Angel terkejut saat tangan besar mengambil paksa ponsel yang berada di telinganya. Dia menoleh, Damian menatapnya begitu datar. Matanya menusuk, Angel gugup.
"Memang siapa dirimu yang lancangnya pegang ponsel saya?" Suara Damian membuat alunan jantung Angel kencang.
"G-gue, bukan lancang. Tadi ada yang telfon, gue angkat karena gue pikir penting," kata Angel.
"Penting atau tidaknya bukan urusan kamu. Lagi pula kamu yang batasi di antara kita kan? Jadi, jangan lancang." Setelah berujar seperti itu, Damian berbalik arah dan hendak pergi.
"Siapa wanita tadi?" Angel ingin memukul mulutnya sendiri. Dia tidak bisa mengontrol perasaan kesalnya.
"Dia mantan kekasih saya. Ada masalah sama kamu?"
"Oh, gue cuma tanya. Biasa aja dong!"
Angel membuang napas panjang. Ada apa dengan hatinya yang sesak setelah mendengar kalimat 'mantan keka
Angel terus memandangi Damian dan Ara di ruang musik. Mereka berdua bermain piano bersama. Tidak, lebih tepatnya Damian yang memainkannya untuk Ara, sedang Ara duduk di sebelahnya dengan senyum satu arti. Tahu kan senyum ketika melihat seseorang yang dikagumi dari dekat? Ya seperti itu lah.Angel meremas ujung bajunya. Kenapa beberapa hari ini dirinya merasa kesal Damian dekat dengan perempuan? Bukankah ini maunya sejak awal?Angel memilih pergi. Dia ke taman belakang, untuk mengunjungi mawar yang sepertinya sudah pada mekar. Sampai di sana, Angel duduk dan memainkan ponselnya dengan menunduk. Dia membuka galeri, menggeser semua foto yang terupdate di sana.Foto-fotonya semasa SMA, kuliah, bersama Gerald, nenek kakeknya juga orang tuanya. Tentang Gerald, sudah beberapa hari ini dia tak ada kabar. Ponselnya mati, Angel sempat khawatir. Bahkan sudah mengirim beberapa pesan, dan bertanya pada semua teman Gerald. Tapi
Kini keluarga Rajendra ditimpa duka. Berita kematian Yura yang dianggap sengaja dilakukan seseorang itu, membuat semua orang merasa bersedih hati. Yura, perempuan baik. Dia memiliki banyak orang-orang yang menyayanginya.Damian, dia duduk di taman belakang mansion. Dia benar-benar terpukul. Kepulangannya dari undangan teman kerjanya bersama Ara, justru menjadi ajang penyesalannya. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada kakaknya sendiri. Dan sialnya, cctv di mansion sudah ditutup oleh seseorang. Damian, sudah menyimpulkan ini memang rencana pembunuhan. Tidak mungkin Yura malam-malam di lantai atas, lalu menjatuhkan tubuhnya sendiri. Yang paling disayangkan adalah, Yura dan bayinya yang sungguh malang. Meninggal secara sadis. Damian mengusap wajahnya kasar. Dia menangis, benar-benar tidak percaya Yura akan pergi."Damian, ada aku." Ara tiba-tiba datang dan menepuk pundak Damian. Perempuan itu tersenyum, lalu duduk di samping Damian. "Pundak
Angel membalas pelukan Gerald yang baru saja turun dari pesawat. Angel memang menunggu dirinya sejak tadi, lantaran semalam Gerald menelpon dia akan ke Indonesia."Tebak aku bawa apa?" Gerald melepas pelukannya. Dia menyembunyikan sesuatu di belakang tangan. Angel mengernyit."Kamu lupa ada minta sama aku sebelum aku pergi?" tanya Gerald. Angel merapatkan bibirnya, mata perempuan itu ke atas, seolah tengah berpikir."Apa ya? Em, lupa hehe." Angel menyengir. Hal itu berhasil membuat Gerald gemas. Tangan kanannya mengacak rambut Angel. Angel merasa tertegun. Damian sering melakukan yang sama. Angel memejamkan matanya, kenapa dia justru memikirkan Damian? Jelas pacarnya sekarang di sini."Kamu titip aku parfum kan? Pertama kali nyium wanginya aku keinget kamu. Semoga kamu suka ya."Gerald memberi totebag kecil warna coklat pada Angel. Angel membukanya. Sebotol parfum kaca,
'Hai, My Angel. Maafkan saya pergi tanpa pamit. Saya harus kerja di luar negeri untuk satu Minggu ke depan. Kamu jaga diri, saya sudah pesankan bibi untuk antar makanan kamu, tapi saya tidak bisa minta dia untuk cuci baju kamu. Kamu cuci sendiri ya, Sayang. Ngomong-ngomong, saya sudah masak, jangan lupa dihangatkan untuk makan nanti siang dan malam. Oh, ya. Jangan kangen ya. Kata Dilan berat, biar saya saja hehe. Selamat bertemu lagi, semoga Minggu depan kamu sudah mencintai saya ya, Angel. Dari suami mu yang begitu mencintai.'Bangun tidur Angel sudah disuguhi note panjang dari Damian yang ditempel di meja. Bukan lagi di kulkas seperti biasanya. Angel, menatap ruangan kamarnya. Tumben sekali dirinya bangun sedikit pagi, jam tujuh. Itu sudah sangat siang, tapi bagi Angel itu pagi. Angel meletakkan kembali note itu. Dirinya mengikat rambut, dan berjalan ke arah dapur untuk melihat masakan apa yang dibuat Damian untuknya hari ini."Woah, a
Semenjak di mana Damian mengirimnya DM di Instagram, hal itu membuat Angel merasa resah. Memikirkan apa yang Damian lakukan bersama wanita itu. Kenapa dia tidak mau menginginkan Damian bersamanya? Seolah ada dua hati yang saling bertolak belakang di dalam sana. Angel memegang dadanya. Dia terduduk, menatap dinding kamarnya yang terdapat sebuah bingkai foto besar pernikahannya. Di sana, hanya Damian yang tersenyum. Sementara dirinya, menatap lurus pada kamera tanpa senyum. Meskipun begitu, Angel tetap terlihat cantik. Angel memangku wajahnya. Dia berkedip-kedip, Damian itu seperti punya banyak sikap yang tidak bisa ditebak.Dia jadi teringat tentang perkataan Ana tadi. Angel menjadi bingung, kenapa keluarga ini penuh kemisteriusan? Di sisi lain, Angel yang mengambil alih besar untuk menghancurkan mereka. Namun, di waktu lain. Justru Angel yang merasa dihancurkan di sini.Angel menghela napas panjang. Dia dibuat penasaran oleh lemari
Seminggu sudah. Semuanya baik-baik saja. Damian tidak bersikap aneh seperti kemarin-kemarin. Hari ini, Damian mengajak Angel untuk menonton sebuah festival di sudut kota. Bahkan Damian sengaja membelikan sepasang baju couple untuk mereka berdua. Damian dengan kemeja biru dongkernya, dan Angel dengan blouse warna sama selutut lebih sedikit."Cantik." Angel menghentikan kegiatannya untuk memasangkan anting di telinga. Dia menoleh sudah ada Damian yang siap untuk mengajaknya segera pergi. Angel menatap dari ujung kaki sampai rambut Damian. Sangat berbeda. Terlebih rambutnya disisir ke atas memperlihatkan jidat paripurnanya. Damian menjentikkan jari saat Angel tidak berkedip sama sekali. Angel mengedipkan mata. Dia mengangkat dagu sebagai tanda sebuah tanya."Boleh saya pasangkan anting kamu?" pinta Damian. Laki-laki ini bertanya, tapi belum juga dijawab dia sudah mengambil anting di tangan kiri Angel. Angel terdiam, dia bahkan fokus
Angel memegang pipinya yang baru saja memanas akibat tamparan dari Paman Johnson. Siang ini, dia sudah berada di mansion mewah milik pamannya. Angel menoleh paksa, merasakan panasnya tamparan sang paman. Sungguh, mungkin saja pipinya sudah semerah tomat sekarang. Merah bukan karena malu, tetapi ngilu."Sudah tiga bulan Angel! Kamu baru berhasil membunuh Yura saja. Apa kamu tidak kasihan dengan orang tuamu yang dibunuh keluarga mereka?!" Paman sangat marah. Angel menunduk, tetap memegangi pipinya. Kedua mata gadis itu berkaca-kaca. Dia takut, ketika pamannya berteriak seperti ini."Dari awal Paman tidak pernah percaya kamu bis melakukan ini. Dengan entengnya kamu ber-iya-iya akan membunuh mereka. Tapi apa? Sampe sekarang nihil! Ibarat tong sampah yang masih bersih, belum dilempari telur busuk!"Angel tetap diam. Dia tidak mau membalas perkataan pamannya."Atau apa yang Paman pi
Berita meninggalnya Tuan Rajendra terdengar ke seluruh kota. Banyak kolega bisnis, reporter berdatangan memenuhi mansion. Suasana duka bertabur asa di dalam sana. Terlebih Lina, wanita itu sempat pingsan berkali-kali.Setelah pemakaman selesai. Seluruh keluarga berkumpul di ruang tamu seluas lapangan futsal itu. Angel, dia berdiri tidak melepas kacamatanya sejak tadi. Bibirnya berkedut, ingin tertawa kencang. Akhirnya dia bisa membunuh dua orang di sini. Namun, dia harus menahannya. Ini bukan waktu yang tepat.Di ruang tamu ini, Lina membuat semua orang terkejut. Tangannya melayang begitu saja ke pipi Ana dengan suara keras. Bahkan Angel bersuara kecil, seperti merasakan panas yang sama."Dasar menantu tidak tahu diuntungkan!" Lina menamparnya lagi. Ana terduduk, air matanya meluruh begitu saja.Sedang semua orang tak melepas pandangannya pada Lina dan Ana. Berbeda dengan Dami