolehkan untuk pulang, tapi ia harus tetap banyak beristirahat, dan Jessica akan menjadi perawat pribadinya sampai Dara sembuh total. Dan selama itu pula, Danu tidak pernah absen untuk datang ke rumahnya. Seperti saat ini, ia kembali datang dengan pakaian formal. Ia di antar oleh Rio, sedangkan Rio akan kembali ke kantor setelah mengantarnya. Dara yang saat itu tengah bersantai di halaman rumahnya bersama Jessica, tiba-tiba melirik Danu dengan penuh tanya.Bahkan sampai sosok Danu berada di hadapannya sembari tersenyum, dan mengusap keningnya yang berkerut. "Ada apa dengan kerutan ini? Apa sekarang, kau sudah mulai keriput?" godanya. Lalu ia memberi isyarat kepada Jessica untuk pergi meninggalkan mereka berdua."Kenapa kemari? Bukankah ini masih jam kerja?" tanya Dara.Danu mengecup keningnya dengan lembut. "Hm, hari ini aku tidak memiliki banyak pekerjaan di kantor. Aku hanya memiliki satu jadwalmeetingdengan Alby, di jam m
"Ibu .... " ucap Dara, setelah ia membuka kedua kelopak matanya, dan melihat sosok ibunya tengah duduk di samping ranjang pasiennya.Amara tersenyum, dan berdiri untuk mengecup dahi putrinya. "Sayang, bagaimana keadaanmu? Apakah masih sakit?" tanya Amara.Dara menggeleng pelan, "Sudah tidak terlalu. Ibu, dimana Danu?" tanyanya. Karena seingatnya, ia sempat melihat jika lengan pria itu juga terluka.Dara mendadak cemas, apakah keadaan pria itu baik-baik saja? Bagaimana dengan luka di tangannya itu?Amara tersenyum, kemudian berpindah posisi. Agar putrinya bisa melihat keberadaan Danu, yang tengah tertidur di atas sofa panjang yang berada di ruangannya. "Ya tuhan, tubuhnya bisa sakit jika ia tidur di sana," ucapnya khawatir Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa pria itu terlelap seperti itu di atas sofa yang sempit?"Ia tetap memaksa ingin menjagamu. Meski ayah dan ibu memintanya untuk pulang dan beristirahat. Dia sangat mencintaimu sayang ....