“Tuan Sean, Nyonya Stella, apa kalian ingin tahu jenis kelamin ketiga bayi kalian sekarang?” Dokter Falisa bertanya seraya menatap Stella dan Sean bergantian. Sang dokter melukiskan sebuah senyuman tulus.“Katakan padaku apa jenis kelamin anakku?” tanya Sean tak sabar. Nadanya tersirat meminta sang dokter untuk menjelaskan padanya.“Iya, Dokter. Apa jenis kelamin anak kami? Aku dan suamiku ingin sekali tahu,” ujar Stella yang juga sudah tak sabar.Dokter Falisa tersenyum melihat Sean dan Stella yang tampak begitu terlihat tidak sabar. “Selamat, Tuan Sean, Nyonya Stella. Tiga bayi kembar Anda adalah laki-laki.”Sean dan Stella tampak begitu terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh sang dokter. Bulir air mata Stella langsung menetes berlinang membasahi pipinya.“Tiga-tiganya laki-laki?” ulang Sean memastikan. Tatapan Sean kini menatap sang dokter lekat dan menuntut agar sang dokter menjelaskan padanya.“Dokter, anak kami tiga-tiganya laki-laki?” Stella menatap sang dokter dengan ma
“Apa yang ingin kau bicarakan denganku, Sean?”Suara Mateo bertanya dengan nada dingin dan tatapan yang menyorot lekat pada Sean yang berdiri di hadapannya. Tidak biasanya kakak iparnya itu ingin berbicara serius dengannya. Terlebih Mateo melihat dengan jelas mata Sean seolah ingi menanyakan sesuatu. Namun, entah apa yang ingin ditanyakan oleh kakak iparnya ini.“Kita bicara di taman. Jangan di sini,” jawab Sean datar dengan raut wajah tanpa ekspresi. Ya, Sean tidak mau percakapannya ini didengar oleh orang lain. Itu kenapa Sean memilih di taman untuk berbicara dengan Mateo.Mateo mengangguk singkat menuruti keinginan Sean. Lalu dia melangkah mengikuti Sean masuk ke dalam taman. Tampak raut wajah Mateo begitu serius. Dia ingin segera tahu apa yang sebenarnya ingin dibicarakan oleh Sean.Saat tiba di taman belakang, Sean membalikan tubuhnya menatap menatap Mateo dengan sorot mata yang lekat, dingin, dan tegas.“Apa yang ingin kau tanyakan?” Mateo bertanya dengan nada yang terdengar dat
“Sean, tadi kau bicara apa dengan Mateo? Kenapa lama sekali, Sean?” Suara Stella bertanya seraya menatap sang suami dengan tatapan lekat. Namun, seketika Stella mengerutkan keningnya kala melihat sang suami yang melamun dan tengah memikirkan sesuatu. Ya, kini Sean dan Stella tengah berada di dalam mobil menuju pulang ke rumah mereka. Sejak di mana mereka pulang, Sean memang terlihat diam dan tak banyak bicara. Suaminya itu seperti tengah memikirkan sesuatu. Tapi entah, Stella tidak tahu karena Sean tidak bercerita apa pun padanya.“Sayang.” Stella kembali memanggil Sean dengan suara yang tetap lembut. Dan kali ini berhasil. Sean membuyarkan lamunannya kala mendengar suara Stella.“Hm?” Sean mengalihkan pandangannya menatap sang istri.Stella mendesah pelan. “Apa yang kau pikirkan, Sean? Sejak kita pulang kau lebih banyak diam?” tanyanya yang ingin tahu. Dia merasakan ada yang berbeda dari suaminya itu.Sean terdiam sejenak. Dia langsung menarik tangan Stella, membawanya masuk ke dalam
“Pak, tolong ke toko di seberang sana, ya, Pak. Saya ingin makan donat yang dijual ditoko di seberang sana.” Stella menunjuk salah satu toko donat yang ada di seberang kantornya pada sang sopir. Ya, kini mobil yang membawa Stella baru saja tiba di lobby kantornya. Dan tepat ketika baru saja sampai di lobby kantornya; Stella sangat ingin makan donut di seberang sana. Mengingat kondisinya yang tengah hamil, tentu saja Stella tidak akan menunda-nunda jika menginginkan sesuatu. Terlebih dia mengandung tiga bayi kembar sekaligus. Well, tidak heran jika Stella mudah sekali lapar.“Baik, Nyonya. Nyonya ingin membeli berapa?” tanya sang sopir dengan begitu sopan.“Hm, Bapak atur saja. Nanti tolong kasih buat yang lainnya sama nanti bapak juga ambil, ya. Jangan lupa, Pak. Kasih pengawal suamiku yang di belakang. Sekali-sekali mereka makan manis,” kata Stella dengan lembut.Detik selanjutnya, Stella melirik ke belakang—mobil pengawal sang suami yang terus membuntutinya. Hanya kali ini bedanya p
“Stella, tadi kenapa kau terlambat datang ke kampus? Beruntung tadi Ms. Eva sedang tidak galak seperti biasanya. Andai saja Ms. Eva galak seperti biasa sudah pasti kau diusir dari kelas,” ujar Alika yang berceloteh seraya melangkah keluar dari ruang kelas bersama dengan Stella.“Aku pagi ini bertemu dengan pelangganku, Alika. Dia memintaku merancangkan gaun dengan hiasan red diamond,” jawab Stella memberitahu.Hari ini Stella memang datang ke kampus sedikit terlambat dari biasanya. Paginya setelah bertemu dengan pelanggannya, Stella harus terjebak macet di jalan. Itu yang mengakibatkan dia datang terlambat. Beruntung hari ini dosen yang terkenal galak dan membenci ada mahasiswa yang datang terlambat tengah terbaik hati padanya. Dosen itu mengizinkan Stella untuk masuk ke dalam kelas. Padahal Stella sudah terlambat satu jam. Well, mungkin alasan kenapa sang dosen tak berani mengusir Stella tentu karena Stella adalah istri dari Sean Geovan. Itu yang membuat sang dosen ketakutan akan men
Sean duduk di kursi kerjanya yang ada di rumah. Pagi ini Sean memutuskan untuk tidak mendatangi kantor. Dia menyerahkan meeting hari ini pada direktur perwakilan. Bukan tanpa alasan tapi dalam benak Sean saat ini tidak bisa tenang mengingat kata-kata Stella kemarin. Rasanya dia tidak mengenal nama dari wanita yang disebutkan oleh Stella. Tapi kenapa wanita paruh baya itu bisa hadir di pernikahan Ken dan Chery?Suara ketukan pintu terdengar membuat Sean mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan langsung menginterupsi untuk masuk.“Tuan Sean.” Tomy melangkah masuk ke dalam ruang kerja Sean, dan menundukan kepalanya kala tiba di hadapan Sean. Ya, Sean khusus meminta Tomy untuk datang ke rumahnya pagi ini.“Bagaimana keadaan perusahaan?” tanya Sean dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Perusahaan dalam keadaan baik-baik saja, Tuan,” jawab Tomy.Sean mengangguk singkat. Lalu dia mengambil wine yang ada di hadapannya dan menyesap pelan. “Aku ingin kau menyelidiki wanita paruh baya yang
“Mom?”Raut wajah Jenniver berubah melihat sosok wanita paruh baya yang begitu dia kenali. Ya, rasanya sudah lama sekali Jenniver tak lagi melihat sang ibu. Tatapan penuh kerinduan bercampur dengan bahagia melebur menjadi satu dalam diri Jenniver.“Kau di sini?” Suara ibu dari Jenniver dengan nada yang begitu dingin dan tegas.“Mom … aku merindukanmu.” Jenniver tak menjawab ucapan ibunya. Wanita itu langsung memeluk erat sang ibu penuh dengan kerinduan. “Mom, aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di Jakarta,” ucapnya lagi dengan bahagia. Sedangkan ibunya itu bahkan hanya bergeming dan tak membalas pelukan dari Jenniver.“Kau belum menjawab pertanyaanku, Jenniver. Kenapa kau ada di sini?” Ibu dari Jenniver itu kembali bertanya kala Jenniver sudah mengurai pelukannya.Jenniver tersenyum. “Aku bersama temanku, Mom. Waktu itu aku pernah bercerita kan ada orang baik yang menyelamatkan Theo? Dan sekarang aku sedang berjalan-jalan denganya. Dia Stella Geovan. Istri pengusaha terkenal Sea
“Sean, apa kebaya ini cocok untukku? Lihatlah pinggangku sudah membengkak. Lenganku juga, Sean. Aku jadi malu jalan denganmu, Sean.”Suara Stella berucap seraya mematut cermin. Ya, kini tubuhnya sudah terbalut oleh kebaya indah hasil rancangannya. Wajahnya pun telah dirias dengan cantik. Rambut hitamnya digulung ke atas, memperlihatkan leher jenjangnya yang mulus dan indah.Senyuman samar di wajah Sean terlukis mendengar ucapan konyol istrinya itu. Sean mendekat dan langsung memeluk istrinya dari belakang. Mengecupi tengkuk leher istrinya itu. “Kau adalah wanita tercantik. Kenapa harus malu, hm?”Stella tersenyum mendengar ucapan Sean. Setiap kali dia merasa insecure maka sang suami akan selalu menenangkannya. Sebenarnya Stella tidak pernah memusingkan bentuk tubuhnya yang berubah. Tentu, Stella tidak peduli akan itu. Namun, hanya moment tertentu jika harus bertemu dengan banyak rekan bisnis Sean, terkadang Stella merasa insecure dengan para istri dari rekan bisnis Sean memiliki tubuh