Share

Rahasia Dibalik Rahasia

Angel meraba benda yang melekat di dahinya. Kain lipat, Angel membuangnya. Kepala gadis itu pusing, terpaksa bangun karena cahaya matahari sudah menyilaukan. Menatap sebuah baskom berisi air di atas nakas. Siapa yang mengompresnya? Apa Damian? 

"Angel, sudah bangun?" Damian tiba-tiba saja datang dari arah kamar mandi. 

"Aaaaa!" Angel berteriak menutup wajahnya. Damian datang hanya dengan lilitan handuk bagian bawahnya. Kurang ajar! 

"Lho, kamu kok teriak. Ada yang aneh sama saya?" Damian berdiri kikuk. Melihat istrinya yang justru tetap memilih menutupi wajahnya. 

"Aneh banget! Lo kenapa nggak pake baju si? Mau pamer badan sama gue?" Angel berucap sambil menutup rapat matanya. 

Damian geli sendiri. Dia malah berjalan mendekat pada Angel. Tanpa ragu, Damian mengecup pipi Angel lalu pergi. 

Angel terkesiap. Dia melotot saat merasakan ada bibir yang menempel di pipinya baru saja. "Damian lancang lo ya!" Angel berteriak. 

"Tidak lancang, saya hanya mengecup pipi istri sendiri, nggak salah," jawabnya santai sembari mengancingkan kemejanya. 

Angel mengumpat. Berbicara kotor pada Damian. Bisa-bisanya, dia berani menyentuh pipi Angel. Angel turun dari ranjang dan berlalu ke kamar mandi. Memercikkan air, membasuh kasar pipinya agar bekas Damian hilang. 

"Damian, laki-laki berdarah pembunuh lancang sekali dirimu!" Angel terus menggosokkan pipinya. Seperti benar-benar noda bagi Angel. 

Selesai. Angel keluar. Tidak ada Damian, ke mana dia? Angel mulai berjalan, tiba-tiba pendengarannya mendengar sesuatu. Dari arah balkon. Angel mendekat, itu suara Damian. 

"Jangan sampai orang tahu siapa saya. Pastikan mereka tetap mengenal saya seperti biasanya. Jaga rahasia ini, kalau tidak. Kamu saya pecat!" 

Angel menutup mulutnya. Matanya menerawang tajam, mungkinkah Damian akan melakukan hal jahat lagi? Tapi, dengan siapa? 

Angel melamun, sampai tidak sadar Damian berada di hadapannya. "Sedang apa kamu berdiri di sini?" Angel tersadar. Kini tatapannya beralih pada mata Damian yang terasa menusuk. Bahkan suaranya begitu dingin. Auranya juga seperti Angel tidak mengenali siapa Damian yang selalu meringis terus. 

"Saya tanya. Kenapa berdiri di sini? Kamu sedang menguping pembicaraan saya di telpon?" tanya Damian lagi. Angel mundur, dia menyelipkan rambut kecilnya di belakang telinga. Dia gugup. 

"Gu-gue berdiri doang cari angin. Memang salah!" alibi Angel. Damian tetap berjalan maju mendekati Angel.  

"Tidak sopan menguping pembicaraan orang lain." Berucap seperti itu Damian langsung pergi tanpa pamit. Angel bisa bernapas. Dia memegang jantungnya yang berdegup kencang saat Damian tiba-tiba berubah seperti vampir yang akan menghisap darahnya. Euh, ngeri sekali! 

"Apa si, nggak jelas lo!" Angel menendang angin. Dia kesal, terlihat seperti orang ketakutan tadi. Sialan, laki-laki itu benar-benar satu orang yang punya banyak kepribadian. Dikit-dikit meringis, cengar-cengir, dikit-dikit dingin. Manusia apa sebenarnya dia?

***

"Ada apa?" Angel menatap datar pada laki-laki di depannya. Dia bersedekap dada, lalu berujar kembali, "aku tidak punya banyak waktu." 

"Maaf untuk hal menjijikkan yang seharusnya tidak pernah ada di otakku malam itu. Aku menyesal." Laki-laki itu Gerald. Kini dirinya memberikan ucapan maaf dengan sebuket bunga mawar. Tentu Gerald tahu, ini kelemahan Angel. Gadis itu penyuka bunga mawar. Apalagi merah dan biru. Itu benar-benar favoritnya. 

"Apa ini? Tengah membujukku?" 

Gerald tertawa, ketika melihat Angel akhirnya luluh. Dia menerima buket itu. "Maafkan aku. Aku benar-benar menyesal. Hubungan kita tetap berjalan kan, Sayang?" 

"Em, itu begitu fatal, Ge. Bisakah aku percaya kamu tidak lagi melakukan itu?" tanya Angel.

Gerald mengangguk. "Percayalah. Aku berjanji tidak lagi melakukan itu. Aku akan setia menunggumu. Kamu tidak akan mencintai suamimu itu bukan?" 

"Tidak akan pernah. Dia yang membunuh orang tuaku. Mana mungkin aku lebih memilih cinta darinya daripada mereka? Lagi pula paman sudah punya rencana untukku." 

"Ungh, apa itu?" tanya Gerald. 

"Paman minta aku harus melakukan ...." Angel menerangkan semuanya apa yang ia bicarakan pada pamannya beberapa hari yang lalu. 

Gerald mengangguk. Lalu menggenggam tangan Angel. "Aku tidak bisa membantumu. Jangan khawatir, aku akan mendoakan mu. Besok aku harus kembali lagi. Kamu mau mengantarku?" tanya Gerald. 

"Boleh. Ngomong-ngomong aku belum memaafkan dirimu!" Angel tertawa, dia menjulurkan lidahnya pada Gerald yang kini mengejar dirinya. 

"Ada kedai es krim, kupikir kamu menyukai stroberi dan coklat!" Gerald berteriak. Membungkuk mengatur napasnya ketika melihat Angel berhenti ketika mendengar teriakannya mengenai es krim. 

"Belikan aku lima mangkuk. Aku akan memaafkan mu!" balasnya dengan teriakan. 

***

"Malam-malam begini, baru pulang. Kamu dari mana saja?" Damian berdiri di depan pintu. Seperti ayah yang tengah memergoki anaknya pulang larut malam bersama kekasihnya. 

"Main sebentar. Kenapa, lo mau ngatur-ngatur gue?" Angel menatap sengit. Dirinya hendak melengos pergi, tetapi Damian mencekal lengannya. 

"Dengan laki-laki itu lagi?" tanya Damian.

"Ya, dia pacar gue. Bukannya lo belum terlalu tua buat pikun ya? Ck ck makanya kerja mulu si!" 

"Saya suami kamu kalau kamu lupa. Tidak ada yang boleh berpacaran ketika sudah menikah," ujar Damian.

"Lah kok ngatur? Ini kan udah jadi kesepakatan kita. Lo juga boleh kok pacaran. Mau satu, dua, bahkan tiga perempuan sekaligus."

"Kenapa kamu enteng sekali bicara seperti itu?" 

"Karena lo nggak penting. Suami cuma status aja, Bapak Damian terhormat. Udah deh, jangan sok jadi suami beneran!" 

"Saya memang suami kamu!" 

"Lo kok bentak gue si?"

"Angel, hati saya sakit. Sungguh. Sepertinya alasan kamu membenci saya tidak hanya sekedar perjodohan."

Angel tersenyum mengejek. Lalu bertanya, "Lah punya hati lo? Gue pikir nggak. Udah ah, gue ngantuk. Jadi laki nggak boleh cerewet malu sama pisang!" Angel melengos pergi. Sedang Damian memilih berdiri di tempatnya. 

"Saya tidak tahu apa alasan kebencian kamu pada saya, Angel. Tapi bukan itu yang jadi pertanyaan saya. Saya selalu bertanya. Kenapa saya bisa mencintai kamu? Bahkan sejak dulu."

"Sejak dulu? Gue bahkan baru kenal sama lo, Damian," beo Angel.

"Ada satu hal yang harus saya cari tahu." 

"Soal?" 

"Kamu penasaran ya bertanya pada saya?" 

"Dih, orang gue cuma tanya doang. Salah siapa kalau ngomong banyak ngelanturnya!" 

Di kamar, Damian menggelar karpet untuknya tidur. Dia sudah berjanji tidak akan tidur seranjang dengan Angel. Ya, tidak apa, setidaknya istrinya itu tidak akan merasa kedinginan dan kesakitan tidur di lantai. 

"Mimpi indah. Kamu tahu, aku cemburu lagi melihatmu dengan laki-laki yang disebut pacar itu. Bisakah aku melenyapkannya dari bumi agar kamu berpaling darinya?" 

Angel belum tidur sepenuhnya. Dia mengumpat dalam hati. Sialan. Dasar psychopath! Kalau hobinya membunuh begini, Angel tidak heran. Bahkan mereka dengan bangganya membunuh dua orang yang Angel sayang demi sebuah harta yang bahkan tidak akan mereka bawa mati. 

"Saya punya rahasia. Tapi saya tidak ingin kamu tahu walaupun kamu istri saya. Em, sudahlah. Ini kebiasaan baru berbicara dengan orang yang sudah tidur. Selamat tidur, My Angel."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status