“Stella, ini luar biasa hebat. Aku tidak menyangka tanganmu benar-benar mampu menyulap kebayaku menjadi sangat indah. Lihatlah potongannya begitu pas di tubuhku. Tidak ada yang kebesaran. Payet kebayaku juga sangat indah. Astaga, jika saja kemarin aku memakai jasamu aku tidak harus merugi memakai jasa penjahit lainnya,” ujar Ayu dengan riang seraya mematut cermin. Tubuhnya kini terbalut oleh kebaya yang dibuat oleh Stella. Benar-benar sangat indah dan mengagumkan. Bahan kebaya yang sederhana, mampu disulap oleh Stella layaknya kebaya yang mahal dan berkelas. Stella memiliki bakat yang hebat. Sangat jarang penjahit begitu teliti dan rapi seperti ini.“Ya, Stella. Gaun buatanmu memang sangat indah. Lihatlah model yang aku tunjukan padamu persis sama. Potongannya pas. Jahitan rapi. Aku benar-benar menyukai ini, Stella. Kau sangat berbakat sekali,” sambung Suri yang memiliki pendapat yang sama dengan Ayu.Stella mengulas senyuman tulus di wajahnya mendengar apa yang dikatakan oleh Ayu dan
Satu Bulan Kemudian…Sean mengusap wajahnya kasar. Wajahnya tampak begitu frustasi. Sesaat Sean memejamkan mata sesaat. Sudah satu bulan lebih Sean bagaikan mayat hidup. Bulan ini adalah batas terakhir Sean. Jika dirinya masih belum menemukan Stella maka Sean akan melakukan pencarian orang hilang dengan menyebarkan foto Stella disetiap penjuru kota. Ini adalah cara terakhir. Sebelumnya Sean masih menahan diri karena dia menunggu anak buahnya. Bagaimana pun Sean tidak ingin banyaknya media yang mengetahui Stella menghilang. Itu kenapa Sean menahan diri tidak menyebar luaskan foto Stella. Lepas dari itu, Sean takut terjadi sesuatu jika sampai ada yang tahu Stella menghilang. Banyaknya musuh dalam dunia bisnis, membuat Sean harus selalu waspada disetiap pengambilan keputusan.Sean telah melakukan banyak cara agar menemukan Stella. Namun, tetap saja pencarian Stella masih belum membuahkan hasil. Sean tahu, Stella pergi ke suatu kota di luar Jakarta. Karena jika masih berada di dalam Jakar
“Kau sudah menemukan istriku? Di mana istriku? Dia baik-baik saja, kan?”Wajah Sean tampak memendung kebahagian kala mendengar asistennya sudah menemukan keberadaan Stella. Panik, cemas, dan takut perlahan mulai terobati. Yang Sean pikirkan saat ini, dia hanya ingin bertemu dengan Stella. Memeluk istrinya itu dengan penuh kerinduan yang mendalam. Sudah cukup satu bulan lebih penyiksaan ini. Sean tidak lagi sanggup bertahan jika harus menunggu lebih lama.Tomy menganggukan kepalanya. “Benar, Tuan. Saya sudah mendapatkan data sopir taksi yang mengantar Nyonya keluar dari rumah. Ternyata Nyonya pergi ke stasiun buss menuju Yogyakarta. Nyonya menggunakan identitas sang sopir taksi. Kebetulan sopir taksi yang membawa Nyonya seorang wanita dan usianya terbilang tidak terlalu jauh dari Nyonya.”“Yogyakarta?” Wajah Sean tampak terkejut mendengar Stella berada di Yogyakarta. “Istriku ada di Yogyakarta?” tanyanya memastikan.Tomy kembali mengangguk. “Iya, Tuan. Nyonya menyewa sebuah rumah kecil
“S-Sean?”Wajah Stella menegang kala melihat Sean berada di hadapannya. Tubuhnya membeku. Napasnya tercekat. Stella menggelengkan kepalanya meyakinkan apa yang dilihat ini salah. Tapi tidak, ini adalah nyata. Wajah tegas, iris mata cokelat Sean yang begitu Stella rindukan kini berada di hadapannya. Namun, di saat bersamaan sekelebat ingatan muncul di benak Stella. Hati Stella merasa perih. Sesak. Bahkan rasa sakit ini telah menelusup ke dalam tubuhnya. Kerinduan di iris mata Stella, telah bercampur dengan kepedihan dan luka yang teramat dalam.Sean pun terdiam menatap Stella. Pancaran mata indah istrinya itu sejak tadi tak luput dari pandangannya. Sean bisa melihat dengan jelas, tatapan Stella yang memendung luka mendalam. Kecewa, kesedihan telah melebur menjadi satu. Namun, satu hal yang tak bisa ditutupi, yaitu pancaran mata Stella yang menunjukan kerinduannya. Ya, Sean yakin Stella juga merindukannya. Hanya saja, rasa kecewa dan luka yang dimiliki istrinya itu jauh lebih besar dari
“Ceraikan aku. Aku akan memaafkanmu dan melupakan segalanya jika kau menandatangani surat perceraian kita.”Bagai tersambar petir, tubuh Sean membeku mendengar apa yang diucapkan oleh Stella. Lidahnya begitu kelu. Sepasang iris mata cokelatnya tampak terkejut. Sean menggeleng kepala tegas, meyakinkan bahwa yang diminta Stella adalah hal yang tak akan pernah Sean wujudkan.“Jangan main-main, Stella! Kau tahu jawabannya tidak akan pernah!” jawab Sean menegaskan. “Kau hanya milikku, Stella. Hanya milikku! Demi Tuhan aku tidak bermaksud merendahkanmu. Kecemburuanku benar-benar membuatku tidak mampu mengendalikan diriku. Maafkan aku, sayang.”Sean mulai menurunkan suaranya. Menatap Stella penuh dengan permohonan. Ya, Sean bisa melihat kepedihan dan luka yang mendalam di iris mata abu-abu sang istri. Sungguh, Sean semakin merasa bersalah. Sejak tadi dia terus merutuki kebodohannya. Perkataannya telah membuat istrinya terluka.“Stella.” Sean melangkah mendekat ke arah Stella yang sejak tadi
“Aku membencimu, Sean. Kau jahat! Kau melukai hatiku!”Stella mengigau. Tubuhnya bergerak-gerak gelisah. Pelipis Stella penuh dengan keringat. Sean yang tertidur di samping Stella langsung terbangun mendengar suara Stella yang mengigau.“Stella?” Sean menghapus keringat yang membasahi pelipis sang istri.“Aku membencimu, Sean.” Stella masih mengigau dengan mata yang tetap terpejam. Bulir air mata Stella mulai menetes. Membuat hati Sean benar-benar teriris melihatnya.Sean terdiam sejenak melihat Stella yang menangis. Bahkan di saat tertidur saja, istrinya masih menangis.Ya, Sean tahu betapa perkataanya melukai hati Stella. Hingga membuat istrinya itu sulit memaafkannya. Stella menganggap dirinya tidak pantas untuknya. Padahal itu tidaklah benar. Bagi Sean, hanya Stella yang akan selalu pantas bersanding dengannya. Perkataan tajamnya itu semua karena emosi yang tak bisa terkendali.“Maafkan aku, sayang.” Sean menarik pelan tubuh Stella, mendekap ke tubuhnya.Perlahan Stella yang tadi m
Stella benar-benar membuat hidup Sean tersiksa. Tadi malam untuk pertama kalinya Sean tidur di sebuah kamar tanpa AC. Meski sudah bertelanjang dada sekali pun Sean tetap merasakan panas. Hal yang membuat Sean sesak adalah banyaknya tumpukan bahan di lantai. Sungguh kamar Stella memang benar-benar sempit. Beruntung aroma parfume lembut Stella berhasil membuat Sean sedikit terbantu.Dan sepanjang malam, Sean berusaha membujuk Stella untuk tinggal di hotel. Namun, sayangnya permintaan Sean ditolak tegas oleh Stella. Stella selalu meminta Sean untuk kembali ke Jakarta jika tidak betah berada di Yogyakarta. Well, tentu saja Sean akan memilih memperjuangkan sang istri. Meski harus Sean tinggal di rumah kecil. Bahkan rumh pelayannya saja berkali lipat lebih besar dari rumah kontrakan Stella.“Ah segar sekali.” Stella melangkah keluar dari kamar mandi, dan sudah mengganti pakaian dengan dress sederhana.Sean mengembuskan napas kasar melihat Stella yang baru saja selesai mandi. Wajah Sean tamp
Setelah makan di Rumah Makan Lesehan, Stella memilih untuk berkeliling di Pasar Malioboro. Stella ingin membeli kerajinan tangan khas Yogyakarta dan juga lukisan. Awalnya Stella meminta Sean untuk pulang saja karena memag Stella tahu tidak mungkin Sean mau menginjakan kakinya ke pasar tradisional. Sean selalu hidup dengan segala kemewahan.“Sean, di dalam pasar sangat sempit. Kau pasti tidak menyukainya. Lebih baik kau pulang saja, Sean. Aku tidak ingin memaksamu untuk ikut denganku berkeliling pasar,” kata Stella saat tiba di pasar bersama dengan Sean.“Tidak apa-apa, aku akan ikut denganmu.” Sean merengkuh bahu Stella, membawa istrinya itu masuk ke dalam Pasar Malioboro.Saat memasuki Pasar Malioboro. Tampak Sean sedikit mengerutkan alisnya banyak para wanita paruh baya yang tawar menawar dalam memberi barang. Ditambah dengan pasar yang cukup padat. Sean mengembuskan napas kasar. Jujur saja, Sean memang tidak pernah mendatangi pasar tradisional. Dia pernah ke pasar tradisional yang