“Tuan Sean.”Suara Tomy menyapa dengan sopan kala Sean baru saja keluar dari ruang meeting. Pagi ini Sean memiliki meeting dengan salah satu rekan bisnisnya yang tinggal di Roma. Itu kenapa dia berangkat ke kantor lebih awal.“Di mana Ken dan Kelvin? Apa mereka sudah di ruang kerjaku?” tanya Sean seraya menatap Tomy. Setelah meeting dengan rekan bisnisnya, Sean memang memiliki meeting dengan Ken dan Kelvin. Dia ingin membahas beberapa project terbaru dari Geovan Group tahun ini.“Tuan Ken dan Kelvin tadi baru saja masuk ke dalam ruang kerja Anda, Tuan,” jawab Tomy melaporkan.Sean mengangguk singkat. “Tomy, apa kau sudah mendapatkan informasi yang aku minta?” tanyanya dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Saya masih dalam pencarian, Tuan. Rekaman CCTV sudah ada di tangan saya. Tapi saya butuh sedikit waktu untuk mengenali wajah dari pria asing itu,” jawab Tomy seraya menundukan kepalanya.Sean mengembuskan napas kasar. Ya, Sean sudah tidak bisa sabar mengetahui siapa sebenarnya or
“Alaska, kau pintar sekali. Semakin hari kau semakin pintar, Alaska. Aku bangga padamu.”Stella tersenyum melihat Alaska yang mencium kakinya. Pun Stella mengusap-usap kepala Alaska. Hingga detik ini, Stella tidak menyangka bisa sedekat ini dengan Alaska. Padahal dulu dia sangat takut setiap kali Alaska muncul tiba-tiba. Bukan tanpa alasan, Stella takut. Alaska bukan hewan kecil yang lucu dan menggemaskan. Alaska tidak seperti itu.Ya, Alaska Malamute. Sean memberikan nama Alska sesuai dari nama ras dari anjing itu sendiri. Alaska memiliki fisik yang mirip seperti serigala. Tubuhnya besar. Mata yang menyalang tajam. Ditambah dengan Alaska sangat jarang menggonggong. Tidak seperti anjing yang lainnya. Alaska selalu melolong persis seperti serigala. Itu yang membuat Stella kerap takut pada Alaska setiap kali Alaska muncul. Well, tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat. Stella tidak lagi takut pada Alaska. Rasa takut itu telah berubah menjadi rasa sayang yang teramat besar.“Nyonya Stel
“Apa maksudmu?”Sepasang iris mata cokelat Sean terhunus begitu tajam pada Tomy yang ada di hadapannya. Nada bicaranya tegas, dan tersirat menuntut pada asistennya itu untuk segera menjelaskan padanya. Ya, ucapan Tomy yang mengatakan pria misterius yang menayakan Stella bukan orang Indonesia sontak membuat Sean terkejut.“Tuan Sean, pria itu bernama Xian Lim. Warga negara Filipina. Informasi pekerjaan saya tidak mendapatkannya, Tuan. Bahkan saya berusaha meretas data nama dari Xian Lim itu tetap saja tidak menemukan apa pun. Di sana hanya tertera Xian Lim bekerja swasta. Sekitar dua jam lalu, saya sudah meminta salah satu staff perusahaan cabang yang ada di Filipina untuk ke alamat rumah milik Xian Lim. Tapi hasilnya nihil, Tuan. Xian Lim menyewakan rumahnya. Dan kabar yang didengar Xian Lim bekerja untuk salah satu orang yang berpengaruh di Eropa. Tepatnya, Xian Lim termasuk kaki tangan orang itu. Dan untuk menemukan dengan siapa Xian Lim bekerja itu adalah hal yang mustahil. Tapi, T
“Stella, mulai hari ini kau tidak hanya diantar oleh sopir. Tapi kau juga diantar oleh dua pengawal yang selalu menemanimu ke mana pun. Ini bukan permintaan, melainkan perintah.”Stella tampak begitu terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Sean. Bahkan dia yang tengah merias wajahnya pun langsung terhenti. Kini Stella mengalihkan pandangannya, menatap sang suami yang tengah memakai arloji.“Apa maksudmu, Sean? Kenapa kau memintaku tiba-tiba harus ditemani pengawal? Sopir saja sudah cukup Sean,” ucap Stella dengan tatapan lekat pada suaminya itu. Sungguh, Stella tidak mengerti kenapa tiba-tiba sang suami meminta dirinya harus ditemani dua orang pengawal. Padahal sebelumnya Sean tidak bersikap berlebihan.“Demi keamananmu.” Sean mengecup kening Stella. “Aku melakukannya ini semua demi dirimu dan anak-anak kita,” lanjutnya lagi.Kening Stella berkerut, menatap bingung Sean. “Aku dan anak-anak kita baik-baik saja, Sean. Tidak akan ada terjadi sesuatu pada kami. Percayalah.”“Jangan mem
Stella mengusap pelan perut buncitnya. Kandungannya semakin bertambah besar. Usia kandungannya saat ini memasuki lima belas minggu. Hamil tiga bayi kembar membuat perut Stella tampak begitu besar. Bahkan Stella sekarang mudah sekali lelah kalau terlalu banyak berjalan. Itu kenapa kalau pergi ke mall atau ke toko-toko biasanya Sean selalu membawakan kursi roda. Well, terdengar berlebihan. Tapi itu sangat berguna. Sean tahu Stella sering mudah kelelahan.Kehamilan yang semakin membesar ini membuat Sean semakin overprotective. Stella tidak bisa pergi sesukanya. Bahkan sejak di mana ada pria misterius yang mencarinya saja, Stella tidak bisa dengan mudahnya. Setiap kali Stella ingin pergi maka akan ditemani oleh sopir dan dua orang pengawal. Baik itu ingin pergi bertemu dengan teman-temannya, pelanggan, atau pun berangkat kuliah. Sungguh, ini benar-benar menyiksa Stella. Namun, Stella tidak bisa memiliki pilihan lain selain menuruti keinginan sang suami.Jujur, banyak hal yang membuat Stel
Chery menatap gaun pengantin yang telah di rancang oleh Stella. Sebuah gaun pengantin yang sangat indah dengan hiasan berlian di sana. Ya, Stella merancangkan dua gaun indah untuknya. Pertama adalah gaun berwarna putih dengan hiasan batu berlian di gaun itu. Dan yang kedua adalah kebaya gaun berwarna cream yang sangat indah. Sungguh, Chery tidak menyangka kalau Stella akan mampu membuat gaun sebagus ini. Meski Chery juga adalah seorang calon fashion designer tetap saja, dia merasa tidak bisa merancang gaun pengantin sehebat Stella. Salah satu kelebihan Stella yaitu teman baiknya itu pintar penjahit. Dan tidak semua seorang fashion designer mampu menjahit.“Stella memang sangat berbakat,” gumam Chery dengan senyuman di wajahnya.“Ehm.” Suara berat seorang pria berdeham membuat Chery langsung mengalihkan pada sumber suara itu.“Ken?” Chery terkejut kala melihat Ken berdiri di ambang pintu. Namun keterkejutannya hanya sesaat. Tergantikan dengan rasa bahagia melihat kehadiran Ken. Didetik
Sean duduk di kursi kebesarannya seraya menyandarkan punggung dan jemari yang mengetuk pelan meja kerjanya. Sorot mata Sean lurus ke depan dan tampak tengah memikirkan sesuatu. Didetik selanjutnya, Sean mengambil gelas sloki yang ada di atas meja. Lalu disesapnya perlahan. Dalam benak Sean kini hanya memikirkan pria misterius yang mencari Stella. Bagai ditelan bumi, informasi pria itu tak dapat ditemukan oleh Tomy dengan mudah.Sean mengenal baik Tomy. Asistennya itu selalu cepat dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Namun, jika sampai asistennya itu tidak bisa menemukan artinya pria itu memang bukan pria yang sembarangan. Bahkan salah satu staff-nya yang bekerja di perusahaan cabangnya yang ada di Filipina saja tetap tidak bisa menemukan keberadaan pria yang bernama ‘Xian Lim’ nama asing yang Sean belum pernah dengar. Biasanya Sean cukup mengenal beberapa nama kaki tangan dari rekan bisnisnya. Geovan Group memiliki nama yang baik di pasar Eropa. Tentunya Sean pun cukup banyak
Mobil yang membawa Sean mulai memasuki lobby perusahaanya. Sean langsung turun dari mobil—lalu memberikan kunci mobilnya apda security agar memarkirkan mobilnya. Kini Sean melangkah masuk ke dalam perusahaan, menuju lift pribadinya. Sesaat Sean melirik arloji—waktu menununjukan pukul dua siang. Ya, hari ini Sean memiliki meeting di luar kantor. Itu kenapa Sean baru tiba di kantor siang hari seperti ini.Ting.Pintu lift terbuka. Sean melangkah keluar dari lift. Namun, langkah Sean terhenti kala melihat sang sekretaris melnghapirinya dan menundukan kepala kala tiba di hadpannya.“Tuan Sean,” sang sekretaris menyapa dengan sopan.“Di mana Tomy?” tanya Sean dengan nada dingin dan raut wajah tanpa ekspresi pada sekretarisnya itu.“Tuan Tomy masih mengurus beberapa pekerjaan di luar, Tuan. Beliau mengatakan akan kembali keperusahaan sekitar dua atau tiga jam lagi,” jawab sang sekretaris memberitahu.Sean mengangguk singkat. Dia tahu Tomy memang banyak pekerjaan yang harus diurus. Itu kenap