Rumah kontrakan Dara, begitu heboh dengan kedatangan Raisa yang tiba-tiba. Wanita itu bahkan tidak berhenti berteriak memanggil namanya, dengan wajah yang terlihat penuh senyum nan merekah, Dara sudah dapat menebak jika wanita itu pasti tengah mendapat kabar yang sangat baik.
"Dara. Dara! Kau harus tahu ini, kau di terima di perusahaan Alfarez Group! Selamat sayangku, aku sangat senang!" serunya dengan satu tarikan napas.
"Apa?!" sosok Amara, langsung mengguncang bahu Raisa. "Apakah yang kau katakan itu benar?" tanyanya.
Kemudian Raisa mengangguk.
"Ya tuhan, Raisa. Rencana kita berhasil!" seru Amara, lantas keduanya saling memeluk penuh rasa gembira dan syukur.
Dara bergeming di tempatnya, mencoba tidak percaya dengan ucapan yang barusan ia dengar. Dara tidak percaya jika ibunya dan juga Raisa telah merencanakan hal yang akan menariknya kepada Danu Alfarez. "Jadi, kalian diam-diam telah mengirim lamaran pekerjaanku ke Alfarez Group?" tanya Dara dengan nada tidak percaya.
Amara dan Raisa melepaskan pelukan mereka, keduanya menatap Dara yang tampak terlihat sendu. "Dara ...." panggil Amara.
Dara menggelengkan kepalanya. "Tidak. Jangan jelaskan apa pun padaku. Kenapa ibu dan Raisa melakukan hal ini padaku?" teriak Dara, dengan napas yang tersengal.
Demi tuhan. Ia sudah mati-matian menutup telinga dari segala sesuatu yang berhubungan Alfarez. Tapi kenapa justru ibu dan sahabatnya malah mendorongnya jatuh ke jurang penuh duri?
Demi tuhan. Tanpa harus bekerja pada Alfarez, ia bisa mendapatkan uang yang cukup untuk biaya hidup mereka. Ia tidak akan datang ke Alfarez, siapa tahu jika Danu memiliki rencana yang buruk kepadanya.
"Dara, kami hanya--"
"Cukup!" seru Dara, tanpa membiarkan Raisa menyelesaikan ucapannya.
"Ibu, apakah pekerjaanku selama ini tidak bisa mencukupi hidup kita? Kenapa ibu diam-diam melakukan semua ini kepadaku? Aku sudah memiliki pekerjaan, dan aku tidak membutuhkan pekerjaan yang lain!" seru Dara, dengan nada yang sedikit tinggi. Setelah itu, Dara tampak sangat marah dan langsung pergi meninggalkan ibunya dan juga Raisa.
Amara hendak mencegah Dara pergi, namun semua itu sudah terlambat, anak itu sudah pergi meninggalkan rumah dengan sepeda miliknya. Amara tidak mengerti, mengapa Dara tiba-tiba bersikap seperti itu? Bukankah belakangan ini ia begitu gigih melamar pekerjaan ke mana-mana? Tapi, kenapa saat kesempatan ini muncul, Dara justru menolaknya tanpa alasan yang jelas.
Raisa menggenggam lengan Amara. "Ibu, mungkin Dara marah karena kita mengirim datanya ke Alfarez tanpa sepengetahuannya. Ibu tenang ya, mungkin Dara butuh waktu," tutur Raisa, mencoba menenangkan ibu Dara.
Amara mengangguk, "Seharusnya, kita memang tidak boleh melakukannya tanpa sepengetahuan Dara," sesalnya.
Sebelumnya, Raisa dan Amara menyusun rencana untuk mengirimkan data diri Dara ke Alfarez Group, Raisa bertanggung jawab membuat akun e-mail untuk Dara, dan mulai mengirimkan data dirinya ke alamat e-mail Alfarez Group. Mengingat sepertinya Dara tidak ada minat untuk melamar pekerjaan di Alfarez. Jadi, mereka diam-diam melakukan semua itu. Dan siapa yang tahu, jika akhirnya Dara terpilih untuk menghadiri wawancara pekerjaan besok.
"Raisa, bagaimana jika Dara terus marah kepada kita? Kau kan tahu, jika hanya Dara yang ku miliki sekarang. Mengingat ayahnya sedang berada di penjara,"
Raisa memeluk Amara. "Maafkan Raisa bu, semua ini karena ide Raisa. Raisa pikir, Dara akan senang dengan ini. Tapi ternyata, Dara justru marah seperti ini. Ibu tenang saja, Raisa akan membujuk Dara agar tidak marah lagi," bujuk Raisa.
Raisa tidak tahu, hal apa yang membuat Dara begitu ingin menjauh dari segala hal yang menyangkut Alfarez. Jika memang tidak ada apa-apa, untuk apa Dara semarah itu saat ia menyampaikan bahwa Dara di terima di Alfarez Group?
Dara, hal apa yang kau sembunyikan dari kami?
***
Dara mungkin sudah sangat keterlaluan pada ibunya barusan. Tapi, Dara benar-benar marah ketika ibunya dan Raisa berencana mendorongnya masuk ke Alfarez Group. Jika saja dahulu ia tidak terlalu angkuh dan menghina Danu dengan keterlaluan, mungkin ia akan sukarela mau bekerja di Alfarez tanpa berpikir panjang. Tapi, ia malu karena apa yang telah ia lakukan kepada Danu dulu. Dara yakin, jika sampai sekarang pria itu juga belum melupakan hal itu, sama sepertinya.
Tiada tempat yang bisa Dara tuju, selain ke taman bermain. Ia duduk di sebuah kursi taman, dengan sepeda miliknya yang terparkir tidak jauh dari tempatnya duduk sembari menatap beberapa anak yang tampak sangat senang berlarian bersama-sama. Diam-diam Dara tersenyum miris, saat kembali mengingat nasibnya selama ini. Tapi, jika di pikir-pikir ini semua sangatlah ganjal baginya. Kenapa dari sekian banyak perusahaan di kota ini, hanya Alfarez Group yang menerima lamarannya?
Sesaat ia tersadar, jika kota ini di kuasai oleh tiga perusahaan besar, dan Alfarez adalah salah satu dari tiga perusahaan tersebut. Seperti yang telah ia ketahui, mereka bisa menggunakan koneksi mereka untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan, termasuk membuat seseorang kesulitan dalam mencari pekerjaan dimana-mana.
Dara mengepalkan kedua tangannya, jika benar ini juga adalah ulah Alfarez, itu berarti Danu sudah memulai pembalasan dendam kepadanya.
"Ya tuhan, apa yang harus ku lakukan? Danu pasti tidak akan melepaskanku begitu saja," gumamnya.
Setelah berpikir panjang, akhirnya Dara memilih untuk menolak datang dan berhubungan dengan Alfarez. Toh, selama ini ia juga baik-baik saja dengan pekerjaannya yang sebagai tukang cuci gosok dari rumah ke rumah. Ia tidak butuh belas kasih dari Alfarez, dan ia tidak akan pernah sudi mengemis-ngemis kepada Danu.
Apa pun rencana pria itu, Dara tetap tidak akan membiarkan pria itu mendapatkannya dengan mudah.
Tidak akan!
Ia akan berusaha sendiri, tanpa harus membutuhkan Alfarez sebagai penolongnya.
Tekadnya sudah sangat bulat, selamanya ia tidak akan pernah berhubungan dengan Alfarez lagi.
Dara berdiri dan mulai mengayuh sepedanya, ia akan mengunjungi ayahnya, untuk menghilangkan sedikit beban pikirannya, sebelum akhirnya nanti ia akan pulang ke rumah dan bertemu dengan ibunya dan juga Raisa.
******
Dara masih marah.
Setidaknya itu yang Amara dan Raisa ketahui, mengingat selama beberapa hari ini Dara semakin giat bekerja, seolah tanpa henti. Biasanya dalam sehari ia hanya akan mencuci untuk dua rumah, tapi beberapa hari ini Dara sepertinya bekerja sangat keras hingga pulang ke rumah saat ibunya sudah tertidur. Atau, jika ia libur melakukan pekerjaannya, ia akan pergi ke kantor polisi untuk menjenguk ayahnya. Sikapnya yang seperti itu, membuat Amara serta Raisa sungguh merasa sangat menyesal.
Dara sungguh-sungguh tidak pergi ke perusahaan Alfarez untuk wawancara, dan Raisa juga sudah mengirimkan e-mail ke Alfarez jika Dara tidak bisa datang, karena sudah memiliki pekerjaan yang baru. Bagaimana pun, ia sangat bersalah karena telah lancang mengirimkan data diri milik Dara, tanpa sepengetahuannya. Jika sudah begini, meminta maaf pada Dara pun percuma saja, dia tidak akan mau memaafkannya. Jadi, Raisa memilih diam dan menunggu sampai Dara memaafkannya.
Dara mengusap peluh di wajahnya, hari ini rasanya begitu sangat berat baginya hingga rsanya ia ingin berteriak dan mengeluh karena semua ini. Tapi, itu akan sia-sia dan tidak akan bisa merubah apa pun.
"Dara! Tolong antarkan ini ke meja di sebelah sana!" titah sang bartender, setelah ia meletakkan dua sloki berisi minuman yang telah ia racik sesuai selera pelanggan itu, di atas nampan.
Dara mengangguk, "Baik kak," ucapnya.
Sang bartender itu tersenyum, "Terimakasih, Dara,"
Dara kembali tersenyum, membawa nampan tersebut beserta dua minuman ke meja yang di tunjuk oleh sang bartender. Selama beberapa hari ini, tidak ada yang tahu jika Dara bekerja sebagai pelayan di sebuah bar, yang lumayan jauh dari tempat tinggalnya. Setiap sore, setelah ia selesai mencuci pakaian, ia bergegas kemari, dan ia akan pulang pukul satu malam setiap harinya.
Dara rela melakukan apa pun, rela bekerja apa pun, asalkan bukan di tempat Danu.
"Tuan, ini minuman Anda ...." ucap Dara, sembari meletakkan nampan itu di atas meja.
Ada dua orang pria tua, yang terlihat genit yang duduk di meja yang Dara hampiri. Dara tentu tidak nyaman, kedua pria itu bahkan berkali-kali menelan ludah sembari menatap tubuh Dara yang berbalut seragam pelayan bar ini. "Hai manis, siapa namamu?"
Dara yang merasa risih dengan kedua orang itu, bergegas meletakkan dua sloki itu di atas meja, dan kemudian bergegas pergi dari sana. Tapi sialnya, salah satu daru pria itu berhasil mencekal pergelangan tangannya, dan menarik Dara mendekat kembali kepada para pria hidung belang itu.
"Eh manis. Kenapa terburu-buru? Kau tidak ingin bekerja pada kami? Kau hanya perlu berbaring di atas ranjang, dan kami akan membayarmu dengan harga yang tinggi," ocehnya.
Dara mencoba melepaskan cekalan tangan pria tua tersebut, namun pria tua yang satunya mulai kurang ajar, dengan meremas bokong Dara dengan sedikit kuat.
"Jangan kurang ajar ya!" serunya.
"Ayolah manis, jangan jual mahal," kedua pria itu mulai meremehkan Dara yang coba meronta beberapa kali.
Dara mencoba meronta, namun musik yang bising itu meredam teriakannya. Ya tuhan, Dara sungguh ingin menangis sekarang. Kenapa ia harus mengalami hal menyedihkan seperti ini?
"Katakan, berapa banyak yang harus kami bayar untuk menikmati tubuh indah ini?" lagi-lagi mereka mencemooh Dara.
Dari kejauhan tampak dua orang pria melihat kejadian yang tidak senonoh itu, dimana satu orang gadis di paksa oleh dua orang pria tua yang mesum, dengan seorang bartender yang coba menolong gadis itu yang justru malah mendapatkan pukulan berkali-kali hingga sang bartender terlihat tersungkur tak berdaya di atas lantai.
"Tunggu ... bukankah itu Dara?" ucap salah satu dari mereka.
Pria satunya hanya mengangkat bahunya acuh, kemudian berbalik ke arah bartender lainnya, meminta sang bartender menuangkan segelas wine termahal untuknya.
"Danu! Itu sungguh Dara!" seru Andra.
Pria bernama Danu itu berdecak, "Lalu? Jika itu Dara, apa urusannya denganku?" ucapnya acuh.
Kedua orang itu, adalah Danu dan Andra. Kebetulan sekali mereka datang ke bar, yang dekat dengan perusahaan Danu. Dan siapa yang sangka, jika mereka berdua melihat Dara. Sebenarnya, Danu sudah tahu. Namun ia bersikap acuh, ia merasa terhina karena Dara lebih memilih bekerja di bar ini, ketimbang bekerja di perusahaannya. Cih! Dara hanya membuat rencananya gagal!
Andra kembali berseru dengan kencang kepada Danu, agar pria itu menolong Dara yang sedang di lecehkan. "Danu sialan! Kau harus membantunya!" seru Andra dengan kesal.
Danu Kemudian menoleh, menatap ke arah Dara. Sial! Ia langsung mengetatkan rahangnya, ketika melihat kedua pria mesum itu merobek pakaian Dara di bagian depan.Shit!Tanpa memedulikan Andra, ia bergegas berlari ke arah Dara dan membuka jasnya, menutupi tubuh depan wanita itu dengan jasnya. "Jangan sentuh wanitaku!" tegas Danu, dengan tatapan tajam andalannya. Nyali kedua pria tua mesum itu langsung ciut. Mereka tentu tahu, siapa pria yang berdiri melindungi gadis di hadapan mereka itu, kedua pria mesum itu tampak terdiam beberapa saat dengan wajah yang memucat. Sial, mereka telah mengusik seorang Alfarez. "Pergi sekarang juga, atau aku akan membuat kalian kehilangan tangan?!" Teriak Danu. Kedua pria tua itu langsung kabur, setelah membayar tagihan mereka dan meninggalkan bar itu dengan segera sebelum Danu Alfarez melakukan ancamannya. "Bagus sekali Dara Ameera. Alih-alih bekerja di perusahaanku, kau lebih me
Tanpa membuang banyak waktu lagi, Danu bergegas membawa Dara masuk ke dalam rumah sakit Andra. Begitu mereka sampai, ia berteriak meminta perawat membawakan brankar untuk Dara yang sudah tidak sadarkan diri. Lalu, tak lama sosok Andra muncul, dan mengarahkan Danu ke ruang rawat untuk perawatan Dara.Sebelumnya, ia memang sudah menelepon Andra untuk menyiapkan satu kamar rawat untuk Dara. Selain karena jarak yang dekat, Danu juga lebih baik membawa Dara ke rumah sakit Andra, untuk menghindari skandal yang akan membuat lawan bisnisnya senang. Kerutan penuh khawatir terlihat jelas di wajah Danu, bahkan ia sampai mendorong sendiri ranjang itu, ke ruangan yang sudah Andra siapkan untuk Dara. Danu benar-benar sangat mencemaskan kondisi Dara saat ini, entahlah sejak pertemuan mereka di bar malam itu, Danu merasasedikitsimpati kepada Dara.Andra menepuk bahu pria itu dengan pelan. “Tenanglah, aku akan memeriksa keadaannya,” ucap Andra, ke
Hari ini, Dara resmi bekerja di restoran cepat saji, ia bekerja sebagi pengantar makanan pesanan dari konsumen. Beruntung dulu ia sangat mahir menggunakan sepeda motor, dan sekarang ia tidak kesulitan mengendarainya untuk bekerja.Seharian ini, Dara tampak sibuk kesana-kemari mengantarkan pesanan, tapi Dara tidak merasa lelah, ia bersyukur saat ini tuhan tidak lagi menyulitkan kehidupannya. Tapi tetap saja, ia masih bertanya-tanya apakah pekerjaan ini ada hubungannya dengan Danu? Jika benar, apa yang sebenarnya yang sedang pria itu rencanakan untuknya?Tapi, apa pun itu Dara akan mencoba untuk tidak memikirkannya, ia hanya ingin fokus bekerja sebelum Danu kembali membuat ulah dengan kehidupannya."Dara!" seru Farhan yang tiba-tiba saja muncul di depan restoran tempatnya bekerja. Pria itu tampak tampan seperti biasanya, hanya saja saat ini ia sedang tidak memakai seragam kepolisian miliknya.Dara langsung tersenyum lebar. Ah, rasanya sudah lama sekali ia t
Dara menghapus air mata nya dengan kasar, selama ia berada di dalamliftentah mengapa air mata nya tidak pernah berhenti untuk mengalir. Beruntung saat ia menaikilift,tidak ada orang lain yang masuk sampai akhirnya ia sampai dilobbyperusahaan milik Danu ini. Seharusnya, ia memang tidak pernah datang kemari dan akhirnya membiarkan dirinya di hina seperti itu oleh Danu, Salsa serta Andrea. Seharusnya ia tahu, jika Danu pasti tidak akan pernah melepaskannya, dan membiarkannya di hina dan menjadi bahan ejekan mereka."Aku benar-benar bodoh," kekehnya miris."Dara? Kau Dara kan?" suara seseorang, baru saja membuyarkan lamunannya barusan. Ia melirik ke arah suara, dan menemukan sosok Alby yang tengah menggendong seorang anak perempuan berusia kira-kira tiga tahunan, sedangkan di samping pria itu ada sosok wanita cantik dengan perut besar, Dara dapat menebak jika wanita itu tengah hamil."Dara! Kau mengingat
"Lepaskan tanganku!" seru Dara, wanita itu langsung menghempaskan lengan Danu dengan kasar. Persetan jika ia akan menjadi pembicaraan semua orang di kantor ini. Mengingat kini ia dan Danu berada di depan gedung perusahaan Danu, yang tentunya cukup sangat ramai di siang hari.Dara masih menatap Danu yang masih tampak bergeming, menatap tangannya yang baru saja ia hempaskan dengan kasar itu. "Tuan Alfarez yang terhormat, ku mohon ... jangan lagi seperti ini. Kita tidak cukup dekat, untuk berjalan bersama, dengan tangan yang saling menggenggam!" serunya.Danu bergeming, baginya Dara tidaklah berubah. Ia tetap mempesona meski dengan tampilan yang sederhana. Dara juga tetap cantik, bahkan saat wanita itu sedang marah dan kesal seperti ini."Kenapa?" ucapan Danu, berhasil membuat tatapan wanita itu beralih kepadanya."Kau tanya kenapa?" tanya Dara.Danu mengangguk, berjalan satu langkah ke hadapan Dara, hingga kini jarak di antara mereka hanya tersisa be
Danu tahu, hal yang paling mustahil di dunia ini adalah membawa Dara ke hadapan ibunya, di saat hubungan mereka sama sekali tidak baik. Danu memijat pelipisnya, kemudian memerhatikan sosok Dara yang tampak sibuk mengantar pesanan, dengan sepeda motor milik restoran tempatnya bekerja.Danu sungguh menyesali kepulangannya ke rumah semalam, yang mengharuskannya bertemu dengan sosok Anggita Alfarez, ibunya. Dan membuat kesepakatan konyol, yang ia sendiri pun bahkan tidak yakin sama sekali, jika ia akan menang.Danu mengerang kesal, mengingat kejadian semalam. Seharusnya, ia memang tidak perlu pulang ke rumah.Damn!Bagaikan seorang pengecut, ia diam-diam memerhatikan, dan mengikuti Dara yang sibuk mengendarai motornya. Setelah semua yang telah ia lakukan, apakah wanita itu akan sudi untuk sekedar bertatap muka dengannya? Saat ini, Danu tidak ingin berharap banyak soal ini. Dan jika, wanita itu hanya meliriknya dengan sekilas pun, untuk saat ini ia suda
BRAK!Tiba-tiba saja, pintu ruangan Danu terbuka dengan kasar. Ketiganya menoleh, dan mendapati sosok Dara berdiri di ambang pintu dengan napas tersengal. Lalu tak lama, sosok Rio menyusul. "Tuan muda maaf, aku sudah melarangnya masuk, tapi--"Danu mengangkat satu tangannya, pertanda ia meminta Rio berhenti berbicara. "Tidak apa-apa Rio. Kau bisa pergi," titah Danu.Rio membungkukkan tubuhnya, kemudian pamit undur diri.Suasana begitu sangat hening, hanya suara langkah kaki Dara dan Danu yang terdengar, mereka berjalan dan berdiri saling berhadapan satu sama lain. Alby dan Andra, yang masih terkejut dengan kedatangan Dara, hanya menyaksikan apa yang akan terjadi di hadapan mereka.PLAK!Danu, Alby dan juga Andra, melebarkan kedua kelopak mata mereka, begitu suara tamparan itu terdengar nyaring, dan mendarat di wajah Danu. Andra sudah ingin bangkit dari duduknya, namun Alby menghentikannya. Ia ingin tahu, apa
Dara langsung menghentikan laju mobil angkutan umum, yang membawanya bersama ibunya dan juga Raisa yang akan pergi menjemput ayahnya yang telah resmi bebas dari penjara. Ucapan ayahnya di telepon barusan, terus terngiang di telinganya. Bagaimana jika, Danu benar-benar akan pergi sebelum mereka saling bertemu dan menyelesaikan semua kesalah pahaman ini?Tanpa memedulikan teriakan ibunya dan juga Raisa, ia langsung turun dari mobil tersebut, dan mencari ojek yang lewat untuk mengantarnya ke Alfarez Group. Ia harus cepat, sebelum ia benar-benar tidak bisa lagi bertemu dengan Danu."Pak, antarkan saya ke Alfarez Group ya. Cepat!" seru Dara.Salah satu tukang ojek itu, memberikan satu buah helm kepada Dara, dan Dara langsung memakai dan juga menaiki motor tersebut. Dengan cemas, ia berharap jika ia belum terlambat. "Cepat sedikit ya pak!" Ucap Dara lagi."Baik mbak,"Selama perjalanan, tanpa sadar air matanya telah tumpah. Ia tidak bisa berhenti memikir
Sembilan bulan kemudian ....Dara baru saja menutup pintu rumah, karena Danu tiba-tiba saja mendapat panggilan mendadak dari kantor, karena ada beberapa masalah yang terjadi di perusahaannya. Danu langsung pergi, dengan Dara yang mengantarkan Danu sampai ke depan rumah, dan memastikan Danu sudah naik ke mobil yang di kendarai oleh Rio.Kening Dara tiba-tiba berkerut, tangannya menyentuh perutnya yang terasa begitu sangat sakit. Sembari meringis pelan, ia mencoba berpegangan pada tembok dan memanggil sang ibu yang selama menjelang masa persalinan Dara, ia menginap di kediaman Dara."Ibu!" teriaknya yang di selingi dengan ringisan."Ibu!" teriaknya lagi.Demi tuhan, Dara sangat kesakitan sekarang. Apakah ia akan segera melahirkan?"Bu!" Dara kembali berteriak.Kemudian sosok sang ibu muncul sembari berlari dengan panik. "Dara! Apa yang terjadi nak?" paniknya.Dara kembali meringis, "Sakit bu," ringisnya.Sang ibu
Waktu terus berlalu, semua hal yang sudah terjadi di tahun sebelumnya, telah Dara ikhlaskan. Sekarang, ia mencoba untuk bangkit dan menata hidup yang baru bersama dengan Danu. Walau terkadang, dirinya masih sangat sedih begitu mengingat saat ia kehilangan bayi di kandungannya. Tapi, Dara sudah ikhlas sepenuhnya. Tuhan lebih menyayangi bayinya maka dari itu tuhan mengambilnya. Selama ini juga ada sahabat-sahabatnya yang selalu menghibur dirinya, apalagi Alisa sekarang sudah begitu sangat akrab kepadanya, gadis kecil itu selalu menginap di kediaman mereka dan mewarnai hari-hari Dara yang semula suram menjadi ceria dan penuh warna. Danu juga sama, ia tidak berhenti melakukan banyak hal yang bisa membuat Dara bahagia dan bangkit dari kesedihannya. Dari sisi mana pun, Dara sungguh sangat beruntung memiliki suami yang sangat menyayanginya, serta bersyukur karena ia di kelilingi banyak orang baik yang juga sangat menyayanginya dalam keadaan apa pun. "Bunda Ala! Kenapa bunda
Beberapa saat setelah kepergian Danu, Dara langsung bergegas pergi ke rumah sakit dan menemui Andra, dengan air mata yang berderai. Ia butuh kejelasan dari orang yang memeriksa kandungannya. Karena Danu mungkin tidak akan pernah mau jujur soal keadaan kandungannya saat ini."Dara? Ada apa kemari? Apakah kandunganmu--""Dimana Andra?" selanya, dengan wajah dan penampilannya yang sedikit berantakan. Bagaimana tidak, wanita itu tiba-tiba datang ke rumah sakit, hanya memakai kaos polos dan celana panjang biasa, juga dengan sepasang sandal rumah sambil menangis.Emilly terkejut mendengar nada datar dari wanita itu. "Dara, Andra sedang memeriksa beberapa pasien, kau bisa menunggu di ruangan--"Dara melewati tubuh Emilly begitu saja. Lalu ia bertanya kepada suster lain, dimana keberadaan Andra."Dara, ada apa sebenarnya?" tanya Emilly lagi. "Kau bisa tenang, dan menunggunya di ruangan--"Dara langsung membalikkan tubuhnya, dan menatap Emilly. "Kau
Beberapa bulan kemudian...Dara menatap sesuatu di lengannya dengan bergetar, sembari menatapnya dengan tidak percaya. Saat itu, kebetulan Danu baru saja pulang bekerja, ia langsung berhambur memeluk sang suami sembari menangis. Hingga membuat sang suami begitu terkejut, tentang apa gerangan yang membuat istrinya itu menangis seperti ini.."Ada apa sayang? Kenapa menangis?" tanya Danu.Dara tetap menangis di pelukannya, Danu melepaskan pelukan itu dan menatap wajah Dara dengan penuh khawatir. "Kenapa sayang? Hey, kenapa menangis?" ulangnya, sembari mengusap air mata Dara.Dara memberikan sebuahtestpackdi tangannya kepada Danu. Pria itu menghela napas pelan, "Sayang, sudah ku bilang berapa kali. Tidak masalah, jika kita belum punya anak sekarang,""Lihat dulu!" ujarnya sembari terisak.Danu kembali menghela napas, terkadang ia juga sempat kesal dengan Dara, yang sering kali tidak pernah mendengarkan ucapannya, wa
Setelah keduanya kabur di pesta pernikahan mereka, kini keduanya telah sampai di lobi Prayoga hotel, dengan mengenakan pakaian pernikahan mereka, yang langsung di sambut oleh beberapa petugas hotel itu menyambut kedatangan mereka berdua. Sepertinya, Alby memang sudah merencanakan semuanya dengan sangat baik."Danu, apa ini?" tanya Dara yang masih tidak mengerti, mengapa ia dan Danu harus kabur dari pernikahan, dan pergi ke Prayoga hotel?"Kau akan tahu nanti," katanya, yang membuat Dara semakin penasaran. Astaga, suaminya ini benar-benar sangat gila. Bagaimana bisa, ia mengajaknya kabur di hari pernikahan mereka?"Tuan dan Nona muda Alfarez, selamat datang di hotel kami. Saya akan membawa kalian berdua, ke kamar yang sudah di siapkan khusus oleh tuan muda Alby," jelas salah satu wanita, yang bekerja sebagai resepsionis di hotel ini."Sebelumnya, apakah anda sudah menerima kartu aksesnya?" tanyanya kembali.Danu mengangguk, "Sudah," singkatnya
Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya hari ini telah tiba juga. Tidak ada dekorasi yang begitu mewah. Semuanya di tata sesuai keinginan kedua mempelai, yang memang tidak menginginkan pesta yang begitu mewah, karena pernikahan mereka bukan di gelar untuk menunjukkan seberapa banyak kekayaan yang di miliki oleh keluarganya. Meski di gelar dengan sederhana, namun semuanya telah di tata dengan begitu rapi dan tetap terlihat elegan. Para tamu undangan sudah datang, dan menikmati hidangan yang tersedia di acara pernikahan mewah, dari putra sulung keluarga Alfarez.Berbeda dengan Alby, tuan muda Alfarez itu tidak memilih menggelar pestanya di gedung mewah. Namun, ia lebih memilih menggelar pesta di tempat terbuka, dengan temaGarden Party. Meski di gelar di luar ruangan, namun semuanya begitu sangat mewah dan menawan. Kini, semua mata para undangan itu tertuju ke altar, di mana sang mempelai pria sudah berdiri di hadapan seorang pendeta, dan juga sang mempelai
Alby tidak mengamuk, atau pun marah kepadanya yang datang sangat terlambat. Danu beruntung karena Alisa kecil ikut dengan pria itu. Jika saja tidak ada Alisa, ia mungkin sudah mengamuk. Namun, karena datang bersama Alisa, Alby akan bertingkah sebagai seorang ayah yang baik dan berwibawa. Melihat kedatangan Danu, gadis kecil itu langsung ingin di gendong olehnya. "Oh, anak ayah yang cantik. Apa kabar sayang?" tanya Danu sembari menggendong gadis kecil itu. "Kau tahu, seharian ini Alisa terus merengek ingin bertemu denganmu," ucap Alby, sembari membenarkan letak kacamatanya. "Alisa kenapa? Apa Alisa merindukan ayah?" tanya Danu lagi. Alisa mengangguk, dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Danu. Danu menghela napas, kemudian ikut duduk berdampingan dengan Alby yang duduk di atas sofa panjang, ruangannya. "Kau habis bertemu Dara?" tanya Alby. "Ayah, turun! Alisa ingin bermain," ucap Alisa. Danu menurunkan Alisa dari gendongannya, dan membiarka
Dara sudah di perbolehkan untuk pulang, tapi ia harus tetap banyak beristirahat, dan Jessica akan menjadi perawat pribadinya sampai Dara sembuh total. Dan selama itu pula, Danu tidak pernah absen untuk datang ke rumahnya. Seperti saat ini, ia kembali datang dengan pakaian formal. Ia di antar oleh Rio, sedangkan Rio akan kembali ke kantor setelah mengantarnya. Dara yang saat itu tengah bersantai di halaman rumahnya bersama Jessica, tiba-tiba melirik Danu dengan penuh tanya.Bahkan sampai sosok Danu berada di hadapannya sembari tersenyum, dan mengusap keningnya yang berkerut. "Ada apa dengan kerutan ini? Apa sekarang, kau sudah mulai keriput?" godanya. Lalu ia memberi isyarat kepada Jessica untuk pergi meninggalkan mereka berdua."Kenapa kemari? Bukankah ini masih jam kerja?" tanya Dara.Danu mengecup keningnya dengan lembut. "Hm, hari ini aku tidak memiliki banyak pekerjaan di kantor. Aku hanya memiliki satu jadwalmeetingdengan Alby, di jam m
"Ibu .... " ucap Dara, setelah ia membuka kedua kelopak matanya, dan melihat sosok ibunya tengah duduk di samping ranjang pasiennya.Amara tersenyum, dan berdiri untuk mengecup dahi putrinya. "Sayang, bagaimana keadaanmu? Apakah masih sakit?" tanya Amara.Dara menggeleng pelan, "Sudah tidak terlalu. Ibu, dimana Danu?" tanyanya. Karena seingatnya, ia sempat melihat jika lengan pria itu juga terluka.Dara mendadak cemas, apakah keadaan pria itu baik-baik saja? Bagaimana dengan luka di tangannya itu?Amara tersenyum, kemudian berpindah posisi. Agar putrinya bisa melihat keberadaan Danu, yang tengah tertidur di atas sofa panjang yang berada di ruangannya. "Ya tuhan, tubuhnya bisa sakit jika ia tidur di sana," ucapnya khawatir Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa pria itu terlelap seperti itu di atas sofa yang sempit?"Ia tetap memaksa ingin menjagamu. Meski ayah dan ibu memintanya untuk pulang dan beristirahat. Dia sangat mencintaimu sayang ....