Angel meraba benda yang melekat di dahinya. Kain lipat, Angel membuangnya. Kepala gadis itu pusing, terpaksa bangun karena cahaya matahari sudah menyilaukan. Menatap sebuah baskom berisi air di atas nakas. Siapa yang mengompresnya? Apa Damian?
"Angel, sudah bangun?" Damian tiba-tiba saja datang dari arah kamar mandi.
"Aaaaa!" Angel berteriak menutup wajahnya. Damian datang hanya dengan lilitan handuk bagian bawahnya. Kurang ajar!
"Lho, kamu kok teriak. Ada yang aneh sama saya?" Damian berdiri kikuk. Melihat istrinya yang justru tetap memilih menutupi wajahnya.
"Aneh banget! Lo kenapa nggak pake baju si? Mau pamer badan sama gue?" Angel berucap sambil menutup rapat matanya.
Damian geli sendiri. Dia malah berjalan mendekat pada Angel. Tanpa ragu, Damian mengecup pipi Angel lalu pergi.
Angel terkesiap. Dia melotot saat merasakan ada bibir yang menempel di pipinya baru saja. "Damian lancang lo ya!" Angel berteriak.
"Tidak lancang, saya hanya mengecup pipi istri sendiri, nggak salah," jawabnya santai sembari mengancingkan kemejanya.
Angel mengumpat. Berbicara kotor pada Damian. Bisa-bisanya, dia berani menyentuh pipi Angel. Angel turun dari ranjang dan berlalu ke kamar mandi. Memercikkan air, membasuh kasar pipinya agar bekas Damian hilang.
"Damian, laki-laki berdarah pembunuh lancang sekali dirimu!" Angel terus menggosokkan pipinya. Seperti benar-benar noda bagi Angel.
Selesai. Angel keluar. Tidak ada Damian, ke mana dia? Angel mulai berjalan, tiba-tiba pendengarannya mendengar sesuatu. Dari arah balkon. Angel mendekat, itu suara Damian.
"Jangan sampai orang tahu siapa saya. Pastikan mereka tetap mengenal saya seperti biasanya. Jaga rahasia ini, kalau tidak. Kamu saya pecat!"
Angel menutup mulutnya. Matanya menerawang tajam, mungkinkah Damian akan melakukan hal jahat lagi? Tapi, dengan siapa?
Angel melamun, sampai tidak sadar Damian berada di hadapannya. "Sedang apa kamu berdiri di sini?" Angel tersadar. Kini tatapannya beralih pada mata Damian yang terasa menusuk. Bahkan suaranya begitu dingin. Auranya juga seperti Angel tidak mengenali siapa Damian yang selalu meringis terus.
"Saya tanya. Kenapa berdiri di sini? Kamu sedang menguping pembicaraan saya di telpon?" tanya Damian lagi. Angel mundur, dia menyelipkan rambut kecilnya di belakang telinga. Dia gugup.
"Gu-gue berdiri doang cari angin. Memang salah!" alibi Angel. Damian tetap berjalan maju mendekati Angel.
"Tidak sopan menguping pembicaraan orang lain." Berucap seperti itu Damian langsung pergi tanpa pamit. Angel bisa bernapas. Dia memegang jantungnya yang berdegup kencang saat Damian tiba-tiba berubah seperti vampir yang akan menghisap darahnya. Euh, ngeri sekali!
"Apa si, nggak jelas lo!" Angel menendang angin. Dia kesal, terlihat seperti orang ketakutan tadi. Sialan, laki-laki itu benar-benar satu orang yang punya banyak kepribadian. Dikit-dikit meringis, cengar-cengir, dikit-dikit dingin. Manusia apa sebenarnya dia?
***
"Ada apa?" Angel menatap datar pada laki-laki di depannya. Dia bersedekap dada, lalu berujar kembali, "aku tidak punya banyak waktu."
"Maaf untuk hal menjijikkan yang seharusnya tidak pernah ada di otakku malam itu. Aku menyesal." Laki-laki itu Gerald. Kini dirinya memberikan ucapan maaf dengan sebuket bunga mawar. Tentu Gerald tahu, ini kelemahan Angel. Gadis itu penyuka bunga mawar. Apalagi merah dan biru. Itu benar-benar favoritnya.
"Apa ini? Tengah membujukku?"
Gerald tertawa, ketika melihat Angel akhirnya luluh. Dia menerima buket itu. "Maafkan aku. Aku benar-benar menyesal. Hubungan kita tetap berjalan kan, Sayang?"
"Em, itu begitu fatal, Ge. Bisakah aku percaya kamu tidak lagi melakukan itu?" tanya Angel.
Gerald mengangguk. "Percayalah. Aku berjanji tidak lagi melakukan itu. Aku akan setia menunggumu. Kamu tidak akan mencintai suamimu itu bukan?"
"Tidak akan pernah. Dia yang membunuh orang tuaku. Mana mungkin aku lebih memilih cinta darinya daripada mereka? Lagi pula paman sudah punya rencana untukku."
"Ungh, apa itu?" tanya Gerald.
"Paman minta aku harus melakukan ...." Angel menerangkan semuanya apa yang ia bicarakan pada pamannya beberapa hari yang lalu.
Gerald mengangguk. Lalu menggenggam tangan Angel. "Aku tidak bisa membantumu. Jangan khawatir, aku akan mendoakan mu. Besok aku harus kembali lagi. Kamu mau mengantarku?" tanya Gerald.
"Boleh. Ngomong-ngomong aku belum memaafkan dirimu!" Angel tertawa, dia menjulurkan lidahnya pada Gerald yang kini mengejar dirinya.
"Ada kedai es krim, kupikir kamu menyukai stroberi dan coklat!" Gerald berteriak. Membungkuk mengatur napasnya ketika melihat Angel berhenti ketika mendengar teriakannya mengenai es krim.
"Belikan aku lima mangkuk. Aku akan memaafkan mu!" balasnya dengan teriakan.
***
"Malam-malam begini, baru pulang. Kamu dari mana saja?" Damian berdiri di depan pintu. Seperti ayah yang tengah memergoki anaknya pulang larut malam bersama kekasihnya.
"Main sebentar. Kenapa, lo mau ngatur-ngatur gue?" Angel menatap sengit. Dirinya hendak melengos pergi, tetapi Damian mencekal lengannya.
"Dengan laki-laki itu lagi?" tanya Damian.
"Ya, dia pacar gue. Bukannya lo belum terlalu tua buat pikun ya? Ck ck makanya kerja mulu si!"
"Saya suami kamu kalau kamu lupa. Tidak ada yang boleh berpacaran ketika sudah menikah," ujar Damian.
"Lah kok ngatur? Ini kan udah jadi kesepakatan kita. Lo juga boleh kok pacaran. Mau satu, dua, bahkan tiga perempuan sekaligus."
"Kenapa kamu enteng sekali bicara seperti itu?"
"Karena lo nggak penting. Suami cuma status aja, Bapak Damian terhormat. Udah deh, jangan sok jadi suami beneran!"
"Saya memang suami kamu!"
"Lo kok bentak gue si?"
"Angel, hati saya sakit. Sungguh. Sepertinya alasan kamu membenci saya tidak hanya sekedar perjodohan."
Angel tersenyum mengejek. Lalu bertanya, "Lah punya hati lo? Gue pikir nggak. Udah ah, gue ngantuk. Jadi laki nggak boleh cerewet malu sama pisang!" Angel melengos pergi. Sedang Damian memilih berdiri di tempatnya.
"Saya tidak tahu apa alasan kebencian kamu pada saya, Angel. Tapi bukan itu yang jadi pertanyaan saya. Saya selalu bertanya. Kenapa saya bisa mencintai kamu? Bahkan sejak dulu."
"Sejak dulu? Gue bahkan baru kenal sama lo, Damian," beo Angel.
"Ada satu hal yang harus saya cari tahu."
"Soal?"
"Kamu penasaran ya bertanya pada saya?"
"Dih, orang gue cuma tanya doang. Salah siapa kalau ngomong banyak ngelanturnya!"
Di kamar, Damian menggelar karpet untuknya tidur. Dia sudah berjanji tidak akan tidur seranjang dengan Angel. Ya, tidak apa, setidaknya istrinya itu tidak akan merasa kedinginan dan kesakitan tidur di lantai.
"Mimpi indah. Kamu tahu, aku cemburu lagi melihatmu dengan laki-laki yang disebut pacar itu. Bisakah aku melenyapkannya dari bumi agar kamu berpaling darinya?"
Angel belum tidur sepenuhnya. Dia mengumpat dalam hati. Sialan. Dasar psychopath! Kalau hobinya membunuh begini, Angel tidak heran. Bahkan mereka dengan bangganya membunuh dua orang yang Angel sayang demi sebuah harta yang bahkan tidak akan mereka bawa mati.
"Saya punya rahasia. Tapi saya tidak ingin kamu tahu walaupun kamu istri saya. Em, sudahlah. Ini kebiasaan baru berbicara dengan orang yang sudah tidur. Selamat tidur, My Angel."
Angel memainkan pisau lipat yang ia sembunyikan di dompetnya. Senyum gadis itu terlihat bahagia, bahkan wajahnya nampak berseri-seri.Pisau itu ia goreskan di lengan kirinya. Nampak darah keluar, tetapi Angel malah tertawa. "Darah dibalas darah. Begitu juga keluargamu Damian. Darah orang tuaku akan segera terbalaskan!""Angel sedang apa kamu?" Angel tersentak. Dirinya melempar pisau itu asal, lalu menyembunyikan kanan kiri yang terluka.Damian tiba-tiba saja datang dan mengejutkannya. Laki-laki itu memicingkan mata, gelagat Angel nampak mengherankan."Angel?" Damian mencoba memanggil Angel yang tidak menjawab pertanyaannya."Ah, apa?""Saya tanya sedang apa kamu? Di bawah semua orang sudah menunggu," ujar Damian diselingi pertanyaan yang sama."Ungh, gue lagi siap-siap. Lo kenapa ke sini si? Tanpa lo jemput juga gue dateng!"
"Angel, saya sulit mengatakan ini, tapi saya diharuskan bicaranya." Angel memutar bola matanya malas. Sejak tadi Damian berbelit-belit tidak langsung ke dalam intinya saja. Membosankan!"Gue nggak ada waktu ya! Lagi pula lo kenapa nggak berangkat kerja si?" Gadis itu berkacak pinggang. Menatap jengkel pada Damian yang justru masih mengenakan pakaian santai."Nah itu masalahnya.""Apa?""Saya ambil cuti untuk tiket honey moon kita."Angel terbelalak. Tiket? Honey moon? Kurang ajar, apa lagi mau Damian ini."Bukan saya yang memesan. Itu anak-anak kantor, saya tidak bisa menolaknya. Tidak lama hanya dua hari satu malam," jelas Damian saat Angel mulai mengeluarkan tanduknya. Napasnya saja sudah menggebu-gebu. Siap-siap deh dapat semprotan lagi."Lo kan bosnya. Sok nggak enakan banget si. Pokoknya gue nggak mau! Udah ada perjanjian di awal s
Sore ini begitu cerah. Udara sejuk dengan angin yang menginginkan balasan sapa dari manusia. Burung-burung kecil berterbangan saling baris menghiasi angkasa. Awan-awan, seperti permen kapas yang disukai anak kecil. Membentang, berjalan saling berpelukan di atas sana.Damian mengajak Angel untuk mengunjungi pantai yang tempatnya tidak jauh dari penginapan yang ia seharusnya pakai untuk berbulan madu. Namun, ini kan bukan kisah percintaan seperti orang lain. Damian harus mengalah, jangankan untuk berbulan madu, untuk mendapatkan sekadar cinta dari Angel saja sangat sulit."Pantainya bagus ya?" Angel dan Damian duduk di batuan karang, mengamati gulungan ombak yang membasahi bibir pantai."Biasa aja. Lo nggak pernah main ke sini ya? Keliatan noraknya," ejek Angel. Namun, yang membuat Angel aneh, adalah Damian. Laki-laki itu malah tersenyum, lalu mengarahkan ponselnya ke pantai. Menekan icon kamera, lalu memotretnya.&nb
Damian menggenggam kotak berisi martabak ketan keju yang baru saja ia beli. Dia banyak bertanya pada sekretarisnya, apa yang membuat mood perempuan itu membaik. Katanya, perempuan identik dengan yang manis-manis. Semoga saja ini berhasil.Iya, Damian dan Angel sudah pulang dari bulan madu yang tidak bisa disebut bulan madu itu. Iya, mereka tetap melakukan hal yang sama di sana. Tidur pisah ranjang, Damian yang selalu mengalah untuk tidur di sofa."Pak, maaf jika saya lancang. Istri Bapak yang waktu itu pernah saya temui ketika kita mau bertemu client?"Damian berdeham, selanjutnya tersenyum tanpa ragu mengangguk. "Iya, dia istri saya. Kenapa?""Saya rasa dia tidak cocok dengan Anda, Pak. Sifatnya bertolak belakang dengan Bapak. Saya cukup terkejut ketika lihat tidak sopannya dia sama Bapak. Terlebih merokok, maaf jika saya berbicara cukup jauh, Pak."Damian memang menga
Malam ini, Angel harus benar-benar bisa melancarkan aksinya. Dia harus mendapatkan rekaman cctv yang sudah pasti diambil terlebih dahulu oleh keluarga Rajendra. Ruangan itu, menjadi tempat tersangka pertama bagi Angel masuk.Bermodalkan senter ponsel, memakai kardigan hitam dengan kupluk yang menutupi kepalanya. Angel keluar menutup pintu dengan pelan, karena Damian sudah benar-benar terlelap dalam tidur.Malam di mansion begitu gelap. Hampir seluruh ruangan dimatikan, ralat bukan hampir, tetapi semua. Bahkan Angel kesusahan untuk melihat. Sudah satu bulan, tidak terasa dia tinggal di sini. Dan parahnya belum mendapatkan apa-apa. Hatinya masih penuh luka belum satupun terjahit dibenahi.Angel, menghela napas berat. Dia menghidupkan senter ponselnya. Lalu berjalan menuruni tangga, ruangan itu ada di tangga sebelah sana. Menyebalkan memang, kenapa tempat seistimewa ini, dan keluarga sekaya ini ternyata didapatkan dar
Hari ini adalah hari yang ditunggu Angel, sebab kejutan yang sudah dijanjikan oleh Damian, lusa lalu. Tidak tahu kenapa, ini justru yang membuatnya menunggu seperti ini. Bahkan sekarang, Angel sering merasa jantungnya berdebar merasa aneh di dalam sana. Bukan cinta, karena Angel tahu betul dia benar-benar ingin membatasinya. Dia bukannya sudah berjanji untuk tetap membenci Damian dan keluarganya sampai kapanpun?Ponsel Angel berdering. Membuat pikirannya yang kosong terpenuhi oleh dengung suara yang ditimbulkan dari sang penelepon.'Halo, Sayang. Minggu depan aku pulang. Parfumnya udah aku beli buat kamu. Seneng nggak?'Gerald, kekasihnya yang menelpon. Angel senang, bahkan dia sudah memposisikan duduk dengan kaki kiri berada di atas kaki kanannya. Bibirnya melengkung sempurna lalu menjawab, "Halo, Ge. Iya seneng kok. Aku jemput ya?"'Emang gapapa sama suami kamu?'"Emang ada urusa
Seperti biasa, Damian meninggalkan note kecil di pintu kulkas. Sudah ada sepiring ketoprak yang ia beli dari mamang gerobak keliling. Mungkin, Damian tidak sempat untuk memasak. Angel baru bangun tidur jam delapan pagi. Kalau saja, dia bukan istri dari orang kaya. Angel sudah pasti dimarahi oleh mertuanya, terlebih mama Damian begitu sinisnya dengan Angel.Bersyukur seharusnya Angel. Makan ada yang masakin, baju ada yang nyuciin, bahkan lantai pun ada yang mengepel kalau Angel sudah malas-malas benar.Melihat ketoprak, membuat Angel hilang selera makan. Entah kenapa dia menginginkan nasi goreng buatan Damian. Padahal rasa ketoprak dan nasi goreng sangat jauh. "Ck, masih mending nggak kelaperan lo, Ngel." Dia bergumam sendiri, lantas menyendok sayuran ke mulutnya.Sekarang, Angel sudah selesai membersihkan diri. Dia mengambil ancang-ancang untuk duduk, sebelum akhirnya dibuat berdiri lagi lantaran ketukan pintu dari
Angel benar-benar mengunci pintu kamar mandi. Menghindar dari Damian. Kurang ajar, dia seperti psychopath sekarang. Mengerikan, senyumnya itu lho, yang membuat Angel parno sendiri. Mengingat perkataan Damian, "Bersiaplah, My Angel." Bukan, bukan jalan pikiran Angel yang kotor. Namun, siapa si yang tidak berpikir sejauh itu kalau keadaan Damian saja mabuk? Tentu, Angel takut jika pikirannya adalah benar. Kalau saja itu terjadi. Angel Pastikan, Damian mati ditempat. Tak peduli bagaimana hidupnya setelah itu di depan keluarga Rajendra. Ini demi harga dirinya.Angel takut. Damian tidak sekalipun menggedor pintu. Namun, gadis itu tetap memilih bermalam di kamar mandi. Untung saja orang kaya memiliki kamar mandi yang luas. Dingin serasa menusuk tulang-tulang Angel. Namun, tidak peduli, dia tetap akan berjaga malam ini. Siapa tahu, Damian nekat dan membobol pintunya. Atau bahkan dia punya kunci serep. Dari pada disuguhi semacam hantu dengan wajah berdarah-darah, Dami