Angel memainkan pisau lipat yang ia sembunyikan di dompetnya. Senyum gadis itu terlihat bahagia, bahkan wajahnya nampak berseri-seri.
Pisau itu ia goreskan di lengan kirinya. Nampak darah keluar, tetapi Angel malah tertawa. "Darah dibalas darah. Begitu juga keluargamu Damian. Darah orang tuaku akan segera terbalaskan!"
"Angel sedang apa kamu?" Angel tersentak. Dirinya melempar pisau itu asal, lalu menyembunyikan kanan kiri yang terluka.
Damian tiba-tiba saja datang dan mengejutkannya. Laki-laki itu memicingkan mata, gelagat Angel nampak mengherankan.
"Angel?" Damian mencoba memanggil Angel yang tidak menjawab pertanyaannya.
"Ah, apa?"
"Saya tanya sedang apa kamu? Di bawah semua orang sudah menunggu," ujar Damian diselingi pertanyaan yang sama.
"Ungh, gue lagi siap-siap. Lo kenapa ke sini si? Tanpa lo jemput juga gue dateng!"
Damian justru mendekati Angel. Laki-laki itu melepaskan tali pinggang di baju Angel. "Saya tidak suka semua orang memerhatikan pinggang mu yang ramping karena tali sialan ini," ucap Damian. Angel gugup. Dirinya pikir, Damian tahu tentang luka di lengannya.
"Ini kedodoran! Lo beliin baju kayak daster ibu hamil aja!" sungut Angel.
"Buat pengalaman. Nanti kan kita juga punya baby," balas Damian.
"Baby apanya lagi? Lo nonton film romantis mulu si halunya nggak ada obat. Besok-besok jedotin kepala tu di tembok. Sampe gue tua, sekarat sekalipun males kali bikin baby sama lo!"
"Sekarang mungkin tidak mau. Tapi kita tidak tahu hari besok kan? Siapa tahu justru kamu yang nyerahin diri."
Angel menunjukkan jari tengahnya. Berdebat dengan Damian tidak akan ada habisnya. Lebih baik begini, mengalah saja.
"Lihat saja nanti, My Angel."
***
"Semua sudah lapar. Kalian ngulur waktu." Sang Mama berujar ketus saat Angel mulai mengambil tempat duduk.
"Damian ke kamar mandi dulu, Ma. Angel nunggu Dami."
Angel menoleh. Apa, sedang menutupi kesalahan dia? Ingin Angel berterima kasih? Laki-laki ini memang pintar bersandiwara dan berbohong!
"Angel, menantu di sini selalu membantu Mama masak. Mama lihat kamu begitu sibuk sampai tidak mau membantu menyiapkan makan malam bersama?" Sang Mama—Lina—kembali menyudutkan Angel.
"Ma, Angel sibuk jadi istri yang baik buat Dami. Lagi pula masih ada Yura dan Ana," balas Damian lagi. Padahal Angel ingin menjawabnya. Tentu akan lebih pedas.
"Sudah-sudah, makan. Dami, setelah ini temui Papa di ruangan itu." Angel menoleh pada Damian yang membalas dengan anggukan saja.
Damian mengamati Angel yang masih tetap anggun dalam makan. Apalagi dirinya begitu cocok dengan setelan malam yang sengaja Damian beli.
Tatapan Damian jatuh pada lengan kiri Angel. Keningnya berkerut. Tangan kanannya reflek memegang tangan Angel. Hal itu membuat Angel terkejut. Itu tepat di mana Damian menekan lukanya. Angel menoleh, tatapannya begitu horor, tetapi Damian justru semakin menekan luka itu. Bahkan, darahnya masih keluar walau tak sebanyak tadi.
"Berikan alasan kenapa ini bisa terjadi." Damian berbisik. Membuat rambut-rambut kecil Angel naik. Merinding.
"Ini sakit, Dam!" Angel berbisik sambil menahan sakit. Andai tidak di depan keluarga, sudah pasti Angel melempar piring makannya.
***
Sesi makan malam satu keluarga sudah selesai. Kini, Angel diperintahkan oleh Damian untuk ke kamar terlebih dahulu karena dirinya ada urusan dengan papanya.
Angel berdiri, dirinya mengepalkan tangan. "Ih, pengen gue gebuk dari belakang!" umpatnya. Angel penasaran, di mana tempat yang jadi tujuan mereka berdua. Bahkan mereka menyebutnya ruangan 'itu' tentu Angel curiga. Dirinya dengan pelan dan melihat ke segala arah berjalan mengikuti Damian dan papanya dari belakang.
Angel bersembunyi di balik dinding. Mereka berdua masuk ke dalam sebuah ruangan rahasia. Bahkan masuk ke dalam rumah ini, Damian tidak memperkenalkan tempat ini. Ruangannya berada di paling ujung mansion. Gelap sekali tanpa pencahayaan.
"Sial dikunci." Angel merapatkan telinganya di pintu. Berharap bisa mendengar obrolan mereka.
"Apa yang kau lakukan Damian? Kau ingin keluarga kita hancur? Jawab Papa!"
"Pa ...."
"Sudahlah Damian. Papa tidak ingin semua orang tahu, ini rahasia keluarga kita saja. Bahkan jika istrimu tau, kamu habis di tangan Papa!"
"Damian permisi."
Angel mundur perlangkah. Apa ini ada hubungannya dengan dia, keluarganya juga kejahatan-kejahatan mereka? Sungguh kejam!
Angel berlari, meninggalkan tempat itu saat mendengar Damian ingin pergi.
"Angel, kamu ngikutin saya?" Sialan, Angel ketahuan. Damian berlari mendekat pada Angel. Gadis itu gelagapan, alasan apa yang harus dirinya pakai?
"Em, itu, gue—"
"Bukankah saya bilang jangan pernah ikut campur atau menguping pembicaraan orang lain? Tidak sopan, sepertinya kamu cukup dewasa," potong Damian.
"Gue nggak nguping! Lagi pula lo kenapa nyimpulin kalau gue ngikutin lo si?"
"Ya karena saya suruh kamu ke ruangan kita bukan ke sini di mana hanya aku dan papa yang harusnya datang," kelakar Damian tentu membuat Angel tidak bisa berbicara lagi.
Melihat Angel yang gugup, Damian kembali berbicara, "Lain kali jangan ulangi lagi. Ayo saya masih ingat tentang luka itu. Kamu ada hutang untuk menjelaskan apa yang terjadi."
***
"Angel, luka kecil atau luka besar, itu akan menyakitkan. Ini seperti bukan luka tidak sengaja. Jangan coba-coba bohong." Damian menggulung perban di lengan Angel yang terluka. Sejak tadi dirinya yang terus menyerocos tidak ada henti membuat Angel ingin sekali menendangnya hingga terjengkang. Lucu mungkin.
"Gue sengaja lakuin nya. Puas?"
"Dalam hal apa? Kamu caper sama saya?"
Angel menepis tangan Damian kasar. Lalu berdiri sambil memperlihatkan napasnya yang menggebu-gebu. "Gr banget si lo! Lagi pula ini nggak sakit. Lo aja yang lebay!"
"Yakin tidak sakit? Tadi saya tekan kamu meringis minta dilepas. Jangan lukai apapun lagi yang menyangkut tubuh kamu. Itu membuat jelek." Damian berdiri dari duduknya. Dia ingin pergi mandi.
Angel bergeming sesaat lalu bertanya sangat serius, "Lo serius gue keliatan jelek barusan?" Sepertinya Angel termakan godaan Damian barusan.
"Hem, maka dari itu jangan lakukan lagi. Saya mau mandi, kamu mau mandi bareng saya?"
Sialan. Angel sudah di hadapan Damian sekarang. "Damian!"
"Apa, Sayang? Mandi bareng, ayo!" Damian benar-benar membuat Angel marah. Bahkan kini matanya melotot sempurna dengan bibirnya yang komat-kamit.
"Gue mandi duluan!" Angel menutup pintunya begitu kencang. Damian cekikikan dibuatnya. Benar-benar menggemaskan. Andai tidak galak, Damian pasti sudah menghajar bibir indahnya itu.
Angel melupakan satu hal. Dia tidak membawa handuk ke kamar mandi. Sudah terlanjur basah begini. Baju kotor sudah dimasukkan ke dalam mesin cuci. Astaga, ini berkat kecerobohannya.
"Damian!" Angel berteriak. Meminta ambilkan handuk untuknya.
"Tutup mata lo!" Angel membuka sedikit celah pintu. Dirinya melihat Damian yang benar-benar berbalik badan padahal dirinya menyuruh untuk tutup mata. Malahan.
"Lain kali jangan lupa bawa handuk. Jangan mikirin saya terus."
"Angel, saya sulit mengatakan ini, tapi saya diharuskan bicaranya." Angel memutar bola matanya malas. Sejak tadi Damian berbelit-belit tidak langsung ke dalam intinya saja. Membosankan!"Gue nggak ada waktu ya! Lagi pula lo kenapa nggak berangkat kerja si?" Gadis itu berkacak pinggang. Menatap jengkel pada Damian yang justru masih mengenakan pakaian santai."Nah itu masalahnya.""Apa?""Saya ambil cuti untuk tiket honey moon kita."Angel terbelalak. Tiket? Honey moon? Kurang ajar, apa lagi mau Damian ini."Bukan saya yang memesan. Itu anak-anak kantor, saya tidak bisa menolaknya. Tidak lama hanya dua hari satu malam," jelas Damian saat Angel mulai mengeluarkan tanduknya. Napasnya saja sudah menggebu-gebu. Siap-siap deh dapat semprotan lagi."Lo kan bosnya. Sok nggak enakan banget si. Pokoknya gue nggak mau! Udah ada perjanjian di awal s
Sore ini begitu cerah. Udara sejuk dengan angin yang menginginkan balasan sapa dari manusia. Burung-burung kecil berterbangan saling baris menghiasi angkasa. Awan-awan, seperti permen kapas yang disukai anak kecil. Membentang, berjalan saling berpelukan di atas sana.Damian mengajak Angel untuk mengunjungi pantai yang tempatnya tidak jauh dari penginapan yang ia seharusnya pakai untuk berbulan madu. Namun, ini kan bukan kisah percintaan seperti orang lain. Damian harus mengalah, jangankan untuk berbulan madu, untuk mendapatkan sekadar cinta dari Angel saja sangat sulit."Pantainya bagus ya?" Angel dan Damian duduk di batuan karang, mengamati gulungan ombak yang membasahi bibir pantai."Biasa aja. Lo nggak pernah main ke sini ya? Keliatan noraknya," ejek Angel. Namun, yang membuat Angel aneh, adalah Damian. Laki-laki itu malah tersenyum, lalu mengarahkan ponselnya ke pantai. Menekan icon kamera, lalu memotretnya.&nb
Damian menggenggam kotak berisi martabak ketan keju yang baru saja ia beli. Dia banyak bertanya pada sekretarisnya, apa yang membuat mood perempuan itu membaik. Katanya, perempuan identik dengan yang manis-manis. Semoga saja ini berhasil.Iya, Damian dan Angel sudah pulang dari bulan madu yang tidak bisa disebut bulan madu itu. Iya, mereka tetap melakukan hal yang sama di sana. Tidur pisah ranjang, Damian yang selalu mengalah untuk tidur di sofa."Pak, maaf jika saya lancang. Istri Bapak yang waktu itu pernah saya temui ketika kita mau bertemu client?"Damian berdeham, selanjutnya tersenyum tanpa ragu mengangguk. "Iya, dia istri saya. Kenapa?""Saya rasa dia tidak cocok dengan Anda, Pak. Sifatnya bertolak belakang dengan Bapak. Saya cukup terkejut ketika lihat tidak sopannya dia sama Bapak. Terlebih merokok, maaf jika saya berbicara cukup jauh, Pak."Damian memang menga
Malam ini, Angel harus benar-benar bisa melancarkan aksinya. Dia harus mendapatkan rekaman cctv yang sudah pasti diambil terlebih dahulu oleh keluarga Rajendra. Ruangan itu, menjadi tempat tersangka pertama bagi Angel masuk.Bermodalkan senter ponsel, memakai kardigan hitam dengan kupluk yang menutupi kepalanya. Angel keluar menutup pintu dengan pelan, karena Damian sudah benar-benar terlelap dalam tidur.Malam di mansion begitu gelap. Hampir seluruh ruangan dimatikan, ralat bukan hampir, tetapi semua. Bahkan Angel kesusahan untuk melihat. Sudah satu bulan, tidak terasa dia tinggal di sini. Dan parahnya belum mendapatkan apa-apa. Hatinya masih penuh luka belum satupun terjahit dibenahi.Angel, menghela napas berat. Dia menghidupkan senter ponselnya. Lalu berjalan menuruni tangga, ruangan itu ada di tangga sebelah sana. Menyebalkan memang, kenapa tempat seistimewa ini, dan keluarga sekaya ini ternyata didapatkan dar
Hari ini adalah hari yang ditunggu Angel, sebab kejutan yang sudah dijanjikan oleh Damian, lusa lalu. Tidak tahu kenapa, ini justru yang membuatnya menunggu seperti ini. Bahkan sekarang, Angel sering merasa jantungnya berdebar merasa aneh di dalam sana. Bukan cinta, karena Angel tahu betul dia benar-benar ingin membatasinya. Dia bukannya sudah berjanji untuk tetap membenci Damian dan keluarganya sampai kapanpun?Ponsel Angel berdering. Membuat pikirannya yang kosong terpenuhi oleh dengung suara yang ditimbulkan dari sang penelepon.'Halo, Sayang. Minggu depan aku pulang. Parfumnya udah aku beli buat kamu. Seneng nggak?'Gerald, kekasihnya yang menelpon. Angel senang, bahkan dia sudah memposisikan duduk dengan kaki kiri berada di atas kaki kanannya. Bibirnya melengkung sempurna lalu menjawab, "Halo, Ge. Iya seneng kok. Aku jemput ya?"'Emang gapapa sama suami kamu?'"Emang ada urusa
Seperti biasa, Damian meninggalkan note kecil di pintu kulkas. Sudah ada sepiring ketoprak yang ia beli dari mamang gerobak keliling. Mungkin, Damian tidak sempat untuk memasak. Angel baru bangun tidur jam delapan pagi. Kalau saja, dia bukan istri dari orang kaya. Angel sudah pasti dimarahi oleh mertuanya, terlebih mama Damian begitu sinisnya dengan Angel.Bersyukur seharusnya Angel. Makan ada yang masakin, baju ada yang nyuciin, bahkan lantai pun ada yang mengepel kalau Angel sudah malas-malas benar.Melihat ketoprak, membuat Angel hilang selera makan. Entah kenapa dia menginginkan nasi goreng buatan Damian. Padahal rasa ketoprak dan nasi goreng sangat jauh. "Ck, masih mending nggak kelaperan lo, Ngel." Dia bergumam sendiri, lantas menyendok sayuran ke mulutnya.Sekarang, Angel sudah selesai membersihkan diri. Dia mengambil ancang-ancang untuk duduk, sebelum akhirnya dibuat berdiri lagi lantaran ketukan pintu dari
Angel benar-benar mengunci pintu kamar mandi. Menghindar dari Damian. Kurang ajar, dia seperti psychopath sekarang. Mengerikan, senyumnya itu lho, yang membuat Angel parno sendiri. Mengingat perkataan Damian, "Bersiaplah, My Angel." Bukan, bukan jalan pikiran Angel yang kotor. Namun, siapa si yang tidak berpikir sejauh itu kalau keadaan Damian saja mabuk? Tentu, Angel takut jika pikirannya adalah benar. Kalau saja itu terjadi. Angel Pastikan, Damian mati ditempat. Tak peduli bagaimana hidupnya setelah itu di depan keluarga Rajendra. Ini demi harga dirinya.Angel takut. Damian tidak sekalipun menggedor pintu. Namun, gadis itu tetap memilih bermalam di kamar mandi. Untung saja orang kaya memiliki kamar mandi yang luas. Dingin serasa menusuk tulang-tulang Angel. Namun, tidak peduli, dia tetap akan berjaga malam ini. Siapa tahu, Damian nekat dan membobol pintunya. Atau bahkan dia punya kunci serep. Dari pada disuguhi semacam hantu dengan wajah berdarah-darah, Dami
"Dia istri saya. Kenapa kalian bertindak tidak sopan seperti itu padanya?"Seperti dihantam petir di siang bolong. Satpam dan karyawan-karyawan lainnya dibuat mati kutu oleh ucapan Damian baru saja. Mereka bergeming. Hal itu membuat Damian kembali bersuara."Saya pikir kantor ini tidak memandang apapun itu dari luarnya. Apa karena pakaian istri saya? Kalian tidak bisu untuk menjawab pertanyaan saya," kata Damian. Raut wajahnya terlihat marah. Melihat bagaimana karyawannya memperlakukan Angel seperti tadi."Maaf, Pak. Tapi ibu tadi tidak mencerminkan istri Bapak. Terlalu bertolak belakang, apalagi bahasanya yang tidak sopan memanggil Bapak. Saya pikir ibu tadi pengacau. Maafkan saya, Pak." Satpam akhirnya berujar juga. Terlihat rautnya panik, dia takut Damian akan memecatnya."Dia terpaut umur yang sangat jauh dari saya. Wajar sikapnya seperti itu. Jangan ulangi lagi. Saya bing