“Stella, aku tidak bisa mengantarmu pagi ini. Kau diantar oleh sopir, ya? Mungkin malam ini aku juga akan pulang telat. Banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan.” Sean melangkah mendekat ke arah Stella yang tengah sarapan. Ya, pagi ini Sean meminta pelayan membawakan sarapan ke dalam kamar mereka. Sean malas untuk sarapan di ruang makan.“Apa kau langsung ingin berangkat sekarang?” tanya Stella sambil menatap Sean yang berdiri di hadapannya.“Ya, aku harus berangkat sekarang.” Sean mengecup kening Stella, dia mengambil kunci mobil yang ada di atas meja dan melanjutkan ucapannya, “Kirim pesan padaku jika kau sudah selesai seminar.”Stella mengangguk. “Iya, Sean.”Kini Sean melangkah keluar kamar, meninggalkan Stella yang masih menikmati sarapannya. Saat Sean baru saja keluar, dering ponsel Stella berbunyi. Stella langsung mengambil ponselnya itu, dan menatap ke layar. Stella terdiam sesaat melihat nomor telepon Raynold muncul di layar ponselnya. Stella tidak langung menjawab, hingga be
“Meeting selesai. Selanjutnya aku harap tidak ada lagi anggaran dana yang berubah. Ini menunjukan tidak mampu bekerja professional jika menentukan anggaran saja salah,” ucap Sean dingin dengan sorot mata tegas pada Direktur anggaran di perusahaannya. Para jajaran direktur langsung menundukan kepala mereka, tak berani menatap Sean yang tengah marah.Sean tidak lagi mengucapkan sepatah kata pun, dia langsung berjalan meninggalkan ruang meeting. Para jajaran Direktur langsung bangkit berdiri, membungkukan tubuhnya menghormati Sean yang keluar dari ruang meeting.“Tuan Sean.” Tomy berlari cepat menghampiri Sean dengan raut wajah yang panik dan tergesa-gesa.“Ada apa kau berlari seperti itu?” tanya Sean dingin seraya menautkan alisnya.“T-Tuan, apa anda sudah melihat berita pagi ini?” Tomy berkata dengan begitu gelisah dan panik.“Berita apa?” Raut wajah Sean berubah, tatapan tajamnya menuntut agar Tomy segera menjelaskan padanya.Tomy menelan salivanya susah payah. “Ini berita tentang Nyo
BrakkkkSean membanting kasar tubuh Stella ke ranjang. Rintihan sakit Stella diabaikan oleh Sean. Tampak raut wajah Sean yang memendung amarah yang tak lagi bisa tertahan. Sepasang iris mata cokelat Sean begitu menyeramkan, membuat tubuh Stella bergetar ketakutan.“Jelaskan apa maksud ini, Stella!” Sean langsung mengeluarkan ponselnya dan melemparkanya ke arah Stella, meminta wanita itu untuk melihat berita yang tersebar.Stella menelan salivanya susah payah kala melihat sikap Sean yang begitu kasar padanya. Namun, Stella memilih tetap diam dan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Kini Stella mengumpulkan keberaniannya, mengambil ponsel yang tadi dilempat oleh Sean. Didetik selanjutnya, Stella melihat berita yang dimaksud oleh Sean.Tiba-tiba, wajah Stella berubah menegang melihat berita yang dia lihat. Bukan hanya itu, tapi foto-fotonya dengan Raynold tersebar luas. Pembawa berita bahkan membahas tentang hubungannnya dengan Raynold.“Sean, aku—”“Kau ingin menjelaskan apa? Kau ingin me
Sinar matahari pagi menembus jendala. Perlahan Stella mulai membuka matanya, merasakan silaunya cahaya matahari menyentuh wajahnya. Stella mengerjap beberapa kali. Tepat saat Stella membuka mata, dia sedikit memijat pelipisnya. Kepalanya memberat dan mulai pusing.“Sudah pagi rupanya,” gumam Stella seraya melirik jam dinding—waktu menunjukan pukul tujuh pagi. Sesaat, Stella menoleh ke samping namun dia tidak mendapati Sean tertidur di ranjang. Stella menghela napas panjang. Ingatan Stella berputar tentang apa yang dikatakan oleh Sean. Bagai sebilah pisau yang tertancap di hati. Luka akibat perkataan Sean, membuat Stella rasanya tidak mampu lagi bertahan.Tanpa sadar, bulir air mata Stella menetes membasahi pipinya. Pikirannya tak henti memikirkan tentang apa yang dikatakan oleh Sean. Didetik selanjutnya, Stella menyeka air matanya. Menguatkan dirinya sendiri. Kini Stella bangkit dari ranjang, dan segera bersiap-siap.Tak berselang lama, setelah Stella mengganti pakaiannya. Stella terd
Berita tentang perselingkuhan Stella dan Raynold telah berhasil menyita seluruh perhatian publik. Bukan hanya di Indonesia, namun berita perselingkuhan Stella dan Raynold telah menembus media Kanada. Banyak para masyarakat yang menghujat Stella. Namun, tak sedikit juga yang membela Stella dan mengatakan itu hanya gossip belaka. Hingga detik ini Sean memutuskan untuk tidak memberikan keterangan apa pun mengenai berita yang tersebar luar. Yang Sean hanya lakukan adalah memblokir situs yang menampilkan foto-foto Stella dan Raynold yang tampak seperti tidur bersama. Di foto tersebut terlihat tubuh polos Stella yang hanya terbalut oleh selimut tebal dan berada di dalam dekapan Raynold. Jika mengingat semua itu, Sean ingin sekali menghabisi Raynold. Tapi Sean harus mampu mengendalikan diri. Dia tidak mau memperkeruh suasana.Hal yang paling membuat pikiran Sean kacau adalah William, ayahnya yang murka besar akibat pemberitaan di media. Beruntung ayahnya itu tidak berada di Indonesia. Jika s
“T-Tuan, saya sudah mendapatkan informasi yang kita butuhkan, Tuan,” jawab Tomy gugup sontak membat raut wajah Sean langsung berubah.Sean menatap Tomy dengan tatapan tajam dan dingin. Sepasang iris mata cokelat Sean tampak menuntut Tomy agar segera menjelaskan padanya. “Katakan informasi apa yang kau dapatkan?” serunya dengan nada yang memendung amarah.“Rekaman CCTV berhasil saya pulihkan. Meski sebenarnya ada bagian sekitar lima menit dipertengahan yang tidak bisa saya pulihkan. Tapi anda bisa melihat hasil rekaman CCTV ini, Tuan. Di rekaman CCTV ini sudah sangat jelas.” Tomy memberikan iPad di tangannnya pada Sean. Memutarkan video rekaman CCTV yang telah berhasil dia pulihkan.Seketika Sean mengarahkan pandangannya pada rekaman CCTV yang baru saja diputar itu. Tiba-tiba, sorot mata Sean berubah. Sepasang iris matanya kian menajam melihat rekaman CCTV yang ada di hadapannya. Terlihat jelas ada seorang pria yang berpakaian pelayan terus membuntuti Stella yang baru turun dari mobil.
“Sialan!” Sean terus mengumpat kasar seraya memukul setir mobilnya. Dia menginjak gas, menambah kecepatan laju mobil. Ya, yang ada dipikiran Sean saat ini adalah Stella. Tangis Stella yang pilu terngiang dibenak Sean. “Bodoh! Kenapa aku sebodoh ini!” Sean memejamkan mata sesaat merutuki kebodohannya. Jika saja kecemburuan dan amarah dalam dirinya terkendali, maka hal ini tidak akan pernah terjadi. Sejak dulu Sean memang tidak pernah bisa mengendalikan amarahnya. Foto-foto mesra Stella dan Raynold membuat Sean kehilangan akal sehatnya. Amarah Sean meledak kala melihat foto itu. Harusnya dirinya mampu menahan amarahnya paling tidak sampai kebenaran terungkap. Kenyataannya tidak. Foto mesra Stella dan Raynold berhasil membuat Sean tak mampu mengendalikan emosinya.Suara dering ponsel terdengar, membuat Sean langsung mengalihkan pandangannya pada ponsel yang terus berdering itu. Sean mengembuskan napas kasar kala dering ponsel tak kunjung reda. Dengan raut wajah kesal Sean mengambil pon
Sean mengumpat kasar. Dia membanting botol wine yang ada di hadapannya. Tampak ruang kerja Sean begitu kacau dan berantakan. Pecahan beling bercampur dengan wine telah memenuhi lantai. Dan Sean tidak mempedulikan itu semua.Hingga detik ini Sean masih belum bisa menemukan keberadaan Stella. Jika saja Stella membawa ponselnya. Sudah pasti Sean dengan mudahnya melacak GPS ponsel sang istri. Hal yang tersulit adalah di Jakarta tidak memiliki CCTV jalan. Itu yang membuat Sean kesulitan menemukan keberadaan Stella. Sebelumnya CCTV di pintu gerbang belakang Sean, tidak berhasil menangkap nomor plat taksi yang membawa Sean. Jarak yang jauh, serta tertutup oleh badan Alika, membuat Sean tidak bisa melihat plat taksi yang membawa Stella.Sean menyugar rambutnya kasar, sudah berjam-jam Stella pergi namun tetap anak buahnya tidak menemukan keberadaan sang istri. Rasanya kesabaran Sean tidak lagi bisa tertahan. Sean bukan hanya mengerahkan anak buahnya, namun seluruh anak buah ayahnya itu sudah d