Saat pagi menyapa, Stella tampak begitu bersemangat dan riang. Bagaimana tidak? Kemarin malam Stella sudah mendapatkan kabar dari salah satu pengawal sang suami yang memberitahunya kalau pagi ini Jenniver dan Theo sudah tiba di Jakarta. Itu kenapa raut wajah Stella sangat bahagia dan bersemangat.“Sean … Jam berapa kita bertemu dengan Jenniver dan Theo?” Suara Stella bertanya pada Sean yang baru saja melangkah dari walk-in closet.Ya, beruntung hari ini adalah weekend. Jadi Stella tidak perlu untuk izin tidak kuliah. Pun Sean tidak ke kantor. Stella memang sengaja meminta pada Sean untuk mengatur kedatangan Jenniver dan Theo saat weekend tiba. Bukan tanpa alasan, tapi karena Stella ingin dirinya dan Sean memiliki banyak waktu untuk Jenniver dan Theo.“Di bawah ada Tomy, aku harus bicara sebentar dengannya. Kau tunggu sekitar lima belas menit lagi nanti kita akan ke hotel yang ditempati oleh Jenniver dan Theo.” Sean mendekat pada Stella dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku
Menjelang pernikahan, Chery sudah tidak lagi kuliah. Awalnya Chery ingin tetap berkuliah paling tidak sampai tiga atau empat hari menuju hari pernikahannya. Akan tetapi, kedua orang tua Chery melarang Chery untuk kuliah menjelang hari pernikahannya ini. Pun sama halnya dengan Ken yang meminta Chery untuk tidak banyak aktivitas di luar. Well, mau tidak mau Chery pun harus menuruti keinginan kedua orang tuanya serta keinginan Ken.Bisa dibilang ini tidak adil bagi Chery. Karena yang tidak boleh melakukan banyak aktivitas di luar hanya dirinya. Sedangkan Ken masih tetap berkutat pada pekerjaannya. Bahkan Ken masih tetap sering pulang larut malam. Hanya saja perbedaanya, menjelang pernikahan; Ken tidak diperbolehkan oleh keluarga besarnya melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri mau pun ke luar kota.Kini Chery tengah duduk di sofa kamar seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya. Dalam benak Chery memikirkan sebentar lagi kamar ini akan kosong. Dia akan pindah menempati rum
“Nyonya Stella … Anda benar-benar sangat cantik. Kebaya yang Anda design ini sangat luar biasa indah.” Sang make-up artist tak henti-henti melihat penampilan Stella. Kebaya berwarna gold dipadukan dengan sentuhkan make up flawless membuat Stella sangat mengagumkan. Untuk rambut, sang perias memilih untuk menggerai rambut hitam dan tebal Stella. Menyempurnakan penampilan Stella hari ini.Hal yang membuat Stella semakin cantik adalah tubuhnya jauh lebih berisi dari sebelumnya. Orang bilang kehamilan kerap kali merusak bentuk tubuh wanita, tapi itu tidak berlaku untuk Stella. Nyatanya, meski memiliki tubuh berisi tapi Stella tetap terlihat mempesona. Beberapa bagian tubuhnya memiliki ukuran yang semakin indah. Stella memang tidak memiliki tubuh yang terlalu tinggi tapi Stella memiliki tubuh yang ramping. Kulit putih pucatnya sangat mulus dan terawat. Bahkan tidak ada satu pun noda di kulit Stella.Senyum di wajah Stella terlukis begitu tulus. “Terima kasih. Tapi kau sangat berlebihan.”“
Hotel Indonesia Kempinski Jakarta adalah tempat di mana yang dipilih Ken dan Chery melangsungkan pernikahan mereka. Chery melangkah mamasuki ballroom hotel dengan tangan yang terus memeluk lengan Bara—ayahnya. Tampak wajah Chery begitu gugup. Terutama ketika kilat kamera yang terus tersorot padanya. Beberapa kali Chery meremas pelan lengan sang ayah berusaha mengatasi kegugupannnya. Namun, Bara segera menguatkan pegangan tangan putrinya agar Chery tidak lagi gugup.Dari altar, Ken begitu tampan dengan tuxedo berwarna putih menatap kagum penampilan Chery yang memukau. Bahkan sejak tadi Ken tak berkedip sedikit pun. Dia begitu menganggumi penampilan Chery. Tampak pancaran mata Ken begitu memuja penampilan Chery. Ya, Ken sangat terlihat begitu bangga memiliki Chery di hidupnya.Sejenak, Ken dan Chery saling menatap satu sama lain. Mata Chery sudah nyaris berembun melihat Ken menunggunya di altar. Pun sama halnya dengan Ken yang mengeluarkan air mata di sudut matanya. Kedua pasangan itu b
“Maaf, apa kita saling mengenal, Nyonya?”Suara Stella bertanya dengan nada lembut dan sopan pada sosok wanita paruh baya yang ada di hadapannya itu. Stella menatap wanita paruh baya yang sama sekali tidak henti menatapnya.“Nyonya?” panggil Stella kala wanita paruh baya itu hanya diam di hadapannya.“Maaf, Nyonya Stella. Tadi aku tidak melihat jalan.” Wanita paruh baya itu tersenyum penuh arti. Nada bicaranya terdengar anggun. Namun terlihat jelas wanita itu seolah menunjukan wajah yang seolah tenang.Stella tersenyum. “Nyonya Anda tidak salah. Aku yang menabrakmu, Nyonya. Maafkanaku.”“Tidak apa-apa, Nyonya Stella. Lupakan saja,” balas wanita paruh baya itu.“Hm, Nyonya … apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Stella hati-hati. Pasalnya Stella bingung wanita paruh baya yang ada di hadapannya ini mengenal dirinya.“Kau adalah istri Sean Geovan. Tidak mungkin aku tidak mengenalmu, Nyonya Stella,” ujar wanita paruh baya itu.“Ah,” Stella menganggukan kepalanya dan mengulas senyuman
Suara dering ponsel berbunyi, Stella yang tengah memoles wajahnya dengan moisturizer langsung mengalihkan pandangannya pada ponsel yang ada di atas meja riasnya. Tampak kening Stella berkerut kala ada yang menghubunginya di jam yang masih pagi seperti ini. Rasanya tidak mungkin Alika atau Chery yang menghubunginya. Pasalnya, Chery yang baru saja menikah tentu tengah menikmati kebersamaan dengan Ken. Sedangkan Alika, hari ini tengah sibuk memeriksa persiapan pernikahannya yang sebentar lagi.“Siapa yang menghubungiku?” gumam Stella seraya mengmbuskan napas pelan. Didetik selanjutnya, Stella mengambil ponsel miliknya dan segera melihat ke layar—seketika senyum di wajah Stella terlukis melihat nomor Marsha muncul di layar ponselnya. Tanpa menunggu, Stella langsung menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan itu.“Hallo, Mom?” jawab Stella hangat kala panggilan sudah terhubung.“Sayang, apa Mommy mengganggumu?” ujar Marsha lembut dari seberang sana.“Tidak, Mom. Mommy tidak mengganggu
“Tuan Sean, Nyonya Stella, apa kalian ingin tahu jenis kelamin ketiga bayi kalian sekarang?” Dokter Falisa bertanya seraya menatap Stella dan Sean bergantian. Sang dokter melukiskan sebuah senyuman tulus.“Katakan padaku apa jenis kelamin anakku?” tanya Sean tak sabar. Nadanya tersirat meminta sang dokter untuk menjelaskan padanya.“Iya, Dokter. Apa jenis kelamin anak kami? Aku dan suamiku ingin sekali tahu,” ujar Stella yang juga sudah tak sabar.Dokter Falisa tersenyum melihat Sean dan Stella yang tampak begitu terlihat tidak sabar. “Selamat, Tuan Sean, Nyonya Stella. Tiga bayi kembar Anda adalah laki-laki.”Sean dan Stella tampak begitu terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh sang dokter. Bulir air mata Stella langsung menetes berlinang membasahi pipinya.“Tiga-tiganya laki-laki?” ulang Sean memastikan. Tatapan Sean kini menatap sang dokter lekat dan menuntut agar sang dokter menjelaskan padanya.“Dokter, anak kami tiga-tiganya laki-laki?” Stella menatap sang dokter dengan ma
“Apa yang ingin kau bicarakan denganku, Sean?”Suara Mateo bertanya dengan nada dingin dan tatapan yang menyorot lekat pada Sean yang berdiri di hadapannya. Tidak biasanya kakak iparnya itu ingin berbicara serius dengannya. Terlebih Mateo melihat dengan jelas mata Sean seolah ingi menanyakan sesuatu. Namun, entah apa yang ingin ditanyakan oleh kakak iparnya ini.“Kita bicara di taman. Jangan di sini,” jawab Sean datar dengan raut wajah tanpa ekspresi. Ya, Sean tidak mau percakapannya ini didengar oleh orang lain. Itu kenapa Sean memilih di taman untuk berbicara dengan Mateo.Mateo mengangguk singkat menuruti keinginan Sean. Lalu dia melangkah mengikuti Sean masuk ke dalam taman. Tampak raut wajah Mateo begitu serius. Dia ingin segera tahu apa yang sebenarnya ingin dibicarakan oleh Sean.Saat tiba di taman belakang, Sean membalikan tubuhnya menatap menatap Mateo dengan sorot mata yang lekat, dingin, dan tegas.“Apa yang ingin kau tanyakan?” Mateo bertanya dengan nada yang terdengar dat