“Sialan!” Sean terus mengumpat kasar seraya memukul setir mobilnya. Dia menginjak gas, menambah kecepatan laju mobil. Ya, yang ada dipikiran Sean saat ini adalah Stella. Tangis Stella yang pilu terngiang dibenak Sean. “Bodoh! Kenapa aku sebodoh ini!” Sean memejamkan mata sesaat merutuki kebodohannya. Jika saja kecemburuan dan amarah dalam dirinya terkendali, maka hal ini tidak akan pernah terjadi. Sejak dulu Sean memang tidak pernah bisa mengendalikan amarahnya. Foto-foto mesra Stella dan Raynold membuat Sean kehilangan akal sehatnya. Amarah Sean meledak kala melihat foto itu. Harusnya dirinya mampu menahan amarahnya paling tidak sampai kebenaran terungkap. Kenyataannya tidak. Foto mesra Stella dan Raynold berhasil membuat Sean tak mampu mengendalikan emosinya.Suara dering ponsel terdengar, membuat Sean langsung mengalihkan pandangannya pada ponsel yang terus berdering itu. Sean mengembuskan napas kasar kala dering ponsel tak kunjung reda. Dengan raut wajah kesal Sean mengambil pon
Sean mengumpat kasar. Dia membanting botol wine yang ada di hadapannya. Tampak ruang kerja Sean begitu kacau dan berantakan. Pecahan beling bercampur dengan wine telah memenuhi lantai. Dan Sean tidak mempedulikan itu semua.Hingga detik ini Sean masih belum bisa menemukan keberadaan Stella. Jika saja Stella membawa ponselnya. Sudah pasti Sean dengan mudahnya melacak GPS ponsel sang istri. Hal yang tersulit adalah di Jakarta tidak memiliki CCTV jalan. Itu yang membuat Sean kesulitan menemukan keberadaan Stella. Sebelumnya CCTV di pintu gerbang belakang Sean, tidak berhasil menangkap nomor plat taksi yang membawa Sean. Jarak yang jauh, serta tertutup oleh badan Alika, membuat Sean tidak bisa melihat plat taksi yang membawa Stella.Sean menyugar rambutnya kasar, sudah berjam-jam Stella pergi namun tetap anak buahnya tidak menemukan keberadaan sang istri. Rasanya kesabaran Sean tidak lagi bisa tertahan. Sean bukan hanya mengerahkan anak buahnya, namun seluruh anak buah ayahnya itu sudah d
Sinar matahari pagi begitu cerah menembus jendela kamar Stella. Perlahan Stella mengerjapkan matanya beberapa kali, dia menguap dan menggeliat. Tepat di saat mata Stella sudah terbuka. Dia mengembuskan napas panjang menyadari dirinya berada di kamar kontrakannya. Jujur Stella masih terkejut berada di dalam kamar ini. Dia masih belum beradaptasi dengan semuanya. Namun Stella tahu, cepat atau lambat dirinya akan mulai terbiasa melupakan semuanya dan memulai hidup yang baru.“Lebih baik aku mandi dan langsung ke pasar saja.” Stella bangkit berdiri, dia mengikat asal rambutnya. Kemudian melangkah masuk ke dalam kamar mandi.Tak berselang lama, setelah Stella mengganti pakaiannya. Dia langsung keluar rumah untuk pergi ke pasar membeli bahan-bahan makanan. Ya, sejak dulu Stella selalu pergi ke pasar untuk saudaranya yang ada di panti.Setibanya di pasar, Stella langsung membeli bahan-bahan makanan pokok untuk beberapa hari ke depan. Setelah membeli semua kebutuhan yang dibutuhkan Stella kem
Ruang kerja Sean tampak begitu kacau berantakan. Pecahan beling bercampur wine berserakan di lantai marmer. Tidak hanya itu, aroma tembakau begitu menyeruak di dalam ruangan. Membuat semua orang yang masuk ke dalam ruang kerja Sean akan merasakan sesak. Ya, sudah beberapa hari sejak Stella pergi hidup Sean begitu berantakan. Sean tidak lagi mengurus pekerjaannya. Dia menyerahkan semuanya pada anak buahnya. Perhatiannya saat ini hanya tersita untuk Stella, istrinya yang telah berhari-hari menghilang. Segala cara Sean telah lakukan, dan pencarian telah ke seluruh kota yang ada di Indonesia. Hanya saja itu perlu memakan waktu yang tidak sebentar. Sean harus menunggu sampai paling tidak mendapatkan informasi dari anak buahnya. Sungguh, hidup Sean benar-benar tersiksa. Dia merasa seperti mayat hidup. Dirinya begitu membutuhkan Stella.“Jadi ini alasan kau tidak pernah ikut meeting pemegang saham?” Kelvin melangkah masuk ke dalam ruang kerja Sean. Dia mengembuskan napas panjang menatap selu
“Lelah sekali.” Stella memijat tengkuk lehernya. Tubuhnya terasa begitu lelah. Besok adalah hari terakhir Stella menyelesaikan kebaya dan gaun milik Ayu dan Suri. Sudah lama Stela tidak menjahit. Itu yang membuatnya lebih berhati-hati. Stella tidak ingin membuat pelanggannya kecewa padanya. Terlebih ini pelanggan pertama setelah sudah lama Stella tidak lagi menjahit. Sungguh, Stella benar-benar bahagia karena dipercayakan oleh Ayu dan Suri.“Stella?” Suara Ayu memanggil Stella dengan pelan.“Ayu? Masuklah.” Stella tersenyum hangat melihat Ayu masuk ke dalam rumahnya. “Maaf, pesananmu baru jadi besok, Ayu.”“Tidak apa-apa, Stella. Aku juga masih memiliki waktu sampai besok,” jawab Ayu hangat. “Aku ke sini karena merasa bosan saja di rumah.”Stella tersenyum hangat. “Kau ingin minum apa, Ayu?” tawarnya lembut.“Tidak, Stella. Aku tidak haus.” Ayu menjawab seraya mengalihkan pandangannya pada kebaya yang ada di atas meja jahit. Raut wajah Ayu berubah melihat kebaya itu. “Stella, itu keba
Sean menatap gaun tidur Stella. Aroma parfume lembut sang istri begitu menyeruak ke indra penciumannya. Aroma yang begitu Sean sukai dan telah menjadi candu baginya. Sean mengambil salah satu gaun tidur Stella. Memeluknya erat, dan mengirup aroma yang begitu dia rindukan. Sesaat Sean memejamkan matanya, membayangkan memeluk erat sang istri. Sekelabat ingatannya berputar tentang Stella. Banyangan rengekan manja Stella yang selalu dia dengar.*Sean, apa kau sudah makan? Aku sudah menyiapkan makanan untukmu.**Sean, kenapa kau pulang lama sekali? Aku merindukanmu, Sean. Aku takut tadi petirnya besar sekali.**Sean, aku tidak bisa tidur kalau kau tidak di sampingku. Aku mau tidur kalau kau sudah pulang kerja, Sean*Sean mengumpat dalam hati merutuki kebodohannya. Bayangannya terus memikirkan tentang kesalahannya. Rasanya tidak akan mungkin Stella memaafkannya. Namun, Sean tidak akan menyerah. Sean akan terus berjuang agar Stella memaafkannya.Kini Sean melangkahkan kakinya meninggalkan wa
“Stella, ini luar biasa hebat. Aku tidak menyangka tanganmu benar-benar mampu menyulap kebayaku menjadi sangat indah. Lihatlah potongannya begitu pas di tubuhku. Tidak ada yang kebesaran. Payet kebayaku juga sangat indah. Astaga, jika saja kemarin aku memakai jasamu aku tidak harus merugi memakai jasa penjahit lainnya,” ujar Ayu dengan riang seraya mematut cermin. Tubuhnya kini terbalut oleh kebaya yang dibuat oleh Stella. Benar-benar sangat indah dan mengagumkan. Bahan kebaya yang sederhana, mampu disulap oleh Stella layaknya kebaya yang mahal dan berkelas. Stella memiliki bakat yang hebat. Sangat jarang penjahit begitu teliti dan rapi seperti ini.“Ya, Stella. Gaun buatanmu memang sangat indah. Lihatlah model yang aku tunjukan padamu persis sama. Potongannya pas. Jahitan rapi. Aku benar-benar menyukai ini, Stella. Kau sangat berbakat sekali,” sambung Suri yang memiliki pendapat yang sama dengan Ayu.Stella mengulas senyuman tulus di wajahnya mendengar apa yang dikatakan oleh Ayu dan
Satu Bulan Kemudian…Sean mengusap wajahnya kasar. Wajahnya tampak begitu frustasi. Sesaat Sean memejamkan mata sesaat. Sudah satu bulan lebih Sean bagaikan mayat hidup. Bulan ini adalah batas terakhir Sean. Jika dirinya masih belum menemukan Stella maka Sean akan melakukan pencarian orang hilang dengan menyebarkan foto Stella disetiap penjuru kota. Ini adalah cara terakhir. Sebelumnya Sean masih menahan diri karena dia menunggu anak buahnya. Bagaimana pun Sean tidak ingin banyaknya media yang mengetahui Stella menghilang. Itu kenapa Sean menahan diri tidak menyebar luaskan foto Stella. Lepas dari itu, Sean takut terjadi sesuatu jika sampai ada yang tahu Stella menghilang. Banyaknya musuh dalam dunia bisnis, membuat Sean harus selalu waspada disetiap pengambilan keputusan.Sean telah melakukan banyak cara agar menemukan Stella. Namun, tetap saja pencarian Stella masih belum membuahkan hasil. Sean tahu, Stella pergi ke suatu kota di luar Jakarta. Karena jika masih berada di dalam Jakar