Senja kini berganti malam, Nia mulai bersiap-siap untuk pergi ke restoran bersama 3Z. Sesuai dengan perjanjian yang kalah harus mentraktir yang menang makan malam termewah. Dengan menggunakan dress berwarna silver dengan rambut yang terurai, Nia terlihat begitu mempesona. 3Z sedang menunggu di depan, ketika Nia datang ketiganya begitu takjub melihatnya.
"OMG Hellow... Kak Nia, you are so beautiful. Aku sampai pangling kak, kalau di banding dengan pacarku kakak number one, seandainya saja kakak seumuran denganku kakak akan aku jadikan pacar." puji Ziad. "Ehemmm... " "Ya sudah kalau gitu sebaiknya kita berempat segera berangkat."ajak Zian. Semuanya memasuki mobil dan berangkat ke restoran. Ponsel Ziad terus saja berbunyi entah siapa yang menghubunginya, tetapi Ziad tidak menghiraukannya. Satu jam perjalanan mereka berempat akhirnya sampai di restoran, restoran itu terlihat begitu mewah. Nia mulai melangkah dengan anggunnya memasuki restoran itu diteLibur panjang akhir ujian telah berakhir, kini waktunya kembali untuk menjalani aktivitas sekolah seperti biasanya namun dengan nuansa kelas yang berbeda, 3Z sudah kelas tiga yang artinya masa untuk bermain-main sudah berakhir. Kini mereka harus fokus terhadap masa depan yang menanti mereka di luar sana. 3Z mulai serius untuk belajar meski nilai mereka memuaskan di setiap mata pelajaran namun tidak membuat mereka untuk berhenti belajar atau merasa puas. Waktu jalan, shoping atau kumpul bareng dikurangi, karena kelas tiga ini mereka harus benar-benar fokus agar bisa masuk ke universitas yang cukup bergengsi secara bersama, karena itu merupakan kesepakatan 3Z akan selalu bersama dan sekolah ditempat yang sama.Di perpustakaan Zain mencari beberapa buku sebagai referensi untuk bacaannya, saat hendak mengambil buku yang diinginkan tak sengaja tangannya menyenggol buku lain dan terjatuh sampai mengenai seseorang dari balik lemari.Aww...!!Zain langsung bergega
Di hari minggu, Zian selalu nampak berlari pagi mulai jarang terlihat. Zain berlari seorang diri di taman, Ziad yang sekarang sudah punya pacar jadi lari di hari minggu sudah tidak lagi baginya. Zain seorang diri di taman, mendengarkan lagu sama sekali tidak bisa menghibur rasa kesepiannya. Beberapa menit istirahat ia mulai melanjutkan larinya, berdiam seorang diri taman membuatnya sedikit minder, karena di taman penuh sepasang kekasih yang tengah menikmati pagi minggu yang indah. Zain terus berlari kemana arah angin menuntunnya, tanpa disadari ia sampai di Danau Biru."Hah...ternyata aku bisa berlari sampai sejauh ini." pikirnya.Seorang gadis berambut panjang terurai, bersandar di bawah pohon sambil memainkan gitar. Perlahan Zain menghapiri gadis itu, gadis itu mulai mendengar suara langkah kaki mendekatinya gadis itu merasa takut dan tidak menengok ke belakang sedikit pun. Tiba-tiba bunyi hp Zain berdering, mengalihkan pandangannya sejenak. Dengan sigap gadis it
Sebulan pun berlalu, hubungan Zain dengan Marina masih romantis-romantisnya, mereka berdua pergi ke danau biru untuk merayakan hari jadiannya yang ke sebulan."Kita mau kemana sih sayang?" kata Marina dengan mesranya."Kita akan pergi ke suatu tempat yang sangat spesial." kata Zain.Di villa Ziad, Naya dan Zian menunggu Zain dan Marina untuk belajar bersama. Namun mereka berdua tak kunjung datang hingga Naya menjadi kesal dibuatnya."Mereka berdua kemana sih?!" ketus Naya."Zian, kamu tahu kemana perginya Zain?" tanya Ziad."Tidak, sejak pulang sekolah aku tidak pernah melihatnya bahkan akhir-akhir ini aku jarang melihat Zain." kata Zian."Aku perhatikan kalian bertiga jarang sekali kumpul bareng sekarang ini." kata Naya."Iya, aku sering menghabiskan waktu di perpustakaan dan sepulang sekolah pun aku mengurung diri. Kita bertiga paling kumpul cuma hari minggu aja." kata Zian."Iya, tapi minggu-minggu i
Satu minggu berlalu, setelah pertengkaran hebat Zian dan Zain yang mengakibatkan Zian harus masuk ke rumah sakit lagi. Tidak seperti sebelumnya Zain dan Ziad yang biasanya selalu menemani Zian di rumah sakit tak terlihat lagi bersama. Ziad dan Naya yang menemani Zian, saat ia tengah mengalami masa kritisnya. Zain tak pernah menjenguk Zian sekali pun ke rumah sakit, entah dia takut menatap wajah Zian setelah apa yang ia perbuat padanya."Bagaimana kondisimu sekarang Zian?" tanya Ziad."Alhamdulillah sudah baikan." jawab Zian yang masih merasakan sakit di kepalanya.Suara pintu terbuka, mereka bertiga berfikir kalau yang datang adalah Zain, tetapi tidak. Marina membawa parsel buah untuk Zian.Hai Zian, bagaimana kabarmu?"sapa Marina."Aku tidak bisa bebohong kalau aku baik-baik saja, kamu bisa melihat sendiri keadaanku yang sekarang." kata Zian."Semoga kamu lekas sembuh ya, karena sebentar lagi kita mau UN" kata Marina."Iya.""Aku tidak menyangka
"Ayah, aku ingin main kuda-kudaan.""Maaf ya nak, ayah tidak bisa. Ayah masih banyak kerjaan.""Ya ayah sibuk terus, tidak ada waktu buat Zian." kata Zian kecil sambil cemberut."Baiklah, ayo naik!""Yippy.... yippy.. "Kebahagian Zian kecil terpancar di kedua bola matanya, tak sedikit pun kesedihan melanda keluarga Zian. Saat itu usia Zian lima tahun, keluarganya masih lengkap dan utuh. Kebahagian keluarga Zian tidak berlangsung lama, kehadiran adik ayah merubah semuanya. Perselisihan terus saja terjadi terhadap kedua saudara itu, perselisihan masalah harta warisan dari mendiang kakek. Padahal harta warisan itu sudah dibagi rata bahkan paman Ayan mendapatkan warisan paling banyak, tetapi begitulah ia terus saja menagih haknya pada ayah.Saat itu hujan sangat deras, ayah belum pulang ke rumah, karena ada beberapa kerjaan yang belum selesai di kantor."Ayah, kapan pulang?" telpon Zian."Iya nak, kerjaan ayah sudah selesai. S
Ibu Zian sudah menceritakan pada kakaknya tentang kepindahannya dengan Zian, awalnya ayah Zain tidak setuju dengan keputusan adeknya itu, tetapi dengan berbagai pertimbangan ia pun setuju dengan keputusan adeknya."Lalu kapan kalian akan pindah?" tanya ayah Zain."Pagi ini jam sepuluh." jawab ibu Zian."Secepat itu, Zian apakah kamu tidak ingin tinggal bersama pakde lagi, karena Zain?""Bukan begitu, Pakde. Pakde sudah seperti Ayah bagiku, pakde juga sudah banyak menolong aku dan Ibu. Aku tidak ingin merepotkan pakde lagi.""Baiklah jika itu keputusan kalian berdua, tapi ingat jika kalian perlu sesuatu segera hubungi kami." pesan ayah Zain."Iya Pakde. Aku akan sering main kesini."Zian dan ibuny berpamitan, ayah Zain sebenarnya tidak mengizinkan keponakan dan adeknya harus meninggalkan villa tersebut. Nia tidak tahu kalau Zian akan pindah, ia masih saja memantau Zain dengan Marina."Ternyata mereka pacaran, jadi selama ini apa y
Nia pulang ke rumah sekitar jam sepuluh, ia tidak pergi ke kantor untuk bekerja. Bik Imah, pembantu di villa itu menyiapkan makanan untuk Nia, tetapi ia sudah makan di rumah Zian. Bik Imah pun menyimpan makanan itu ke dalam kulkas agar tidak basi, Nia terus melangkah menuju kamarnya. Ia sama sekali tidak menghiraukan sekelilingnya, bibik berusaha menanyakan apakah ia mau dibuatkan teh atau coklat panas, namun ia tidak menanggapinya dan terus saja berjalan. Di kamar, Nia merebahkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamar, ia memikirkan bagaimana caranya agar kedua saudaranya itu bisa akur kembali.Tok.! Tok..!"Masuk!!""Saya bawakan coklat panas dan pisang goreng." kata bik Imah."Ya ampun... Bibik tidak usah repot-repot." ucap Nia sambil mengambil nampan yang berisi segelas coklat panas dan sepiring pisang goreng yang masih hangat."Lagi ada masalah ya non? Bibik perhatikan akhir-akhir ini non Nia sering sekali melamun?"
Setelah melihat bukti-bukti baru yang dibawa Ziad dkk. Polisi akhirnya memutuskan untuk membebaskan Zain dari penjara. Nia sangat bersyukur akhirnya adeknya bisa bebas dari penjara, ia mengucapkan terima kasih pada Ziad dkk."Syukurlah kamu bisa bebas Zain." kata Zian sambil memegang bahu Zain.Zain mengacuhkan perkataan Zian, lalu menghampiri Ziad dan Naya."Ziad, terima kasih ya."Ziad sebenarnya ingin mengatakan pada Zain kalau itu semua berkat Zian, bukan hanya dirinya saja, tetapi Zian malah menyuruh Ziad untuk tidak mengatakannya."Iya sama-sama." kata Ziad kemudian memeluk Zain.Semuanya kembali pulang ke rumah bersama, tetapi Zian masih saja diacuhkan oleh Zain. Naya dan Nia merasa sangat kasihan pada Zian, entah kenapa Zain hanya membersikap seperti hanya pada Zian saja. Nia menghampiri Zian dan tersenyum padanya, kesedihan di wajah Zian hilang setelah Nia menghampirinya."Ayok kita pulang bersama-sama!" ajak