***Hari Minggu ini, Sarah akan menghabiskan waktu seharian bersama Kevin berjalan-jalan di Singapura. Tak ada orang lain yang akan mengantar mereka, Sarah meminta Kevin untuk mengemudi. Sarah ingin merasakan layaknya kencan seperti pasangan normal lainnya. Bukan berarti mereka bukan pasangan yang normal, tapi kesibukan Kevin yang luar biasa membuat mereka jarang pergi untuk kencan.Alasan lainnya adalah Kevin menganggap kencan itu membuang waktu saja. Menyebalkan, bukan? Sarah tak pernah merasakan bagaimana rasanya berkencan dengan orang yang dicintainya. Di usianya yang ke dua puluh empat tahun, ia belum pernah pergi berkencan. Kevin selalu menganggap kencan seperti kegiatan remaja saja, padahal kekasihnya itu masih muda. Kevin tak menyadari hal itu.Setelah merengek semalaman, akhirnya Kevin luluh juga. Ia menyanggupi apa yang Sarah ingin lakukan hari ini. Memang Kevin tak menyukai tempat ramai dan berkencan layaknya anak muda. Waktu remaja pun, ia lebih banyak menghabiskan waktu d
***Sean sedang menunggu Mr. Isamu dengan perasaan gelisah. Ia ingin bertanya langsung mengenai kabar yang ia dengar, bahwa lelaki itu menyuruh asisten pribadinya untuk menelusuri masa lalu Sarah. Selintas ia ingat obrolan Sarah saat wanita itu membicarakan bahwa Mr. Isamu menatapnya tanpa henti.Mr. Isamu datang dan tersenyum hangat ke arahnya, lelaki paruh baya itu telah ia anggap sebagai ayah. Mereka saling merangkul dengan hangat, seperti sang ayah yang merindukan seorang anak laki-laki yang sudah lama tak bertemu."Apa kamu sangat betah di sana? Sampai kamu sudah lama tak menemuiku?" tanya Mr. Isamu.Sean hanya tersenyum mendengarnya. "Ojisan, aku mau bertanya sesuatu." Sean memulai bertanya dengan suara yang terdengar serius. Panggilan Sean saat hanya berbicara berdua saja dengan Mr. Isamu adalah Ojisan, yang artinya paman. Sean memang sudah sangat mengenal Mr. Isamu sejak kecil. Lelaki paruh baya itu menyelamatkan hidupnya saat ia ditinggalkan sendirian dan saat itu ia hampir b
***Setelah Sean mengantarkan Sarah dan Nisa ke apartemen, ia berpamitan. Awalnya, Nisa melarangnya pulang, tetapi Sean beralasan bahwa ayahnya ingin bertemu dengannya.Nisa hanya sibuk melamun dan senyum-senyum tanpa jelas, membuat Sarah heran menatap gadis itu, "Kenapa senyum terus dari tadi?" tanya Sarah."Si Tampan, dia tadi gugup bertemu denganku," jawab Nisa dengan wajah bahagia."Iya, dia gugup karena ketemu sama demit," gurau Sarah."Nyebelin! Demit cantik kayak aku, siapa sih yang bisa nolak?" Nisa menyombongkan diri."Sean kan yang nolak?" celetuk Sarah."Kamu itu sahabatku, harusnya kamu dukung aku dengan si Tampan. Kamu harus puji aku di depannya," pinta Nisa."Aku sudah melaksanakan titahmu, wahai titisan Nyai Nisa Kidul," kelakar Sarah."Lalu reaksinya bagaimana, wahai cupid cintaku?" tanya Nisa dengan sorot mata yang tak sabar."Mau jujur atau bohong?" Sarah memberi pilihan."Jujur.""
***Violet diam-diam mengendap di ruang pribadi rahasia milik Kevin di ruang kerjanya, mencari data yang diperlukan oleh Reva. Saat ia berhasil membuka brankas, lampu ruangan tiba-tiba menyala, mengejutkan Violet."Selamat malam, Dita Berliana," sapa Kevin dengan senyum seringainya.Violet langsung lemas, terkejut karena identitas aslinya diketahui oleh Kevin. Bagaimana bisa lelaki itu tahu nama aslinya, padahal nama itu sudah lima tahun dinyatakan meninggal karena kecelakaan dan ia sudah mengganti identitasnya."Pak Kevin—" suara Violet tercekat, masih terkejut."Kenapa terkejut seperti itu? Seharusnya kamu menyambut bossmu, Violet... eh, bukan, tapi Dita," ucap Kevin dengan tatapan seolah ingin memangsa.Wanita itu hanya bisa terdiam, ia sudah ketahuan. Mustahil baginya untuk kabur."Kenapa gugup, Dita? Apa yang kamu cari malam ini?" tanya Kevin dengan santainya.Violet tak bisa berkutik lagi, ia hanya tertunduk lemas.
***Wajah Sarah masih saja cemberut. Bagi Kevin, itu terlihat sangat lucu setiap kali wanita itu cemburu."Sayang, sini," kata Kevin sambil menunjuk ke arah pahanya, mengisyaratkan agar Sarah duduk di sana.Sarah tak peduli dan hanya sibuk memainkan ponsel-nya tanpa mengindahkan permintaan pria itu."Sebentar lagi aku ada rapat setelah jam makan siang," ucap Kevin."Kamu mengusirku? Aku pergi saja!" Sarah berkata dengan ketus, beranjak dari duduknya. Kevin segera menarik lengannya dan sukses membuat wanita itu duduk di kedua pahanya."Kamu sangat lucu dan menggemaskan saat cemburu," seru Kevin."Oh, kalau tidak cemburu aku tidak menggemaskan rupanya?" balas Sarah, masih mempertahankan wajahnya yang cemberut."Sayang, aku tadi hanya bicara dengan Violet untuk rapat nanti siang," Kevin mencoba memberi penjelasan."Oh, kok bisa ya dekat gitu posisinya? Pasti kamu lihat belahan di kedua balonnya itu, dan juga kalian sangat a
***Sarah menghirup udara pagi di balkon apartemennya. Sepanjang perjalanan kemarin saat pulang diantar oleh Kevin, ia hanya diam. Ada gumpalan rasa sesak di dadanya.Sarah tak mengerti, kenapa ia harus merasa sedih saat mendengar orang lain akan menikah atau berbahagia. Ia pun, seperti perempuan lainnya, ingin diikat oleh janji di hadapan Tuhan.Lelaki itu hanya mengatakan, "tunggu... tunggu... dan tunggu." Membosankan, bukan? Alasannya selalu karena mantan ibu tirinya, alasan yang sebenarnya tidak seharusnya menghalangi mereka untuk menikah.Padahal Sarah tidak menginginkan pesta yang mewah atau pernikahan yang menjadi headline news dan membuat kaum hawa iri. Ia hanya ingin menikah sah di mata hukum dan agama, disaksikan oleh orang-orang terdekatnya. Pernikahan impiannya sangat sederhana.Gadgetnya berbunyi, nama Zeline tertera di layar.Sarah: Halo, Zeline.Zeline: Lagi di mana?Sarah: Di apartemen.
***Sarah membuka matanya perlahan, merasakan nyeri menjalar di seluruh tubuh. Kedua tangannya terikat di belakang kursi, dan kakinya juga terikat erat.Sayup-sayup terdengar pembicaraan. Ada suara perempuan dan laki-laki. Sarah tak tahu siapa orang-orang yang tega menyekapnya.Pintu terbuka, suara langkah sepatu kian mendekat."Sudah sadar ternyata," ucap Jasmine dengan tatapan mata penuh kebencian."Jasmine, kenapa kamu berbuat begini lagi padaku? Aku tak punya masalah denganmu," suara Sarah terdengar lemah. Ia terkejut karena wanita itu di balik penyekapannya."Kamu telah menghancurkan hidupku, jadi aku ingin membawamu hancur juga bersamaku," bentak Jasmine."Hidupmu hancur bukan karena orang lain, tapi karena ulah dirimu sendiri," balas Sarah.Jasmine tertawa terbahak-bahak. Ucapan Sarah terdengar lucu di telinganya. Jasmine menarik dagu Sarah dengan kasar. "Kamu telah mencuri semuanya dariku! Popularitas, anakku, dan juga
***Mau langsung sarapan, sayang?" tanya Kevin saat melihat Sarah menghampirinya. Wanit itu mengangguk."Tunggu ya, sebentar lagi sarapannya siap," ucap Kevin.Lelaki itu sedang sibuk memasak untuknya, pemandangan yang sangat jarang ia lihat. Sungguh lucu melihat lelaki yang bertampang dingin itu sibuk di dapur memakai celemek. Jarang melihat seorang CEO sukses mau turun ke dapur, Sarah merasa senang dan terhibur."Sangat tampan," gumam Sarah pelan sambil tersenyum.Sarah terus saja tak bisa berhenti menatap lelaki itu yang sedang berjibaku dengan peralatan dapur. Lelaki itu saat ini sungguh membuat Sarah ingin menjerit, ingin sekali ia mengabadikannya dengan sebuah potret. Tapi apa daya, ponsel-nya ia simpan di kamar."Selesai," seru Kevin, menatap lembut ke arah Sarah dan tersenyum padanya.DEG! Senyum yang lelaki itu berikan sungguh membuat debaran di dadanya kali ini menambah kecepatannya, bagaikan ada aliran listrik di hatinya.