"Angel, saya sulit mengatakan ini, tapi saya diharuskan bicaranya." Angel memutar bola matanya malas. Sejak tadi Damian berbelit-belit tidak langsung ke dalam intinya saja. Membosankan!
"Gue nggak ada waktu ya! Lagi pula lo kenapa nggak berangkat kerja si?" Gadis itu berkacak pinggang. Menatap jengkel pada Damian yang justru masih mengenakan pakaian santai.
"Nah itu masalahnya."
"Apa?"
"Saya ambil cuti untuk tiket honey moon kita."
Angel terbelalak. Tiket? Honey moon? Kurang ajar, apa lagi mau Damian ini.
"Bukan saya yang memesan. Itu anak-anak kantor, saya tidak bisa menolaknya. Tidak lama hanya dua hari satu malam," jelas Damian saat Angel mulai mengeluarkan tanduknya. Napasnya saja sudah menggebu-gebu. Siap-siap deh dapat semprotan lagi.
"Lo kan bosnya. Sok nggak enakan banget si. Pokoknya gue nggak mau! Udah ada perjanjian di awal s
Sore ini begitu cerah. Udara sejuk dengan angin yang menginginkan balasan sapa dari manusia. Burung-burung kecil berterbangan saling baris menghiasi angkasa. Awan-awan, seperti permen kapas yang disukai anak kecil. Membentang, berjalan saling berpelukan di atas sana.Damian mengajak Angel untuk mengunjungi pantai yang tempatnya tidak jauh dari penginapan yang ia seharusnya pakai untuk berbulan madu. Namun, ini kan bukan kisah percintaan seperti orang lain. Damian harus mengalah, jangankan untuk berbulan madu, untuk mendapatkan sekadar cinta dari Angel saja sangat sulit."Pantainya bagus ya?" Angel dan Damian duduk di batuan karang, mengamati gulungan ombak yang membasahi bibir pantai."Biasa aja. Lo nggak pernah main ke sini ya? Keliatan noraknya," ejek Angel. Namun, yang membuat Angel aneh, adalah Damian. Laki-laki itu malah tersenyum, lalu mengarahkan ponselnya ke pantai. Menekan icon kamera, lalu memotretnya.&nb
Damian menggenggam kotak berisi martabak ketan keju yang baru saja ia beli. Dia banyak bertanya pada sekretarisnya, apa yang membuat mood perempuan itu membaik. Katanya, perempuan identik dengan yang manis-manis. Semoga saja ini berhasil.Iya, Damian dan Angel sudah pulang dari bulan madu yang tidak bisa disebut bulan madu itu. Iya, mereka tetap melakukan hal yang sama di sana. Tidur pisah ranjang, Damian yang selalu mengalah untuk tidur di sofa."Pak, maaf jika saya lancang. Istri Bapak yang waktu itu pernah saya temui ketika kita mau bertemu client?"Damian berdeham, selanjutnya tersenyum tanpa ragu mengangguk. "Iya, dia istri saya. Kenapa?""Saya rasa dia tidak cocok dengan Anda, Pak. Sifatnya bertolak belakang dengan Bapak. Saya cukup terkejut ketika lihat tidak sopannya dia sama Bapak. Terlebih merokok, maaf jika saya berbicara cukup jauh, Pak."Damian memang menga
Malam ini, Angel harus benar-benar bisa melancarkan aksinya. Dia harus mendapatkan rekaman cctv yang sudah pasti diambil terlebih dahulu oleh keluarga Rajendra. Ruangan itu, menjadi tempat tersangka pertama bagi Angel masuk.Bermodalkan senter ponsel, memakai kardigan hitam dengan kupluk yang menutupi kepalanya. Angel keluar menutup pintu dengan pelan, karena Damian sudah benar-benar terlelap dalam tidur.Malam di mansion begitu gelap. Hampir seluruh ruangan dimatikan, ralat bukan hampir, tetapi semua. Bahkan Angel kesusahan untuk melihat. Sudah satu bulan, tidak terasa dia tinggal di sini. Dan parahnya belum mendapatkan apa-apa. Hatinya masih penuh luka belum satupun terjahit dibenahi.Angel, menghela napas berat. Dia menghidupkan senter ponselnya. Lalu berjalan menuruni tangga, ruangan itu ada di tangga sebelah sana. Menyebalkan memang, kenapa tempat seistimewa ini, dan keluarga sekaya ini ternyata didapatkan dar
Hari ini adalah hari yang ditunggu Angel, sebab kejutan yang sudah dijanjikan oleh Damian, lusa lalu. Tidak tahu kenapa, ini justru yang membuatnya menunggu seperti ini. Bahkan sekarang, Angel sering merasa jantungnya berdebar merasa aneh di dalam sana. Bukan cinta, karena Angel tahu betul dia benar-benar ingin membatasinya. Dia bukannya sudah berjanji untuk tetap membenci Damian dan keluarganya sampai kapanpun?Ponsel Angel berdering. Membuat pikirannya yang kosong terpenuhi oleh dengung suara yang ditimbulkan dari sang penelepon.'Halo, Sayang. Minggu depan aku pulang. Parfumnya udah aku beli buat kamu. Seneng nggak?'Gerald, kekasihnya yang menelpon. Angel senang, bahkan dia sudah memposisikan duduk dengan kaki kiri berada di atas kaki kanannya. Bibirnya melengkung sempurna lalu menjawab, "Halo, Ge. Iya seneng kok. Aku jemput ya?"'Emang gapapa sama suami kamu?'"Emang ada urusa
Seperti biasa, Damian meninggalkan note kecil di pintu kulkas. Sudah ada sepiring ketoprak yang ia beli dari mamang gerobak keliling. Mungkin, Damian tidak sempat untuk memasak. Angel baru bangun tidur jam delapan pagi. Kalau saja, dia bukan istri dari orang kaya. Angel sudah pasti dimarahi oleh mertuanya, terlebih mama Damian begitu sinisnya dengan Angel.Bersyukur seharusnya Angel. Makan ada yang masakin, baju ada yang nyuciin, bahkan lantai pun ada yang mengepel kalau Angel sudah malas-malas benar.Melihat ketoprak, membuat Angel hilang selera makan. Entah kenapa dia menginginkan nasi goreng buatan Damian. Padahal rasa ketoprak dan nasi goreng sangat jauh. "Ck, masih mending nggak kelaperan lo, Ngel." Dia bergumam sendiri, lantas menyendok sayuran ke mulutnya.Sekarang, Angel sudah selesai membersihkan diri. Dia mengambil ancang-ancang untuk duduk, sebelum akhirnya dibuat berdiri lagi lantaran ketukan pintu dari
Angel benar-benar mengunci pintu kamar mandi. Menghindar dari Damian. Kurang ajar, dia seperti psychopath sekarang. Mengerikan, senyumnya itu lho, yang membuat Angel parno sendiri. Mengingat perkataan Damian, "Bersiaplah, My Angel." Bukan, bukan jalan pikiran Angel yang kotor. Namun, siapa si yang tidak berpikir sejauh itu kalau keadaan Damian saja mabuk? Tentu, Angel takut jika pikirannya adalah benar. Kalau saja itu terjadi. Angel Pastikan, Damian mati ditempat. Tak peduli bagaimana hidupnya setelah itu di depan keluarga Rajendra. Ini demi harga dirinya.Angel takut. Damian tidak sekalipun menggedor pintu. Namun, gadis itu tetap memilih bermalam di kamar mandi. Untung saja orang kaya memiliki kamar mandi yang luas. Dingin serasa menusuk tulang-tulang Angel. Namun, tidak peduli, dia tetap akan berjaga malam ini. Siapa tahu, Damian nekat dan membobol pintunya. Atau bahkan dia punya kunci serep. Dari pada disuguhi semacam hantu dengan wajah berdarah-darah, Dami
"Dia istri saya. Kenapa kalian bertindak tidak sopan seperti itu padanya?"Seperti dihantam petir di siang bolong. Satpam dan karyawan-karyawan lainnya dibuat mati kutu oleh ucapan Damian baru saja. Mereka bergeming. Hal itu membuat Damian kembali bersuara."Saya pikir kantor ini tidak memandang apapun itu dari luarnya. Apa karena pakaian istri saya? Kalian tidak bisu untuk menjawab pertanyaan saya," kata Damian. Raut wajahnya terlihat marah. Melihat bagaimana karyawannya memperlakukan Angel seperti tadi."Maaf, Pak. Tapi ibu tadi tidak mencerminkan istri Bapak. Terlalu bertolak belakang, apalagi bahasanya yang tidak sopan memanggil Bapak. Saya pikir ibu tadi pengacau. Maafkan saya, Pak." Satpam akhirnya berujar juga. Terlihat rautnya panik, dia takut Damian akan memecatnya."Dia terpaut umur yang sangat jauh dari saya. Wajar sikapnya seperti itu. Jangan ulangi lagi. Saya bing
Angel terkejut saat tangan besar mengambil paksa ponsel yang berada di telinganya. Dia menoleh, Damian menatapnya begitu datar. Matanya menusuk, Angel gugup."Memang siapa dirimu yang lancangnya pegang ponsel saya?" Suara Damian membuat alunan jantung Angel kencang."G-gue, bukan lancang. Tadi ada yang telfon, gue angkat karena gue pikir penting," kata Angel."Penting atau tidaknya bukan urusan kamu. Lagi pula kamu yang batasi di antara kita kan? Jadi, jangan lancang." Setelah berujar seperti itu, Damian berbalik arah dan hendak pergi."Siapa wanita tadi?" Angel ingin memukul mulutnya sendiri. Dia tidak bisa mengontrol perasaan kesalnya."Dia mantan kekasih saya. Ada masalah sama kamu?""Oh, gue cuma tanya. Biasa aja dong!"Angel membuang napas panjang. Ada apa dengan hatinya yang sesak setelah mendengar kalimat 'mantan keka