Ruang kerja Sean tampak begitu kacau berantakan. Pecahan beling bercampur wine berserakan di lantai marmer. Tidak hanya itu, aroma tembakau begitu menyeruak di dalam ruangan. Membuat semua orang yang masuk ke dalam ruang kerja Sean akan merasakan sesak. Ya, sudah beberapa hari sejak Stella pergi hidup Sean begitu berantakan. Sean tidak lagi mengurus pekerjaannya. Dia menyerahkan semuanya pada anak buahnya. Perhatiannya saat ini hanya tersita untuk Stella, istrinya yang telah berhari-hari menghilang. Segala cara Sean telah lakukan, dan pencarian telah ke seluruh kota yang ada di Indonesia. Hanya saja itu perlu memakan waktu yang tidak sebentar. Sean harus menunggu sampai paling tidak mendapatkan informasi dari anak buahnya. Sungguh, hidup Sean benar-benar tersiksa. Dia merasa seperti mayat hidup. Dirinya begitu membutuhkan Stella.“Jadi ini alasan kau tidak pernah ikut meeting pemegang saham?” Kelvin melangkah masuk ke dalam ruang kerja Sean. Dia mengembuskan napas panjang menatap selu
“Lelah sekali.” Stella memijat tengkuk lehernya. Tubuhnya terasa begitu lelah. Besok adalah hari terakhir Stella menyelesaikan kebaya dan gaun milik Ayu dan Suri. Sudah lama Stela tidak menjahit. Itu yang membuatnya lebih berhati-hati. Stella tidak ingin membuat pelanggannya kecewa padanya. Terlebih ini pelanggan pertama setelah sudah lama Stella tidak lagi menjahit. Sungguh, Stella benar-benar bahagia karena dipercayakan oleh Ayu dan Suri.“Stella?” Suara Ayu memanggil Stella dengan pelan.“Ayu? Masuklah.” Stella tersenyum hangat melihat Ayu masuk ke dalam rumahnya. “Maaf, pesananmu baru jadi besok, Ayu.”“Tidak apa-apa, Stella. Aku juga masih memiliki waktu sampai besok,” jawab Ayu hangat. “Aku ke sini karena merasa bosan saja di rumah.”Stella tersenyum hangat. “Kau ingin minum apa, Ayu?” tawarnya lembut.“Tidak, Stella. Aku tidak haus.” Ayu menjawab seraya mengalihkan pandangannya pada kebaya yang ada di atas meja jahit. Raut wajah Ayu berubah melihat kebaya itu. “Stella, itu keba
Sean menatap gaun tidur Stella. Aroma parfume lembut sang istri begitu menyeruak ke indra penciumannya. Aroma yang begitu Sean sukai dan telah menjadi candu baginya. Sean mengambil salah satu gaun tidur Stella. Memeluknya erat, dan mengirup aroma yang begitu dia rindukan. Sesaat Sean memejamkan matanya, membayangkan memeluk erat sang istri. Sekelabat ingatannya berputar tentang Stella. Banyangan rengekan manja Stella yang selalu dia dengar.*Sean, apa kau sudah makan? Aku sudah menyiapkan makanan untukmu.**Sean, kenapa kau pulang lama sekali? Aku merindukanmu, Sean. Aku takut tadi petirnya besar sekali.**Sean, aku tidak bisa tidur kalau kau tidak di sampingku. Aku mau tidur kalau kau sudah pulang kerja, Sean*Sean mengumpat dalam hati merutuki kebodohannya. Bayangannya terus memikirkan tentang kesalahannya. Rasanya tidak akan mungkin Stella memaafkannya. Namun, Sean tidak akan menyerah. Sean akan terus berjuang agar Stella memaafkannya.Kini Sean melangkahkan kakinya meninggalkan wa
“Stella, ini luar biasa hebat. Aku tidak menyangka tanganmu benar-benar mampu menyulap kebayaku menjadi sangat indah. Lihatlah potongannya begitu pas di tubuhku. Tidak ada yang kebesaran. Payet kebayaku juga sangat indah. Astaga, jika saja kemarin aku memakai jasamu aku tidak harus merugi memakai jasa penjahit lainnya,” ujar Ayu dengan riang seraya mematut cermin. Tubuhnya kini terbalut oleh kebaya yang dibuat oleh Stella. Benar-benar sangat indah dan mengagumkan. Bahan kebaya yang sederhana, mampu disulap oleh Stella layaknya kebaya yang mahal dan berkelas. Stella memiliki bakat yang hebat. Sangat jarang penjahit begitu teliti dan rapi seperti ini.“Ya, Stella. Gaun buatanmu memang sangat indah. Lihatlah model yang aku tunjukan padamu persis sama. Potongannya pas. Jahitan rapi. Aku benar-benar menyukai ini, Stella. Kau sangat berbakat sekali,” sambung Suri yang memiliki pendapat yang sama dengan Ayu.Stella mengulas senyuman tulus di wajahnya mendengar apa yang dikatakan oleh Ayu dan
Satu Bulan Kemudian…Sean mengusap wajahnya kasar. Wajahnya tampak begitu frustasi. Sesaat Sean memejamkan mata sesaat. Sudah satu bulan lebih Sean bagaikan mayat hidup. Bulan ini adalah batas terakhir Sean. Jika dirinya masih belum menemukan Stella maka Sean akan melakukan pencarian orang hilang dengan menyebarkan foto Stella disetiap penjuru kota. Ini adalah cara terakhir. Sebelumnya Sean masih menahan diri karena dia menunggu anak buahnya. Bagaimana pun Sean tidak ingin banyaknya media yang mengetahui Stella menghilang. Itu kenapa Sean menahan diri tidak menyebar luaskan foto Stella. Lepas dari itu, Sean takut terjadi sesuatu jika sampai ada yang tahu Stella menghilang. Banyaknya musuh dalam dunia bisnis, membuat Sean harus selalu waspada disetiap pengambilan keputusan.Sean telah melakukan banyak cara agar menemukan Stella. Namun, tetap saja pencarian Stella masih belum membuahkan hasil. Sean tahu, Stella pergi ke suatu kota di luar Jakarta. Karena jika masih berada di dalam Jakar
“Kau sudah menemukan istriku? Di mana istriku? Dia baik-baik saja, kan?”Wajah Sean tampak memendung kebahagian kala mendengar asistennya sudah menemukan keberadaan Stella. Panik, cemas, dan takut perlahan mulai terobati. Yang Sean pikirkan saat ini, dia hanya ingin bertemu dengan Stella. Memeluk istrinya itu dengan penuh kerinduan yang mendalam. Sudah cukup satu bulan lebih penyiksaan ini. Sean tidak lagi sanggup bertahan jika harus menunggu lebih lama.Tomy menganggukan kepalanya. “Benar, Tuan. Saya sudah mendapatkan data sopir taksi yang mengantar Nyonya keluar dari rumah. Ternyata Nyonya pergi ke stasiun buss menuju Yogyakarta. Nyonya menggunakan identitas sang sopir taksi. Kebetulan sopir taksi yang membawa Nyonya seorang wanita dan usianya terbilang tidak terlalu jauh dari Nyonya.”“Yogyakarta?” Wajah Sean tampak terkejut mendengar Stella berada di Yogyakarta. “Istriku ada di Yogyakarta?” tanyanya memastikan.Tomy kembali mengangguk. “Iya, Tuan. Nyonya menyewa sebuah rumah kecil
“S-Sean?”Wajah Stella menegang kala melihat Sean berada di hadapannya. Tubuhnya membeku. Napasnya tercekat. Stella menggelengkan kepalanya meyakinkan apa yang dilihat ini salah. Tapi tidak, ini adalah nyata. Wajah tegas, iris mata cokelat Sean yang begitu Stella rindukan kini berada di hadapannya. Namun, di saat bersamaan sekelebat ingatan muncul di benak Stella. Hati Stella merasa perih. Sesak. Bahkan rasa sakit ini telah menelusup ke dalam tubuhnya. Kerinduan di iris mata Stella, telah bercampur dengan kepedihan dan luka yang teramat dalam.Sean pun terdiam menatap Stella. Pancaran mata indah istrinya itu sejak tadi tak luput dari pandangannya. Sean bisa melihat dengan jelas, tatapan Stella yang memendung luka mendalam. Kecewa, kesedihan telah melebur menjadi satu. Namun, satu hal yang tak bisa ditutupi, yaitu pancaran mata Stella yang menunjukan kerinduannya. Ya, Sean yakin Stella juga merindukannya. Hanya saja, rasa kecewa dan luka yang dimiliki istrinya itu jauh lebih besar dari
“Ceraikan aku. Aku akan memaafkanmu dan melupakan segalanya jika kau menandatangani surat perceraian kita.”Bagai tersambar petir, tubuh Sean membeku mendengar apa yang diucapkan oleh Stella. Lidahnya begitu kelu. Sepasang iris mata cokelatnya tampak terkejut. Sean menggeleng kepala tegas, meyakinkan bahwa yang diminta Stella adalah hal yang tak akan pernah Sean wujudkan.“Jangan main-main, Stella! Kau tahu jawabannya tidak akan pernah!” jawab Sean menegaskan. “Kau hanya milikku, Stella. Hanya milikku! Demi Tuhan aku tidak bermaksud merendahkanmu. Kecemburuanku benar-benar membuatku tidak mampu mengendalikan diriku. Maafkan aku, sayang.”Sean mulai menurunkan suaranya. Menatap Stella penuh dengan permohonan. Ya, Sean bisa melihat kepedihan dan luka yang mendalam di iris mata abu-abu sang istri. Sungguh, Sean semakin merasa bersalah. Sejak tadi dia terus merutuki kebodohannya. Perkataannya telah membuat istrinya terluka.“Stella.” Sean melangkah mendekat ke arah Stella yang sejak tadi