“Ceraikan aku. Aku akan memaafkanmu dan melupakan segalanya jika kau menandatangani surat perceraian kita.”Bagai tersambar petir, tubuh Sean membeku mendengar apa yang diucapkan oleh Stella. Lidahnya begitu kelu. Sepasang iris mata cokelatnya tampak terkejut. Sean menggeleng kepala tegas, meyakinkan bahwa yang diminta Stella adalah hal yang tak akan pernah Sean wujudkan.“Jangan main-main, Stella! Kau tahu jawabannya tidak akan pernah!” jawab Sean menegaskan. “Kau hanya milikku, Stella. Hanya milikku! Demi Tuhan aku tidak bermaksud merendahkanmu. Kecemburuanku benar-benar membuatku tidak mampu mengendalikan diriku. Maafkan aku, sayang.”Sean mulai menurunkan suaranya. Menatap Stella penuh dengan permohonan. Ya, Sean bisa melihat kepedihan dan luka yang mendalam di iris mata abu-abu sang istri. Sungguh, Sean semakin merasa bersalah. Sejak tadi dia terus merutuki kebodohannya. Perkataannya telah membuat istrinya terluka.“Stella.” Sean melangkah mendekat ke arah Stella yang sejak tadi
“Aku membencimu, Sean. Kau jahat! Kau melukai hatiku!”Stella mengigau. Tubuhnya bergerak-gerak gelisah. Pelipis Stella penuh dengan keringat. Sean yang tertidur di samping Stella langsung terbangun mendengar suara Stella yang mengigau.“Stella?” Sean menghapus keringat yang membasahi pelipis sang istri.“Aku membencimu, Sean.” Stella masih mengigau dengan mata yang tetap terpejam. Bulir air mata Stella mulai menetes. Membuat hati Sean benar-benar teriris melihatnya.Sean terdiam sejenak melihat Stella yang menangis. Bahkan di saat tertidur saja, istrinya masih menangis.Ya, Sean tahu betapa perkataanya melukai hati Stella. Hingga membuat istrinya itu sulit memaafkannya. Stella menganggap dirinya tidak pantas untuknya. Padahal itu tidaklah benar. Bagi Sean, hanya Stella yang akan selalu pantas bersanding dengannya. Perkataan tajamnya itu semua karena emosi yang tak bisa terkendali.“Maafkan aku, sayang.” Sean menarik pelan tubuh Stella, mendekap ke tubuhnya.Perlahan Stella yang tadi m
Stella benar-benar membuat hidup Sean tersiksa. Tadi malam untuk pertama kalinya Sean tidur di sebuah kamar tanpa AC. Meski sudah bertelanjang dada sekali pun Sean tetap merasakan panas. Hal yang membuat Sean sesak adalah banyaknya tumpukan bahan di lantai. Sungguh kamar Stella memang benar-benar sempit. Beruntung aroma parfume lembut Stella berhasil membuat Sean sedikit terbantu.Dan sepanjang malam, Sean berusaha membujuk Stella untuk tinggal di hotel. Namun, sayangnya permintaan Sean ditolak tegas oleh Stella. Stella selalu meminta Sean untuk kembali ke Jakarta jika tidak betah berada di Yogyakarta. Well, tentu saja Sean akan memilih memperjuangkan sang istri. Meski harus Sean tinggal di rumah kecil. Bahkan rumh pelayannya saja berkali lipat lebih besar dari rumah kontrakan Stella.“Ah segar sekali.” Stella melangkah keluar dari kamar mandi, dan sudah mengganti pakaian dengan dress sederhana.Sean mengembuskan napas kasar melihat Stella yang baru saja selesai mandi. Wajah Sean tamp
Setelah makan di Rumah Makan Lesehan, Stella memilih untuk berkeliling di Pasar Malioboro. Stella ingin membeli kerajinan tangan khas Yogyakarta dan juga lukisan. Awalnya Stella meminta Sean untuk pulang saja karena memag Stella tahu tidak mungkin Sean mau menginjakan kakinya ke pasar tradisional. Sean selalu hidup dengan segala kemewahan.“Sean, di dalam pasar sangat sempit. Kau pasti tidak menyukainya. Lebih baik kau pulang saja, Sean. Aku tidak ingin memaksamu untuk ikut denganku berkeliling pasar,” kata Stella saat tiba di pasar bersama dengan Sean.“Tidak apa-apa, aku akan ikut denganmu.” Sean merengkuh bahu Stella, membawa istrinya itu masuk ke dalam Pasar Malioboro.Saat memasuki Pasar Malioboro. Tampak Sean sedikit mengerutkan alisnya banyak para wanita paruh baya yang tawar menawar dalam memberi barang. Ditambah dengan pasar yang cukup padat. Sean mengembuskan napas kasar. Jujur saja, Sean memang tidak pernah mendatangi pasar tradisional. Dia pernah ke pasar tradisional yang
Raut wajah Stella sumiringah bahagia kala turun dari buss. Ya, akhirnya impiannya terwujud. Meski dirinya masih bersikap dingin pada Sean tapi tetap mimpinya menjadi kenyataan, Sejak dulu Stella ingin naik buss bersama dengan Sean. Tentu saja dulu Sean menolaknya dengan tegas permintaannya. Tapi sekarang? Sean tidak memiliki pilihan lain selain menurutinya. Lagi pula selama ini Sean saja yang berlebihan. Tidak ada yang salah dengan baik buss. Stella pun mengajak Sean menggunakan buss yang memakai AC bukan yang tidak memakai AC.Jika raut wajah Stella sumiringah bahagia, berbeda dengan Sean yang memasang wajah datar dan dingin saat turun dari buss. Sean melirik Stella yang begitu bahagia. Entah apa yang dipikirkan istri kecilnya itu hingga menyukai naik buss. Sekarang yang Sean harapkan agar istrinya itu tidak lagi meminta hal yang aneh-aneh. Sudah cukup naik becak, buss, makan di rumah makan lesehan, dan tidur di rumah kontrakan kecil. Itu semua sudah menyiksa dirinya.“Sean, sampai p
Suara dering alarm, membuat Stella yang tengah tertidur pulas langsung terbangun. Stella mengerjapkan matanya beberapa kali. Saat matanya sudah terbuka, Stella langsung mengambil ponselnya dan mematikan alarm di ponselnya.“Sean—”Baru saja Stella menoleh ke samping, dia mendapati ranjang di sampingnya sudah kosong. Stella mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamar namun Stella tak kunjung menemukan Sean. Stella bangkit berdiri seraya mengikat asal rambutnya. Kemudian, menuju kamar mandi. Tetapi tetap sama. Dia tidak menemukan keberadaan Sean.“Lebih baik aku cuci muka dan gosok gigi saja,” gumam Stella dengan helaan napas berat.Kini Stella melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Dia menggosok gigi dan mencuci bersih wajahnya. Kemudian, Stella berjalan keluar kamar. Menatap ketiga karyawannya sudah menjahit pesanan.“Selamat pagi, Nona,” sapa salah satu pegawainya dengan sopan.“Pagi, apa kalian lihat suamiku?” tanya Stella lembut.“Tadi saya lihat suami anda sedang lari pagi, Nona
Tubuh Stella terdorong masuk ke dalam hotel. Sean menarik tengkuk leher Stella, dan melumat bibirnya dengan liar. Tidak hanya diam, Stella membalas pagutan yang diberikan Sean. Bibir mereka saling mencecapi, lidah mereka saling berpagutan. Sean meremas pinggang Stella pelan. Letupan hastrat keduanya tak mampu lagi tertahan.“Sean—” Stella menggigit bibir bawahnya ketika Sean mulai menyelipkan tanganya ke dress miliknya. Desahan pelan lolos di bibir Stella kala Sean mengelus puncak dadanya. Didetik selanjutnya, Sean mulai membuka dress yang melekat di tubuh sang istri. Melempar dress itu sembarangan di lantai.“Aku merindukanmu, Stella,” bisik Sean tepat di depan bibir Stella. “Berikan aku, Stella. Aku tidak sanggup menahannya.”Dengan berani Stella membawa tangannya mengelus dada bidang milik Sean. Lengan kekar, otot perut milik suaminya begitu tercetak dalam balutan kaus berwarna hitam yang dia pakai.“Lakukan apa yang kau inginkan, Sean.” Stella menjawab dengan nada yang terdengar m
Stella menatap list pesanan kebaya yang semakin banyak setiap hari. Bukan hanya kebaya saja tapi juga kaus serta dress. Sungguh, Stella tidak menyangka memiliki banyak pesanan sebanyak ini. Namun, di tengah kebahagian Stella yang telah memiliki banyak pesanan Stella juga memikirkan tentang siapa yang akan mengurus usahanya di sini. Ya, Stella harus kembali ke Jakarta. Tidak mungkin dirinya berlama-lama tinggal di Yogyakarta. Sean memiliki banyak pekerjaan di Jakarta, Stella tidak mungkin hanya memikirkan diri sendiri.Rencananya Stella akan membuka konveksi di Yogyakarta. “Regina Orlando Tailor” adalah nama konveksi yang telah ditetapkan oleh Stella. Stella memutuskan untuk menggunakan nama Regina dan Orlando. Regina adalah nama akhirnya. Sedangkan Orlando adalah nama tengah Sean. Stella sengaja tidak menggunakan nama Geovan. Bukan maksud karena Stella tidak ingin menggunakan nama Geovan. Hanya saja Stella tidak ingin menjadikan nama Geovan yang membuat usahanya berkembang pesat.“Kir