Home / CEO / Dalam Pelukan Sang Billionaire (Sean&Stella) / Bab 4. Pantas Saja Kau Kejam!

Share

Bab 4. Pantas Saja Kau Kejam!

Stella menggeliat, saat merasakan silau matahari menyentuh wajahnya. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali, dan mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Beberapa saat, Stella masih tampak asing berada di dalam kamar barunya. Jika biasanya Stella terbangun dengan banyaknya saudara-saudra di panti, kali ini dia terbangun di sebuah kamar megah, dan ranjang yang empuk.

Stella terdiam sejenak mengingat kejadian kemarin. Kejadian di mana dirinya telah menyerahkan hidupnya pada pria kaya yang baru saja dia kenal. Stella telah berada di dalam sangkar emasnya. Stella mengatur napasnya, berusaha untuk menenangkan diri. Dia telah meneguhkan apa yang telah menjadi pilihannya. Perlahan, dia bangkit dari ranjang, dan langsung membersihkan diri, melangkahkan kakinya keluar kamar.

“Selamat pagi, Nona.” Suara pelayan menyapa, sontak membuat Stella yang baru saja keluar kamar terkejut.

“Maaf, Nona jika saya mengejutkan Anda.” Sang pelayan menundukkan kepalanya.

“T-tidak. Kau tidak perlu meminta maaf.” Stella menjawab dengan senyuman yang di wajahnya. “Hm, apa kau tahu di mana Tuan Sean?” 

“Tuan Sean sedang berada di ruang kerjanya, Nona. Beliau sedang sibuk. Jika Anda ingin sarapan, Anda bisa ke ruang makan. Saya telah menyiapkan sarapan,” jawab sang pelayan memberi tahu.

“Nanti saja, aku belum lapar. Terima kasih,” balas Stella dengan ramah.

“Kalau begitu saya permisi.” Sang pelayan menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Stella

Stella menatap punggung sang pelayan yang mulai lenyap dari pandangannya. Dia masih bergeming. Raut wajahnya tampak bingung. Jujur saja, hingga detik ini Stella tidak mengerti apa alasan Sean membawanya meninggalkan panti.

Pria itu, tidak mengatakan sepatah kata pun padanya. Awalnya Stella pikir, Sean akan menjadikannya pelayan seumur hidup. Namun kenyataan, dia tidak diberikan perintah sedikit pun sebagai seorang pelayan.

“Lebih baik aku berjalan-jalan saja.” Stella bergumam pelan seraya melanjutkan langkahnya. Rumah ini begitu besar, paling tidak dia harus tahu setiap sudut rumah ini agar tidak tersasar.

Tatapan Stella teralih pada sebuah taman luas di belakang rumah ini. Taman yang begitu besar, dan tampak indah. Banyak bunga-bunga yang tumbuh di sana. Sungguh, Stella mengagumi rumah ini. Megah, luas, dan besar.

“Pria itu benar-benar sangat kaya. Pantas saja, dia bertindak sesukanya.” Stella menghela napas panjang, dia tidak lagi heran jika Sean sangat Arogan, dan tidak memedulikan sekitarnya.  

Namun, saat Stella tengah mengitari taman. Tiba-tiba, Stella mendengar suara melolong. Wajah Stella menegang terkejut. Dia tampak begitu ketakutan. Stella berbalik, ke arah suara lolongan. Napas Stella tercekat. Raut wajahnya pucat pasi, melihat sebuah hewan besar melolong ke arahnya. Stella hendak berlari, tapi kakinya begitu berat untuk melangkah. Hingga saat hewan itu hendak menerjang Stella, tubuhnya terjatuh di tanah.

“Akhhh—” Stella menjerit keras, dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Stella menangis histeris, tergugu ketakutan telah menyelimuti dirinya. Namun, Stella tidak merasakan apa pun. Dia langsung kembali membuka matanya—terkejut melihat Sean mengusap hewan buas di depannya.

“T-Tuan Sean? K-kau memelihara serigala?” Stella memeluk lututnya. Bulir air mata terus menetes membasahi pipinya. Tapannya, terus menatap Sean yang memerintah anak buahnya membawa hewan itu.

“Itu bukan serigala.” Sean hendak melangkah mendekat, dengan sigap Stella memundurkan tubuhnya.  

“Bohong! Hewan itu melolong. Hewan itu serigala. K-kau pantas saja kejam, dan tidak memiliki hati!” Stella terisak keras, meluapkan ketakutanya. “Aku tidak lagi heran, melihat sifat kejammu!”

Senyum tipis di bibir Sean terukir mendengar perkataan Stella. Sesaat Sean melipat tangan di depan dada, pria itu membiarkan Stella menangis, meluapkan ketakutanya. Itu benar-benar membuat Sean tertarik. Kini Sean mengetahui, betapa polosnya gadis di hadapannya itu.

“Bangunlah.” Sean mengulurkan tangannya ke arah Stella, berusaha membantu gadis itu yang meringkuk ketakutan.  

Stella semakin terisak keras, dia memeluk lututnya tidak mau menerima uluran Sean. “Kau pria kejam! Menjauhkah dariku! Aku tidak mau berada di dekatmu!”

“Jadi hanya karena aku memiliki hewan peliharaan itu, kau mengatakan aku kejam?” Sean menyunggingkan senyuman misterius.

“Pergi! Aku tidak mau berada di dekatmu!” isak Stella.

“Bodoh! Apa kau itu tidak bersekolah? Kau tidak mengetahui apa saja jenis ras anjing?” Kali ini Sean tersenyum mengejek, dan mencemooh Stella.

Stella menengadah kepalanya kala mendengar perkataan Sean. Isak tangisnya, mulai tidak lagi terdengar. “Kau membongiku, kan? Tidak ada anjing yang melolong.”

Sean mengembuskan napas kasar. “Alaskan Malamute. Itu jenis anjing yang aku pelihara. Aku melatihnya khusus melolong ketika pertama kali bertemu dengan orang asing. Alaskan Malamute jarang menggonggong. Mereka melolong seperti serigala. Banyak orang yang mengira itu serigala. Salah satunya seperti dirimu.”

Perlahan Stella bangkit berdiri seraya menghapus sisa air matanya. “Jadi tadi bukan serigala?” tanyanya memastikan. Raut wajahnya tampak begitu pucat akibat ketakutan menyelimuti dirinya.

“Kau ingin memastikannya? Aku akan menunjukanya padamu.” Sean menarik pergelangan tangan Stella, hendak membawa gadis itu menuju anjing peliharaannya yang telah dibawa oleh pengawal.

“T-tidak! A-aku tidak mau bertemu dengannya lagi,” cicit Stella semakin ketakutan.

Sean menggeleng pelan. “Kenapa ada gadis sebodoh dirimu?”

“Aku bukan bodoh, tapi aku tidak tahu. Aku tidak pernah tahu ada anjing yang bisa melolong. Aku juga tidak tahu ada anjing yang memiliki bentuk fisik yang mirip dengan serigala,” ucap Stella dengan suara polosnya. Sebab Stella tidak pernah mengetahui itu. Yang dia tahu seekor anjing akan menggonggong, bukan melolong.

Sean semakin memahami Stella. Rupanya, gadis itu tampak seperti anak kecil yang tidak mengerti apa pun. Sangat polos, dan lugu. “Sekarang lebih baik kau masuk.”

“Tunggu—” Stella mencegah Sean yang hendak meninggalkan tempat itu. Dia menyeka sisa air matanya, yang masih membasahi pipinya.

“Ada apa?” Sean kembali menatap dingin Stella.

 “Sebenarnya apa tujuanku membawamu ke rumahmu? Sejak kemarin, aku masih belum memahami maksud permintaanmu menukar diriku sebagai syarat yang kau minta.” Stella memberanikan diri untuk bertanya akan itu. Banyak hal-hal negative yang muncul dalam benaknya.

“Aku rasa dengan menyerahkan dirimu padaku, kau tidak perlu lagi bertanya. Aku bebas memperilakukanmu seperti apa yang aku inginkan,” jawab Sean dengan tatapan tak lepas menatap wajah Stella yang tak berdaya.  

Stella takut dan gugup. “S-setidaknya kau ingin menjadikanku sebagai apa? Seluruh saudaraku di panti hanya tahu, aku bekerja sebagai pelayanmu.”

Sean menarik dagu Stella seraya berdesis tajam, “Kau akan segera tahu apa tujuanku membawamu ke sini. Tapi tujuanku itu tidak penting, karena sejak di mana kau telah menyetujui menukarkan dirimu, sebagai ganti atas pembebasan penggusuran panti asuhanmu—maka sepenuhnya kau telah menjadi milikku. Aku berhak menjadikanmu apa yang aku inginkan. Kau tidak bisa menolak apa yang telah aku putuskan, Stella Regina.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status